Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

BROKHIEKTASIS

Oleh :
Farah Eryanda (1102011097)
Mohammad Doddy Rizki Dwi Putra (1102011166)

Pembimbing :
dr. Ida Hidayanti, Sp. Rad
dr. Indra Kelana, Sp. Rad

Kepaniteraan Klinik Radiologi


Periode 30 Mei - 18 Juni 2016
RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang

KATA PENGANTAR
1

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan

referat

dengan

judul

BRONKHIEKTASIS

untuk

memenuhi

tugas

Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang.


Penulis menyadari sepenuhnya, dalam penyusunan referat ini masih jauh dari sempurna,
tetapi penulis mencoba untuk memberikan yang terbaik dengan segala keterbatasan yang penulis
miliki. Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr.
Ida Hidayanti, Sp. Rad dan dr. Indra Kelana, Sp. Rad Selaku perceptor yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama mengikuti kepaniteraan klinik
radiologi.
Kritik dan saran penulis harapkan guna memperoleh hasil yang lebih baik dalam
menyempurnakan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya. Amin ya rabbal alamin.
Serang, Juni 2016
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI .................................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 6
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 22

BAB I
PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang
3

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang
bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran
udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru
obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps,
lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus
yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3
Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai:
1.

Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau

2.

Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru

Proses pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya berkaitan dengan
penyakit sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan asma. 1
Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang ketebalan
dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan. Lapisan dalam
(mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang melindungi saluran
pernafasan dan paru-paru dari zat-zat yang berbahaya. Sel-sel ini terdiri dari:
-

Sel penghasil lendir

Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikel-partikel dan
lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan.

Sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan tubuh melawan
organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.
Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan kartilago (tulang

rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai kebutuhan.


Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi zat makanan dan sistem
pertahanan untuk dinding bronkus. 4
Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi yang bersifat
kronik, seperti batuk setap hari, produksi sputum yang kental dan penemuan radiografi seperti
penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang terlihat pada CT Scan. 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.

Anatomi Sistem Respirasi


Gambar dibawah ini menunjukkan anatomi dari sistem respirasi.

Gambar1. Anatomi Bronkus.

Dari gambar dapat


kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan bercabang menjadi bronkus lobaris
dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang
ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang
tidak mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm.
5

Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran penghantar udara
karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi. 9
Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru-paru.
Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus alveolaris terminalis.
Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar
23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari
alveolus di dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang
memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh
alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas satu lapangan tennis.9
Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh kapiler-kapiler
darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu tegangan permukaan yang
cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah
letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan
mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi.9
Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh kematangan sel-sel
alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi, ventilasi yang
adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan, enzim biosintesis serta
mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan produk yang mempengaruhi elastisitas paru
menjadi dasar patogenesis emphysema, dan penyakit lainnya.9
Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra dan bronchus
sinistra.
Bronkus Dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan letaknya
lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari arcus
aortae pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah
masuk ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam
hilus pulmonis setinggi vertebra thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah
cranialnya. Arteria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian
berada di sebelah ventralnya. Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masingmasing menuju ke lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Bronkus
sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah cranial a.pulmonalis
6

dan disebut bronkus eparterialis. Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius dan
lobus inferior berada di sebelah caudal a.pulmonalis disebut bronkus hyparterialis.
Selanjutnya bronkus sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang
menuju ke segmen pulmo.10
Bronkus Sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih
panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae, menyilang
di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta thoracalis. Pada mulanya
berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya
berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobus superior
dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis. Pada tepi lateral batas trachea
dan bronkus terdapat lymphonodus tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio
trachea (di sebelah caudal) terdapat lymphonodus tracheobronchialis inferior.10
Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya berasal dari
N.vagus, n. Recurrens, dan truncus sympathicus.10

2. Bronkiektasis
2.1 Definisi
Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung luas dan lama,
termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada William Campbell Syndrome),
penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosis kistik, kelainan fungsi silia), akibat infeksi
(Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (Kolitis
ulceratif). Pada kebanyakan kasus, infeksi merupakan penyebab tersering dari inflamasi,
kerusakan dan remodelling jalan nafas. 2
2.2 Insidensi
Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di negara-negara
Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Insidens
bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan antibiotika. Akan tetapi
perlu di ingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan
kelainan kongenital.5,6
7

Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini.
Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki
maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak bahkan dapat berupa kelainan
kongenital. 5,6,7
2.3 Epidemiologi
Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada negara-negara
berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis mengalami penurunan seiring
dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan
golongan sosioekonomi yang rendah. 1,5
2.4 Etiologi
Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga bronkiektasis
dapat timbul secara kongenital maupun didapat. 6
a.

Kelainan kongenital
Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetik

atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting. Bronkiektasis yang
timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua
bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital
seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William Campbell syndrome, Mounier-Kuhn
syndrome, dll.1,2,3,5,6,7
b. Kelainan didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan proses berikut:
Infeksi
o
o
o
o
o
o
o

Campak
Pertusis
Infeksi adenovirus
Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas.
Influenza
Tuberkulosa
Infeksi mikoplasma1,2,3,4,5,6,8,9

Penyumbatan bronkus
8

o
o
o
o

Benda asing yang terisap


Pembesaran kelenjar getah bening
Tumor paru
Sumbatan oleh lendir1,2,3,4,5,6,8,9

Cedera penghirupan
o Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
o Menghirup getah lambung dan partikel makanan 1,2,3,4
Kelainan imunologik
o Sindroma kekurangan immunoglobulin
o Disfungsi sel darah putih
o Defisiensi komplemen
o Infeksi HIV
o Kelainan autoimun atau hiperimun

tertentu

seperti

artritis

rematoid,

kolitis

ulcerativa1,2,3,4,5
Keadaan lain
o

Penyalahgunaan obat (misalnya heroin) 4

2.5 Patofisiologi
Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi
dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat dari destruksi
komponen muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut
adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside
dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon terhadap
antigen. 5
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus atau secara
tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri
dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang,
memindahkan cairan berupa mukus yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya
dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke
tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tertelan. 3
Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak langsung,
daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi yang kronik. Bronkus yang
9

mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan
lembek serta membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga
meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang
dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya
bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga
menjadi lingkaran setan antara infeksi dan kerusakan jalan nafas. 3

Gambar2: Pada bronkiektasis, produksi mukus meningkat, silia mengalami kerusakan


dan daerah bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami kerusakan

2.6
Diagnosis
a. Gambaran Klinis
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian yang
mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum yang bercampur darah
atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut. 1
Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik dengan sedikit
atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya merupakan sekuele (gejala sisa)
dari tuberculosis dan biasanya ditemukan pada lobus atas. 1
Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada pleuritik,
wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien relatif mengalami episode
berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan
sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan
onsetnya oleh peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan kekentalan
sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau. 1
Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90%
pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi saluran pernafasan atas
10

yang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum yang
dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya
infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika
terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu,
jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya
bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan,
sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan
sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat
ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis
kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab
bronkiektasis lainnya. 1,2,5,8
Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis mungkin
terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial. hemoptisis biasanya
terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang
ditemukan. 1,2
Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan merupakan
temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang terlihat
pada gambaran radiologisnya. 1,2
Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang diikuti oleh
destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin merupakan kondisi yang
mengiringi, seperti asma. 1,2
Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada sekali
observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik, tetapi juga terjadi
pada eksaserbasi akut. 1,2
Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi yang berat. Hal ini
terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan kerja
pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya semua penyakit
kronik disertai dengan penurunan berat badan. 1Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang
berulang.1
b. Gambaran Radiologis
Foto thorax
11

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan gambaran
seperti dibawah ini:
Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm).
dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran honeycomb
appearance atau bounches of grapes. Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang
terjadi pada bronkus. 11,12,13,14

12

Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini terlihat terdiri
atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam.
Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus. Tramline shadow
yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus. 11,12,13,14

Tubular shadow
Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya
dapat

mencapai

mm.

gambaran

ini

sebenarnya

menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran


ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk
bronkiektasis. 11,13
13

Glove finger shadow


Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jari-jari pada
sarung tangan. 11,13
Bronkografi
Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke dalam
sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain
dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis
yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis.
12,13

Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang akan di


lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya paru yang mengalami
bronkiektasis yang akan diangkat. 12

14

Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena prosedurnya yang
kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan gangguan ventilasi, alergi dan reaksi
tubuh terhadap kontras media. 5

CT-Scan thorax

CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk


mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak
kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi
mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%.2,8,14
CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding
bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama penting
untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan.14
MRI

15

MRI memiliki hasil yang baik dalam pencitraan pada bronkiektasis, terutama dalam
kondisi seperti fibro kistik, yang pada pasien usia muda mungkin memerlukan pencitraan
serial untuk pemantauan penyakit dan penilaian respon terhadap pengobatan. Dengan
peningkatan teknik pada MRI, studi terbaru menunjukkan reproduktifitas baik dan korelasi
yang baik dengan hasil tes fungsi paru. Saat ini pembiayaan dan ketersediaan yang terbatas,
membatasi penggunaan MRI pada kasus bronkiektasis.15

Gambar 1. Perbandingan MRI dengan CT-scan pada bronkiektasis.

Gambar 2. MRI tanpa kontras (a) dan setelah pemberian kontras (b) pada bronkiestasis.
Setelah pemberian kontras menggambarkan penebalan dinding bronkial dengan adanya
cairan pada intrabronkial (air fluid-level).
c. Patologi Anatomi
Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus yang
terkena maupun beratnya penyakit. 6
Perubahan morfologis bronkus yang terkena
a. Dinding bronkus

16

Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang
sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan
berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus
yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis. 6
b. Mukosa bronkus
Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi
perubahan metaplasia skuamosa, dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi
eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi, dan pernanahan. 6
c. Jaringan paru peribronkial
Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia,
fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan
paru distal bronkiektasis akan diganti jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah. 6

Variasi kelainan anatomi bronkiektasis


Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis sebagai berikut :
a. Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis)
Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering ditemukan pada
bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronik. 1,5,6
b. Bentuk kantong (saccular bronkiektasis)
Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan
penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista. 1,5,6
c.

Varicose bronkiektasis

Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini
digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai varises pembuluh vena. 1,5,6
2.7 Diagnosa Banding
Fibrosis Kistik
Kelainan yang ditemukan dapat bervariasi dari pasien yang satu ke pasien yang lain,
namun banyak individu yang memiliki gambaran radiografi yang memperlihatkan
bronkiektasis kronis disertai fibrosis kistik yang meliputi: hiperinflasi, penebalan dan
17

dilatasi bronkus, peribronkial cuffing, mucoid impaction, kistik radiolusen, peningkatan


tanda interstisial dan penyebaran nodul-nodul.
2.8 Pengobatan
Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu :
1. Pengobatan konservatif 6
o Pengelolaan umum, meliputi
a.

Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien

b. Memperbaiki drainase sekret bronkus


c.

Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian antibiotik.

o Pengelolaan khusus
a.

Kemoterapi pada bronkiektasis

b. Drainase sekret dengan bronkoskopi


o Pengobatan simtomatik
a.

Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator.

b.

Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.

c.

Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik.

d.

Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik.

2. Pengobatan Pembedahan
Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau lobus yang terkena.
Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon
terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat, selain itu juga pada pasien
bronkiektasis terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal
dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini mutlak perlu tindakan
operasi.6
2.9 Prognosis
a. Kelangsungan Hidup
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya penyakit
waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau
pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak
akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia, empiema,
18

payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis
kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan. 4,6
b. Kelangsungan Organ
Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan ukuran sedang. Adanya
peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan muscular dan elastic dari bronkus serta
dapat pula menyebabkan kerusakan daerah peri bronchial. Kerusakan ini biasanya akan
menyebabkan timbulnya daerah fibrosis terutama pada daerah peribronkial. 6

19

BAB III
KESIMPULAN
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang
bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran
udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru
obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps,
lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus
yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya penyakit
waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau
pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan
lebih dari 5-15 tahun.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. . ORegan AW, Berman JS. Baums Textbook of Pulmonary Disease 7th Edition. Editor
James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. 2004. hal 255-274.
2.. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com last update
Januari 2008.
3.

Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Editor
Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871.

4.

Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University


Press. Surabaya. 2006. hal 256-261

5.

Barker AF. The New English Journal of Medicine : Bronkiektasis. 2002; 346:1383-1393.

6.

Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto Huriawati,
dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-740

7. Luhulima JW. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomi Systema Respiratorius. Bagian
Anatomi FKUH. Makassar. 2004. hal 13-14.
8. Meschan I. Obstrictive Pulmonary Disease. Synopsis of Analysis of Roentgen Signs in
General Radiology. Philadelphia. 1975. hal 55-56
9. Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2006. hal 108-115.
10. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. Churchill livingstone. Tottenham.
2003. hal 45, 163, 164 & 168.
11. Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2005. hal 40-41
12. Eng P, Cheah FK. Interpreting Chest X-rays. Cambridge Univesrsity Press. New York.
2005. hal 67-68.
13. Greif J. Medical Imaging in Patients with Cystic Fibrosis. www.eradimaging.com. Last
update Februari 2008.
14. Ketai LH. Infectious Lung Disease. Fundamental of Chest Radiology, 2nd Edition, Loren H.
Ketai Richard Lofgren, Andrew J. Meholic, Elseiver.
15. Perera PL, Screaton NJ. Radiological Features of Bronchiectasis. Eur Respi Mon. 2011; 52:
21

Hal 44-67

22

Anda mungkin juga menyukai