Lapkas Stemi Vs Perikarditis
Lapkas Stemi Vs Perikarditis
PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab kematian utama di
seluruh dunia. Berdasarkan World Health Organization (WHO) pada tahun 2010
sedikitnya 30% atau setara dengan 17,5 juta kematian diseluruh dunia disebabkan
oleh penyakit kardiovaskular.1 Diperkirakan sedikitnya ada 1 miliar penderita
penyakit jantung. Di Amerika tercatat ada 50 juta penderita, di China sebanyak
13,6% dari jumlah penduduknya diketahui memiliki penyakit jantung. Di Kanada
sekitar 22% dari jumlah penduduk, di Mesir kurang lebih 26,3% dan di Indonesia
penderita penyakit jantung diperkirakan sekitar 6-15 % dari jumlah penduduk. 2
Insidensi perikarditis post infark yang dipaparkan European Society of Cardiology
adalah 0,5-5%.3
Penyakit infark miokard merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti
setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari
pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark.4
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan salah
satunya Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner
yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Infark
miokard (IM) sulit dibedakan dengan perikarditis dan repolarisasi pada pasien
yang datang dengan nyeri dada dan ST-segmen elevasi pada elektrokardiogram.5
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1
2.2
IDENTITAS
Nama
: Tn. NC
Jenis kelamin
: Laki-laki
Usia
: 45 Tahun
Alamat
: Perumnas Lingke
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Agama
: Islam
No. MR
: 0-84-31-28
TMRS
: 17/06/2016
Tanggal Pemeriksaan
: 01/07/2016
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
: Nyeri dada
2. Keluhan Tambahan
dada sejak 1 jam SMRS, nyeri dada menjalar dari dada kiri ke bahu,
lengan kiri hingga ke punggung pasien. Nyeri dada dirasakan seperti
ditusuk. Nyeri dada memberat bila pasien bergerak maupun istirahat.
Lamanya nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit. Keluhan nyeri dada
tidak dipengaruhi cuaca, debu dan emosi. Pasien juga mengeluhkan sesak
nafas yang bertambah berat bila nyeri dada timbul. Selama dirawat pasien
mengeluh mual, nyeri di ulu hati, perut terasa penuh dan cepat kenyang.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat DM disangkal
4. Riwayat Pengobatan
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Present
1. Keadaan umum
: Lemah
2.
Kesadaran
: Compos Mentis
3.
: 100/70 mmHg
: 84 kali/menit, regular
: 18 kali/menit
: 36,3 C
B. Status Generalis
1. Kulit
Warna
: sawo matang
Sianosis
Turgor
Kelembaban
Pucat
Lain-lain
: tidak ada
: cepat kembali
: cukup
: tidak ada
: tidak ada
2. Kepala : Bentuk
: normosefali
Rambut : Warna
: hitam
Mata
: Bentuk
: Dalam Batas Normal
Palpebra
: edema (-/-)
Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut
Konjungtiva
: pucat (-/-)
Sklera
: ikterik (-/-)
Pupil : Diameter : isokor, normal
Reflek cahaya : (+/+)
Kornea
Telinga : Bentuk
Sekret
Serumen
Nyeri
Hidung : Bentuk
Pernafasan
Epistaksis
Sekret
Mulut : Bentuk
Bibir
Gusi
Gigi-geligi
Lidah : Bentuk
Pucat/tidak
Tremor/tidak
Kotor/tidak
Warna
: jernih/jernih
: simetris
: tidak ada
: minimal
: tidak ada
: simetris
: cuping hidung (-)
: tidak ada
: tidak ada
: simetris
: mukosa bibir basah
: pembengkakan tidak ada, berdarah tidak ada
: normal
:
:
:
:
normal
tidak pucat
tidak
tidak kotor
: kemerahan
Faring : Hiperemi
: tidak ada
Edema
: tidak ada
Tonsil : Warna
: kemerahan
Pembesaran
: tidak ada
Abses/tidak
: tidak ada
Membran/pseudomembran : (-)
3. Leher :
Vena Jugularis
: 5- 2 cmH2O
Pembesaran kelenjar
4. Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk
: simetris
Retraksi
: tidak ada
Palpasi : Fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara Napas Dasar :Vesikuler (+/+)
Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi
: Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
Perkusi
:
Batas Atas
Batas Kanan
Batas Kiri
Perkusi
: Bentuk
: datar, simetris, benjolan (-)
: Soepel (+), nyeri tekan daerah epigastrium (+)
Hati
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Ginjal
: tidak teraba
Massa
: tidak ada
: Timpani/pekak : timpani
Asites
: tidak ada
Umum
:
Lengan
Tungkai
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Gerakan
Bebas
Bebas
Bebas
Bebas
sensibilitas
Normal
Normal
Normal
Normal
Tanda
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Meningeal
2.4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan
17-06-2016
HEMATOLOGI
Hasil
Nilai Normal
KIMIA KLINIK
JANTUNG
Troponin I
CK/MB
ELEKTROLIT
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)
DIABETES
Glukosa darah puasa
GINJAL-HIPERTENSI
Ureum
Kreatinin
0,10
48
<1,5
<25
146 mmol/L
4,0 mmol/L
113 mmol/L
135-145
3,5-4,5
90-110
145 mg/dl
200
20 mg/dl
13-43
0.95 mg/dl
0,51-0,95
B. EKG
Interpretasi EKG (17/06/16) :
(Ruangan:
EKG
terakhir)
EKG
(IGD:terakhir
17 Juni
(29/06/16)
2016/
pre fibrinolitik)
Ritme
Rate
Axis
Gel. P
Interval PR
Kompleks QRS
ST Elevasi
ST Depresi
T Inverted
Kesimpulan
2.5
DIAGNOSIS
I.
II.
2.6 PENATALAKSANAAN
1. Non-Medikamentosa
-
Bed rest
2. Medikamentosa
1. Terapi di IGD (17/6/16, pukul 20:10): Nyeri dada (+), Mual (+), muntah
(+),Berkeringat dingin
pasang monitor
Persiapan fibrinolitik
ISDN 3 x 5 mg
Inj. Morfin 3 x 2 mg
2. Tanggal 18 Juni 2016/ICCU: Sesak napas (+), Nyeri dada (+),Nyeri ulu hati (+)
O2 4 L
Drip NaCL 24 gtt/i
Aspilet 1x80 mg
Clopidogrel 1x75 mg
Atorvastatin 1x40 mg
Sc Arixtra 2,5 mg/24 jam
ISDN 3x5 mg
Drip Dopamin 5mg/kgBB
Inj. Ranitidin
Loading Amiodaron 150 mg selanjutnya drip amiodaron 300 mg/6 j
10
3. Tanggal 19 Juni 2016 : sesak nafas, nyeri dada, nyeri ulu hati
O2 4 L
Aspilet 1x80 mg
Clopidogrel 1x75 mg
Atorvastatin 1x40 mg
ISDN 3x5 mg
4. Tanggal 25 Juni 2016: Dada terasa tertekan ,BAB hitam, lemas (+)
11
6. Tanggal 27 Juni2016: dada masih tertekan namun sudah ada perbaikan, BAB
hitam sudah tidak ada
7. Tanggal 29 Juni 2016:Nyeri dada (+) 1x malam, BAB (-), Hb: 7,7 mg/dL
12
2.7
PLANNING DIAGNOSTIK
-
2.8
Pemeriksaan laboratorium
Foto Thorax AP
Echocardiografi
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Infark miokard adalah kematian sel miokard akibat iskemia yang
berkepanjangan. Menurut WHO, infark miokard diklasifikasikan berdasarkan dari
gejala, kelainan gambaran EKG, dan enzim jantung. Infark miokard dapat
dibedakan menjadi infark miokard dengan elevasi gelombang ST (STEMI) dan
13
14
Gelombang Q/ Elevasi ST
Arteri koroner
Anteroseptal
V1 dan V2
LAD
Anterior
V3 dan V4
LAD
Lateral
V5 dan V6
LCX
Ekstensif Anterior
I, AVL, V1-V6
LAD, LCX
High Lateral
I, AVL, V5 dan V6
LCX
Posterior
V7-V9
LCX PL
Inferior
PDA
Right ventrikel
V2R-V4R
RCA
Pada pasien terdapat keluhan nyeri dada menjalar dari dada kiri ke bahu,
lengan kiri hingga ke punggung pasien. Nyeri dada dirasakan seperti ditusuk.
Nyeri dada memberat bila pasien bergerak maupun istirahat. Dari hasil EKG
dijumpai elevasi segmen ST, pada sandapan ekstremitas II, III, aVF dan V2
sampai V6. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan penngkatan marker
jantung CKMB (48). Hal ini sesuai dengan teori diatas bahwa nyeri dada yang
khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2 sandapan
prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas.
Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat akan
memperkuat diagnosis.
3.5 Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST mengacu pada data-data dari evidence
based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang
ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).7
15
16
dapat dicapai dalam 90 menit. Pada gambar 2 telah dijelaskan langkah- langkah
reperfusi.7,9
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting
terhadap luas infark dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolitik dalam
menghancurkan trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan
dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan infark
miokard dan menurunkan angka kematian.7
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada pasien.
Jika terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin tinggi
risiko perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan untuk
memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis harus
mempertimbangkan manfaat dan risiko. Adanya fasilitas kardiologi intervensi
merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan.7
3.5.2 Percutaneous Coronary Interventions (PCI)
Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului
fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan
perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut.
PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang
tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang
yang lebih baik.11,16 PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik
(terutama pada pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah
ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang
mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun, PCI lebih mahal dalam hal
personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana,
hanya di beberapa rumah sakit.7,9
17
18
19
C. Obat Fibrinolitik
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang
pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya
karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan.
Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan
intrakranial yang rendah. Dosis obat fibrinolitik dapat dilihat di tabel
3.2.10
2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies
to Open Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan
mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan tPA
dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih mahal disbanding SK dan
risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.11
3) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan
sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis
bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.11
4) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki
spesisfisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator
inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 1- B menunjukkan
tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan
yang sama dibandingkan dengan tPA.11
Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang manfaatnya
sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti perdarahan.
Tabel 3.2. Regimen fibrinolitik untuk infark miokard akut
20
21
22
23
IMA dapat
memberikan
komplikasi
seperti
aritmia
(takiaritmia,
Definisi
Proporsi pasien
Mortalitas(%)
40-50%
II
30-40%
17
III
10-15%
30-40
IV
Syok kardiogenik
5-10%
60-80
Skor risiko TIMI merupakan salah satu dari beberapa stratifikasi risiko pasien
infark dengan ST elevasi, yakni:
Faktor risiko (bobot)
0(0,8) / 1(1,6)
DM/HT/angina (1)
2(2,2)
SBP<100 (3)
3(4,4)
HR >100 (2)
4(7,3)
5(12,4)
6(16,1)
7(23,4)
8(26,8)
>8(35,9)
Pada pasien jika dinilai menggunakan klasifikasi Killip masuk dalam kelas
satu, dimana tidak terdapat tanda gagal jantung kongestif dengan mortalitas 6%.
Berdasarkan skor TIMI didapatkan skor mortalitas 2, dimana pada pasien terdapat
keluhan nyeri dan pada EKG terdapat ST elevasi.
3.8 Infark Miokard Vs Perikarditis Akut
24
untuk
diagnosis pada
pasien
25
kasus ini
26
penunjang seperti yang telah dibahas diatas maka diagnosa pasien lebih mengarah
ke STEMI Dikarenakan diagnosa pasien kurang tepat dengan perikarditis maka
dapat menyingkirkan adanya sindrom dressler pada pasien, dimana sindrom ini
adalah salah satu kelainan perikardium yang berhubungan dengan perikarditis.
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Global Status Report on Non Communicable
Diseases 2010. 2011 April.
2. Sudoyo AW,Setyohadi B, Alwi I, Simodibrata M, Setati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing: Pusat Penelitian
Ilmu Penyakit Dalam. 2009
3. Ryan TJ, Antman EM, Brooks NH, et al. ACC/AHA Pocket Guidelines for
The Management of Patients with pericarditis. ACC &AHA ,Inc.; 2013:611.
4. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007
5. PERKI, 2014. Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut. Centra
communications; Jakarta
6. Thygesen K, Alpert JS, Jaffe AS, Simoons ML, Chaitman BR, Harvey D
(2012). Third universal definition of myocardial infarction. European
Heart Journal, 33: 2551-2567.
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2010.
8. Fauci, Braunwald, dkk. 17thEdition
27
28
Lampiran 1
Ceklist penatalaksanaan reperfusi dengan fibrinolitik Pada pasien dengan
stemi onset < 12 jam
Langkah 1 : Pasien dengan keluhan nyeri dada khas infark > 15 menit dan kurang
dari 12 jam
Ya
Tidak
STOP
YA
TIDA
YA
TIDA
29
30
Lampiran 2
1
MULAI
Persiapkan dan Isi inform consent dan
ceklist kontraindikasi
2
2
Berikan 1.500.000 iu streptokinase
dalam 100cc NaCL 0.9% atau
Dextrose secara intra vena dengan
infus pump selama 1 jam (100cc/jam)
Berikan 3 cc terlebih dahulu lalu
observasi selama 10 menit
Terjadi reaksi atau
tidak ?