PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definsi
Anemia aplastik merupakan jenis anemia yang ditandai dengan kegagalan
lemak,
menyebabkan
pansitopenia,
dan
sering
disertai
dengan
b.
2.2
mieloma;
anemia
infiltrasi
megaloblastik;
oleh
limfoma,
hemoglobinuria
tumor
padat,
paroksismal
Secara etiologik penyakit anemia aplastik ini dapat dibagi menjadi 2 golongan
besar, yaitu:
1. Anemia aplastik herediter atau anemia aplastik yang diturunkan
merupakan faktor kongenital yang ditimbulkan sindrom kegagalan
paling
banyak
menyebabkan
anemia
aplastik
adalah
nitrosourea.
Senyawa kimia berupa benzene yang paling terkenal dapat
dapat
mempengaruhi
progenitor
eritroid
dengan
Klasifikasi
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat
diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat atau sangat berat. Risiko morbiditas
dan mortalitas lebih berkorelasi dengan derajat keparahan sitopenia daripada
selularitas sumsum tulang. Angka kematian setelah dua tahun dengan perawatan
suportif saja untuk pasien anemia aplastik berat atau sangat berat mencapai 80%
dengan infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab kematian utama.
Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian besar tidak
membutuhkan terapi.2
Klasifikasi
Anemia Aplastik Berat
60.000/l
Sama seperti
diatas
kecuali
2.4
Epidemiologi
Ditemukan lebih dari 70% anak anak menderita anemia aplastik derajat
berat pada saat didiagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara anak laki
laki dan perempuan, namun dalam beberapa penelitian tampak insidens pada
anak laki laki lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Penyakit ini
termasuk penyakit yang jarang dijumpai di negara barat dengan insiden 1 3 / 1
juta / tahun. Namun di Negara Timur seperti Thailand, negara Asia lainnya
termasuk Indonesia, Taiwan dan Cina, insidensnya jauh lebih tinggi. Penelitian
pada tahun 1991 di Bangkok didapatkan insidens 3.7/1 juta/tahun. Perbedaan
insiden ini diperkirakan oleh karena adanya faktor lingkungan seperti pemakaian
obat obat yang tidak pada tempatnya, pemakaian pestisida serta insidens virus
hepatitis yang lebih tinggi.1
2.5
patofisiologi anemia aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang
dapat menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu:5
1. Kerusakan sel induk hematopoietic (stem cell defect)
2. Kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang (environtment defect)
3. Proses imunologik yang menekan hematopoiesis (immunologic process)
Kegagalan produksi sel darah bertanggung jawab atas kosongnya sumsum
tulang yang tampak jelas pada pemeriksaan apusan aspirat sumsum tulang atau
specimen core biopsy sumsum tulang. Hasil pencitraan dengan magneting
tidak dapat menumbuhkan sel induk yang berasal dari pasien. Berdasar temuan
tersebut, teori kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang sebagai penyebab
mendasar anemia aplastik makin banyak ditinggalkan.
Kenyataan bahwa terapi immunosupresif memberikan kesembuhan pada
sebagian besar pasien anemia aplastik merupakan bukti meyakinkan tentang peran
mekanisme imunologik dalam patofisiologi penyakit ini. Pemakaian gangguan sel
induk dengan siklosporin atau metilprednisolon member kesembuhan sekitar
75%, dengan ketahanan hidup jangka panjang menyamai hasil transplantasi
sumsum tulang. Keberhasilan imunosupresi ini sangat mendukung teori proses
imunologik.
Transplantasi sumsum tulang singeneik oleh karena tiadanya masalah
histokomptabilitas seharusnya tidak menimbulkan masalah rejeksi meskipun
tanpa pemberian terapi conditioning. Namun champlin dkk menemukan 4 kasus
transplantasi sumsum tulang singeneik ternyata semuanya mengalami kegagalan,
tetapi ulangan transplantasi sumsum tulang singeneik dengan didahului terapi
conditioning menghasilkan remisi jangka panjang pada semua kasus. Kenyataan
ini menunjukkan bahwa pada anemia aplastik bukan saja terjadi kerusakan sel
induk tetapi juga terjadi imunosupresi terhadap sel induk yang dapat dihilangkan
dengan terapi conditioning.5
10
Gejala Klinis
Gejala yang muncul berdasarkan gambaran sumsum tulang yang berupa:
a. Aplasia sistem eritropoitik, granulopoitik dan trombopoitik
b. Aktivitas relatif sistem limfopoitik dan sistem retikulo endothelial
(SRE)
Aplasia sistem eritropoitik dalam darah tepi akan terlihat sebagai
11
63
Kulit
Gusi
Retina
Hidung
Saluran cerna
Vagina
34
26
20
7
Demam
6
Hepatomegali
3
Splenomegali
16
7
0
2.7
Pemeriksaan Penunjang
12
13
14
Diagnosis
2.8.1
15
dan perdarahan
kerentanan terhadap infeksi. Pasien juga mungkin mengeluh sakit kepala dan
demam.2
Penegakan diagnosis memerlukan pemeriksaan darah lengkap dengan
hitung jenis leukosit, hitung retikulosit, dan aspirasi serta biopsi sumsum tulang.
Pemeriksaan flow cytometry darah tepi dapat menyingkirkan hemoglobinuria
nokturnal paroksismal, dan karyotyping sumsum tulang dapat membantu
menyingkirkan sindrom myelodisplastik. Adanya riwayat keluarga sitopenia dapat
meningkatkan kecurigaan adanya kelainan diwariskan walaupun tidak ada
kelainan fisik yang tampak.2
16
%
83
Badan lemah
30
Pusing
69
Jantung berdebar
36
Demam
33
29
Pucat
26
Sesak nafas
23
Penglihatan kabur
19
Telinga berdengung
13
2.9
Diagnosis Banding1
1. Purpura Trombositopenik Imun (PTI) dan Plasma Tromboplastin
Antecedent (PTA). Pemeriksaan darah tepi dari kedua kelainan ini hanya
menunjukkan
trombositopenia
tanpa
retikulositopenia
atau
Penatalaksanaan
Terapi Konservatif
Terapi Imunosupresif
Terapi imunosupresif merupakan modalitas terapi terpenting untuk
sebagian besar pasien anemia aplastik. Obat-obatan yang termasuk dalam terapi
imunosupresif adalah antithymocyte globuline (ATG) atau antilymphocyte
globuline (ALG) dan siklosporin A (CsA). Mekanisme kerja ATG atau ALG pada
kegagalan sumsum tulang tidak diketahui dan mungkin melalui:
dari 200/mm
Terapi Suportif
18
Prognosis 1,2
19
20
sistem trombopoitik terjadi paling akhir. Sebaiknya pasien dibolehkan pulang dari
rumah sakit setelah hitung trombosit mencapai 50.000 100.000/mm3.
Prognosis buruk dari penyakit anemia aplastik ini dapat berakibat pada
kematian yang seringkali disebabkan oleh keadaan penyerta berupa:
1. Infeksi, biasanya oleh bronchopneumonia atau sepsis. Harus waspada
terhadap tuberkulosis akibat pemberian kortikosteroid (prednison) jangka
panjang.
2. Timbulnya keganasan sekunder akibat penggunaan imunosupresif. Pada
sebuah penelitian yang dilakukan di luar negeri, dari 103 pasien yang
diobati dengan ALG, 20 penderita yang diterapi jangka panjang, berubah
menjadi leukemia akut, mielodisplasia, PNH, dan adanya risiko terjadi
hepatoma. Kejadian ini mungkin merupakan riwayat alamiah penyakit
anemia aplastik, namun komplikasi ini jarang ditemukan pada penderita
yang telah menjalani transplantasi sumsum tulang.
3. Perdarahan otak atau abdomen, yang dikarenakan
trombositopenia.
21
kondisi
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Anemia aplastik merupakan jenis anemia yang ditandai dengan kegagalan
lemak,
menyebabkan
pansitopenia,
dan
sering
disertai
dengan
22
tampak insidens pada anak laki laki lebih banyak dibandingkan anak
perempuan.
Gejala gejala klinik yang tampak pada tubuh seorang pasien anemia
aplastik berupa tampak pucat, adanya tanda tanda perdarahan dan disertai
dengan demam.
Penegakan diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan gejala klinis
berupa
panas,
pucat,
perdarahan,
tanpa
adanya
organomegali
(hepato
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Ugrasena, IDG.Anemia Aplastik.Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak
IDAI.Cetakan Kedua.Badan Penerbit IDAI.Jakarta.2006.Hal:10-15.
2. Abidin Widjanarko, Aru W. Sudoyo, Hans Salonder.Anemia Aplastik.Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Edisi IV.Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu
Penyakit
Dalam
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia.Jakarta.2006.Hal:627-633.
3. A.V. Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H. Moss.Anemia Aplastik dan Kegagalan
Sumsum
Tulang.Kapita
Selekta
Hematologi.Edisi
IV.EGC.Jakarta.2006.Hal: 83-87.
4. Kamus Kedokteran Dorland.Edisi ke 27.Jakarta:EGC.2005
5. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson.Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Volume I.Edisi VI.EGC.Jakarta.2006.Hal: 258-260.
s
24