DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Plasma darah adalah komponen cair dalam darah sedangkan komponen
selularnya telah disuspensikan. Meliputi sekitar 60% volume darah total, 90% dari
plasma darah adalah air dan sisanya komponen terlarut seperrti protein, glukosa,
faktor pembekuan darah (salah satunya fibrinogen), ion mineral, hormon, dan
karbondioksida. Plasma didapat dari supernatan saat darah yang diberi antikoagulan, disentrifugasi. Anti-koagulan yang ditambahkan biasanya heparin,
oksalat, atau asam etilenadiamintetraasetat (EDTA) (Anonim 2009).
Serum darah adalah plasma darah tanpa fibrinogen atau faktor pembekuan
lain. Serum lebih jernih dibandingkan plasma karena proteinnya lebih sedikit.
Selain itu untuk mendapatkan serum darah dengan cara mengendapkan komponen
selular darah dan komponen terlarut lainnya dengan penambahan koagulan atau
tanpa anti-koagulan (Anonim 2009).
Kalsium merupakan salah satu makromineral yang paling dominan dalam
tubuh. Kalsium bersifat essensial dan dibutuhkan untuk menjalankan fungsi sel,
jaringan, atau organ tubuh. Fungsi kalsium bagi tubuh adalah sebagai nutrisi
untuk tumbuh, menunjang perkembangan fungsi motorik agar lebih optimal dan
berkembang dengan baik (Suptijah et al 2012). Sebagai mineral terbanyak dalam
tubuh, kalsium juga memiliki peran penting dalam koagulasi darah, mineralisasi
rangka, konduksi neuromuscular, menyeimbangkan warna kulit (pigmentasi),
merangsang otot rangka dan otot jantung, stimulus sekresi hormon kelenjar
eksokrin, dan menjaga permeabilitas dan integritas membran sel (Sava et al. 2005).
Berdasarkan penelitian sebelumnya kontraksi otot membutuhkan garam
kalsium dan rangsangan syaraf motorik akan berhenti bila konsentrasi medium
terlalu tinggi atau terlalu rendah. Selain itu kalsium memiliki peran penting dalam
mineralisasi tulang, pembekuan darah, aktivasi komplemen dan transmisi
neuromuskuler. Kalsium intraseluler juga, bersama dengan cyclic AMP (cAMP)
bekerja sebagai messenger kedua hormon (Widura 2001).
Estimasi kadar kalsium berperan penting dalam uji klinis banyak penyakit.
Misalnya untuk mengetahui tingkat kepadatan tulang, penyakit terkait
keseimbangan kalsium (hiperkalsemia dan hipokalsemia), penyakit ginjal, jantung
koroner, gangguan fungsi syaraf, gangguan sistem imun dan gangguan
metabolism lainnya. Biasanya diagnosis klinis kadar kalsium terhadap suatu
gangguan atau penyakit dikaitkan dengan factor lainnya. Misalnya kadar fosfor,
dan hormon paratiroid yang abnormal pada penderita penyakit ginjal kronis
(Palmer et al. 2011).
Metode terlama yang digunakan untuk menentukan konsentrasi total serum
dalam darah adalah metode Clark and Collip. Beberapa tahun terakhir metode
Clark-Collip mulai diganti dengan metode-metode yang lebih tepat dan akurat
melibatkan spektrometri emisi nyala atom, fotometri, dan flurometri. Kelebihan
dari metode ini adalah menggunakan indeks kalsium bebas atau kalsium dalam
bentuk ion (Ca2+) bukan kalsium total, karena kalsium dalam bentuk terionisasi
lebih aktif secara biologis dan dengan ketat meregulasi hormon yang mengikat
kalsium (Sava et al. 2005).
Tujuan praktikum kali ini adalah mengerti prinsip biokimia yang digunakan
pada analisis kalsium darah. Selain itu dapat meakukan analisis kalsium darah.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Praktikum urinalisis ini dilaksanakan tanggal 10 Maret 2015 pukul 08.0010.30 WIB di Laboratorium Pendidikan Biokimia, Departemen Biokimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah serum darah, akuades, larutan amonium
oksalat, amonia 2%, H2SO4 1 N, dan KMnO4 0.01 N. Peralatan yang digunakan
adalah peralatan gelas, sentrifugasi, tabung sentrifus, penangas air, dan buret.
Prosedur Penelitian
Disiapkan tiga buah tabung untuk blanko dan dua untuk sampel. Tabung
blanko diisi dengan 4 mL akuades dan 1 mL amonium oksalat. Tabung sampel
diisi dengan 2 mL serum, 2 mL akuades, dan 1 mL amonium oksalat. Isi tabung
blanko dan sampel diaduk hingga terbentuk endapan digunakan batang pengaduk
kecil. Setelah diaduk, tabung dibiarkan selama 30 menit. Selanjutnya tabung
disentrifus pada kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Selesai disentrifus, cairan
dibuang dan tabung diletakkan terbalik di atas kertas saring selama 10 menit,
cairan pada mulut tabung dikeringkan dengan kertas saring. Setiap tabung
ditambahkan amonia 2% sebanyak 3 mL lalu diaduk dan dikocok. Kemudian,
tabung disentrifus kembali dengan kecepatan dan waktu yang sama. Selanjutnya,
cairan hasil sentrifus dibuang dan dikeringkan kembali. Selesai itu, tiap-tiap
tabung ditambah dengan H2SO4 1 N sebanyak 2 mL. Lalu, isi setiap tabung
diaduk hingga endapan larut dan segera setelahnya dimasukkan ke dalam
penangas air 70C selama 5 menit. Kemudian, blanko dan ketiga sampel tersebut
dititrasi dalam keadaan hangat dengan larutan KMnO4 0.01 N hingga titik akhir
berwarna merah jambu. Kadar kalsium darah pun dapat dihitung setelah
mengetahui volume terpakai dari titrasi yang dilakukan.
3
campuran dititrasi dengan kalium permanganate (KMnO4) untuk mengukur asam
oksalat yang dibebaskan. Kadar asam oksalat yang dibebaskan menunjukkan
kadar kalsium yang ditandai dengan perubahan warna larutan darit tidak berwarna
menjadi merah muda (Dorland 2012). Hasil penentuan kadar kalsium darah
dengan metode Clark-Collip dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1 Kadar kalsium darah
Tabung
Terpakai
0.28
0.38
0.56
[kalsium]
(mg/dL)
1.0
2.8
magnesium oksalat sehingga hasil dapat lebih besar daripada yang seharusnya.
Metode lain yang dapat digunakan adalah spektrometri emisi nyala atom, metode
serapan atom, metode kit uji etno kalsium, fotometri, dan flurometri (Valsa et al.
2013).
DAFTAR PUSTAKA
[anonim]. 2009. Protocols for the preparation of blood plasma and serum.
[Tinjauan berkala]. http://www.proimmune.com. Diakses pada tanggal 8
Maret 2015.
Dorland. 2012. Dorland's Illustrated Medical Dictionary. Philadelphia (USA):
Elsevier Saunders.
Garniasih D, Djais JTB, dan Garna H. 2008. Hubungan antara kadar albumin dan
kalsium serum pada sindrom nefrotik anak. Sari Pediatri. 10(2): 100-105.
Nelson DL and Cox MM. 2008. Lehninger: Principles of Biochemistry 5th Edition.
New York (USA): W.H Freeman.
Palmer SC, Hayen A, Macaskill P, Pellegrini F, Craig JC, Elder GJ, and Strippoli
GFM. 2011. Serum levels of phosphorus, parathyroid hormone, and calcium
and risks of death and cardiovascular disease in individuals with chronic
kidney diseasea systematic review and meta-analysis. JAMA. 305(11): 11191127. doi:10.1001/jama.2011.308.
Safitri W. 2011. Hipokalsemia pada sapi. [Tinjauan berkala]. http://www.riau.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 16 Maret 2015.
5
Sava L, Pillai S, More U, and Sontakke A. 2005. Serum calcium measurement :
total versus free (ionized) calcium. Indian Journal of Clinical Biochemistry.
20(2): 158-161.
Suptijah P, Jacoeb AM, dan Deviyanti N. 2012. Karakterisasi dan bioavailabilitas
nanokalsium cangkang udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Jurnal
Akuatika. 3(1): 63-73.
Valsa J, Skandhan KP, Sahab KP, Sumangala B, Amith S. 2013. Estimation of
calcium and magnesium in seminal plasma. a comparative study of
colorimetry and atomic absorption spectrometry. International Journal of
Analytical and Bioanalytical Chemistry. 3(1): 23-26.
Widura. 2001. Kalsium dan fungsi sel. Jurnal Kedokteran Maranatha. 1(1): 8-21.