PERCOBAAN II
PENCUCIAN DAN STERILISASI
ALAT KESEHATAN STERIL REUSABLE
Disusun Oleh:
Nama
NIM
Golongan/kelas/kelompok
Hari/Tanggal praktikum
Dosen Pengampu
Asisten Jaga
Asisten Koreksi
: Khairunnisa Khairuddin
: 12 / 340737 / FA / 09360
: IV / FKK / E
: Rabu, 7 Okt 2015
: Dra. Fita Rahmawati, Sp.FRS., Apt.
: Dian
: Mawardi
2015
PRAKTIKUM II
PENCUCIAN DAN STERILISASI ALAT KESEHATAN STERIL REUSABLE
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa dapat menjelaskan dan melakukan pencucian serta sterilisasi sarung
tangan dan alat kesehatan.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan uji sterilitas yang diperlukan serta dapat melakukan
pengambilan sampel yang diperlukan dalam uji sterilitas sarung tangan dan alat
kesehatan.
B. ALAT DAN BAHAN
ALAT :
BAHAN
- Talk steril
- Kertas perkamen
- Aquabidest
Autoclave tape
Gloves
- Parafin cair
- Plastik
-
Autoclave
Oven
Tabung reaksi
LAF
C. PROSEDUR KERJA
1. Pencucian dan sterilisasialat kesehatan reusable (instrument)
Instrumen yang telah bersih direndam dalam larutan savlon 0,5 % selama 30
menit
Dikeringkan dengan oven pada suhu 170o selama 60 menit atau sampai kering
Disterilkan dalam autoclave selama 10 menit pada suhu 134oC (dalam praktiknya
121oC selama 30 menit)
2. Sterilisasi sarung tangan (gloves)
Sarung tangan yang telah bersih ditaburi talk pada kedua permukaannya
Sejumlah aquadest steril dari prosedur kerja No.2 dimasukkan dalam media
tioglikolat cair
Dibungkus
dalam plastik dan ditempel indikator
menit
Oven
Autoclave
Autoclave tape
Steriliasi Gloves
Jumlah Gloves
: 1 pasang
Autoclave
Autoclave tape
Uji sterilitas
Medium
: Tioglikolat Cair
Sampel
Setelah 24 jam
Setelah 7 hari
Hasil
: Steril
E. PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat menjelaskan dan
melakukan pencucian serta sterilisasi sarung tangan dan alat kesehatan dan mahasiswa
dapat menjelaskan uji sterilitas yang diperlukan serta dapat melakukan pengambilan
sampel yang diperlukan dalam uji sterilitas sarung tangan dan alat kesehatan.
Alat kesehatan meliputi barang, instrumen atau alat lain yang termasuk tiap
komponen, bagian atau perlengkapannya yang diproduksi, dijual atau dimaksudkan untuk
digunakan dalam pemeliharaan dan perawatan, diagnosis, pemulihan, perbaikan,
penyembuhan dan lain-lain. Semua alat kesehatan yang kontak langsung dengan pasien
dapat menjadi sumber infeksi. Oleh karena itu, persediaan dari barang steril cukup
memainkan peran penting dalam mengurangi penyebaran penyakit dalam pelayanan
kesehatan.. Alat kesehatan steril meliputi alat kesehatan steril yang bersifat habis pakai
(disposable) dan alat kesehatan steril yang dapat disterilisasi ulang (reusable). Pada
percobaan ini, alat kesehatan reusable yang disterilisasi berupa gunting, scalpel serta
gloves. Alat kesehatan steril meliputi alat kesehatan steril ada yang bersifat habis pakai
(disposable) dan alat kesehatan steril yang dapat disterilisasi ulang (reusable). Contoh alat
kesehatan yang bersifat habis pakai adalah : jarum suntik (needles), alat semprit
(spuit/syringe), cateter (iv cateter, foley cateters, stomatch tube), alat-alat untuk
mengambil/memberikan cairan atau darah (blood administration, solution administration
set,dll). Sedangkan contoh alat kesehatan steril yang dapat disterilisasi ulang (reusable)
berupa alat-alat bedah seperti : pisau operasi (scalpel), gunting operasi (Surgical
Scissors), pinset operasi (Chirugische Pincet), doek klem, kocher, pean.
Sterilisasi merupakan suatu proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril.
Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghancuran, pengurangan dan penghilangan semuamikroorganisme hidup
(Ansel,1989). Terdapat beberapa macam metode sterilisasi, yaitu :
Sterilisasi Radiasi, misalnya menggunakan sinar UV, sinar laser, sinar gamma.
Metode ini biasanya digunakan di skala industri.
Seterilisasi panas, yaitu dibagi menjadi sterilisasi panas basah dan sterilisasi panas
kering. Mekanisme kerja sterilisasi panas adalah membunuh mikroorganisme dengan
menyebabkan koagulasi protein sel. Dalam sterilisasi menggunakan panas basah,
adanya air dapat membantu penetrasi ke dalam sel mikroba dan membunuhnya. Selain
itu, ia juga menyebabkan oksidasi radikal bebas yang bersifat merusakkan.
merupakan proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan. Suatu
siklus autoklaf yang ditetapkan dalam farmakope untuk media atau pereaksi adalah
selama 15 menit pada suhu 121oC kecuali dinyatakan lain. Autoklaf dapat
mempertahankan suhu 121oC2,0oC dilengkapi dengan termometer, pengukur tekanan,
lubang ventilasi, rak yang cukup untuk menampung wadah uji di atas permukaan air dan
sistem pendingin air yang akan mendinginkan wadah uji sampai suhu lebih kurang 20 oC
tetapi tidak di bawah suhu 20oC segera setelah siklus pemanasan. Prinsip dasar dari
autoklaf adalah udara di dalam bejana sterilisasi diganti dengan uap jenuh dan hal ini
dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup khusus. Mekanisme
penghancuran bakteri pada metode sterilisasi ini dengan denaturasi dan koagulasi
beberapa protein. Karena tidak memungkinkan untuk mendapatkan uap air pada
temperature di atas 100oC pada kondisi atmosfer, maka tekanan digunakan untuk
mencapai temperatur yang lebih tinggi bagi membunuh mikroba.
Instrument direndam dalam larutan savlon 0,5% selama 30 menit. Savlon
merupakan cairan antiseptik yang mempunyai komponen aktif cetrimide 0,5 % dan
chlorhexidine gluconate 0,1%. Selain Chlorhexidine gluconate, savlon mengandung npropyl alkohol dan benzyl benzoat.
Struktur kimia :
Clorhexidine gluconate
Cetrimide
Cairan savlon merupakan antiseptik berguna untuk dekontaminasi mikroba.
Sebagian besar mikroorganisme termasuk penyebab infeksi hilang dalam proses ini,
selain itu jumlah mikroba awal yang terdapat dalam instrumen sebelum dilakukan
sterilisasi menentukan keberhasilan sterilisasi. Semakin sedikit jumlah mikroba awal
maka kemungkinan keberhasilan proses sterilisasi semakin besar. Selain itu proses
dekontaminasi ini juga berfungsi untuk menghilangkan minyak.
Langkah selanjutnya adalah mencuci instrumen dengan air mengalir dengan
tujuan untuk menghilangkan sisa larutan savlon yang masih menempel pada instrumen.
Setelah itu dilakukan penyemprotan dengan parafin untuk melapisi instrumen agar
instrumen tidak mudah mengalami korosi atau berkarat. Perkaratan ini dapat disebabkan
karena pada proses sterilisasi, instrument kontak dengan air dan suhu yang tinggi.
Mekanisme paraffin mencegah korosi ini dengan membentuk lapisan pelindung pada
permukaan instrument. Lapisan yang terbentuk mempunyai ikatan yang sangat kuat yang
biasanya disebut chemis option. Sehingga logam biasanya besi tidak mengalami oksidasi
dengan adanya air dan udara membentuk karat besi. Paraffin disemprot pada seluruh
bagian alat tetapi tidak terlalu banyak agar cepat kering.
Berikutnya instrumen dikeringkan untuk menjamin bahwa paraffin menempel
dengan baik. Pengeringan dilakukan dengan dianginkan serta menggunakan oven pada
suhu 170oC selama 60 menit atau sampai kering. Selain berguna untuk mengeringkan
instrumen, penggunaann oven ini juga dapat bermanfaat membunuh mikroorganisme.
Tetapi pembunuhan mikroba dengan oven ini kurang efektif jika dibanding menggunakan
autoklaf karena dibutuhkan suhu yang tinggi dan waktu yang lama. Selanjutnya instrumen
tersebut dimasukkan ke dalam plastik dan ditempel indikator. Seharusnya digunakan
pacakaging Wipack karena uap tidak dapat menembusi plastik tetapi tidak digunakan
karena ketidaksediaan di laboratorium. Kemudian instrumen tersebut di sterilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 30 menit.
Untuk sarung tangan, pertama sarung tangan yang bersih ditaburi talk pada kedua
permukaannya agar sarung tangan tidak saling menempel saat proses sterilisasi. Sarung
tangan dapat menempel karena sarung tangan terbuat dari bahan karet yang mudah
menempel jika terkena panas. Kemudian sarung tangan dibungkus dengan perkamen agar
tidak menempel pada bahan plastik yang digunakan sebagai packaging. Indikator
ditempel di bagian luar dan dalam packaging.
Wipack merupakan suatu pengemas di mana sisi yang satu terbuat dari plastic
dan sisi yang lainnya terbuat dari kertas. Sehingga ketika proses sterilisasi dengan
autoklaf berlangsung maka uap dapat menembus pori-pori kertas tetapi akan tertahan
dalam pengemas oleh sisi plastik, sehingga proses sterilisasi dapat berjalan optimal.
Tetapi karena keterbatasan maka yang digunakan sebagai pembungkus adalah plastik.
Proses ini kurang tepat karena uap tidak dapat menembus plastik dan uap air tidak
terpenetrasi masuk ke dalam pengemas untuk mensterilkan alat kesehatan tersebut.
Kemudian digunakan autoklaf tape untuk merekatkan plastik. Autoklaf tape ini
merupakan suatu indikator kimia dalam proses sterilisasi, dimana dengan pemanasan
pada suhu tertentu autoklaf tape ini akan berubah warna. Perubahan warna ini
menunjukkan bahwa temperature dalam autoklaf sudah sesuai yang dipersyaratkan
sehingga dapat menjadi indikator bahwa proses sterilisasi berjalan optimal dan alat yang
disterilisasi diyakini steril. Dalam praktikum ini, autoklaf tape berubah warna dari putih
menjadi coklat menandakan temperatur yang digunakan untuk melakukan sterilisasi telah
optimum, sehingga proses sterilisasi dapat dikatakan steril
Untuk mengetahui apakah alat-alat yang disterilisasi telah steril, maka dilakukan
uji sterilitas. Dalam laminar air flow, sarung tangan di rendam dalam aquadest steril.
Kemudian sejumlah aquadest steril tersebut dimasukkan dalam media dan di inkubasi
dalam kondisi aerob 37oC selama 24 jam dan 7 hari. Pengujian sediaan farmasi steril dan
alat kesehatan ini merupakan suatu cara pengujian untuk mengetahui suatu sediaan/bahan
farmasi atau alat-alat kesehatan yang dipersyaratkan harus dalam keadaan steril. Menurut
FI IV, prosedur pengujian terdiri dari (1) inokulasi langsung ke dalam media uji dan (2)
teknik penyaringan membran. Pada praktikum ini yang digunakan adalah inokulasi
langsung dalam media tioglikolat cair.
Media Tioglikolat Cair media ini digunakan untuk menumbuhkan bakteri
L-Sistin P
0,5 g
Natrium klorida
P2,5 g
Glukosa P(C6H12OH2O)
5,5 g
0,75 g
5,0 g
15,0 g
0,5 g
Asam tioglikolat
0,3 ml
1,0 ml
Air
1000 ml
G. DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 2005, Farmasetika, UGM Press, Yogyakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Depkes RI, Jakarta
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, UI Press, Jakarta.
Lachman, L, et al, 1986, The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, Third Edition,
Lea and Febiger,Philadelphia.
Pratiwi, Sylvia T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Erlangga, Jakarta.
Voight, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, UGM Press, Yogyakarta.
Asisten Koreksi,
Mawardi
Khairunnisa Khairuddin
12/340737/FA/09360