Tugas DR Melda DHF
Tugas DR Melda DHF
Demam Berdarah Dengue (DHF) pada saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Oleh menteri Kesehatan Republik Indonesia. DHF telah ditetapkan
menjadi salah satu penyakit menular yang harus dilaporkan dalam waktu satu kali dua puluh
empat jam. Hal ini disebabkan karena angka kematian yang tinggi, angka kesakitan
cenderung meningkat dari tahun ke tahun, daerah yang terjangkit semakin meluas khususnya
di daerah perkotaan yang padat dan adanya beberapa Kejadian Luar Biasa (KLB) yang
berdampak pada bidang pariwisata.
Penyebab penyakit DHF adalah virus dengue yang termasuk dalam group B arbovirus.
Sebelum pertengahan abad ke-20 virus dengue dikenal hanya menyebabkan penyakit demam
dengue (demam klasik) dengan gejala utama yaitu demam tinggi, nyeri pada sendi atau
anggota tubuh, kadang-kadang timbul ruam makulo-papular dan sembuh dalam waktu 5 hari
dengan atau tanpa pengobatan. 1
Lima langkah awal sebagai dokter puskemas
Pertolongan pertama penderita demam berdarah dengue, pada awal perjalanan DBD gejala
dan tanda tidak spesifik, oleh karena itu masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika
terdapat gejalan dan tanda yang mungkin merupakan awal perjalanan penyakit tersebut. Jika
terdapat gejala yang mungkin merupakan perjalanan penyakit tersebut, seperti panas tinggi
tanpa sebab timbul mendadak, terus-menerus, badan lemas, nyeri ulu hati, bintik merah
dianjurkan berobat ke dokter untuk segera mendapat pertolongan.2
Cara mencegah penyebaran
a) Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
PSN yaitu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk
penularan demam berdarah dengan cara 3M Plus yaitu:
a) Menguras secara teratur (seminggu sekali), mengganti air secara teratur tiap kurang
dari 1 minggu pada vas bunga, tempat minum, atau menaburkan abate ke TPA untuk
mencegah pertumbuhan jentik dan membunuh telur.
b) Menutup rapat-rapat tempat perkembangbiakan nyamuk penular
Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokan sebagai
berikut:7
1. Tempat penampungan air (TPA)
Tempat-tempat untuk menampung air guna keperluan sehari-hari seperti
tempayan, bak mandi, ember, dan lain-lain
2. Bukan tempat penampungan air (non TPA)
(1) Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal di
suatu daerah.
(2) Adanya peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang dua kali atau lebih
dibandingkan dengan jumlah kesakitan/kematian yang biasa terjadi pada kurun
waktu sebelumnya (jam, hari, minggu) tergantung dari jenis penyakitnya.
(3) Adanya peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 kurun waktu
(jam, hari, minggu) berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
Bila dicurigai adanya wabah perlu dilakukan penelitian di lapangan, maksudnya
ialah:
= Untuk mengetahui adanya penderita-penderita lain atau penderita-penderita
tersangka DHF yang perlu dikonfirmasi laboratorium. = Menentukan luas
daerah yang terkena dan luas daerah yang perlu ditanggulangi.
= Penilaian sumber-sumber (inventory) mengenai keadaan umum setempat,
mengenai fasilitas dan faktor-faktor yang berperanan penting pada timbulnya
wabah.
= Setiap kasus demam berdarah/tersangka demam berdarah perlu dilakukan
kunjungan rumah oleh petugas Puskesmas untuk penyuluhan dan pemeriksaan
jentik di rumah kasus tersebut dan 20 rumah di sekelilingnya. Bila terdapat
jentik, masyarakat diminta melakukan pemberantasan sarang nyamuk (Pada
umumnya Penyemprotan/fogging, dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Dati II.
Prioritas fogging adalah pada areal dengan kasus-kasus demam berdarah yang
mengelompok, dan yang meninggal).4
Tujuh kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) menurut Permenkes 1501 tahun 2010 yaitu:1
a) Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah
b) Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama tiga kurun waktu dalm jam, hari,
atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya
c) Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan periode sebelumnya
dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya
d) Jumlah penderita baru dalam periode wakti satu bulan menunjukan kenaikan dua kali
atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun
sebelumnya
e) Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama satu tahun menunjukan kenaikan
dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian sakit per bulan pada
tahun sebelumnya
f) Angka kematian kasus suatu penyakit (Case fatality rate) dalam satu kurun waktu
tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan angka kematian
suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
g) Angka proporsi penyakit penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih daripada satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
KLB untuk DBD
1. Timbulnya penyakit dbd yang sebelumnya tidak ada di suatu daerah
2. Adanya peningkatan kejadian kesakitan dbd 2x atau lebih dibandingkan jumlah
kesakitan yang biasa terjadi pada kurun waktu yang sama tahun sebelumnya.
Sumber penularan
Penularan DBD umumnya melalui gigitan nyamuk aedes dari subgenus stegomya. Ae aegypti
merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun species lain seperti Ae.albopictus, Ae
polinensiensis juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae.aegyti semuanya
mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sensiri yang terbatas. Meskipun mereka
merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya mereka merupakan vektor
epidemi yang kurang efisien dibandingkan Ae.aegypti.
Ditularkan melalui gigitan nyamuk yang infektif terutama Aedes aegypti. Ini adalah
spesies nyamuk yang menggigit pada siang hari dengan peningkatan aktivitas menggigit
sekitar 2 jam sesudah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam. Nyamuk
tersebut mendapat virus dari orang yang dalam darahnya terdapat virus itu. Orang itu (carrier)
tidak harus orang yang sakit Demam Berdarah. Sebab, orang yang mempunyai kekebalan,
tidak tampak sakit atau bahkan sama sekali tidak sakit, walaupun dalam darahnya terdapat
virus dengue. Dengan demikian orang ini dapat menularkan penyakit kepada orang lain.
Tempat-tempat yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penularan demam berdarah
ialah tempat umum (Rumah Sakit, Puskesmas, Sekolah, Hotel/tempat penginapan) yang
kebersihan lingkungannya tidak terjaga, khususnya kebersihan tempat-tempat penampungan
air (bak mandi. WC, dsb).
Tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Penderita menjadi infektif bagi nyamuk pada
saat viremia yaitu : sejak beberapa saat sebelum panas sampai saat masa demam berakhir,
biasanya berlangsung selama 3-5 hari. Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap
darah penderita viremia dan tetap infektif selama hidupnya.
Faktor agent
Penyakit DHF disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B
Antropod Bone Virus (Arbo virus) kelompok flavivirus dari famili flaviviridae yang
terdiri dari empat serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. 6
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan
oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus
dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari
(vijvdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel
koorts).1 Disebut demikian karena demam yang terjadi meghilang dalam lima hari dan
disertai nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus
dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah
menimbulkan kematian.1 Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit dengan manifestasi klinis berat yaitu DHF yang ditemukan di Manila,
Filipina.1 Kemudian menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia,
dan Indonesia. Pada tahun 1968, penyakit DHF dilaporkan di Surabaya dan Jakarta
dengan jumlah kematian yang sangat tinggi. 6
Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya di berbagai daerah di Indonesia.
DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di
Indonesia yang diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. 2 DEN 3 juga merupakan serotipe
yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang
menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DHF sangat
kompleks yaitu:1
a) Pertumbuhan penduduk yang tinggi
b) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali
c) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis
d) Peningkatan sarana transportasi
II.
Host
Karakteristik host (pejamu) adalah manusia yang kemungkinan terjangkit penyakit
DHF. Pada beberapa penelitian menunjukan bahwa anak-anak lebih rentan tertular
penyakit yang berpotensi mematikan ini.
Di daerah endemik, mayoritas kasus penyakit DHF terjadi pada usia kurang dari 15
tahun.9 Sebuah studi retrospektif di Bangkok yang dilaporkan WHO pada bulan Mei-
November 1962 menunjukan bahwa pada populasi 870.000 anak-anak usia di bawah
15 tahun diperkirakan 150.000-200.000 mengalami demam ringan akibat infeksi virus
dengue.9
Di Indonesia, penderita penyakit DBD terbanyak berusia 11 tahun. Secara
keseluruhan, tidak terdapat perbedaan kelamin penderita tetapi angka kematian lebih
banyak pada perempuan daripada laki-laki.2
Anak-anak cenderung lebih rentan daripada kelompok usia lain. Salah satu
penyebabnya adalah faktor imunitas yang relatif rendah dibandingkan orang dewasa.
Selain itu, pada kasus-kasus berat, yakni DHF derajat 3 dan 4, komplikasi terberat
yang kerap muncul yaitu syok yang relatif lebih banyak dijumpai pada anak-anak dan
sering kali tidak tertangani dan berakhir dengan kematian penderita
Pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan cara
pemberantasan yang dilakukan. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan. Hasil
penelitian Nicolas Duma pada tahun 2007 di Kecamatan Baruga kota Kendari, ada
III.
Tempat perindukan nyamuk aedes aegypti ialah tempat-tempat yang mengandung air
jernih. Tempat-tempat yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penularan
demam berdarah ialah tempat umum seperti rumah sakit, puskesmas, selolah, hotel
atau tempat penginapan yang kebersihan lingkungannya tidak terjaga khususnya
kebersihan tempat-tempat penampungan air (bak mandi, WC, dan lain-lain)
Rumah atau tempat tinggal yang buruk atau kumuh dapat mendukung terjadinya
penularan penyakit dan gangguan kesehatan seperti:8
a) Infeksi saluran napas
Contoh: Common cold, TBC, influenza, pertusis
b) Infeksi pada kulit
Contoh: Skabies, ring worm, impetigo, dan lepra.
c) Infeksi akibat infestasi tikus
Contoh: Pes dan leptospirosis.
d) Arthropoda
Contoh: dengue, malaria, dan kaki gajah.
e) Kecelakaan
Contoh: bangunan rumah, terpeleset, patah tulang, dan gegar otak.
f) Mental
Contoh: neurosis, gangguan kepribadian, psikosomatis, dan ulkus peptikum.
Terdapat kriteria rumah yang sehat dan aman dari segi lingkungan yaitu:8
a) Memiliki sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahun
b) Memiliki tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik
c) Dapat mencegah terjadi pengembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk, lalat,
tikus, dan sebagainya
d) Letak perumahan jauh dari sumber pencemaran (kawasan industri) dengan jarak
minimal 5 km dan memiliki daerah penyangga atau daerah hijau serta bebas
banjir
IV.
Environment
Di awal Musim hujan (September hingga Februari) meningkatkan populasi nyamuk. 5
Hal ini disebabkan karena terdapat genangan air bersih di dalam sisa-sisa kaleng
bekas, ban bekas, maupun benda-benda lain yang mampu menampung sisa air hujan.
Di Indonesia musim kering pun populasinya tetap banyak karena orang cenderung
menampung air dan di daerah sulit air orang menampung air di dalam bak air atau
drum sehingga nyamuk dan jentik selalu ada sepanjang tahun.5
Nyamuk Aedes aegypti sangat suka tinggal dan berkembang biak di genangan air
bersih yang tidak terkontak langsung dengan tanah. Vektor penyakit DHF diketahui
banyak bertelur di genangan air yang terdapat pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat
penampungan air, bak mandi, ban bekas, dan sebagainya
Di daerah Urban berpenduduk padat, puncak penderita penyakit DBD adalah bulan
Juni atau Juli bertepatan dengan awal musim kemarau
Ciri epidemi
Epidemi (Wabah) - Timbulnya suatu penyakit yang menimpa sekelompok masyarakat atau
suatu wilayah dengan angka kejadian yang melebihi angka normal dari kejadian penyakit
tersebut. Beberapa jumlah penderita untuk bisa dikatakan telah terjadi Epidemi sangat
tergantung dari jenis penyakit, jumlah dan tipe penduduk yang tertimpa, pengalaman masa
lalau, jarangnya terpajan dengan penyakit tersebut, waktu dan tempat kejadian.
Penelitian wabah
Bila dicurigai adanya wabah perlu dilakukan penelitian di lapangan, maksudnya ialah : 1.
Untuk mengetahui adanya penderita-penderita lain atau penderita tersangka DBD yang perlu
dikonfirmasi laboratorium. 2. Menentukan luas daerah yang terkena dan luas daerah yang
perlu ditanggulNGI. 3. Penilaian sumber-sumber(inventory) mengenai keadaan umum
setempat, mengenai fasilita dan faktor yang berperan dalam timbulnya wabah. 4. Setiap kasus
DBD/ tersangka DBD perlu dilakukan kunjungan rumah oleh petugas puskesmas untuk
penyuluhan dan pemeriksaan jentik di rumah kasus tersebut dan 20 rumah disekelilingnya.
Bila terdapat jentik diminta dilakukan PSN. 4
Langkah penanggulangan
Langkah-langkah kegiatan penanggulangan kasus demam berdarah dengue di wilayah kerja
Puskesmas meliputi penyelidikan epidemiologi (PE) yaitu pencarian penderita atau tersangka
DHF lainnya dan pemeriksaan jentik di rumah penderita atau tersangka dalam radius
sekurang-kurangnya 100 meter (di rumah penderita dan 20 rumah sekitarnya) serta tempattempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan. Dari hasil PE bila ditemukan
penderita DHF lain atau ada jentik dan penderita panas tanpa sebab yang jelas > 3 orang
maka dilakukan penyuluhan mengenai 3M, tindakan larvadisasi, pengasapan. Apabila tidak
ditemukan maka hanya dilakukan penyuluhan dan kegiatan 3M
Dalam hal pemberantasan vektor, langkah kegiatannya meliputi pemberantasan sarang
nyamuk demam berdarah dengue (PSN DHF) dengan cara 3M dan pemeriksaan jentik
berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali tiap desa atau kelurahan endemis pada 100 rumah atau
bangunan yang dipilih secara acak yang merupakan evaluasi hasil kegiatan PSN DHF yang
telah dilakukan masyarakat. Kegiatan ini harus ditunjang dengan pelaksanaan promosi
kesehatan dalam bentuk penyuluhan tentang penyakit demam berdarah dengue dan kegiatan
evaluasi yang dilakukan secara aktif yaitu melalui supervisi dan secara pasif melalui laporan
hasil kegiatan.
tugas.
Memberitahukan kepada Kades dan Ketua RW/RT setempat bahwa di wilayahnya
PE.
Pelaksanaan PE sebagai berikut :
Petugas puskesmas memperkenalkan diri dan selanjutnya wawancara dengan
aegypti.
Kegiatan ini dilakukan pada radius 100 meter dari lokasi penderita.
Bila penderita adalah siswa sekolah, maka PE dilakukan di sekolah penderita.
Hasil pemeriksaan adanya penderita DBD lainnya dan hasil pemeriksaan
terhadap penderita demam dan pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PE.
penanggulangan fokus.9
Penanggulangan fokus
Hasil PE diterima, lalu ditindak lanjut
Bila ditemukan penderita DBD lainnya atau ditemukan 3 atau lebih tersangka
DBD dan ditemukan jentik (5%) dari rumah/bangunan yang diperiksa, maka
dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi, penyuluhan dan
pengasapan dengan insektisida di rumah penderita dan bangunan lain dalam radius
Isi penyuluhan
Penyuluhan dilakukan kepada keluarga/masyarakat juga perlu dilakukan, selain
penyuluhan secara individu yang dilakukan melalui kegiatan Pemeriksaan Jentik Berkala.
Penyuluhan ini disusun oleh dinkes kabupaten/kota yang pelaksanaanya dikoordinasikan
oleh Bupati/Walikota setempat.10
Kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat, meliputi :
Peran Kader
Peran kader kesehatan dalam menanggulangi DBD antara lain, sebagai anggota
PJB di rumah-rumah dantempat umum; memberikan penyuluhan kepada keluarga dan
masyarakat; mencatat dan melaporkan hasil PJB kepada kepala dusun atau puskesmas
secara rutin minimal mingguan dan bulanan; mencatat dan melaporkan kasus kejadian
DBD kepada rukun warga (RW), kepala dusun atau puskesmas; melakukan PSN dan
pemberantasan DBD secara sederhana seperti pemberian bubuk abate dan ikan pemakan
jentik. 11
Tugas dan fungsi kader jumantik DBD antara lain, mengoordinasi kegiatankegiatan jumantik; memimpin dan menyelenggarakan pertemuan, menetapkan jadwal
waktu
pertemuan
berkala,
menetapkan
langkah-langkah
pemecahan
masalah,
Dari sisi program pemberantasan penyakit menular (P2M) yang merupakan upaya
kesehatan wajib, Isi cakupan program :
Penyelidikan epidemiologis
Setelah menerima laporan adanya penderita, petugas puskesmas/koordinator DBD
tugas.
Memberitahukan kepada Kades dan Ketua RW/RT setempat bahwa di wilayahnya
PE.
Pelaksanaan PE sebagai berikut :
Petugas puskesmas memperkenalkan diri dan selanjutnya wawancara dengan
aegypti.
Kegiatan ini dilakukan pada radius 100 meter dari lokasi penderita.
Bila penderita adalah siswa sekolah, maka PE dilakukan di sekolah penderita.
Hasil pemeriksaan adanya penderita DBD lainnya dan hasil pemeriksaan
terhadap penderita demam dan pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PE.
Hasil PE dilaporkan dengan segera kepada kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota untukk tindak lanjut. Berdasarkan hasil tersebut dilakukan
penanggulangan fokus.7
Penanggulangan fokus
Hasil PE diterima, lalu ditindak lanjut
Bila ditemukan penderita DBD lainnya atau ditemukan 3 atau lebih tersangka
DBD dan ditemukan jentik (5%) dari rumah/bangunan yang diperiksa, maka
dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi, penyuluhan dan
pengasapan dengan insektisida di rumah penderita dan bangunan lain dalam radius
Penanggulangan KLB
Dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus dalam 1 minggu), PSN DBD,
Larvasidasi,
penyuluhan
di
seluruh
wilayah
terjangkit,
dan
kegiatan
Nyamukdewasadenganpengasapan
Jentikdengan PSN :
Fisik
: 3M (Menguras, Menutup, Mengubur)
Larvasida
: bubuktemephos (abatisasi/altosid)
Ikanisasi
: ikanadu/cupang, tempalo di Palembang
Peningkatan SDM dan meningkatkan jenjang kemitraan
Pelatihan :tatalaksana kasus, penanggung jawab program, petugaspenyemprot,
Larvasidasi
Menggunakan kelambu
penyemprotan
Pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD seperti juga penyakit menular lainnya
didasarkan pada usaha pemutusan rantai penularannya. Pada penyakit DBD yang merupakan
komponen epidemiologi adalah terdiri dari virus dengue, nyamuk Aedes aegypti dan manusia.
Oleh karena sampai saat ini belum terdapat vaksin atau obat yang efektif untuk virus dengue,
maka pemberantasan ditujukan terutama pada manusia dan vektornya. Yang sakit diusahakan
agar sembuh guna menurunkan angka kematian, sedangkan yang sehat terutama pada
kelompok yang paling tinggi terkena resiko, diusahakan agar jangan mendapatkan infeksi
penyakit DBD dengan cara memberantas vektornya. 10
Menurut Harmadi Kalim (1976), sampai saat ini pemberantasan vector masih
merupakan pilihan yang terbaik untuk mengurangi jumlah penderita DBD. Strategi
pemberantasan vektor ini pada prinsipnya sama dengan strategi umum yang telah dianjurkan
oleh WHO dengan diadakan penyesuaian tentang ekologi vektor penyakit di Indonesia.
Strategi tersebut terdiri atas perlindungan perseorangan, pemberantasan vektor dalam wabah
dan pemberantasan vektor untuk pencegahan wabah, dan pencegahan penyebaran penyakit
DBD. Untuk mencapai sasaran sebaik-baiknya perlu diperhatikan empat prinsip dalam
membuat perencanaan pemberantasan vektor, yaitu: 10
1. Mengambil manfaat dari adanya perubahan musiman keadaan nyamuk oleh pengaruh
alam, dengan melakukan pemberantasan vektor pada saat kasus penyakit DBD paling rendah.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan cara menahan kepadatan vector pada tingkat
yang rendah untuk memungkinkan penderita-penderita pada masa viremia sembuh sendiri.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah dengan potensi penularan tinggi,
yaitu daerah padat penduduknya dengan kepadatan nyamuk cukup tinggi.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat-pusat penyebaran seperti sekolah, Rumah
Sakit, serta daerah penyangga sekitarnya. Pemberantasan vektor dapat dilakukan pada
stadium dewasa maupun stadium jentik.11
Pemberantasan vektor penyakit DBD pada waktu terjadi wabah sering dilakukan
fogging atau penyemprotan lingkungan rumah dengan insektisida malathion yang ditujukan
pada nyamuk dewasa. Caranya adalah dengan menyemprot atau mengasapkan dengan
menggunakan mesin pengasap yang dapat dilakukan melalui darat maupun udara. interval 1
minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk yang mengandung virus dengue
(nyamuk infektif) dan naymuk-nyamuk lainnya akan mati. Tetapi akan segera muncul
nyamuk-nyamuk baru diantaranya akan mengisap darah penderita viremia yang masih ada
yang dapat menimbulkan terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan
penyemprotan
siklus
kedua.
Penyemprotan
yang
kedua
dilakukan
satu
minggu
sesudah penyemprotan yang pertama agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi
sebelum sempat menularkan pada orang lain.4
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengasapan rumah dengan malathion
sangat efektif untuk pemberantasan vektor. Namun kegiatan ini tanpa didukung dengan
aplikasi abatisasi, dalam beberapa hari akan meningkat lagi kepadatan nyamuk dewasanya,
karena jentik yang tidak mati oleh pengasapan akan menjadi dewasa, untuk itu dalam
pemberantasan vektor stadium dewasa perlu disertai aplikasi abatisasi.
b. Pemberantasan vektor stadium jentik.
Pemberantasan jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam Berdarah (PSN DBD).
1. Fisik
Menurut Erik Tapan (2004: 92), untuk mencegah dan membatasi penyebaran penyakit
Demam Berdarah, setiap keluarga perlu melakukan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
(PSN-DBD) dengan cara 3M yaitu:
1
untuk memutuskan rantai kehidupan (daur hidup) nyamuk Aedes aegypti penular penyakit.
Daur hidup nyamuk Aedes aegypti terdiri dari telur, jentik, kepompong hidup dalam air yang
tidak beralaskan tanah dan akan mati bilaairnya dibuang. Agar telur, jentik dan kepompong
tersebut tidak menjadi naymuk,maka perlu dilakukan 3M Plus secara teratur sekurangkurangnya seminggu sekali dengan gerakan 3M Plus. Yang dimaksud Plus yaitu: 10
Mengganti air vas bunga,tempat minum burung, atau tempat tempat lainnyasejenis
seminggu sekali
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
Menutup lubang lubang pada potongan bambu / pohon dan lain lain (dengantana san
lain lain)
Menaburkan bubuk larvasida , misalnya ditempat tempat yang sulit dikurasatau
2. Kimia
Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi
jentik (larvasida) ini antara lain dikenal istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan
antara lain adalah bubuk abate (temephos).
Penanganan
Pertolongan pada penderita yang dapat dilakukan meliputi: a) Beri penderita minum banyakbanyak (air masak, susu, teh, atau minuman lain), b) Beri penderita obat penurun panas
dan/atau kompres dengan es, dan c) Penderita dengan gejala pre-shock harus dirawat (di
rumah sakit/Puskesmas).7
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma
sebagai akibat peningkatan kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat
jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD
dengan komplikasi perlu perawatan intensif.
anoreksia dan muntah) per oral, jus buah, sirup, susu. Disamping air putih, dianjurkan
diberikan selama 2 hari.
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok. Periode kritis adalah pada saat
kelurahan, dan Maret 103 kelurahan. Jumlah kelurahan yang rawan DBD cenderung naik
setiap bulan.
Pada tahun 2009 tampak provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan Angka Insiden
DBD tertinggi (313 kasus per 100.000 penduduk), sedangkan Nusa Tenggara Timur
merupakan provinsi dengan Angka Insiden DBD terendah (8 kasus per 100.000 penduduk).
Terdapat 11 (33%) provinsi termasuk dalam daerah risiko tinggi (Angka Insiden > 55 kasus
per 100.000 penduduk). 10
Daftar Pustaka
1. Tata laksana DBD. Diunduh dari www.depkes.go.id, 12 Juni 2016.
2. Yuswulandary. Penyakit DBD. Edisi 2010. Diunduh dari www.usu.ac.id, 12 Juni 2016..
3. Djaenudin N, Ridad A. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang diserang.
Jakarta: EGC; 2009.p.316-7.
4. Anies. Manajemen berbasis lingkungan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo;
2006.p.61-9.
5. Okti H. Demam berdarah dengue. Edisi ke-5. Yogyakarta: Kanisius; 2008.p.8.
6. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Parasitologi kedokteran. Dalam: Haedojo,
Zulhasril, penyunting. Pengendalian vektor. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2009.p.275-8.
7. Indonesia Departemen Kesehatan. Pedoman kerja puskesmas. Jilid ke-3. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; 2004.p. G-24-5.
8. Budiman C. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC; 2009.p.34-6, 41-2, 165-6.
9. Genis G. Apa yang dokter anda tidak katakan tentang demam berdarah. Yogyakarta:
Bentang Pustaka; 2009.p.14-5.
10. Nyoman K. Manual pemberantasan penyakit menular. Edisi ke-7. Jakarta: Departemen
Kesehatan; 2000.p.200-5
11. Erik T. Flu, HFMD, diare pada pelancong, malaria, demam berdarah, tifus. Jakarta:
Pustaka Populer Obor; 2004.p.93-5.