PR Sharania Pene Dan Lepto
PR Sharania Pene Dan Lepto
4. Metode penelitian tentang kross seksional, kasus kontrol retro dan prospektif,
kohort retro dan prospektif, eksperimental kuasi pre dan pos test
epidemiologis
analitik
terdapat hubungan antara faktor risiko dengan kejadian penyakit atau efek
tertentu yang diselidiki.
5. Apa perbedaan bias recall dengan limitation of recall?
Bias recall adalah sebuah kesalahan sistematik dalam responden mengingat dan
melaporkan faktor risiko/paparan yang telah dia alami. Responden yang mengalami
suatu kondisi kesehatan seperti melahirkan anak yang mengalami down syndrome
akan lebih mengingat ataupun sebaliknya tentang obat-obatan yang dia konsumsi
selama kehamilannya daripada ibu yang melahirkan anak normal.
6. Bagaimana cara memilih uji statistic parametric dan nonparametric?
Jika data terdistribusi normal maka dipilih cara uji statistic parametric dan begitupun
sebaliknya. Statistic parametric menggunakan data interval dan rasio berdasarkan
fakta yang bersifat pasti dan berdasarkan sampel. Data diambil dengan memberi
peluang yang sama atau independen serta tidak bias. Yang dicirikan dengan suatu
populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai varians yang sama. Contoh
metode statistic parametric seperti uji-z, uji t, korelasi pearson, anova. Statistik
nonparametric adalah statistic yang tidak memerlukan pembuatan asumsi tentang
bentuk distribusi atau bebas distribusi, sehingga tidak memerlukan asumsi terhadap
populasi yang akan diuji. Contoh ujinya seperti wilcoxon, spearman, fisher, dan chisquare
7. Apa perbedaan chi square, fisher, KS. Simulasikan di tabel 6x6 dan 6x2 dan
kapan boleh dipakai
Uji chi-square merupakan jenis uji hipotesis yang paling sering digunakan
dalam penelitian klinis. Syaratnya jumlah subyek total > 40 tanpa melihat nilai
expected, yaitu nilai yang dihitung bila hipotesis 0 benar. Jumlah subyek
antara 20 dan 40, dan semua nilai expected pada semua sel > 5.
Uji fisher adalah hipotesis untuk proporsi 2 kelompok dengan jumlah subyek
yang sedikit. Digunakan bila pada tabel 2x2 didapatkan jumlah n total kurang
dari 20, atau bila jumlah n total antara 20-40 da terdapat nilai expected < 5.
Uji kolmogorov smirnov merupakan uji dalam statistics nonparametric yang
digunakan untuk uji dua sampel dari distribusi data yang sama. K-S Test
digunakan untuk menentukan distribusi suatu data sampel. Selain itu, dapat
juga digunakan untuk menguji kenormalan suatu data digunakan dengan cara
3
Tinjauan Pustaka
Leptospirosis
Pendahuluan
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan
binatang. Penyakit menular ini adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti
manusia. Termasuk penyakit zoonosis yang paling sering terjadi di dunia.
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme
berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan Leptospira. (WHO, 2003).
Leptospirosis atau penyakit kuning adalah penyakit penting pada manusia, tikus,
anjing, babi dan sapi. Penyakit ini disebabkan oleh spirochaeta leptospira
icterohaemorrhagiae yang hidup pada ginjal dan urine tikus.1
Etiologi
Penyakit yang terdapat di semua negara dan terbanyak ditemukan di negara
beriklim tropis ini, disebabkan oleh Leptospira interrogans dengan berbagai subgrup
yang masing-masing terbagi lagi atas serotipe bisa terdapat pada ginjal atau air kemih
binatang piaraan seperti anjing, lembu, babi, kerbau dan lain-lain, maupun binatang
liar seperti tikus, musang, tupai dan sebagainya. Manusia bisa terinfeksi jika terjadi
kontak pada kulit atau selaput lendir yang luka atau erosi dengan air, tanah, lumpur
dan sebagainya yang telah terjemar oleh air kemih binatang yang terinfeksi
leptospira.2 Menurut beberapa peneliti yang tersering menginfeksi manusia adalah
L.icterohaemorrhagiae, dengan reservoir tikus, L.canicola, dengan reservoirnya anjing
dan L. pomona dengan reservoirnya sapi dan babi. 3
Epidemiologi Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyaki infeksi akut yang dapat menyerang manusia
maupun hewan dan digolongkan sebagai zoonosis. Leptospirosis adalah zoonosis
bakterial berdasarkan penyebabnya, berdasarkan cara penularan merupakan direct
zoonosis karena tidak memerlukan vektor, dan dapat juga digolongkan sebagai
amfiksenose karena jalur penularan dapa dari hewan ke manusia dan sebaliknya.
Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman
leptospira. Hewan pejamu kuman leptospira adalah hewan peliharaan seperti babi,
lembu, kambing, kucing, anjing sedangkan kelompok unggas serta beberapa hewan
5
liar seperti tikus, bajing, ular, dan lain-lain. Pejamu resevoar utama adalah roden.
Kuman leptospira hidup didalam ginjal pejamu reservoar dan dikeluarkan melalui urin
saat berkemih. Manusia merupakan hospes insidentil seperti pada gambar berikut :
saat banjir.
Pekerjaan tukang perahu, rakit bambu, pemulung.
Mencuci atau mandi disungai atau danau.
Tukang kebun atau pekerjaan di perkebunan.
Petani tanpa alas kaki di sawah.
Pembersih selokan.
Pekerja potong hewan, ukang daging yang terpajan saat memotong hewan.
Peternak, pemeliharaan hewan dan dorter hewan yang terpajan karena
menangani ternak atau hewan, terutama saat memerah susu, menyentuh
hewan mati, menolong hewan melahirkan, atau kontak dengan bahan lain
seperti plasenta, cairan amnion dan bila kontak dengan percikan infeksius
5) Mencengah tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia dengan
memelihara lingkungan bersih, membuang sampah, memangkas rumput
dan semak berlukar, menjaga sanitasi,
b. Jalur penularan
Penularan dapat dicegah dengan :
1) Memakai pelindung kerja (sepatu, sarung tangan, pelindung mata, apron,
masker).
2) Mencuci luka dengan cairan antiseptik, dan ditutup dengan plester kedap
air.
3) Mencuci atau mandi dengan sabun antiseptik setelah terpajan percikan
urin, tanah, dan air yang terkontaminasi.
4) Menumbuhkan kesadara terhadap potensi resiko dan metode untuk
mencegah atau mengurangi pajanan misalnya dengan mewaspadai
percikan atau aerosol, tidak menyentuh bangkai hewan, janin, plasenta,
organ (ginjal, kandung kemih) dengan tangan telanjang, dan jangn
menolong persalinan hewan tanpa sarung tangan.
5) Mengenakan sarung tangan saat melakukan tindakan higienik saat kontak
dengan urin hewan, cuci tangan setelah selesai dan waspada terhadap
kemungkinan terinfeksi saat merawat hewan yang sakit.
6) Menurunkan PH air sawah menjadi asam dengan pemakaian pupuk aau
bahan-bahan kimia sehingga jumlah dan virulensi kuman leptospira
berkurang.
c. Jalur pejamu manusia
1) Menumbuhkan sikap waspada
Diperlukan pendekatan penting pada masyarakat umum dan kelompok
resiko tinggi terinfeksi kuman leptospira. Masyarakat perlu mengetahui
aspek penyakit leptospira, cara-cara menghindari pajanan dan segera ke
sarana kesehatan bila di duga terinfeksi kuman leptospira.
2) Melakukan upaya edukasi
Dalam upaya promotif, untuk menghindari leptospirosis dilakukan dengan
cara-cara edukasi yang meliputi :
a) Memberikan selembaran kepada klinik kesehatan, departemen
pertanian, institusi militer, dan lain-lain. Di dalamnya diuraikan
mengenai penyakit leptospirosis, kriteria menengakkan diagnosis,
terapi dan cara mencengah pajanan. Dicatumkan pula nomor televon
yang dapat dihubungi untuk informasi lebih lanjut.
b) Melakukan penyebaran informasi.
Penatalaksanaan
8
Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah Penicillin G, dosis
dewasa 4 x 1,5 juta unit /i.m, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/i.m, selama 7 hari.
Tujuan Pemberian Obat
1. Treatment
a. Leptospirosis ringan
2.
Regimen
Doksisiklin 2 x 100 mg/oral atau
Ampisillin 4 x 500-750 mg/oral atau
Amoxicillin 4 x 500 mg/oral
Kemoprofilaksis
Terapi suportif supaya tidak jatuh ke kondisi yang lebih berat. Pengawasan
terhadap fungsi ginjal sangat perlu.
Antipiretik
Pemberian antibiotik
Pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai
12 juta unit (sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin
bervariasi, bahkan ada yang memberikan selama 10 hari. Penelitian
terakhir : AB gol. fluoroquinolone dan beta laktam (sefalosporin,
ceftriaxone) > baik dibanding antibiotik konvensional tersebut di atas,
meskipun masih perlu dibuktikan keunggulannya secara in vivo.
dapat diketahui dengan melihat ratio osmolaritas urine dan plasma (normal
bila ratio <1). Juga dengan melihat perbandingankreatinin urine dan plasma,
renal failire index dll.
Penanganan khusus
1. Hiperkalemia diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa
insulin (10-20 U regular insulin dalam infus dextrose 40%)
Merupakan
keadaan
yang
harus
segera
ditangani
karena
terjadi
karena
hiponatremia,
hipokalsemia,
hipertensi
11
Peraturan
1501/MENKES/PER/X/2010,
Menteri
Kejadian
Kesehatan
Luar
Republik
Biasa
adalah
Indonesia
No.
timbulnya
atau
Kriteria KLB
Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
2.
3.
penyakitnya.
Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
4.
jenis penyakitnya.
Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah
per bulan dalam tahun sebelumnya.
12
5.
6.
7.
13
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
frambosia,
influenza,
anthrax,
hepatitis,
typhus
masuk
program:
kecacingan,
kusta,
tuberkulosa,
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
pada penyakit yang cara penularannya tidak jelas (bervariasi). Pada KLB keracunan
makanan identifikasi paparan ini secara awal perlu dilakukan untuk penanggulangan
sementara dengan segera. 7
Deskripsi KLB
a. Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB
berlangsung) digambarkan dalam suatu kurva epidemik. Kurva epidemik
adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat
mulai sakit (onset of illness) selama periode wabah. Penggunaan kurva
epidemik untuk menentukan cara penularan penyakit. Salah satu cara untuk
menentukan cara penularan penyakit pada suatu KLB yaitu dengan melihat
tipe kurva epidemik, sebagai berikut:
a. Kurva epidemik dengan tipe point common source (penularan berasal
dari satu sumber). Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan kasus-kasus
yang terpapar dalam waktu yang sama dan singkat. Biasanya ditemui
pada penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan
(misalnya: kolera, typoid).
b. Kurva epidemik dengan tipe propagated. Tipe kurva ini terjadi pada
KLB dengan cara penularan kontak dari orang ke orang. Terlihat
adanya beberapa puncak. Jarak antara puncak sistematis, kurang lebih
sebesar masa inkubasi rata rata penyakit tersebut.
c. Tipe kurva epidemik campuran antara common source danpropagated.
Tipe kurva ini terjadi pda KLB yang pada awalnya kasus-kasus
memperoleh paparan suatu sumber secara bersama, kemudian terjadi
karena penyebaran dari orang ke orang (kasus sekunder).
b. Deskripsi kasus berdasarkan tempat
Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk
mendapatkan petunjuk populasi yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat
tinggal, tempat pekerjaan). Hasil analisis ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan tercapai, maka kasus dapat
dikelompokan menurut daerah variabel geografi (tempat tinggal, blok sensus),
tempat pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi,
sekolah,
kesamaan
hubungan
(kesamaan
distribusi
air,
makanan),
16
kemungkinan kontak dari orang ke orang atau melalui vektor (CDC, 1979;
Friedman, 1980 dalam Maulani, 2010). 7
c. Deskripsi kasus berdasarkan orang
Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber
penularan atau etiologi penyakit. Orang dideskripsikan menurut variabel umur,
jenis kelamin, ras, status kekebalan, status perkawinan, tingkah laku, atau
kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang hubungan kasus dengan
variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini memungkinkan memusatkan
perhatian pada satu atau beberapa variabel di atas. Analisis kasus berdasarkan
umur harus selalu dikerjakan, karena dari age spscific rate dengan frekuensi
dan beratnya penyakit. Analisis ini akan berguna untuk membantu pengujian
hipotesis mengenai penyebab penyakit atau sebagai kunci yang digunakan
untuk menentukan sumber penyakit (MacMahon and Pugh, 1970; Mausner
and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986 dalam Maulani, 2010).
Penanggulangan sementara
Kadang-kadang cara penanggulangan sementara sudah dapat dilakukan atau
diperlukan, sebelum semua tahap penyelidikan dilampaui. Cara penanggulangan ini
dapat lebih spesifik atau berubah sesudah semua langkah penyelidikan KLB
dilaksanakan. 7
Menurut Goodman et al. (1990) dalam Maulani (2010), kecepatan keputusan
cara penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi penyakit, sumber
dan cara penularannya, sebagai berikut:
a. Jika etiologi telah diketahui, sumber dan cara penularannya dapat dipastikan
maka penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang luas.
b. Sebagai contoh adanya kasus Hepatitis A di rumah sakit, segera dapat
dilakukan penanggulangannya yaitu memberikan imunisasi pada penderita
yang diduga kontak, sehingga penyelidikan hanya dilakukan untuk mencari
orang yang kontak dengan penderita (MMWR, 1985 dalam Maulani, 2010).
c. Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat
dipastikan, maka belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih diperlukan
penyelidikan yang lebih luas untuk mencari sumber dan cara penularannya.
d. Sebagai contoh: KLB Salmonella Muenchen tahun 1971. Pada penyelidikan
telah
diketahui
etiologinya
(Salmonella).
Walaupun
demikian
cara
tidak
dapat
dilakukan.
Dalam
keadaan
ini
cara
KLB
adalah
adanya
perubahan
penyakit
yang
dilakukan
dalam
rangka
penanggulangan wabah.
Penyusunan laporan KLB
Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada pihak yang
berwenang baik secara lisan maupun secara tertulis. Laporan secara lisan kepada
instansi kesehatan setempat berguna agar tindakan penanggulangan dan pengendalian
KLB yang disarankan dapat dilaksanakan. Laporan tertulis diperlukan agar
pengalaman dan hasil penyelidikan epidemiologi dapat dipergunakan untuk
merancang dan menerapkan teknik-teknik sistim surveilans yang lebih baik atau
dipergunakan untuk memperbaiki program kesehatan serta dapat dipergunakan untuk
penanggulangan atau pengendalian KLB. 7
20
Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap setiap laporan kasus dari rumah sakit
atau laporan puskesmas. Penyelidikan kasus Leptospirosis lain di sekitar tempat
tinggal penderita, tempat kerja, tempat jajan atau daerah banjir. Penyelidikan
Epidemiologi dilakukan terhadap:8
a. Terhadap manusianya :
Penemuan penderita dengan melaksanakan pengamatan aktif. Di desa/
kelurahan yang ada kasus Leptospirosis pencarian penderita baru
berdasarkan gejala/tanda klinis setiap hari dari rumah ke rumah.Bila
ditemukan suspek dapat dilakukan pengambilan darah sebanyak 3-5 ml,
kemudian darah tersebut diproses untuk mendapatkan serumnya guna
pemeriksaan serologis di laboratorium. Serum dibawa dari lapangan
dengan menggunakan termos berisi es, setelah sampai di sarana kesehatan
disimpan di freezer 4 C sebelum dikirim ke Bagian Laboratorium
Mikrobiologi RSU Dr. Kariadi Fakultas Kedokteran Undip Semarang
untuk dilakukan pemeriksaan uji MAT (Microscopic Agglutination Test)
untuk mengetahui jenis strainya.
b. Rodent dan hewan lainnya :
Di desa/kelurahan yang ada kasus, secara bersamaan waktunya dengan
pencarian penderita baru dilakukan penangkapan tikus hidup (trapping).
Spesimen serum tikus yang terkumpul di kirim ke BBvet Bogor untuk
diperiksa secara serologis. Pemasangan perangkap dilakukan di dalam
rumah maupun di luar rumah selama minimal 5 hari berturut-turut. Setiap
perangkap (metal live traps) harus diberi label/nomor. Pemasangan
perangkap dengan umpan dipasang pada sore hari dan pengumpulan
perangkap tikus keesokan harinya pagi-pagi sekali. Tikus dibawa ke
laboratorium lapangan dan pengambilan darah/ serum dan organ dengan
member label dan nomer untuk diidentifikasi kemudian dikirim ke Balai
Besar Veteriner (BBvet) di Bogor untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Laporan penyelidikan epidemiologi sebaiknya dapat menjelaskan : 8
a. Diagnosis KLB leptospirosis:
21
22
HubunganEpidemiologik9
Penyakitsecaraepidemiologikdipengaruhioleh3faktorpokokyaitufaktor
agent penyakit yang berkaitan dengan penyebab termasuk jumlah, virulensi,
patogenitas bakteri leptospira, faktor kedua yang berkaitan dengan faktor host
(pejamu/tuanrumah/penderita)termasukdidalamnyakeadaankebersihanperorangan,
keadaangizi,usia,tarafpendidikan,faktorketigayaitulingkungan,yangtermasuk
lingkungan fisik, biologik, sosioekonomi, budaya. Pada kejadian leptospirosis ini
faktor lingkungan sangat berpengaruh seperti adanya genangan air dan sanitasi
lingkunganyangburuk.
Perubahan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahayakesehatan
masyarakatpadakejadianleptospirosisinimeliputi:lingkunganfisiksepertikondisi
selokan, karakteristik genangan air, keberadaan sampah,curah hujan, kondisi jalan
sekitar rumah saat musim penghujan, jarak rumahdengan selokan, kondisi tempat
pengumpulansampah,topografi;lingkunganbiologiksepertipopulasitikusdidalam
dansekitarrumah,keberadaanhewanpiaraansebagaihospesperantara;lingkungan
kimiasepertipHtanah;lingkungansosialsepertiriwayatperansertadalamkegiatan
sosial yangberisiko leptospirosis dan penggunaan alat pelindung diri; lingkungan
ekonomisepertijumlahpendapatandanpekerjaan;lingkunganbudayasepertitidak
memakaialaskakidirumahdanmencuci/mandidisungai.
LingkunganFisik
Karakteristikgenanganair
23
akanmasuketubuhmanusia.
Sampah
Adanya kumpulan sampah di rumah dan sekitarnya akan menjadi
tempatyangdisenangitikus.Kondisisanitasiyangjeleksepertiadanya
kumpulansampahdankehadirantikusmerupakanvariabeldeterminan
kasusleptospirosis.Adanyakumpulansampahdijadikanindikatordari
kehadirantikus.
Curahhujan
Leptospirosis menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di
daerah beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan dan
kelembapantinggi.Leptospirosisberhubungandenganmusimhujan,
dengan meningkatnya kasus dimulai pada bulan agustus dan turun
padabulannovember,puncaknyakasusterjadipadabulanoktober.
Jarakrumahdengantempatpengumpulansampah
Tikussenangberkeliaranditempatsampahuntukmencarimakanan.
Jarak rumah yang dekat dengan tempat pengumpulan sampah
mengakibatkantikusdapatmasukkerumahdankencingdisembarang
tempat.Jarakrumahyangkurangdari500mdaritempatpengumpulan
sampahmenunjukkankasusleptospirosislebihbesardibandingyang
lebihdari500m.
LingkunganBiologik
1. Populasitikusdidalamdansekitarrumah
BakterileptospirakhususnyaspesiesL.ichterrohaemorrhagiebanyak
menyerangtikusbesar.SedangkanL.ballummenyeragtikuskecil.
2. Keberadaanhewanpiaraansebagaihospesperantara
Tikusdananjingmerupakanreservoirpentingdalamleptospiross.Di
sebagan besar negara tropis termasuk negara berkembang
kemungkinan paparan leptospirosiis terbesar pada manusia karena
terinfeksidaribinatangternak,binatangrumahmaupunbinatangliar.
LingkunganKimia
pHtanah
24
Leptospiradapathidupberbulanbulandalamlingkunganyanghangat
(22C)danpHrelatifnetral(pH6,28).Biladiairdanlumpuryang
palingcocokuntukbakterileptospiraadalahdenganpHantara7,07,4
dantemperaturantara28C30C.
LingkunganEkonomi
1. Pekerjaan
Jenis pekerjaan merupakan faktor risiko penting dalam kejadian
penyakit leptospirosis. Jenis pekerjaan yang berisiko terjangkit
leptospirosis antara lain: petani, dokter hewan, pekerja pemotong
hewan,pekerjapengontroltikus,tukangsampah,pekerjaselokn,buruh
tambang, tentara, pembersih septic tank dan pekerjaan yag selalu
kontakdenganbinatang.
LingkunganBudaya
Tidakmemakaialaskakidirumah
Dengantidakmemakaialas kakiakanmengakibatkankemungkinan
masuknya bakteri leptospira ke dalam tubuh akan semakin besar.
Bakterileptospiramasuktubuhmelaluiporiporitubuhterutamakulit
kakidantangan.Olehkarenaitudianjurkanbagiparapekerjayang
selalukontakdenganairkotorataulumpursupayamemakaialaskaki
sepertisepatubot.Banyakinfeksileptospirosisterjadikarenaberjalan
diairdankebuntanpaalaskaki.
Mencuci/mandidisungai
Penularan bakteri leptospira pada manusia adalah kontak langsung
denganbakterileptospiramelaluiporiporikulityangmenjadilunak
karenaterkenaair,selaputlendir,kulitkaki,tangandantubuhyang
lecet.Kegiatanmencucidanmandidisungaiataudanauakanberesiko
terpaparbakterileptospirakarenakemungkinanterjadikontakdengan
urinbinatangyangmengandungleptospiraakanlebihbesar.
Pencarian Kasus10
Data-data
tentang
kasus
Leptospirosis
selama
ini
masih
sangat
Pengertian
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Leptospira yang
pathogen.Gejala leptospirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti
influensa, meningitis, hepatitis, demam dengue, demam berdarah dengue dan
demam virus lainnya.
menyebabkan
mudahnya
memiliki
Beberapa
hewan
lain
hewan
misalnya
pekerja
pemotong
hewan
atau
Fase Septisemik
Fase Imun
27
Fase
Imun
sering
disebut fase
sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urin, dan mungkin
tidak dapat didapatkan lagi dari darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini
terjadi pada 0-30 hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeks. Gejala
tergantung organ tubuh yang terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau
ginjal.
Jika yang diserang adalah selaput otak, maka akan terjadi depresi,
kecemasan, dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fungsi hatididapatkan jaundis,
pembesaran hati (hepatomegali), dan tanda koagulopati. Gangguan paruparu berupa
batuk,
batuk
darah,
peradarahan
dan
dan
sulit
pembesaran
bernapas.
limpa
pencernaan.
Sedangkam L.
pomonaatau L.
canicola sering
Sindrom Weil
Sindrom
Weil adalah
bentuk
Leptospirosis
berat
ditandai
jaundis,
Pencegahan
Manusia rawan oleh infeksi semua serovar Leptospira sehingga
manusia harus mewaspadai cemaran urin dari semua hewan. Perilaku hidup
sehat dan bersih merupakan cara utama untuk menanggulangi Leptospirosis
tanpa biaya. Manusia yang memelihara hewan kesayangan hendaknya selalu
membersihkan
diri
kontak
dengan
hewan
secara sukarela, berdasarkan ilmu pengetahuan yang terus berkembang, dan dibawah
pengawasan dan pembinaan petugas kesehatan setempat.Saat ini pada umumnya
kader kesehatan ada beberapa kelompok, misalnya:
33
AlgoritmaResponKLB14
YA
IKTERUS
TIDAK
34
Daftar pustaka
1. Saroso, S. (2003). Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium
Leptospirosis di Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.
2. Mansjoer, A. (2005). Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 Bagian I. Media
Aesculapius, FKUI. Jakarta.
3. Arjatmo, T & Utama, H. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
4. Daher EF, Noguera CB. Evaluation of penicillin therapy in patients with
leptospirosis and acute ranal failure. Rev Inst Med trop. S Paulo.
2000.42(6):327-32.
5. Drunl W. Nutritional support in patients ARF. In; Acute Renal Failure;
(Brenners & Rectors) ed WB Saunders. 2001: 465-83
6. Budiriyanto, M. Hussein Gasem, Bambang Pujianto, Henk L Smits : Serovars
of Leptospirosis in patients with severe leptospirosis admitted to the hospitals
of Semarang. Konas PETRI, 2002.
7. Bimantara AP, Yudha EB, Kusuma SA, et al. Kejadian luar biasa dan langkahlangkah penyelidikan klb. Jurnal kesehatan masyarakat fakultas kedokteran
dan ilmu-ilmu kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 2014.
8. Penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa penyakit menular dan
keracunan pangan. Pedoman epidemiologi penyakit. Edisi Revisi 2011.h.105111.
9. Epidemiologi leptospirosis. Diakses pada tanggal 11 Juni 2016 pada:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-sitinurcha-6633-3babii.pdf
10. Handout Surveilans Epidemiologi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeritas
Ahmad
Dahlan.
Diakses
pada
tanggal
11
Juni
2016
pada:
http://fkm.uad.ac.id/unduhan/Surveilans
%20Epidemiologi_sem5.pdfpnyuluhan
11. Rosita I. Peran kader kesehatan menuju indonesia sehat 2015. Diunggah pada
tanggal 14 Januari 2012. Diakses pada tanggal 12 Juni 2016 pada:
https://iinrosita.wordpress.com/2012/01/14/peran-kader-kesehatan/.
12. Hasanbasri M. Partisipasi masyarakat terhadap praktik kebidanan komunitas,
Studi kasus desa timbulharjo kecamatan sewon bantuk KMPK UGM. Working
paper series no.4, Yogyakarta: Januari 2008.
13. Alfa D. Evaluasi program pemberantasan penyakit menular (p2m). Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: 2006.
35
14. Nasir M. Algoritma diagnosis penyakit dan respons. Subdit Surveilans dan
Respon KLB, Ditjen PP dan PL. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta: 2010.
15. Kusmiyati, Susan M, Supar. Leptospirosis pada hewan dan manusia di
Indonesia. Balai penelitian veteriner. Bogor: 2004.
Tinjauan Pustaka
Demam Berdarah Dengue
Epidemiologi
36
Epidemik dari Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia sejak ditemukan
pada tahun 1968. Epidemiologi DBD di indonesia telah berubah dengan
meningkatnya jumlah kasus dari seluruh tiga puluh tiga propinsi. Epidemik dengue
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan, faktor biologi, dan demografi.
Insidens dengue berhubungan dengan cuaca yang hangat dan kelembaban tinggi.
Suhu yang tinggi dapat merangsang perkembangbiakan vektor dan perilaku nyamuk
menggigit. Pergeseran kelompok umur, penyebaran ke pedesaan, faktor penentu sosial
dan biologi dari ras dan jenis kelamin yang rentan berpengaruh terhadap pelayanan
kesehatan. Pola peningkatan kasus infeksi dengue den-3 secara epidemiologi
berhubungan dengan musim hujan karena penampungan air hujan akan menjadi
tempat perkembangbiakan nyamuk.1
Berbagai serotipe virus Dengue endemis di beberapa negara tropis. Di Asia,
virus Dengue endemis di China Selatan, Hainan, Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand,
Myanmar, India, Pakistan, Sri Langka, Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura.
Negara dengan endemisitas rendah di Papua New Guinea, Bangladesh, Nepal, Taiwan
dan sebagian besar negara Pasifik. Virus Dengue sejak tahun 1981 ditemukan di
Quesland, Australia Utara. Serotipe Dengue 1,2,3, dan 4 endemis di Afrika. Di pantai
Timur Afrika terdapat mulai dari Mozambik sampai ke Etiopia dan di kepulauan lepas
pantai seperti Seychelles dan Komoro. Saudi Arabia pernah melaporkan kasus yang
diduga DBD. Di Amerika, ke-4 serotipe virus dengue menyebar di Karibia, Amerika
Tengah dan Amerika Selatan hingga Texas (1977-1997). Tahun 1990 terjadi KLB di
Meksiko, Karibia, Amerika Tengah, Kolombia, Bolivia, Ekuador, Peru, Venezuela,
Guyana, Suriname, Brazil, Paraguai dan Argentina.2
Langkah awal yang dilakukan jika menerima laporan demam berdarah (DBD)2
1. Setelah menemukan/menerima laporan adanya penderita DBD, petugas
Puskesmas/ Koordinator DBD segera mencatat dalam Buku catatan Harian
Penderita DBD.
2. Menyiapkan peralatan survei, seperti: tensimeter, termometer, senter, formulir
PE (penyelidikan epideiologi), dan surat tugas.
3. Memberitahukan kepada Kades/Lurah dan Ketua RW/RT setempat bahwa di
wilayahnya ada penderita DBD dan akan dilaksanakan PE.
4. Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita membantu kelancaran
pelaksanaan PE.
5. Pelaksanaan PE sebagai berikut
37
minggu sebelumnya.
Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas, dilakukan
tinggal penderita.
Bila penderita adalah siswa sekolah dan pekerja, maka selain dilakukan
di rumah PE juga dilakukan di sekolah/tempat kerja penderita oleh
puskesmas setempat.
Hasil pemeriksaan adanya penderita DBD lainnya dan hasil pemeriksaan
terhadap penderita demam (tersangka DBD) dan pemeriksaan jentik
kepada
kepala
Dinas
Kesehatan
Kades/Lura
Bila hasil PE positif (Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya
dan/atau 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan jentik (5%), 82
dilakukan penanggulangan fokus (Fogging, Penyuluhan, PSN dan
Larvasidasi selektif), sedangkan bila negatif dilakukan Penyuluhan, PSN
dan larvasidasi selektif.
Sumber Penularan2
Penyakit demam berdarah dengue umumnya ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti (meskipun juga dapat ditularkan oleh Aedes albopictus yang
hidup di kebun). Nyamuk ini mendapat virus dengue pada waktu mengisap darah
penderita penyakit demam berdarah dengue atau orang tanpa gejala sakit yang
membawa virus itu dalam darahnya (carier). Virus dengue memperbanyak diri dan
menyebar keseluruh tubuh nyamuk, termasuk ke kelenjar liurnya. Jika nyamuk ini
menggigit orang lain, maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk.
Dalam waktu kurang dari 7 hari orang tersebut menderita sakit demam berdarah
38
dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan akan berada
dalam darah selama 1 minggu. Orang yang kemasukan virus dengue tidak semuanya
akan sakit demam berdarah dengue. Ada yang demam ringan yang akan sembuh
dengan sendirinya, atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi
semuanya merupakan pembawa virus dengue selama 1 minggu, sehingga dapat
menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya.
seluruh wilayah mempunyai risiko untuk kejangkitan penyakit demam berdarah
dengue, namun tempat yang potensial bagi penyebaran penyakit adalah desa rawan
dan tempat umum.
Mencegah penyebaran
Penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue di daerah perkotaan lebih
intensif dari pada di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan kepadatan jumlah penduduk
yang tinggi didaerah perkotaan. Jarak antara rumah yang satu dengan yang lain sangat
berdekatan sehingga memudahkan nyamuk penular Demam Berdarah Dengue (Aedes
Aegypti) menyebarkan virus dengue dari satu orang ke orang lain yang ada
disekitarnya (jarak terbang nyamuk Aedes aegypti biasanya tidak lebih dari 100
meter). Selain itu mobilitas penduduk dikota pada umumnya. jauh lebih tinggi
dibandingkan di pedesaan.3
Pemastian KLB
Pada unit pelayanan kesehatan dengan sistem informasi yang berjalan baik dan
jumlah kasus DBD dapat dideteksi sesuai dengan wilayah administratif seperti desa
atau kelurahan, maka peningkatan kasus pada setiap wilayah dapat dijadikan
peringatan dini sebelum terjadi KLB. Untuk memastikan bahwa peningkatan kasus
adalah KLB atau bukan KLB, dapat dilakukan analisis pola minimum-maksimum
kasus DBD bulanan maupun mingguan dengan pembanding kasus DBD pada tahuntahun sebelumnya. Selain dengan menetapkan pola maksimum-minimum, pada
daerah desa atau kelurahan sebaiknya ditetapkan telah berjangkit KLB DBD apabila
memenuhi satu kriteria sebagai berikut:4
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
39
menerima
laporan
wajib
melakukan
penyelidikan
dengue (DD, DBD dan SSD) yang dapat didiagnosis di puskesmas dalam
waktu 24 jam menggunakan form KD-PKM DBD
2. Puskesmas dapat merujuk kasus (suspek infeksi dengue, DD, DBD dan
SSD) yang tidak dapat ditangani di puskesmas.
b. Pelaporan dari RS
1. Setiap unit pelayanan kesehatan yang menemukan kasus infeksi dengue
(DD, DBD, SSD) wajib segera melaporkan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya dalam 24 jam dengan
tembusan ke puskesmas wilayah tempat tinggal penderita (KD-RS).
Laporan tersebut merupakan laporan yang dipergunakan untuk tindakan
penanggulangannya.
2. Pelaporan kasus mingguan dan bulanan merupakan laporan rekapitulasi
kasus (suspek infeksi dengue DD, DBD dan SSD) yang dilaporkan setiap
minggunya atau bulannya dari puskesmas dan rumah sakit dengan
menggunakan form W2.
c. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi
1. Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan
2. Menggunakan formulir W1 bila terjadi KLB
3. Laporan STP
d. Pelaporan dari dinas kesehatan Provinsi ke pusat (Subdit Arbovirosis, Ditjen
PP dan PL)
1. Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan
2. Menggunakan formulir W1 bila terjadi KLB.
3. Laporan STP
Tatalaksana2
Tatalaksana Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simtomatis dan suportif, yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dan sebagai akibat perdarahan. Pasien bermanifestasi ringan dapat berobat jalan
sedangkan pasien dengan tanda bahaya dirawat.
a. Tatalaksana Infeksi Dengue dengan manifestasi ringan Pasien dengan
manifestasi ringan dapat berobat jalan tetapi jika ada perburukan harus dirawat.
Pasien rawat jalan dianjurkan
Tirah baring, selama masih demam.
Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
Untuk menurunkan suhu menjadi <39oC dianjurkan pemberian parasetamol.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat
meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
43
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
Bila setelah demam turun didapatkan nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau
terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila
disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus
segera dibawa segera ke rumah sakit.
b. Tatalaksana DBD dan SSD
Tatalaksana DBD Patofisilogik utama DBD adalah kebocoran plasma karena
adanya peningkatan permeabilitas kapiler. Maka kunci tatalaksana DBD terletak pada
deteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang
merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi
klinis disertai pemantauan kebocoran plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis
DBD terletak pada pengenalan tanda-tanda bahaya secara awal dan pemberian cairan
Larutan garam isotonik atau kristaloid sebagai cairan awal pengganti volume plasma
sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan
hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit yang cepat. Secara
umum pasien DBD dapat dirawat di puskesmas perawatan atau rumah sakit.
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau
nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.
Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5
fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang
terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat
kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada
umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi.
Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu
44
Fase Penyembuhan/konvalesen
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen akan muncul pada daerah
45
1. Kristaloid: Larutan ringer laktat (RL), Larutan ringer asetat (RA), Larutan
garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL),
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA), Dekstrosa 5% dalam 1/2
larutan garam faali (D5/1/2LGF) (Catatan: Untuk resusitasi syok dipergunakan
2.
4. Bebas Yaitu Kecamatan, Kelurahan yang tidak pernah ada kasus DBD.
Ketinggian dari permukaan air laut > 1000 meter dan persentase rumah yang
ditemukan jentik 5%. Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan
penyuluhan.
Penyuluhan dilakukan unttuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kader
dalam penanggulangan penyakit DBD, sehingga diharapkan pengetahuan tersebut
dapat disebarluaskan pada masyarakat agar kasus penyakit DBD dapat dicegah sedini
mungkin
dan
kalaupun
terdapat
kasus
maka
diharapkan
penemuan
dan
penyebarannya,
pemberantasan
nyamuk
dengan
metode
47
Tinjauan Pustaka
Campak
Pendahuluan
Campak adalah penyakit yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah.
Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi campak. Sebelum imunisasi
campak dipergunakan secara luas di dunia banyak anak terinfeksi campak. Kasuskasus tersebut akan diperburuk dengan gizi buruk sehingga dapat meningkatkan
angka kematian karena campak.
Indonesia adalah negara keempat terbesar penduduknya di dunia yang memiliki
angka kesakitan campak sekitar 1 juta pertahun dengan 30.000 kematian, yang
menyebabkan Indonesia menjadi salah satu dari 47 negara prioritas yang di
identifikasi oleh WHO dan UNICEF untuk melaksanakan akselerasi dan menjaga
kesinambungan dari reduksi campak. Strategi untuk kegiatan ini adalah cakupan rutin
yang tinggi (> 90%) di setiap kabupaten/kota serta memastikan semua anak
mendapatkan kesempatan kedua untuk imunisasi campak.1
Epidemiologi
Menurut data surveilans kasus campak tahun 2007 adalah 18.488 kasus dimana
84% diantaranya adalah anak yang tidak terimunisasi dan 44% kasus adalah anak
dengan usia di bawah lima tahun. Pada tahun 2008 terdapat 14.148 kasus campak
dimana 78% diantaranya adalah anak yang belum mendapat imunisasi dan 41% anak
dengan usia di bawah lima tahun. Data surveilans juga menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara cakupan imunisasi yang tinggi dengan rendahnya
kasus campak. Hal ini dibuktikan, pada tahun 2008 dari 367 spesimen kasus tersangka
campak di Provinsi DIY hanya satu yang positif campak, begitu juga di Bali dari 17
48
spesimen tidak ada satupun yang positif. Indonesia sudah mulai melakukan penguatan
surveilans campak sejak tahun 2007 dengan kinerja yang cukup baik dibeberapa
provinsi walaupun di beberapa daerah masih ditemukan laporan insiden campak yang
rendah dan tidak ada laporan KLB. Tahun 2008 surveilans campak berbasis kasus
(case based surveilance) dimulai di Provinsi Bali dan DIY, dan selanjutnya akan
diperluas ke 10 provinsi lain pada tahun 2009.
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia timbul secara
tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemi campak terjadi setiap 2-4 tahun. Wabah
terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan
populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah
diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum,
sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai
ialah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan lainlain (7,9%).
Etiologi
Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama
masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif
minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku,
minimal 4 minggu disimpan dalam temperature 35C, dan beberapa hari pada suhu
0C. Virus tidak aktif pada pH rendah.
Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi
yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri
dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat
lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA) yang
merupakan struktur helix nucleoprotein dari myxovirus. Pada selubung luar seringkali
terdapat tonjolan pendek. Salah satu protein yang berada di selubung luar berfungsi
sebagai hemaglutinin.
Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi.
Apabila berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada temperatur
kamar ia akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari, pada suhu 37C
waktu paruh usianya 2 jam, sedangkan pada suhu 56C hanya satu jam. Sebaliknya
virus ini mampu berahan dalam keadaan dingin, pada suhu -70C dengan media
protein ia dapat hidup selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari pendingin dengan
suhu 4-6C, dapat hidup selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini
49
hanya mampu bertahan selama 2 minggu, dan dapat dengan mudah dihancurkan oleh
sinar ultraviolet.2
Cara Penularan
Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung, melalui
sekret hidung atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa penularan
berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodormal biasanya
sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal hari kedua setelah timbulnya ruam.
Virus campak menempel dan berkembang biak pada epitel nasofaring. Tiga hari
setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan
terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial
dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal.
Adanya giant cells dan proses peradangan merupakan dasar patologik ruam
dan infiltrat peribronkial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang
tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan
batuk, pilek, mata merah (3C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang
makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan
pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi)
mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada
susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik ensefalitis. Setelah masa
konvelesen, hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap,
berubah menjadi deskuamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada
awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.3,4
Gejala Klinis
Sekitar 10 hari setelah infeksi akan muncul demam yang biasanya tinggi,
diikuti dengan koriza/pilek, batuk dan peradangan pada mata. Gejala penyakit campak
dikategorikan dalam tiga stadium:
Stadium inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 12-14 hari. Walaupun pada masa
ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak menampakkan
gejala sakit.
Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium
prodromal yang berlangsung selama 2 hingga 5 hari. Gejala utama yang muncul
50
adalah demam yang terus meningkat hingga mencapai puncaknya suhu 39,4 - 40,6C
pada hari ke 4 atau 5 yaitu pada saat ruam muncul. Selain itu biasanya terdapat batuk,
pilek dan konjungtivitis. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk
sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada
konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis
tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada
hari ke-101 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran
pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik.
Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat
juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian
tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1-2 hari sebelum timbulnya
ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir
masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita
akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.
Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu
pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan
dan saat suhu berkisar 39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak
terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut.
Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher,
lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam akan menjalar
ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2
atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan
menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya.
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak
memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna
kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan
maka muncullah deskuamasi kecoklatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit
berbanding lurus dengan gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang
berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk telapak
tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali.5
51
Memberi
penyuluhan
kepada
masyarakat
mengenai
pentingnya
bayi.
Vaksinasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan. Vaksin ini
diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml. Vaksin campak tidak boleh
diberikan pada wanita hamil, anak dengan TBC yang tidak diobati, dan
penderita leukemia. Vaksin campak dapat diberikan sebagai vaksin
monovalent (measles-containing vaccine; MCV) atau polivalen (measlesmumps-rubella; MMR).
Imunisasi campak
Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpajan pada antigen yang
serupa, tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis
kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif. Kekebalan pasif adalah
kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan oleh individu itu sendiri. Sedangkan
kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan oleh
antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif biasanya
berlangsung lebih lama karena adanya memori imunologik.
Kekebalan aktif terhadap campak didapatkan melalui program imunisasi.
Kekebalan pasif terhadap campak didapat dari transfer antibodi IgG maternal melalui
plasenta pada masa-masa akhir kehamilan. Setelah dilahirkan, konsentrasi antibodi
terhadap campak ini menurun sehingga lamanya durasi imunitas pasif ini bergantung
pada jumlah konsentrasi awal antibodi saat dilahirkan.4,5
Saat ini ada beberapa macam vaksin campak:
Monovalen
polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan. Penting diperhatikan penyimpanan dan
53
Imunisasi campak diberikan lagi pada umur 2 tahun dan saat masuk sekolah
SD (Program BIAS)
Reaksi KIPI
Reaksi KIPI imunisasi campak yang banyak dijumpai terjadi pada imunisasi
ulang pada seorang yang telah memiliki imunitas. Kejadian KIPI imunisasi
campak telah menurun dengan digunakannya vaksin campak hidup yang
dilemahkan.
Gejala KIPI yang berupa demam yang lebih dari 39,5C yang terjadi pada 515 % kasus, demam mulai dijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 5 hari.
54
Ruam dapat dijumpai pada 5% resipien, timbul pada hari ke 7-10 sesudah
imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari. Hal ini sukar dibedakan dengan
akibat imunisasi jika seseorang memperoleh imunisasi pada saat masa
inkubasi penyakit alami.
Reaksi KIPI berat jika ditemukan gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti
ensefalopati pasca imunisasi. Diperkirakan risiko terjadinya efek samping
tersebut 30 hari sesudah imunisasi 1 di antara 1 milyar dosis vaksin.
55
Pada penelitian yang mencakup 6000 anak yang berusia 1-2 tahun, dilaporkan
setelah vaksinasi MMR dapat terjadi malaise, demam, atau ruam yang sering
terjadi 1 minggu setekah imunisasi yang berlangsung selama 2-3 hari.
Laporan dari CDC menyatakan bahwa vaksin MMR dapat menyebabkan efek
samping demam, komponen campak yang paling sering menyebabkan efek
samping ini. Kurang lebih 5% anak akan mengalami demam >39,4C setelah
imunisasi MMR. Reaksi demam tersebut biasanya berlangsung 7-12 hari
setelah imunisasi dan umumnya berlangsung 1-2 hari.
Dalam masa 6-11 hari setelah imunisasi, dapat terjadi kejang demam pada
0,1% anak, ensefalitis pasca imunisasi <1/1.000.000, dan pembengkakan
kelenjar parotis pada 1% anak berusia sampai 4 tahun, pada umumnya terjadi
pada minggu ketiga dan kadang-kadang lebih lama.
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh imunisasi gondongan terjadi kirakira 1/1.000.000 kasus dengan galur virus gondongan Urabe, angka kejadian
ini lebih kecil apabila menggunakan jalur virus gondongan Jeryl Lyn.
Anak dengan penyakit keganasan yang tidak diobati atau gangguan imunitas,
mereka yang mendapat pengobatan dengan imunosupresif atau terapi sinar
atau mendapat steroid dosis tinggi (ekuivalen dengan 2 mg / kgbb / hari
prednisolon).
Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain. Imunisasi MMR ditunda lebih
kurang 1 bulan setelah imunisasi yang terakhir.
Jika MMR diberikan pada wanita dewasa dengan kehamilan harus ditunda
selama 2 bulan, seperti pada vaksin rubella.
Vaksin MMR tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah pemberian
immunoglobulin atau transfuse darah (whole blood).
56
Penanganan Campak
Penderita campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan. Anak harus diberikan
cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan
pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan,
diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet
yang memadai.
Pemberian vitamin A pada pasien campak untuk usia <6 bulan sebanyak 50.000
IU, usia 6 bulan 1 tahun sebanyak 100.000 IU, anak >1 tahun sebanyak 200.000 IU
sebanyak satu kali.12 Apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.6
Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5C), dehidrasi, kejang, asupan
oral sulit atau adanya penyulit. Di rumah sakit pasien campak dirawat di bangsal
isolasi system pernapasan. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit
yang timbul.
TUGAS KADER
Kader bertugas membantu pelaksanaan imunisasi dalam hal:
1. Menggerakkan orang tua dan sasaran untuk datang ke pos pelayanan
imunisasi/posyandu.
2. Mengatur jalannya imunisasi
3. Memberikanimunisasi polio
4. Memberikan vitamin A, dosis sesuai dengan kelompok umur (khusus bulan
Agustus)
5. Mencatat sasaran dan memberi tanda pada jari kelingking kiri sasaran yang
sudah diimunisasi
6. Melaporkan pada petugas bila ditemukan kasus diduga KIPI
7. Mengingatkan orang tua untuk melengkapi imunisasi rutin
LANGKAH MEMPERBAIKI PROGRAM
Melaksanakan pelatihan/refreshing program imunisasi disetiap jenjang pelayanan
(OJT)
Meningkatkan supervisi suportif secara berkala disetiap jenjang pelayanan dan
segera menindakljuti secara bertahap
Pendekatan masyarakat melalui tokoh agama
57
Meningkatkan koordinasi dan kerja sama dengan UPS dalam sistem pencatatan
dan pelaporan
Melakukan pendataan atau validasai data sasaran dalam menentukan target
Melakukan validasi dan akurasi hasil cakupan setiap tribulan
Pustu
Pasien Rawat Jalan Puskesmas
Klinik swasta/private di desa
Bidan Desa
Pengumpulan spesimen
58
59
sama.
g. Angka proporsi penyakit atau Proportional Rate (PR) penderita baru pada
suatu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.7
TIPE EPIDEMIOLOGI
o KLB tersangka campak: adanya 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4
minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya
hubungan epidemiologi.
o KLB Campak Pasti : apabila minimum 2 spesimen positif IgM campak dari
hasil pemeriksaan kasus pada tersangka KLB campak.
o KLB Rubella : minimum 2 spesime positif IgM Rubella
o KLB Mixed : Ditemukan adanya IgM rubella positif dan IgM campak positif
dalam satu KLB.
CIRI-CIRI EPIDEMI
LANGKAH PENANGGULANGAN KLB
o Penanggulangan KLB campak didasarkan pada analisis dan rekomendasi hasil
penyelidikan KLB campak, dilakukan sesegera mungkin agar transmisi virus
dapat dihentikan dan KLB tidak meluas serta dibatasi jumlah kasus dan
kematian. Langkah penanggulangan meliputi : tatalaksana kasus, imunisasi
dan penyuluhan.
- Imunisasi yang dilakukan pada saat KLB yaitu :
i.
ii.
Daftar Pustaka
62
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1501/MENKES/PER/X/.2010.
Tinjauan Pustaka
Kolera
63
Definisi
Kolera adalah suatu infeksi usus halus yang disebabkan oleh bakteri Vibrio
Cholerae. Gejala utamanya adalah diare dan muntah. Sumber penularan terutama
melalui air minum atau mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi dengan bakteri.
Keparahan dari diare dan muntah menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit. Pengobatan primer dengan larutan rehidrasi oral dan bila tidak dapat diatasi
dengan rehidrasi oral, dapat diberikan secara intravena. Antibiotik dapat diberikan
kepada pasien jika kondisi semakin memburuk.1,2
Langkah Awal setelah Penerimaan Laporan
Sebagai dokter Puskesmas langkah awal yang harus dilakukan setelah
menerima laporan adanya kasus kolera adalah sebagai berikut.1,2
a. Melakukan konfirmasi atau penegakkan diagnosis.
b. Melakukan penanggulangan terhadap penyakit
jika
diagnosis
sudah
sungai) dijadikan air minum oleh orang lain yang bermukim disekitarnya. Hal ini
akan semakin meningkatkan resiko terjadinya penyakit kolera.1-3
Dalam situasi adanya wabah (epidemic), biasanya tinja orang yang telah
terinfeksi menjadi sumber kontaminasi. Penyakit ini dapat menyebar dengan cepat di
tempat yang tidak mempunyai penanganan pembuangan kotoran (sewage) dan
pengolahan air minum yang memadai. Pada saat wabah kolera (El Tor) skala besar
terjadi di Amerika Latin pada tahun 1991, penularan yang cepat dari kolera terjadi
melalui air yang tercemar karena sistem PAM perkotaan yang tidak baik, air
permukaan yang tercemar, serta sistem penyimpanan air di rumah tangga yang kurang
baik. Makanan dan minuman pada saat itu diolah dengan air yang tercemar dan di jual
oleh pedagang kaki lima, bahkan es dan air minum yang dikemaspun juga tercemar
oleh Vibrio cholerae. Biji-bijian yang dimasak dengan saus pada saat wabah itu
terbukti berperan sebagai media penularan kolera.1-3
Vibrio cholerae yang dibawa oleh penjamah makanan dapat mencemari
makanan, yang apabila tidak disimpan dalam lemari es dalam suhu yang tepat dapat
meningkatkan jumlah kuman berlipat ganda dalam waktu 8-12 jam. Sayuran dan
buah-buahan yang dicuci dan dibasahi dengan air limbah yang tidak diolah, juga
menjadi media penularan.1-3 Bakteri kolera juga dapat hidup di lingkungan air payau
dan perairan pesisir. Kerang-kerangan (shellfish) yang dimakan mentah juga dapat
menjadi sumber kolera. Seperti di Amerika Serikat, kasus sporadis kolera timbul
karena mengkonsumsi seafood mentah atau setengah matang yang ditangkap dari
perairan yang tidak tercemar.
Sebagai contoh, kasus kolera yang muncul di Louisiana dan Texas menyerang
orang-orang yang mengkonsumsi kerang yang diambil dari pantai dan muara sungai
yang diketahui sebagai reservoir alami dari Vibrio cholera (O1 serotipe Inaba), muara
sungai yang tidak terkontaminasi oleh air limbah. Biasanya penyakit kolera secara
langsung tidak menular dari orang ke orang. Oleh karena itu, kontak biasa dengan
penderita tidak merupakan resiko penularan.1-3
Kejadian Luar Biasa
Kejadian luar biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di
Indonesia untuk mengklasifikasika merebaknya suatu wabah penyakit. Status KLB
biasa diatur Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia. KLB dijelaskan sebagai
timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.2-4
65
Kriteria KLB mengacu pada keputusan Dirjen No. 451/91, tentang Pedoman
Penyelidikan Penanggulangan KLB adalah sebagai berikut.1-4
a. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal.
b. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
c. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, dua kali atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya (hari, minggu, bulan, tahun)
d. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat
atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun
e.
sebelumnya.
Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali
lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun
sebelumnya.
Cara Pencegahan
Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah
dengan prinsip sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran
(feaces) pada tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah meminum
air yang sudah dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan
memakai sabun/antiseptik, cuci sayuran dangan air bersih terutama sayuran yang
dimakan mentah (lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang dimasak setengah
matang. Bila dalam anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan
secepatnya mendapatkan pengobatan untuk memutuskan rantai penularan.Karantina
harus segera dilakukan minimal 5 hari.
Benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus di sterilisasi,
searangga lalat (vektor) penular lainnya segera diberantas. Pemberian vaksinasi kolera
dapat melindungi orang yang kontak langsung dengan penderita.1,2
Cara Penanggulangan
Penderita yang mengalami penyakit kolera harus segera mendapatkan
penanganan segera, yaitu dengan memberikan pengganti cairan tubuh yang hilang
sebagai langkah awal (terapi rehidrasi agresif). Dasar dari terapi kolera adalah
rehidrasi agresif melalui oral dan intravena yang dilakukan untuk memperbaiki
66
kekurangan cairan dan elektrolit, juga untuk mengganti cairan akibat diare berat yang
sedang berlangsung. Pemberian cairan dengan cara Infus/Drip adalah yang paling
tepat bagi penderita yang banyak kehilangan cairan baik melalui diare atau muntah.
Selanjutnya adalah pengobatan terhadap infeksi yang terjadi, yaitu dengan pemberian
antibiotik/antimikrobial seperti Tetrasiklin, Doxycycline atau golongan Vibramicyn.
Pengobatan antibiotik ini dalam waktu 48 jam dapat menghentikan diare yang
terjadi.1-3
Selain itu, untuk menangani penyakit kolera ini juga dapat dilakukan
disinfeksi serentak terhadap tinja dan muntahan serta bahan-bahan dari kain (linen,
seperti sprei, sarung bantal dan lain-lain) serta barang-barang lain yang digunakan
oleh penderita, dengan cara di panaskan, diberi asam karbol atau disinfektan lain.
Masyarakat yang memiliki sistem pembuangan kotoran dan limbah yang modern dan
tepat, tinja dapat langsung dibuang ke dalam saluran pembuangan tanpa perlu
dilakukan disinfeksi sebelumnya. Pada kondisi tertentu, terutama diwilayah yang
terserang wabah penyakit kolera pemberian makanan/cairan dilakukan dengan jalan
memasukkan selang dari hidung ke lambung (sonde). Sebanyak 50% kasus kolera
yang tergolang berat tidak dapat diatasi (meninggal dunia), sedangkan sejumlah 1%
penderita kolera yang mendapat penanganan kurang adekuat meninggal dunia.1,2
Hubungan Epidemiologi
Berhubungan dengan agent, host, dan environment.3,4
a. Agent
Bakteri Vibrio cholerae berbentuk batang sedikit melengkung, bersifat gram
negatif, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, dan memiliki sifat
fermentatif terhadap glukosa.
b. Host
Penyakit ini ditularkan dari feses penderita maka host adalah manusia sendiri.
c. Environment
Lingkungan yang padat penduduk, sanitasi buruk, dan tempat pembuangan
kotoran rumah tangga yang tidak dibangun secara baik. Sehingga memiliki
resiko tinggi pencemaran feses ke dalam saluran air.
KLB Tipe Epidemi
Epidemi adalah
penyakit ) yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat
berada dalam frekuensi yang meningkat. Tipe epidemi kolera adalah propagated/
67
progresif epidemik yaitu bentuk epidemi dengan penularan dari orang ke orang
sehingga waktu lebih lama dan masa tunas yang lebih lama. Tipe endemi ini terjadi
karena adanya penularan dari orang le orang baik langsung maupun melalui vektor,
relatif lama waktunya dan lama masa tunas, dipengaruhi oleh kepadatan penduduk
serta penyebaran anggota masyarakat yang rentan serta mobilitas dari penduduk
setempat, masa epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari
waktu ke waktu sampai pada batas minimal anggota masyarakat yang rentan.3,4
Berikut adalah beberapa deksripsi dari KLB1-4
a.
Kurva epidemik dengan tipe point common source (penularan berasal dari satu
sumber). Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan kasus-kasus yang terpapar
dalam waktu yang sama dan singkat. Biasanya ditemui pada penyakit-penyakit
b.
atau etiologi penyakit. Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin,
ras, status kekebalan, status perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat.
Pada tahap dini kadang hubungan kasus dengan variabel orang ini tampak jelas.
Keadaan ini memungkinkan memusatkan perhatian pada satu atau beberapa variabel
di atas. Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu dikerjakan, karena dari age
spscific rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini akan berguna untuk
membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau sebagai kunci yang
digunakan untuk menentukan sumber penyakit.
Teknik Pencarian Kasus
Pencarian kasus dilakukan untuk mengatasi suatu wabah. Pencarian kasus terdiri dari
dua teknik yaitu.3,4
a. Active case finding
Pencarian kasus secara aktif biasanya dilakukan dengan screening. Hanya
mencari yang dicurigai sakit. Dibagi menjadi dua yaitu backward tracking
(mencari sumber penularan) dan forward tracking (mencari kasus baru).
b. Passive Case Finding
Pencarian kasus secara pasif yaitu dengan cara mencari data dari pasien yang
datang berobat ke fasilitas kesehatan dan mengandalkan laporan yang ada.
Lakukan surveilans terhadap orang yang minum dan mengkonsumsi makanan yang
sama dengan penderita kolera, selama 5 hari setelah kontak terakhir. Jika terbukti
kemungkinan adanya penularan sekunder didalam rumah tangga, anggota rumah
tangga sebaiknya di beri pengobatan kemoprofilaksis. Kemoprofilaksis masal untuk
semua anggota masyarakat tidak pernah di lakukan karena dapat menyebabkan
resistensi terhadap antibiotika. Imunisasi terhadap kontak tidak dianjurkan. Lakukan
investigasi terhadap kemungkinan sumber infeksi berasal dari air minum dan
makanan yang terkontaminasi. Makanan yang dikonsumsi 5 hari sebelum sakit harus
di tanyakan. Pencarian dengan cara mengkultur tinja untuk kasus-kasus yang tidak
dilaporan hanya disarankan dilakukan terhadap anggota rumah tangga atau terhadap
orang-orang yang kemungkinan terpajan dengan satu sumber (Common source)
didaerah yang sebelumnya tidak terinfeksi.1-4
Kegiatan Penyuluhan
69
Penyuluhan adalah suatu sistem aktivitas manusia (human activities system) berupa
proses pembelajaran secara nonformal dan kolaboratif (collaborative learning
process) untuk petani dan keluarganya, sehingga mereka mengalami perubahan
(progresive change), pola pikir (cognitif), pola sikap (afektif), dan pola tindak/kerja
(psikomotor), mereka menjadi tahu, mau, dan mampu meningkatkan taraf hidup
keluarga dan masyarakat sekitarnya. Penyuluhan biasanya dilakukan oleh kader.1-4
Penyuluhan untuk mencegah penyakit kolera biasanya berisi hal-hal berikut.1-4
1. Definisi (Pengertian) Kolera
Penyakit infeksi saluran usus bersifat akut yang disebabkan oleh bakteri Vibrio
cholera, bakteri ini masuk ke dalam tubuh seseorang melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi. Kemudian mengeluarkan enterotoksin (racunnya)
pada saluran usus.
2. Penyebab Kolera
Bakteri kolera menghasilkan racun yang menyebabkan usus halus melepaskan
sejumlah besar cairan yang banyak mengandung garam dan mineral. Karena
bakteri sensitif terhadap asam lambung, maka penderita kekurangan asam
lambung cenderung menderita penyakit ini
3. Tanda dan gejala kolera
Gejala dimulai dalam 1 3 hari setelah terinfeksi bakteri, bervariasi mulai dari
diare ringan-tanpa komplikasi sampai diare berat-yang bisa berakibat fatal.
Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala.
Penyakit biasanya dimulai dengan diare akut encer seperti air cucian beras yang
terjadi secara tiba-tiba, tanpa rasa sakit disertai mual muntah-muntah.
Pada kasus yang berat, diare menyebabkan kehilangan cairan sampai 1 liter dalam
1 jam. Kehilangan cairan dan garam yang berlebihan menyebabkan dehidrasi
disertai rasa haus yang hebat, kram otot, lemah dan penurunan produksi air kemih
Banyaknya cairan yang hilang dari jaringan menyebabkan mata menjadi cekung
dan kulit jari-jari tangan menjadi keriput.
Jika tidak diobati, ketidakseimbangan volume darah dan peningkatan konsentrasi
garam bisa menyebabkan gagal ginjal, syok dan koma.
Gejala biasanya menghilang dalam 3 6 hari. Kebanyakan penderita akan
terbebas dari organisme ini dalam waktu 2 minggu, tetapi beberapa diantara
penderita menjadi pembawa dari bakteri ini
a. Cara dan penanganan kolera
Yang sangat penting adalah segera mengganti kehilangan cairan, garam
dan mineral dari tubuh, dengan menilai derajat dehidrasi, dengan
pemberian oralit ad lib.
70
sudah
diatasi
tujuan
pengobatan
pencarian
kasus,
pelaporan
fasilitator, meliputi :
Peninjauan persiapan pelatihan dalam melakukan
diperlukan.
o Pelaksanaan pelatihan
Kegiatan pelatihan teori dan praktek dalam kelas dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang sudah disusun. Namun dapat
disesuaikan dengan keadaa. Keberhasilan kegiatan ini banyak
ditentukan oleh penyediaan bahan bahan, kesiapan pelatih /
72
terjadinya
KLB/wabah
sehingga
dapat
segera
dilakukan
tindakan
penanggulangan secepatnya.
Laporan rutin ini dikompilasi oleh petugas RR/Diare di Puskesmas kemudian
dilaporkan ke Tingkat Kabupaten/Kota melalui laporan bulanan (LB) dan STP setiap
bulan.Petugas/Pengelola Diare Kabupaten/Kota membuat rekapitulasi dari masingmasing Puskesmas dan secara rutin (bulanan) dikirim ke tingkat Propinsi dengan
menggunakan formulir rekapitulasi diare. Dari tingkat Propinsi direkap berdasarkan
kabupaten/kota secara rutin (bulanan) dan dikirim ke Pusat.1
Prevalensi, Insidensi, Attack Rate4
a. Prevalensi : prevalensi kolera 1-3 kasus per 1000 penduduk.
b. Insidensi : Jika menyerang suatu daerah yang baru, maka insidensi
paling tinggi terjadi pada laki laki muda. Tetapi ketika di daerah
endemik, maka insidensi meningkat pada wanita dan anak anak.
c. Attack rate : 0,5 0,6@ pada anak anak <1 tahun, anak anak
berumur 1-4 tahun dan anak anak yang lebih besar serta orang
dewasa.
Daftar Pustaka
1. Kepmenkes, 2008. Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Penyakit.
Jakarta, Departemen kesehatan dan Kesos.
2. Amelia S, 2006. Vibrio Cholerae. Medan, Universitas Sumatera Utara.
3. Puspandari N, 2010. Investigasi Penyebab Kejadian Luar Biasa Kolera di
Jember Terkait Cemaran Sumber Air. Available online at : http:/ ejournal.akbid-purworejo.ac.id.
74
4. Yasir
M,
2011.
Catatan
Epidemiologi.
Available
online
at
http://epiders.blogspot.co.id/2011/07/kriteria-klb-menurut-permenkes1501.html
Tinjauan Pustaka
Morbus Hansen
Pendahuluan
A. Agent Mycobakterium Lepra.
Organisme ini belum bisa dibiakkan pada media bakteri atau kultur sel. Bateri ini
dapat dibiakkan pada jaringan telapak kaki tikus dengan jumlah mencapai 106 per
gram jaringan; pada percobaan infeksi melalui binatang armadillo, bakteri ini bisa
tumbuh hingga 109 sampai 110 per gram jaringan.
B. Host
Kelangsungan dan tipe penyakit lepra sangat tergantung pada kemampuan tubuh
untuk membentuk cell mediated kekebalan secara efektif. Tes lepromin adalah
prosedur penyuntikan M. Lepra yang telah mati kedalam kulit; ada tidaknya indurasi
dalam 28 hari setelah penyuntikan disebut dengan reaksi Mitsuda. Reaksi Mitsuda
negatif pada lepra jenis lepromatosa dan positif pada lepra tipe tuberkuloid, pada
orang dewasa normal. Karena tes ini hanya mempunyai nilai diagnosis yang terbatas
dan sebagai pertanda adanya imunitas. Komite Ahli Lepra di WHO menganjurkan
agar penggunaan tes lepromin terbatas hanya untuk tujuan penelitian. Angka hasil tes
yang positif akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Sebagai tambahan
tingginya prevalensi transformasi limfosit yang spesifik terhadap M. lepra dan
terbentuknya antibodi spesifik terhadap M. lepra diantara orang yang kontak dengan
penderita lepra menandakan bahwa penularan sudah sering terjadi walaupun hanya
sebagian kecil saja dari mereka yang menunjukan gejala klinis penyakit lepra.
C. Reservoir
75
Sampai saat ini manusia merupakan satu-satunya yang diketahui berperan sebagai
reservoir. Di Lusiana dan Texas binatang armadillo liar diketahui secara alamiah dapat
menderita penyakit yang mempunyai lepra seperti pada percobaan yang dilakukan
dengan binatang ini. Diduga secara alamiah dapat terjadi penularan dari armadilo
kepada manusia. Penularan lepra secara alamiah ditemukan terjadi pada monyet dan
simpanse yang ditangkap di Nigeria dan Sierra Lione.
D. Cara Transmisi
Meskipun cara penularannya yang pasti belum diketahui dengan jelas penularan di
dalam rumah tangga dan konta/hubungan dekat dalam waktu yang lama tampaknya
sangat berperan dalam penularan. Berjuta-juta basil dikeluarkan melalui lendir hidung
pada penderita lepra tipe lepromatosa yang tidak diobati, dan basil terbukti dapat
hidup selama 7 hari pada lendir hidung yang kering. Ulkus kulit pada penderita lepra
lepromatusa dapat menjadi sumber penyebar basil. Organisme kemungkinann masuk
melalui saluran pernafasan atas dan juga melalui kulit yang terluka. Pada kasus anakanak dibawah umur satu tahun, penularannya diduga melalui plasenta.1
E. Lima Langkah Awal Ketika Penemuan Kasus Lepra
1. Penemuan pasien, dilaksanakan secara pasif diikuti dengan penanganan daerah
focus yaitu pemeriksaan kontak keluarga dan tetangga. Bila diperlukan dapat
dilakuakan kegiayan penemuan aktif lainnya
2. Diagnosis ditegakkan oleh petuhas PRK/RSUD/Wasor. Biala puskesmas non
PRK menemukan suspek, harus dirujuk ke PRK/ RSUD/wasor untuk
konfirmasi diagnosis atau sebaliknya
3. Pengobatan, regimen pengobatan diberikan oleh petugas PRK/RSUD/wasor.
4. Pemantauan pengobatan dilakukan oleh petugas puskesmas non PRK dan
pasien harus mendapatkan informasi penting berkaitan dengan pengobatan
5. Pemeriksaan POD (Prevention of Disability) dilakukan oleh petugas di
PRK/RSUD.1,3
F. Cara Pencegahan Penyebaran Penyakit Lepra
1. Segera melakukan pengobatan sejak dini secara rutin terhadap penderita lepra,
agar bakteri yang dibawa tidak dapat lagi menularkan pada orang lain.
2. Menghindari atau mengurangi kontak fisik dengan jangka waktu yang lama.
3. Meningkatkan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan.
4. Meningkatkan atau menjaga daya tahan tubuh, dengan cara berolahraga dan
meningkatkan pemenuhan nutrisi.
76
5. Tidak bertukar pakaian dengan penderita, karena basil bakteri juga terdapat
pada kelenjar keringat
6. Memisahkan alat-alat makan dan kamar mandi penderita lepra.
7. Untuk penderita lepra, usahakan tidak meludah sembarangan, karena basil
bakteri masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.
8. Isolasi pada penderita lepra yang belum mendapatkan pengobatan. Untuk
penderita yang sudah mendapatkan pengobatan tidak menularkan penyakitnya
pada orang lain.
9. Melakukan vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita lepra.
10. Melakukan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai mekanisme penularan
lepra dan informasi tentang ketersediaan obat-obatan yang efektif di
puskesmas.1
G. Kriteria Kasus Kejadian Luar Biasa
Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes 1501 Tahun 2010 adalah :
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau
tidak dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu
dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis
penyakitny
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per
bulan dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau
lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama.1,
H. Sumber Penularan Lepra
77
Penyebab penyakit lepra yaitu Mycobacterium lepra, sampai saat ini hanya manusia
satu-satunya yang dianggap sebagai sumber penularan walaupun kuman lepra dapat
hidup pada armadillo, simpanse dan pada telapak kaki tikus yang tidak mempunyak
kelenjar tymus. Kuman lepra banyak ditemukan dimukopsa hidung manusia. Kuman
ini mempunyai masa inkubasi rata-rata 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga bertahuntahun. Penularan terjadi apabila M.lepra yang utuh (hidup) keluar dari tubuh pasien
dan masuk ke dalam tubuh orang lain. Secara teoritis penularan ini dapat terjadi
dengan cara kontak yang lama dengan pasien, hanya sedikit orang yang akan
terjangkit lepra setelah kontak dengan pasien lepra, hal ini disebabkan oleh kekebalan
tubuh.1,3
I. Epidemiologi Penyakit Lepra
Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari distribusi, frekuensi dan faktorfaktor yang menentukan kejadian penyakit yang berhubungan dengan masalah
kesehatan pada masyarakat dan aplikasinya dengan pengendalian masalah tersebut.
Timbulnya penyakit adalah interaksi dari baerbagai fakrtor penyebab yaitu :
pejamu (host), kuman (agent) dan lingkungan (environment) melalui suatu proses
yang dikenal sebagai rantai penularan yang terjadi dari 6 komponen yaitu: penyebab,
sumber penularan, cara keluar dari sumber penularan, cara penularan, cara masuk ke
pejamu dan pejamu. Dengan diketahuinya proses terjadinya infeksi atau penularan
penyakit maka intervensi yang sesuai dapat dilakukan untuk memutuskan mata rantai
penularan tersebut.
Jumlah kasus baru lepra pada tahun 2011adalah sekitar 219.075. dari jumlah
tersebut paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara (160.123) diikuti regional
Amerika (36.832), regional Afrika (12.673) dan sisanya berada di regional lainnya.
Tabel dibawah ini menggambarkan penemuan kasus baru dan prevalensi lepra.
78
yang menjadi cirri-ciri: timbulnya gejala penyakit cepat, masa inkubasi yang pendek,
episode penyakit merupakan perinstiwa tunggal dan waktu munculnya penyakit jelas.3
L. Langkah-Langkah Penanggulangan Lepra
1. Metode pemberantasan dan pengobatan
2. Metode rehabilitasinyang terdiri dari rehab medis, rehab sosial, rehab karya,
dan metode pemasyarakatan yang merupakan tujuan akhir dari rehabilitasi,
dimana penderita dan masyarakat membaur sehingga tidak ada kelompok
tersendiri.4
M. Teknik Penemuan Pasien Lepra
Penemuan pasien lepra secara garis besar terdiri dari penemuan aktif dan penemuan
pasif.
1. Penemuan secara sukarela/pasif: adalah pasien yang ditemukan karena datang
ke puskesmas/sarana kesehatan lainnya atas kemauan sendiri atau saran orang
lain. Faktor-faktor yang menyebabkan pasien terlambat berobat: disebabkan
oleh aspek:
a. Aspek dari sisi pasien: tidak mengerti tanda dini lepra, malu datang ke
puskesmas, tidak tahu bahwa ada obat gratis dipuskesmas, jarak rumah
ke puskesmas/sarsna kesehatan yang jauh, dll
b. Aspek dari penyedia layanan kesehatan: ketidakmampuan mengenali
tanda lepra dan mendiagnosis, pelayanan yang tidak mengakomodasi
kebutuhan klien,dll.
2. Penemuan aktif:pasien yang ditemukan secara aktif, melalui kegiatan-kegiatan
seperti:
a. Pemeriksaan kontak: kegiatan penemuan pasien dengan melalukan
kunjungan ke rumah pasien yang baru ditemukan kasus (kasus indeks).
Kegiatan ini memerlukan biaya yang rendah namun memiliki
efektifitas yang tinggi sehingga wajib dilakukan.
b. Rapid Village Survey: terdiri dari dua tahap, diamana tahap pertama
diadakan sesuai dengan tanggal yang ditetapkan dan dilakuakn
penyuluhan dan diskusi mengenai lepra. Tahap ke dua dilakuakan
pemeriksaan seluruh desa untuk mencari subjek yang dijaring dan
dibuatkan kartu untuk diberikan pengobatan serta penyuluhan yang
mendalam.
3. Case survey: kegiatan penemuan pasien lepra secara aktis dengan
mengunjungi wilayah tertentu berdasrkan informasi dari berbagai sumber
tentang keberadaan suspek lepra di daerah tersebut.
80
81
Melantik dan melatih kader untuk tanda dan gejala kusta serta gejala
reaksi kusta.
Melantik dan melatih kader untuk pemantauan makan obat pasien
kusta
Penyuluhan berkala tentang kusta dan pencegahannya.2
dari
masyarakat
karena kecacatan tidak dapat mandiri sehingga beban bagi orang lain (jadi
pengemis, gelandangan dsb).
2. Masalah Terhadap Keluarga. Keluarga menjadi panik, berubah mencari
pertolongan termasuk dukun dan pengobatan tradisional, keluarga merasa
takut diasingkan oleh masyarat disekitarnya, berusaha menyembunyikan
penderita agar tidak diketahui masyarakat disekitarnya, dan mengasingkan
penderita dari keluarga karena takut ketularan.
3. Masalah Terhadap Masyarakat. Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit
kusta dari tradisi kebudayaan dan agama, sehingga pendapat tentang kusta
merupakan penyakit yang sangat menular, tidak dapat diobati, penyakit
keturunan, kutukan Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Sebagai akibat
kurangnya pengetahuan/informasi tentang penyakit kusta, maka penderita sulit
untuk diterima di tengah-terigah masyarakat, masyarakat menjauhi keluarga
dari perideita, merasa takut dan menyingkirkannya. Masyarakat mendorong
agar penderita dan keluarganya diasingkan.2,3
T. Alur Pelaporan Kasus Lepra ke Pusat
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting untuk
mendapat gambaran dan informasi kegiatan disemua tingkat pelakksana program
penyakit lepra.
perawatan diri apa yang perlu dilakukan pasien itu dengan menguupayakan
penggunaan material yang mudaj diperoleh disekitar lingkungan pasien.
Prinsip pencegahan cacar dan bertambah beratnya cacat pada pasien dasarnya
adalaj 3M yaitu:
1. Memeriksan mata, tangan dan kaki selalu teratur
2. Melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma fisik
3. Merawat diri
-
a. Memeriksa: sering bercermin untuk melihat apakah ada kemerahan atau benda
yang masuk ke mata.
b. Melindungi: melindungi mata dari debu dan angin yang dapat melukai
mata/mangeringkan mata, dengan cara: memakai kaca mata, menghindari
tugas-tugas dimana ada debu misalnya mencengkul, menggiling padi dan
membakar sampah.
c. Merawat diri: tetes mata mengandung saline, jika mata sangat kering waktu
istirahat tutup mata dengan menggunakan sepotong kain basah
- Untuk mencegah kerusakan tangan
a. Untuk tangan yang mati rasa
Tangan yang mati rasa dapat teluka, untuk mencegah lika pada tangan yang
mati rasa dengan cara:
85
a. Memeriksa: sangatlah sering berhenti dan periksa tangan dengan teliti apakah
ada luka atau lecet yang sekecil apapun.
b. Melindungi: lindungilah tangan dari benda yang panas, kasr ataupun tanjam
dengan memakai kaos tangan tebal atau alas kain dan mencegah luka dengan
membagi tugas rumah tangga supaya orang lain mengerjakan bagian yang
berbahaya bagi tangan yang mati rasa.
c. Merawat luka: jika luka, memar atau lecet sekecilapaun, rawatlah dan
istirahatkan bagian tangan sampai sembuh.
b. Untuk kulit Tangan yang Kering
Kekeringan akan mengakibatkan luka-luka kecil yang mudah terinfeksi
a. Mencegah: umumnya jika kulit tangan kering sudah disertai dengan mati rasa,
sehingga selalu periksa kemungkinan kekeringan, retak dan kulit pecah-pecah
yang tidak terasa.
b. Melindungi: melindungi kuli tangan dari benda-banda tajam yang budah
menimbulkan luka
c. Merawat: rendam selama 20 menit setiap hari dalam air, menggosok bangian
kulit yang tebal kemudian langsung mengolesi minyak kelapa atau minyak
lain yang dapat menjaga kelembaban kulit.
c. Untuk Jari Tangan yang Bengkok
Kalau dibiarkan bengkok, sendi akan menjadi kaku dan otot akan memendek
sehingga jari akan menjadi lebih kaku dan tidak dapat digunakan, untuk
mencegahnya:
a. Memeriksa: tangan secara rutin luka mungkin terjadiakibat penggunaan
tangan dengan jari yang bengkok
b. Melindung: menggunakan alat bantu untuk aktivitas sehari-hari yang
dimodifikasi untuk digunakan oleh jari bengkok.
86
87
b. Melindungi: lindung kaki dengan selalu memakai alas kaki, memilih alas kaki
yang tepat yaitu: empuk di dalam, keras di bagian bawahnya supaya benda
tajam tidak dapat tembus, tidak mudah lepas,
c. Merawat: cegah terjadinya luka dengan cara langsung raway dan istirahaykan
kaki.
d. Untuk luka borok/ulkus
luka terjadi karena menginjak benda tajam, panas atau kasar atau memar yang tidak
dihiraukan karena pasien tidak merasa sakit/mati rasa. Kaki tetap dipakai untuk
berjalan sementyara kaki menampung beban berat badan, akibatnya luka tersebut
semakin hancur /rusak. Sebenarnya luka dapat sembuh sendiri selama beberapa
minggu.
Perawatan yang tepat ialah bersihkan luka dengan sabun kemudian rendam kaki
dalam air selama 20-30 menit, gosok bagian pnggiran luka yang menebal dengan batu
apunh, seteleh dikeluarkan dari air, beri minyak bagian kaki yang tidak luka, balut
lalu istirahatkan bagian kaki itu (jangan diinjakkan pada waktu berjalan, berjalanlah
pincang pakai tongkat, kruk atau sepeda).1,2
W. Penanganan Lengkap
WHO merekomendasikan pengobatan lepra dengan Multi Drug Therapy (MDT)
untuk tipe PB dan MB. MDT adalah kombinasi dua atau lebih oabat lepra, salah
satunya rifampisin sebagai anti lepra yang bersifat bakterisidal kuat sengakan
antilepra lain bersifat bakteriostatik
1. Pasien paisibasiler (PB) Dewasa
Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum di depan petugas)
2 kapsul rifammpisin @ 300 mh (600mg)
1 tablet dapson /DDS 100 mg
Pengobatan harian: hari ke 2-28
1tablet dapson/DDS
2. Pasien dewada multibasiler (MB)
2 kapsul rifammpisin @ 300 mh (600mg)
3 tablet lampren @100 mg (300 mg)
1 tablet dapson /DDS 100 mg
Pengobatan harian: hari ke 2-28
1 tablet dapson/DDS
1 tablet lampren @100 mg.1
88
X. Penemuan Kontak
Sampai saat ini penyebab penularan penyakit kusta yang pasti masih belum diketahui,
namun para ahli mengatakan bahwa penyakit Kusta dapat ditularkan melalui saluran
pernafasan dan juga melalui kulit.
Walau tidak terdapat hukum-hukum pasti penularan Kusta ini, perlu diketahui
bahwa jalan keluar dari kuman Kusta ini adalah melalui selaput lendir hidung
penderita. Namun ada beberapa artikel yang menyatakan bahwa penularan Kusta ini
melalui sekret hidung penderita yang telah mengering dimana basil dapat hidup 2 -7
hari. Cara penularan lain yang umumnya diungkapkan adalah melalui kulit ke kulit,
namun dengan syarat tertentu. Karena tidak semua sentuhan kulit ke kulit itu dapat
menyebabkan penularan.
89
Sampai saat ini masih belum ditemukan vaksinasi terhadap Kusta, namun
berdasarkan beberapa sumber, dikatakan bahwa apabila kuman Kusta tersebut masih
utuh bentuknya maka memiliki kemungkinan penularan lebih besar daripada bentuk
kuman yang telah hancur akibat pengobatan. Sehingga, perlu ditekankan bahwa
pengobatan merupakan jalan untuk mencegah penularan penyakit Kusta ini.4,6
Daftar Pustaka
1. Buku pedoman nasional pengendalian penyakit kusta. Departemen Kesehatan
RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Jakarta, 2012
2. Modul pelatihan komunikasi interpersonal dan advokasi P2 kusta. Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Jakarta,2005
3. Kosasih, A, Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin, Kusta, Edisin-6. FK-UI,
2010.
4. Peran Surveilans Dalam Upaya penanggulangan KLB Penyakit Menular dan
keracunan. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PPM&PLP, Jakarta,
2011
5. Saya bisa melakukannya sendiri. Petunjuk praktis bagi orang yang terkena
kusta yang ingin mencegah kecacatan. New Delhi: WHO, 2007
6. Modul 4. Kecacatan & pencegahan cacat bagi petugas pengelola program P2
kusta tingkat propinsi/kabupaten. Pusat latihan kusta nasional Makassar, 2005.
7. Wisnu IM, Hadilukito G. Pencegahan cacat kusta. Dalam: Daili ESS, Menaldi
SL, Ismiarto SP, Nilasari H, editors. Kusta. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI, 2000:
83-92.
90
Tinjauan Pustaka
Pnemumonia
Identifikasi
Infeksi ini umum menyerang saluran pernafasan bagian bawah dengan gejala febris.
Walaupun sangat jarang faringitis dapat berkembang menjadi bronkhitis dan berlanjut
menjadi pneumonia. Perjalanan penyakit berlangsung secara graduli berupa sakit
kepala, malaise, batuk biasanya paroxysmal, sakit tenggorokan, kadang sakit pula
didada kemungkinan pleuritis.
lain, melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau dengan benda-benda
yang tercemar dengan discharge hidung dan tenggorokan dari penderita akut dan
penderita batuk.
memberikan nutrisi yang baik pada balita. Disamping itu, perlu diberikan vaksin
pneumokokus pada bayi dan anak sedini mungkin. Pencegahan pneumonia dapat
dilakukan dengan cara :
a. Memberikan vaksinasi pneumokokus atau sering juga disebut sebagai vaksin
IPD.
b. Memberikan imunisasi pada anak sesuai waktunya.
c. Menjaga keseimbangan nutrisi anak.
d. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara cukup istirahat dan juga banyak
olahraga.
e. Mengusahakan agar ruangan tempat tinggal mempunyai udara yang bersih dan
ventilasi yang cukup.
Perawatan kesehatan dan preventif merupakan suatu tindakan yang
berkelanjutan yang meliputi pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pemereiksaan
preventif primer ditujukan untuk mencegah gangguan kesehatan sebelum muncul,
seringkali penekanan pada mereka yang beresikko tinggi untuk terkena penyakit.
Pemeriksaan primer biasanya lebih berhasil jika pemeriksaan didasarkan pada
pemahaman tentang etiologi, pathogenesis, dan sifat alami penyakit. Pemeriksaan
preventif sekunder adalah keadaan dimana kondisi atau pertanda telah terindentifikasi
sejak awal dan dilakukan perawatan efektif untuk memulihkan kondisi sebelum
berkembang atau untuk menghilangkan pertanda. Pencegahan tersier bertujuan untuk
memperbaiki atau menghilangkan ketidakmampuan karena suatu penyakit
Dokter dapat memerankan bagian integral dalam melindungi kesehatan anak pada
tiga tingkat diatas yaitu:
1.
2.
3.
4.
Agar dapat menjalankan peranan diatas dengan baik, dokter harus berpengetahuan
dasar tentang prinsip pencegahan, pemahaman tentang epidemiologi dan menghargai
proses perencanaan program fan pentingnya penyuluhan yang efektif
Penentuan apakah terjadi KLB ridak selalu bias dilakukan begitu saja dan tidak ada
definisi yang jelas mengenai ambag batas KLB untuk semua penyakit
94
Dari beberapa pengertian diatas, ada 3 faktor pokok dalam epidemiologi, yaitu : 4
a. Frekuensi yaitu besarnya masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat.
Dengan mengetahui besarnya masalah, kita bisa mengetahui masalah mana yang
harus mendapat penanganan terlebih dahulu.
b. Penyebaran atau distribusi, adalah pengelompokan masalah kesehatan menurut
keadaan tertentu. Pengelompokan ini berupa komunitas yang mengalami masalah
kesehatan (orang/man), tempat (place) dan waktu (time) terjadinya masalah
kesehatan.
c. Determinan atau faktor-faktor yang mempengaruhi.
Determinan adalah faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya masalah
kesehatan, baik dalam banyaknya masalah atau frekuensi maupun proses penyebaran
masalah kesehatan.
Penemuan penderita pneumonia
Penemuan dan tatalaksana Pneumonia merupakan kegiatan inti dalam pengendalian
Pneumonia Balita.
a. Penemuan penderita secara pasif. Dalam hal ini penderita yang datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan seperti : Puskesmas, Puskesmas Pembantu,
95
d.
e.
Berarti Puskesmas Melati tidak mencapai target 70%, oleh karena itu perlu dianalisis
penyebab permasalahannya sehingga dapat diketahui pemecahan masalah dan dapat
ditindaklanjuti untuk tahun berikutnya.
Penyuluhan bagi ibu
1. Ibu memberi dosis pertama pada anak
Pemberian obat dosis pertama hendaknya dilaksanakan di Puskesmas, baik
anak yang akan dirujuk ke rumah sakit, maupun yang akan meneruskan perawatannya
di rumah. Apabila jarak ke rumah sakit rujukan sampai dengan mendapat pelayanan
bisa ditempuh kurang dari satu jam, misalnya di daerah perkotaan, pemberian dosis
pertama di Puskesmas ini tidak perlu. Jika anak dirawat oleh ibu di rumah, saat ini
merupakan kesempatan yang baik bagi petugas kesehatan untuk memberi contoh
bagaimana cara pemberian obat yang benar.
Gunakan bagan pengobatan untuk menentukan obat dan dosis yang sesuai.
penyakit infeksi.
Pemberian cairan
Berilah minuman lebih banyak pada anak.Anak dengan infeksi saluran pernapasan
dapat kehilangan cairan lebih banyak dari biasanya terutama demam. Anjurkan ibunya
untuk memberi cairan tambahan: lebih banyak memberi ASI, susu buatan, air putih,
sari buah dan sebagainya. Pemberian ASI.Bila anak belum menerima makanan
tambahan apapun, anjurkan ibunya untuk memberikan ASI lebih sering daripada
biasanya.
Kembali segera
Lingkari tanda-tanda untuk kembali segera. Mintalah ibu untuk mengamati
kemungkinan timbulnya tanda-tanda pneumonia dan jika timbul mintalah segera
membawa kembali anaknya ke petugas kesehatan. Tanda-tanda pneumonia yang bisa
diamati oleh ibu ialah :
mengajari ibu untuk menggunakan bahan yang aman untuk meredakan batuk dirumah
Hindari penggunaan bahan yang membahayakan. Jangan menggunakan obat batuk
yang mengandung bahan-bahan berbahaya seperti: atropin, codein dan turunannya
atau alkohol. Bahan-bahan tersebut dapat menurunkan kesadaran anak sehingga
mengganggu jadwal makan anak. Selain itu obat-obat tersebut juga mempengaruhi
kemampuan anak untuk mengeluarkan lendir dari paru-paru. Obat tetes hidung juga
harus dihindari penggunaannya, kecuali tetes hidung yang hanya mengandung larutan
garam.
Tugas kader di posyandu.
1)Persiapan hari buka posyandu.
Menyiapkan alat dan bahan, yaitu : alat penimbangan bayi, KMS, alat
pengukur LILA, alat peraga dll
Mengundang dan menggerakkan masyarakatuntuk datang ke posyandu
Menghubungi pokja posyandu, yaitu menyampaikan rencana kegiatan kepada
kantor desa
99
Meja 4:
Menjelaskan data KIA / KMS berdasarkan hasil timbang
Menilai perkembangan balita sesuai umur berdasarkan buku KIA. Jika
ditemukan keterlambatan, kader mengajarkan ibu untuk memberikan
rangsangan dirumah
Memberikan penyuluhan sesuai dengn kondisi pada saat itu
Memberikan rujukan ke Puskesmas, apabila diperlukan
Memindahkan catatan dalam KMS ke dalam buku register atau buku bantu kader
Mengevaluasi hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan dari posyandu yang akan
datang
Melaksanakan penyuluhan kelompok (kelompok dasa wisma)
Melakukan kunjungan rumah (penyuluhan perorangan) bagi sasaran posyandu yng
bermasalah antara lain :
1
Meliputi:
a. Penemuan penderita ISPA (pneumonia Balita)
b. Penentuan diagnosa ISPA (pneumonia Balita)
c. Pengobatan penderita ISPA (pneumonia Balita)
d. Rujukan penderita ISPA (pneumonia Balita)
e. Penyuluhan ISPA (pneumonia Balita)
f. Peran serta masyarakat melalui pelatihan dan pendidikan kader
g. Pencatatan dan pelaporan mengenai kasus ISPA (pneumonia Balita).
Dilakukan 1x/ tahun. Dengan tujuan memberikan pengetahuan kepada
para kader berupa pengenalan mengenai gejala penyakit ISPA ringan, sedang dan
berat berdadarkan perhitungan frekuensi napas denganmenggunakan sound timer
atau jam tangan, serta usaha-usaha pencegahan ISPA. 6
Pelatihan Pengendalian ISPA Bagi Tenaga non Kesehatan
Keberhasilan Pengendalian ISPA untuk Pengendalian Pneumonia Balita sangat
ditentukan oleh peran serta masyarakat baik untuk menggerakkan masyarakat dalam
berperan untuk melaksanakan program (kader, TOMA, TOGA dan sebagainya)
maupun dalam menggerakkan masyarakat untuk memanfaatkan sarana dan pelayanan
kesehatan. Dalam mengembangkan dan meningkatkan peranan masyarakat dalam
Pengendalian ISPA dilaksanakan pelatihan Pengendalian ISPA bagi tenaga non
petugas kesehatan.
Tujuan:
Peserta latih memahami dan mampu melaksanakan kegiatan promosi
pengendalian Pneumonia Balita melalui penyampaian informasi Pneumonia yang
benar kepada orang tua/pengasuh Balita dan masyarakat umum.
Sasaran:
Kader
a.
b.
TOMA
c.
TOGA
101
Materi:
d.
i. RS Rujukan (FB/AI, Influenza Pandemi) yang memiliki ruang isolasi, ruang rawat
intensif/ ICU dan ambulans sebagai penilaian core capacity penanggulangan pandemi
influenza.
ii. Ketersediaan alat komunikasi baik untuk rutin maupun insidentil (KLB).
c. Logistik
i. Obat:
Ketersediaan antibiotik
Ketersediaan antiviral (oseltamivir)
Ketersediaan obat-obat penunjang (penurun panas, dll)
ii. Alat:
Tersedianya ARI sound timer
Oksigen konsentrator
Ketersediaan APD untuk petugas RS, laboratorium, Puskesmas dan
lapangan
iii. Pedoman (ketersedian dan kondisi sesuai standar)
iv. Media KIE dan media audio visual
v. Tersedianya formulir pencatatan dan pelaporan
Mekanisme pelaporan
Tingkat puskesmas
1. Laporan dari puskesmas pembantu dan bidan di desa disampaikan ke
pelaksana kegiatan di puskesmas
2. Pelaksana pelaksana merekapitulasi yang dicatat baik didalam maupun
diluar gedung serta laporan yang diterima dari puskesmas ppembantu
dan bidan di desa.
3. Hasil rekapitulasi pelaksanaan kegiatan dimasukkan ke formulir
laporan sebanyak dua rangkap, untuk disampaikan kepada koordinator
SP2TP
4. Hasil rekapitulasi pelaksanaan kegiatan diolah dan dimanfaatkan untuk
tindak lanjut yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja kegiatan.
Tingkat Kabupaten/Kota
104
Lihat kolom yang berisi daftar kandungan obat dan sesuaikan dengan
105
hari.
Jangan memberikan antibiotik bila anak atau bayi memiliki riwayat
anafilaksis atau reaksi alergi sebelumnya terhadap jenis obat tersebut.
Gunakan jenis antibiotik lain. Kalau tidak mempunyai antibiotik yang lain
maka rujuklah.
Pengobatan demam
Anak dengan demam tinggi bisa diturunkan dengan parasetamol sehingga anak akan
merasa lebih enak dan makan lebih banyak. Anak dengan pneumonia akan lebih sulit
bernapas bila mengalami demam tinggi. Beritahukan ibunya untuk memberikan
parasetamol tiap 6 jam dengan dosis yang sesuai) sampai demam mereda. Berikan
parasetamol kepada ibu untuk 3 hari.
Beritahukan ibunya untuk anak yang demam berilah pakaian yang ringan. Tak perlu
dibungkus selimut terlalu rapat atau pakaian yang berlapis, sebab justru akan
menyebabkan tidak enak dan menambah demam.
Demam itu sendiri bukan indikasi untuk pemberian antibiotik, kecuali pada bayi
kurang dari 2 bulan. Pada bayi kurang dari 2 bulan kalau ada demam harus dirujuk;
jangan berikan parasetamol untuk demamnya.
Pengobatann wheezing
Sebelum memberikan bronkhodilator carilah apakah ada tanda distress pernapasan.
Tanda distress pernapasan:
Anak tampak gelisah karena paru tidak mendapat udara yang cukup - Bisa
terjadi gangguan/ kesulitan sewaktu makan dan bicara
Berilah bronkhodilator kerja cepat (rapid acting) sehingga pernapasan anak
sudah membaik sebelum dirujuk Kalau di Puskesmas tidak tersedia
bronkhodilator
kerja
cepat,
berilah
satu
dosis
bronkhodilator
oral.
adalah
uraian
tentang
bronkhodilator oral.
Berikan dengan salah satu cara berikut:
A. Salbutamol nebulisasi
B. Salbutamol dengan MDI (metered dose inhaler) dengan spacer
C. Jika kedua cara tidak tersedia, beri suntikan epinefrin (adrenalin) secara subkutan
Jika kedua cara untuk pemberian Salbutamol tidak tersedia, beri suntikan Epinefrin
(Adrenalin) subkutan dosis 0,01 ml/kg dalam larutan perbandingan 1:1000 (dosis
maksimum: 0,3 ml), menggunakan semprit 1 ml.
Jika 20 menit setelah pemberian Adrenalin sub kutan tidak ada perbaikan maka ulangi
dosis satu kali lagi.
Bayi muda berumur <2 bulan dengan pneumonia lebih mudah meninggal dibanding
bayi yang lebih tua sehingga pemberian oksigen secara tepat merupakan hal penting.
Jagalah sungguh-sungguh pada bayi prematur untuk menghindari pemberian oksigen
terlalu banyak karena dapat mengakibatkan kebutaan.
Angka kematian pneumonia balita
Hingga saat ini Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Kematian pada Balita (berdasarkan Survei
Kematian Balita tahun 2005) sebagian besar disebabkan karena pneumonia 23,6%.
107
108
Daftar pustaka
1. Depkes RI, Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
pada Anak, Jakarta, 2006
109
2. Behrman, Kliegman, Arvin. ilmu kesehatan anak.2006. edisi 15, halaman 23,
Jakarta: EGC. Hal
3. Theresia. 2009. Jangan Anggap Enteng Pneumonia. http://kesehatan.kompas.
com/read/2009/09/12/13191250/Jangan.Anggap.Enteng.Pneumonia.di
akses
110