Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
27/11/2011
BAB I
PENDAHULUAN
I.2
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN
I.3.2 M
I.4
MANFAAT
I.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu penyakit mata
pada khususnya.
I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik bagian ilmu penyakit mata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
ANATOMI LENSA
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan transparan. Tebal sekitar 4
mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula ( zonula Zinnii) yang
menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus dan
disebelah posterior terdapat viterus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang
dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus
lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastik.
Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa
ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan
jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf di lensa.
Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi lensa mata
adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning retina. Untuk
melihat objek yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk
melihat objek yang dekat (cahaya datang dari dekat), lensa mata akan menebal.
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya
yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil
diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil
sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda
dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik
kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya.
Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda
dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan
refraksi lensa perlahan-lahan berkurang. Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang mana
sebagai bagian optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning, lensa menyumbang
+18.0- Dioptri.
II.2
DISLOKASI LENSA
Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya dislokasi lensa ditinjau dari teori Blum yang
dibagi menjadi empat faktor, antara lain faktor biologi, faktor perilaku, faktor lingkungan, dan
faktor pelayanan kesehatan.
Faktor Biologi
Faktor Lingkungan
Faktor Perilaku
Faktor yang paling berperan mempengaruhi terjadinya dislokasi lensaadalah faktor pelayanan
kesehatan.
Akar-Akar Permasalahan
Minimnya pengetahuan petugas akan informasi tentang dislokasi lensa,mendeteksi dini,
menegakkan diagnosis dan memberikan penanganan secara tepat.
II.2.4 Patofisiologi
Homocystinuria merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya kadar
darah pada konsentrasi homosistein urin asam amino yang mengandung sulfur.
Patofisiologi
Adanya kecacatan dalam metabolisme asam amino akan menghasilkan zonules yang rapuh dan
mudah pecah, hal ini akan memungkinkan lensa untuk menggantikan inferonasally atau bahkan
masuk kedalam bilik anterior
Syndrome Marfan
Dislokasi Lensa. Pada anak-anak muda, dislokasi lensa dapat diobati efektif dengan kacamata
atau lensa kontak yang membiaskan sekitar atau melalui lensa. Untuk remaja yang tidak
menyukai penggunaan kacamata atau mengalami gangguan lapang pandang yang terbatas
mungkin menjadi indikasi untuk jenis pemasangan implan lensa intraokuler.
Perbedaan Syndrome Marfan dan Homocytinuria
Syndrome Marfan
Homocytinuria
II.2.6 Pengobatan
Ekstraksi dislokasi lensa bisa sulit, sehingga subluxated lensa sendiri bukan merupakan alasan
yang cukup untuk dilakukan operasi. Dengan tidak adanya glaucoma sudut tertutup,
dekompensasi kornea, peradangan atau kecacatan visual, membiarkan subluxated lensa
mendukung pilihan non-bedah. Untuk penstabilan kesalahan, koreksi visual dengan kacamata
atau lensa kontak dapat menjadi pilihan.
Jika luxates lensa ke dalam ruang posterior tetapi tidak terjadi peradangan, hanya dilakukan
memantau kondisi. Namun, jika peradangan tidak terjadi dan ada ancaman kerusakan retina,
perlu dilakukan vitrectomy dan ekstraksi lensa.
Jika lensa telah secara spontan terjadi dislokasi ke ruang anterior, atau di mana pasien mengalami
dislokasi anterior, ikuti protokol ini: pasien diposisikan berbaring, kemudian hati-hati
memanipulasi kepala sampai lensa jatuh kembali ke tempat di fosa. Terapkan solusi pilocarpine
dan mendapatkan konsultasi bedah.
Jika terjadi blok pupil, berlanjut menjaid glaukoma sudut tertutup, laser iridotomy perifer
diindikasikan sesegera mungkin. Namun, tingkat keberhasilannya rendah. Dengan demikian,
pasien kemudian harus menjalani ekstraksi lensa dengan implantasi lensa intraokular. Sementara
beberapa ahli bedah mata telah sukses dengan implan ruang posterior, lensa bilik anterior
biasanya menjadi modalitas pilihan.
Delapan puluh % pasien dengan sindrom Marfan akan mengalami subluksasi lensa.
Kenyataan bahwa subluksasi lensa bukan alasan yang kuat untuk dilakukan pembedahan
pengeluaran lensa.
Gejala subluksasi dapat dikelola secara efektif dengan lensa kontak buram atau terapi
jangka panjang pilocarpine.
BAB III
PENUTUP
III.1
KESIMPULAN
Dislokasi lensa adalah keadaan dimana lensa kristalina bergeser atau berubah posisinya dari
kedudukan normalnya akibat rupturnya zonula zinii sebagai pemegangnya. 1 Dislokasi lensa
dapat terjadi total (luksasi) ataupun sebagian (subluksasi) yang terjadi akibat proses trauma pada
mata, herediter (sindrom marfan, homosistinuria), ataupun komplikasi dari penyakit lain.
Kejadian dislokasi lensa sangat jarang ditemukan.
III.2
SARAN
Mahasiswa diharapkan lebih mengenalkan kepada masyarakat tentang penyakit dislokasi lensa.
DAFTAR PUSTAKA
3. Azar. D. T, and Napoli. J. J. The Crystalline Lens and Cataract in Manualof Ocular
Diagnosis and Therapy, 6th Edition. 2008. Lippincott Williams& Wilkins
4. Vaughan. D. G., Asbury. T., dan Eva. P. R. Oftalmologi Umum. 2000.Widya Medika:
Jakarta.
5. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology A Synopsis. Butterworth-Heinemann, Boston, 2009.
6. Grayson CE. What Is a Stye. Taken from : www.webmd.com. 2010.
7. Ilyas S. Penuntun Umum Penyakit Mata. Cet. IV. Jakarta : Penerbit FKUI. 1996. h. 28-9.
8. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Cet.II. Jakarta: Penerbit FKUI. 1998. h. 92-4.
1. Lang G. Ophthalmology A Short Textbook. Thieme. Stuttgart New York. 2000.
2. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. Injury to the eye. Br Med J 2004;328:36-8