Sectio Caesarea
Sectio Caesarea
A. Definisi
Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn, 2010). Sectio caesarea
merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin dengan insisi melalui abdomen
dan uterus (Liu, 2007). Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana
janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono,
2005). Sectio caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak
dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen
seorang ibu (laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi
atau lebih (Dewi, 2007). Berdasarkan berbagai pendapat di atas, yang dimaksud
dengan sectio caesarea adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk
melahirkan bayi dengan jalan pembukaan dinding perut.
B. Etiologi
Menurut manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan
susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan
jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk
panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus
dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk
rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
Para ahli kandungan atau para penyaji perawatan yang lain menganjurkan
sectio caesarea apabila kelahiran melalui vagina mungkin membawa resiko pada
ibu dan janin. Indikasi untuk sectsio caesarea antara lain meliputi:
1. Menurut Dewi (2007), ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu:
a. Power, yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya
mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang
mempengaruhi tenaga.
b. Passanger. Diantaranya, anak terlalu besar, anak mahal dengan kelainan
letak lintang, primi gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak
tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal
distress syndrome (denyut jantung janin kacau dan melemah).
c. Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius pada
jalan lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa
menular ke anak, umpamanya herpes kelamin (herpes genitalis),
condyloma lota (kondiloma sifilitik yang lebar dan pipih), condyloma
acuminata (penyakit infeksi yang menimbulkan massa mirip kembang kol
di kulit luar kelamin wanita), hepatitis B dan hepatitis C.
2. Indikasi Ibu
a. Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun,
memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita dengan
usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit
yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing
manis,
dan
preeklamsia.
Eklampsia
(keracunan
kehamilan)
dapat
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku
sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit bernafas.
e. Kelainan Kontraksi Rahim
Jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate
uterine action) atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat
melebar pada proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak
f.
juga
akan
mengambat
proses
persalinan
alami
yang
D. Klasifikasi
Sayatan melintang
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan
melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysisis) di atas
batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. keuntunganya adalah
parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita rupture uteri
(robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karna pada masa nifas, segmen bawah
rahim tidak banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh
lebih sempurna (Kasdu, 2003)
b. SC ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah
rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan
Kekurangan :
uteri.
Seksio sesarea ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum
parialis, dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
di PA. Teknik ini dilakukan untuk meminimalkan trauma saat kelahiran bayi.
2. Seksio sesarea vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat dilakukan yaitu:
- Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kroning.
- Sayatan melintang (trasversal) menurut Kern.
- Sayatan huruf T (T incision)
E. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan
ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta
previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik
dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari
aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan
ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi
kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan
prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan
gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap
janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam
keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati,
sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri
berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap
nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja
otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran
pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi (Saifuddin dkk., 2002)
F. Manifestasi klinis
perut penderita.
L3 - 4 interspace ditandai, biasanya agak susah karena ada edema
jaringan.
Skin preparation dengan betadin seluas mungkin.
Sebelum penusukan betadin yang ada dibersihkan dahulu.
Anestetik lokal pada tempat tusukan, misal dengan lidokain 1-2 % 2-3 ml
Jarum 22 - 23 dapat disuntikkan langsung tanpa lokal infiltrasi dahulu, juga
Apabila tensi turun dibawah 100 mmHg atau turun lebih dari 20 mmHg
bagian anterior maupun posterior medulla spinalis terdapat sistim arteri dan
vena. Apabila setelah 1 menit liquor yang keluar masih belum jernih sebaiknya
jarum dipindahkan ke segmen yang lain. Bila liquor tidak jernih, sebaiknya
anestesi spinal ini ditunda dan dilakukan analisa dari liquor. Adapun jarum
yang dipakai paling besar ukuran 22, kalau mungkin pakai jarum 23 atau 25.
Makin kecil jarum yang kita pakai, makin kecil kemungkinan terjadinya sakit
kepala sesudah anestesi (post spinal headache). Obat spinal anestesi yang
paling menonjol adalah tetrakain dan dibukain, yang mempunyai efek kuat
dan kerjanya lebih lama.
PENATALAKSANAAN
Sebelum melakukan tindakan analgesia subaraknoid seharusnya dilakukan
evaluasi Minis volume darah pasien. Sebaiknya tidak melakukan teknik ini kalau
pasien dalam keadaan hipovolemia, atau keadaan yang menjurus hipovolemia
selama persalinan (misalnya plasenta previa), atau pasien yang mengalami
sindroma hipotensi terlentang yang manifes pada waktu persalinan. Pencegahan
dapat
dilakukan
dengan
hidrasi
akut
dengan
a. Hidrasi akut
Sebelum induksi harus dipasang infus intravena dengan kanula atau
jarum yang besar, sehingga dapat memberikan cairan dengan cepat. Hidrasi
akut dengan memberikan cairan kristaloid sebanyak 1000 - 1500 ml tidak
menimbulkan bahaya overhidrasi; tekanan darah, denyut jantung dan nadi
44,1%,
menurunkan
denyut
jantung
sebanyak
4,5%,
dan
menaikkan curah jantung 33,5%. Maka pasien yang akan dioperasi harus
dibawa pada posisi miring. Dan kalau pada observasi fungsi vital terjadi
manifestasi sindroma hipotensi terlentang yang tidak dapat dikoreksi dengan
mendorong uterus ke kiri, hal ini merupakan indikasi kontra tindakan analgesia
regional.
c. Pemberian Vasopresor : Efedrin
Pencegahan dengan akut hidrasi dan mendorong uterus ke kiri dapat
mengurangi insidensi hipotensi sampai 50-60%. Pemberian vasopresor,
seperti efedrin, sering sekali dipakai untuk pencegahan maupun terapi
hipotensi pada pasien kebidanan. Obat ini merupakan suatu simpatomimetik
non katekolamin dengan campuran aksi langsung dan tidak langsung. obat ini
resisten terhadap metabolisme MAO dan metiltransferase katekol (COMT),
menimbulkan aksi yang berlangsung lama. efedrin meningkatkan curah
jantung, tekanan darah, dan naadi melalui stimulasi adrenergik alfa dan beta.
meningkatkan
aliran
darah
koroner
dan
skelet
dan
menimbulkan
Literatur
tersebut
memperdebatkan
vasopressor
misalnya,
2.
3.
duduk (semifowler)
- Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
4.
5.
- Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
6.
7.
8.
mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu
memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam
sekali.
- Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan
kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi
dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk
mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
- Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan
infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
- Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau
general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes
laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai
indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit
pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter
fole
I.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang
itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
Fungsi lumbal
: menganalisis cairan serebrovaskuler
Hitung darah lengkap
: mengevaluasi trombosit dan hematokrit
DAFTAR PUSTAKA
Oxorn, H., & William R.F. 2010. Ilmu Kebidanan, Patologi dan Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta: Yayasan Esentia Medika.
(Liu, 2007).
(Sarwono, 2005).
Dewi Y., dkk. 2007. Operasi Caesar, Pengantar dari A sampai Z. EDSA
Mahkota. Jakarta Manuaba & Gede, I.B. 2002. Ilu kebidanan, Penyakit
kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC.
Saifuddin, A.B. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal. Jakarta : Yayasan bina pustaka
(Rochjati 2003)
Wiknjosastro 2005
Prawirohardjo. S. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka