PENDAHULUAN
Ensefalitis adalah inflamasi pada parenkim otak yang menyebabkan disfungsi
neurologi yang terjadi dengan onset akut dan gejala berkembang dengan cepat. 1,2
Ensefalitis dapat disebabkan oleh berbagai etiologi. Diantara etiologi tersebut,
infeksi oleh virus merupakan etiologi yang paling banyak dan bisa menyebabkan
infeksi yang luas.3 Namun beberapa tahun yang lalu diketahui terdapat penyebab
ensefalitis lain yaitu ensefalitis yang disebabkan oleh autoimun. Dimana terdapat
antibodi pada antigen membran ekstraseluler yaitu subunit NR1 yang merupakan
bagian dari reseptor NMDA (n-Methyl-D-Aspartate). Ensefalitis anti reseptor
NMDA adalah ensefalitis yang diperantai oleh proses imun. 3,4
Pada ensefalitis yang disebabkan oleh virus tidak ditemukan antibodi terhadap
anti reseptor NMDA. Namun pada ensefalitis yang positif terhadap anti reseptor
NMDA didapatkan beberapa gejala yang jarang didapatkan pada ensefalitis oleh
virus seperti yang memiliki gejala seperti halusinasi, psikosis, perubahan
kepribadian, dan iritabilitas.4
Ensefalitis anti reseptor NMDA harus dibedakan dengan ensefalitis yang
disebabkan oleh etiologi lainnya karena selain manifestasinya yang cukup berbeda,
fokus pengobatannya pun berbeda. Pada ensefalitis anti reseptor NMDA, akan
diberikan imunoterapi dan deteksi maupun pengangkatan teratoma. Penyembuhan
dari ensefalitis ini memerlukan waktu beberapa bulan, dimana diperlukan tim
multidisiplin,termasuk di dalamnya adalah rehabilitasi fisik, terapi okupasi,
berbicara, dan bahasa, maupun manajemen psikiatri. 4,5
Prognosis dari ensefalitis anti reseptor NMDA bergantung pada seberapa cepat
diagnosis dan terapi diberikan. Diperlukan pengetahuan yang cukup terutama pada
gejala dan terapi pada ensefalitis anti reseptor NMDA agar pasien bisa memperoleh
penanganan yang tepat sasaran.5
BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RSUD KOTA BEKASI
STATUS PASIEN
Nama Mahasiswa
NIM
I.
IDENTITAS PASIEN
Nomor Rekam Medik
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Alamat
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
: 09.71.xx.xx
: An. S
: Perempuan
: 10 Tahun
: Bekasi
: Islam
::-
ANAMNESIS
Hubungan dengan orang tua: pasien adalah anak kandung.
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis dengan Ibu kandung pasien, kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada:
Lokasi
: BANGSAL MELATI 2
Tanggal / Waktu
: Kamis, 14 Juli 2016
Tanggal masuk
: Minggu, 08 Juli 2016
Keluhan utama
: Kejang sejak 2 minggu yang lalu SMRS
Keluhan tambahan
: Demam
naik turun, dan telah berobat ke 2 klinik berbeda terdekat namun keluhan demam tidak
kunjung sembuh. Batuk, pilek, mual, muntah disangkal oleh ibu pasien.
Kemudian pasien dilakukan perawatan di ruang PICU RSUD Kota Bekasi.
Selama perawatan di PICU pasien tidak mengalami kejang, pasien masih tidak merespon
bila dipanggil, pandangan kosong (+) dan hari berikutnya pasien sering mengamuk dan
tidak mengingat anggota keluarganya, ibu pasien juga mengatakan pasien berangsurangsur membaik kemudian pada tanggal 11 Juli 2016 pasien dipindahkan ke ruang
perawatan biasa.
Morbiditas
kehamilan
Perawatan antenatal
KELAHIRAN
Tempat persalinan
Rumah Bersalin
Penolong persalinan
Bidan
Cara persalinan
Partus Spontan
Masa gestasi
Keadaan bayi
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : umur 6 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor :
-
RIWAYAT MAKANAN
Umur
ASI/PASI
Buah /
(bulan)
Bubur Susu
Nasi Tim
Biskuit
02
ASI
24
ASI
46
ASI
68
8 10
10 -12
12-24
+
+
+
+
+
+
RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin
Dasar ( umur )
Ulangan ( umur )
Hepatitis B
Polio
BCG
bulan
DPT / PT
Campak
RIWAYAT KELUARGA
Corak Reproduksi
No
Tanggal lahir
Jenis
Hidup
Berat
(umur)
kelamin
1.
17 tahun
Perempuan
Ya
2500
2.
10 tahun
Perempuan
Ya
3800
imunisasi
Mati
Keterangan
(sebab)
kesehatan
Lengkap
Sehat
Tdk
Pasien
lahir
lengkap
Riwayat Pernikahan
Ayah
Ibu
Nama
Perkawinan ke-
24 tahun
19 tahun
Pendidikan terakhir
Sarjana
Tamat SMA
Agama
Islam
Islam
Suku bangsa
Sunda
Sunda
Keadaan kesehatan
Sehat
Sehat
Kosanguinitas
Umur
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Alergi
(-)
Difteria
(-)
Penyakit
(-)
jantung
Cacingan
(-)
Diare
(-)
Penyakit ginjal
(-)
DBD
3 thn
Kejang
(-)
Radang paru
(-)
Otitis
(-)
Rubeola
(-)
TBC
(-)
Parotitis
(-)
Operasi
(-)
Lain-lain:
(+) influenza
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
6
Keadaan Umum
Kesan Sakit
Kesadaran
Keadaan lain
Tanda-tanda Vital
-
Nadi : 110x/menit, reguler, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri
Nafas : 36x/menit, regular
Suhu : 36,5C
Pemeriksaan fisik
Kepala : Normosefali
Rambut : Rambut hitam, lurus, lebat, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut
Wajah : Wajah simetris, edema (-), luka atau jaringan parut (-)
Mata
Visus : tidak dilakukan
Ptosis : -/Edema palpebral : -/Sklera ikterik : -/Lagofthalmus : -/Konjungtiva pucat : -/Mata Cekung : -/Exophthalmus : -/Kornea jernih : +/+
Endophtalmus : -/Strabismus : -/Nistagmus : -/Lensa jernih : +/+
Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+, tidak langsung +/+
Telinga
Bentuk : normotia
Nyeri tarik aurikula : -/Liang telinga : lapang
Serumen : -/Cairan : -/-
Hidung
Bentuk : simetris
Sekret : +/+
Mukosa hiperemis : -/Bibir
: mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-), pucat (-)
Mulut : trismus (-), oral hygiene cukup baik, halitosis (-), mukosa gusi berwarna
merah muda, mukosa pipiberwarna merah muda, arkus palatum simetris
Lidah : normoglosia, mukosa berwarna merah muda, hiperemis (-), atrofi papil
(-), tremor (-), lidah kotor(-)
Tenggorokan : tonsil T2-T2, hiperemis (-), detritus (-), dinding posterior faring
tidak hiperemis, arcus faring tidak hiperemis, uvula terletak ditengah
Leher : bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak tampak dan
tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea tampak dan teraba di
tengah
Thoraks :
Jantung
- Inspeksi
Palpasi
Perkusi :
batas kiri jantung
batas kanan jantung
batas atas jantung
Auskultasi
Paru
-
Inspeksi
Palpasi
Abdomen
-
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Submandibula
Supraklavicula
Aksila
Inguinal
Ekstremitas
(-/-),
edema
dorsum
pedis
(-/-),
sianosis
(-),
I.
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
STATUS NEUROLOGIS
GCS : E4 M6 V5
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk
Brudzinksi I
Brudzinski II
Laseque
Kernig
: (-)
: (-)
: (-)
: -/- >70
: -/- >135
Refleks Patologis
II.
Babinski
Chaddock
: -/: -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kimia
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Natrium
139
mmol/L
135-145
Kalium
2.9
mmol/L
3,5 4,6
Chlorida
99
mmol/L
98 108
Hematologi
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
Hemoglobin
9.7
g/dL
11 14,5
Leukosit
9.6
x10^3/uL
5 10
Trombosit
235
x10^3/Ul
150 400
Hematokrit
29.7
40 54
CRP
reaktif
Albumin
Non-reaktif
3.05
g/dL
3.5 4.5
SGOT
25
U/L
<37
SGPT
31
U/L
<41
Ureum
16
mg/dL
20 40
0.36
mg/dL
0.5 1.3
120
mg/dL
60 110
Kreatinin
Kimia
GDS
III.
RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan kejang sejak 2
minggu yang lalu. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, badan terasa kaku, mata
melotot, durasi >15 menit, frekuensi 2-3 kali/hari, setelah kejang pasien
mengalami penurunan kesadaran seperti bila dipanggil pasien tidak merespon
dan pandangan kosong. Sebelum terjadinya kejang, pasien mengeluhkan
demam tinggi sejak 2 minggu yang lalu. Demam dirasa tinggi dan naik turun.
Sebelumnya pasien telah dilakukan perawatan intensive di RS ANA Medika
10
dengan keluhan demam tinggi yang telah berlangsung 5 hari dan kejang yang
baru berlangsung 1 hari. Pada tanggal 21 Juni 2016 pasien datang kembali ke
poli RS ANA Medika untuk dilakukan kontrol post rawat inap. Namun dokter
tidak memberikan obat sepulang dari kontrol tersebut. Sebelum pasien
berobat ke RS ANA Medika,
selama 5 hari, demam naik turun, dan telah berobat ke 2 klinik berbeda
terdekat namun keluhan demam tidak kunjung sembuh. Pasien dirawat di
PICU kejang (-), pasien masih tidak merespon bila dipanggil, pandangan
kosong (+) dan hari berikutnya pasien sering mengamuk dan tidak mengingat
anggota keluarganya. Orang tua pasien juga mengatakan bahwa keluhan
seperti ini baru terjadi pertama kali pada pasien. Di keluarga, tidak ada
riwayat kejang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sadar, tampak sakit
sedang. Pada pengukuran tanda-tanda vital didapatkan suhu tubuh pasien
36,5C, HR 110x/menit, reguler, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, nafas:
36x/menit, tipe torakoabdominal. Pada pemeriksaan status generalis
didapatkan pemeriksaan kepala dan leher dalam batas normal, pemeriksaan
thorax meliputi jantung dan paru tidak didapatkan kelainan, pada
pemeriksaan abdomen tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan pada genitalia
juga tidak didapatkan kelainan. Kedua ekstremitas atas dan bawah tidak
didapatkan kelainan ataupun efloresensi yang bermakna. Pada pemeriksaan
status neurologis tanda rangsang meningeal didapatkan kaku kuduk (-),
brudzinski 1 (-), brudzinski II (-), laseque -/- >70, kernig -/- >135. Pada
pemeriksaan refleks patologis didapatkan hasil pemeriksaan babinski -/- dan
chaddock -/-.
Pada hasil pemeriksaan penunjang Hb 9.7 g/dL, Ht 29.7%, albumin 3.05
g/dL, ureum 16 mg/dL, kreatinin 0.36 mg/dL, GDS 120 mg/dL, K 2.9
mmol/L. Kemudian hasil gambaran darah tepi didapatkan leukositosis akibat
infeksi.
IV.
DIAGNOSA KERJA
Ensefalitis Autoimmune
Ensefalitis HSV
V.
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
o IVFD RL 20 tpm makro
11
o
o
o
VI.
Dexamethason loading 10 mg
Fenitoin loading 20 mg/KgBB i.v
Ranitidin 2x1/2 amp
PROGNOSIS
Ad Vitam
: Dubia ad Bonam
Ad Functionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
VII.
FOLLOW UP
Tanggal
15/7/16
Perjalanan penyakit
Terapi
S: keluhan (-)
Tanpa infus
Fenitoin 2x75 mg
S: keluhan (-)
Tanpa infus
Fenitoin 2x75mg
Rencana pulang
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Reseptor NMDA adalah reseptor ionotropik glutamat yang terdiri dari 2 subunit
NR1 (GluN1) dan 2 subunit NR2/3 (GluN2/3). Nantinya subunit ini akan berikatan
dengan glutamat dan membentuk ikatan dengan asam amino. Reseptor NMDA
penting dalam proses belajar dan memori. Penurunan fungsi reseptor NMDA dapat
menimbukan gejala mirip skizofrenia, sedangkan peningkatan aktivitas pada
reseptor NMDA akan berkaitan dengan kondisi demensia atau kejang. 6
Ensefalitis anti reseptor NMDA adalah penyakit inflamasi otak dimana terjadi
proses autoimun dengan sasaran subunit dari NMDA yaitu NR1 dan mengakibatkan
beberapa gejala.5-7Gejala pada ensefalitis anti reseptor NMDA dapat meliputi gejala
psikiatri ataupun gejala inflamasi sistem saraf pusat. 8
Etiologi
Secara umum etiologi ensefalitis dapat dibagi menjadi beberapa kelompok besar,
yaitu infeksi dan sistem imun.Pada ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi, agen
infeksi yang paling banyak ditemukan adalah virus.Pada ensefalitis yang
diperantarai oleh sistem imun, proses imun bisa terjadi karena proses imun akibat
infeksi sebelumnya ataupun akibat reaksi terhadap agen non infeksius, misalnya
tumor. Ensefalitis anti reseptor NMDA sendiri merupakan salah satu ensefalitis yang
disebabkan oleh sistem imun.9
13
Ensefalitis anti reseptor NMDA pertama kali diteliti lebih lanjut pada tahun 2005,
dimana pada saat itu ada laporan kasus wanita dengan teratoma ovarium yang
memiliki sindrom gangguan neurologi berupa defisit memori, gejala psikiatri,
penurunan kesadaran, dan hipoventilasi.Sesudah diteliti lebih lanjut, ditemukan
bahwa pada kasus tersebut terdapat antibodi spesifik pada otak yang menyerang
reseptor NMDA, antibodi inilah yang diduga menyebabkan munculnya sindrom
tersebut.7,8
14
gangguan gerak yang kompleks dan gangguan pernapasan yang bisa menimbulkan
disfungsi respirasi.5
Perjalanan penyakit dari ensefalitis anti reseptor NMDA memiliki beberapa
tahap, dimana tahapan ini dapat berakhir pada penyembuhan yang sempurna atau
terbatas, ataupun kematian.13Sindrom pada ensefalitis bergantung pada progresivitas
dari penurunan jumlah reseptor NMDA yang tersedia. Makin sedikit jumlah reseptor
NMDA yang mampu berfungsi dengan normal, maka ensefalitis anti reseptor
NMDA yang diderita akan bertambah parah.5,8
Tumor diduga dapat meningkatkan respon imun terhadap reseptor NMDA dengan
cara menurunkan toleransi imun. Walaupun tumor dapat berperan pada patogenesis
dari ensefalitis anti reseptor NMDA, penyakit ini masih dapat terjadi tanpa
ditemukannya tumor.5Ada atau tidaknya tumor tidak mempengaruhi tingkat
keparahan ensefalitis anti reseptor NMDA.7
Manifestasi Klinis
a. Gejala Prodromal
70% dari pasien ensefalitis anti reseptor NMDA mengalami fase
prodromal.Gejala prodromal yang dialami adalah flu like syndrome, seperti
demam, malaise, nyeri kepala, rhinitis, mual, muntah, dan diare. 5,7 Gejala ini
biasanya berlangsung hingga 5 hari, namun dapat berlangsung hingga lebih dari 2
minggu sebelum gejala pada fase selanjutnya muncul.
b. Gejala Psikiatri
Selanjutnya dalam waktu sekitar 2 minggu, pasien dengan ensefalitis anti
reseptor NMDA akanmulai menunjukan gejala psikiatri, seperti cemas, paranoia,
ketakutan, psikosis, mania, dan insomnia. Pada fase psikotik ini biasanya pasien
memeriksakan diri ke psikiater dan terdiagnosis sebagai psikosis akut atau
skizofrenia. Gejala disregulasi mood dan depresi dapat berkembang ke gangguan
perilaku dan kepribadian, delusi, atau gangguan berpikir, ide paranoid, dan
halusinasi.5,13,14
Delapan puluh lima persen pasien dewasa dengan ensefalitis anti reseptor
NMDA awalnya ke psikiater untuk keluhan seperti kecemasan, agitasi, dan
halusinasi auditori dan visual. Pada penelitian ensefalitis anti reseptor NMDA
pada anak, 87% dari sampel menunjukan adanya perubahan perilaku seperti
tantrum, hiperaktif, dan iritabel ataupun perubahan kepribadian. Pada kasus
ensefalitis anti reseptor NMDA pada remaja perempuan ditemukan adanya mania
15
akut dengan psikosis.5,7 Gejala psikiatri pada ensefalitis anti reseptor NMDA
seringkali mendominasi keadaaan klinis pasien. 10,14
c. Gejala Neurologi
Gejala neurologi biasanya muncul sesudah onset 1 bulan. Gejala neurologi
utama yang bisa muncul pada anak adalah gangguan gerak, bangkitan, dan
gangguan kognitif. Gejala lain yang sering muncul pada ensefalitis anti reseptor
NMDA dewasa adalah gangguan otonom dan tidur.10
Gangguan gerak yang sering terjadi pada anak dengan ensefalitis anti
reseptor NMDA adalah diskinesia orofasial, koreoatetosis, dan distonia.Pada
beberapa kasus ditemukan pula opistotonus dan krisis okulogirus dan
rigiditas.Diskenesia orofasial adalah gerakan seperti mengunyah, menggigit
lidah, lip smacking, dan facial grimacing. Keadaan opistotonus, distonia, dan
krisis okulogirus berhubungan dengan takikardi dan hipertensi.
Bangkitan berupa kejang parsial, kejang generalisata, dan status epileptikus
dapat terjadi pada ensefalitis anti reseptor NMDA.Namun diantara bangkitan ini,
kejang parsial merupakan bangkitan yang sering terjadi. Epilepsi dengan onset
pada wanita usia muda dan remaja dapat merupakan manifestasi klinis dari
ensefalitis anti reseptor NMDA.
Gangguan kognitif berupa kehilangan ingatan jangka pendek, penurunan
kemampuan berbicara, dan ekolalia sering ditemukan pada ensefalitis anti
reseptor NMDA.Gejala ini sering diikuti dengan penurunan kesadaran dan
periode agitasi dan katatonik.
Keadaan di mana pasien dalam keadaan tidak responsif dengan hipoventilasi,
instabilitas
otonom,
dan
diskinesia
merupakan
tahapan
sesudah
fase
psikotik.Pada tahapan ini pasien dalam keadaan membuka mata namun tidak
responsif pada rangsangan visual.Pasien biasanya diam atau hanya bergumam
kata-kata yang tidak jelas.Tonus otot meningkat dan status katatonik dengan
distonik dan postur kataleptik bisa terjadi.Diskinesia dimulai dari wajah atau
mulut dan bermanifestasi dengan menggeretakkan gigi atau distonia rahang. 5
d. Disfungsi Otonom
Gejala disfungsi otonom berupa takikardi, hipertensi, dan hipertermia banyak
terjadi pada kasus ensefalitis anti reseptor NMDA pada anak. 5 Gejala seperti
hipotensi, hipotermia, disfungsi ereksi, dan retensi urin juga dapat terjadi pada
ensefalitis anti reseptor NMDA. 11Instabilitas otonom dan disritmia pada
kelompok usia dewasa terjadi lebih berat dibanding pada kelompok anak.
16
Hipertermia sebagai gejala pada ensefalitis anti reseptor NMDA dapat digunakan
untuk mengeksklusikan penyakit infeksi. Hipersalivasi dan inkontinensia urin
juga sering terjadi pada ensefalitis anti reseptor NMDA. 5,11 Pasien dengan
ensefalitis anti reseptor NMDA biasanya memiliki 3 atau lebih gangguan
otonom.11
e. Gejala Lain
Gejala lain yang sering terjadi pada ensefalitis anti reseptor NMDA
kelompok dewasa adalah insomnia, dimana gejala ini sering kali menjadi gejala
awal. Gangguan siklus tidur dan bangun seringkali terganggu, dimana pasien
lebih banyak dalam keadaan sadar. Hipersomnia dapat terjadi pada proses
penyembuhan dari ensefalitis anti reseptor NMDA. 5
Diagnosa
1. Anamnesa
Ensefalitis anti reseptor NMDA biasanya terjadi pada usia kurang dari 50
tahun, terutama pada anak atau remaja. Biasanya keluhan yang membuat pasien
datang ke dokter adalah perubahan perilaku atau psikosis, gerakan atau
pergerakan yang abnormal (diskinesia), kejang, dan instabilitas otonom, seperti
hipoventilasi.7
2. Pemeriksaan Fisik
Ensefalitis anti reseptor NMDA menunjukan gejala sistemik maupun
neurologis yang nonspesifik.Hal ini membuat tidak ada penunjuk spesifik pada
pemeriksaan fisik.Gejala seperti perubahan kesadaran, gangguan gerak,
bangkitan, dan gangguan neuropsikiatri dapat menjadi pertimbangan dalam
diagnosa ensefalitis anti reseptor NMDA.Dari pemeriksaan neurologi dapat
ditemukan disfungsi serebral yang difus seperti peningkatan refleks tendon,
respon plantar ekstensor, abnormalitas tonus, ataksia, dan kesulitan dalam
melakukan motorik halus.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa pencitraan saraf, seperti CT (Computed
Tomography) scan kepala tidak terlalu bermanfaat karena sensitivitasnya yang
rendah. Pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) otak pada 50% kasus
ensefalitis anti reseptor NMDA menunjukan hipersensitivitas pada hipokampus,
serebelum, frontobasal, ganglia basalis, medulla oblongata dan medulla spinalis.
Pemeriksaan MRI berkala pada ensefalitis anti reseptor NMDA tidak menunjukan
perubahan yang signifikan, dimana hasil MRI tetap dalam keadaan normal atau
hanya menunjukan sedikit perubahan.6Bahkan didapatkan mayoritas pasien
ensefalitits anti reseptor NMDA memiliki hasil pencitraan saraf yang
17
Diagnosa Banding
Ensefalitis anti reseptor NMDA memiliki gejala klinis yang kurang khas. Hal ini
membuat diagnosa banding dari penyakit ini cukup luas, yaitu semua penyakit
inflamasi pada otak. Beberapa diantaranya adalah ensefalitis yang disebabkan oleh
virus dan bakteri, beberapa entiologi di antaranya ialah virus herpes simplex tipe 1,
human herpes virus tipe 6, enterovirus, dan mycoplasma. 4Virus herpes simplex dan
human herpes virus 6 (HHV-6) adalah virus yang paling sering menyebabkan
ensefalitis virus.7
18
Ensefalitis anti reseptor NMDA memiliki gejala psikiatri yang sering kali salah
didiagnosis sebagai psikosis onset awal. Pasien yang salah didiagnosa tersebut
biasanya mendapat pengobatan anti psikotik, seperti haloperidol, dan ketika gejala
seperti rigiditas dan instabilitas mulai muncul, biasanya pasien akan didiagnosa
sebagai sindrom neuroleptic malignant. Selain itu obat-obat yang memblok reseptor
NMDA seperti phencyclidine akan memberikan gejala yang mirip dengan ensefalitis
anti reseptor NMDA.
Tata Laksana
Penatalaksanaan pada ensefalitis anti reseptor NMDA berpusat pada imunoterapi
dan deteksi serta pengangkatan teratoma.Imunoterapi pada awal ensefalitis anti
reseptor NMDA menunjukan penyembuhan yang lebih cepat dan menurunkan
morbiditas. Imunoterapi sebagai lini pertama yang digunakan saat ini adalah
kortikosteroid, plasmaferesis, atau IVIG.Kombinasi pengobatan yang bisa
digunakan misalnya, IVIG 0,4g/kg berat badan untuk 5 hari dan methylprednisolone
1g/hari untuk 5 hari.Terapi ini lebih mudah digunakan dibandingkan dengan
plasmaferesis. Walaupun plasmaferesis dapat menurunkan titer antibodi terhadap
reseptor NMDA dalam beberapa minggu, namun pelaksanaannya lebih sulit,
terutama pada pasien anak, pasien yang kurang kooperatif ataupun pasien dengan
19
Komplikasi
Komplikasi dari ensefalitis anti reseptor NMDA yang ridak diobati adalah sepsis,
sudden cardiac arrest, acute respiratory distress, status epileptikus refrakter, dan
perburukan dari tumor.5 Komplikasi ini dapat menyebabkan kematian pada
ensefalitis anti reseptor NMDA.
Prognosis
Prognosis pada ensefalitis anti reseptor NMDA berkaitan dengan kapan diagnosis
ditegakan, terapi imunomodulator, dan pengangkatan tumor pada kasus neoplasma.
Pada suatu penelitian dengan sampel 31 anak dengan ensefalitis anti reseptor
NMDA, 29% pasien sembuh sempurna, 45% perbaikan dengan defisit yang sedang,
26% dengan perbaikan yang terbaas, defisit yang parah, dan perbaikan yang lambat.
Pada fase akut, pasien biasanya perlu dirawat di rumah sakit selama 3-4 bulan,
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrisons Principles
of Internal Medicine: Volumes 1 and 2, 18th Edition. 18th ed. McGraw-Hill
Professional; 2011.
2. Lewis P dan Glaser CA. Encephalitis. Pediatrics in Review. 2005; 26: 353-363.
3. Dewanto, George., Wita JS, Budi R, dan Yuda T. Panduan Praktis Diagnosis & Tata
Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC; 2007.
4. Gable MS, Gavali S, Radner A, Tilley DH, Lee B, Dyner L, et al. Anti-NMDA
receptor encephalitis: report of ten cases and comparison with viral encephalitis. Eur
J Clin Microbiol Infect Dis. 2009; 28:1421-1429.
5. Jones KC, Benseler SM, dan Moharir M. Anti-NMDA Receptor Encephalitis.
Neuroimag Clin N Am. 2013; 23: 309-320.
6. Gleichman AJ, Spruce LA, Dalmau J, Seeholzer SH, dan Lynch DR. Anti-NMDA
Receptor Encephalitis Antibody Binding is Dependent on Amino Acid Identity of a
Small Region within the GluN1 Amino Terminal Domain. The Journal of
Neuroscience. 2012; 32(32): 11082-11094.
7. Dalmau J, Lancaster E, Hernandez EM, Rosenfeld MR, dan Gordon RB. Clinical
Experience and Laboratory Investigations In Patients With Anti-NMDAR
Encephalitis. Lancet Neurol. 2011; 10(1): 63-74.
8. Luca N, Daengsuwan T, Dalmau J, Jones K, deVeber G, Kobayashi J, Laxer RM, dan
Benseler
SM.
Anti-N-Methyl-D-Aspartate
Receptor
Encephalitis:
A Newly
21
10. Lennox BR, Coles AJ, dan Vincent A. Antibody-mediated encephalitis: a treatable
cause of schizophrenia. BJPsych. 2012; 200: 92-94.
11. Ferdinand P dan Mitchell L. Anti-NMDA Receptor Encephalitis. J Clin Cell Immunol.
2012; S10:1-6.
12. Hughes EG, Peng X, Gleichman AJ, Lai M, Zhou L, Tsou R, et al. Cellular and
Synaptic Mechanisms of Anti-NMDA Receptor Encephalitis. The Journal of
Neuroscience. 2010; 30(17): 5866-5875.
13. Chapman MR dan Vause HE. Anti-NMDA Receptor Encephalitis: Diagnosis,
Psychiatric Presentation, and Treatment. Am J Psychiatry. 2011; 168(3): 245-251.
14. Peery HE, Day GS, Dunn S., et al. Anti-NMDA receptor encephalitis. The disorder,
the diagnosis and the immunobiology, Autoimmun. 2012 March;AUTREV-01245; No
of Pages 10
15. Tsutsui K, Kanbayashi T, Tanaka K, Boku S, Ito W, Tokunaga J, et al. Anti-NMDAreceptor antibody detected in encephalitis, schizophrenia, and narcolepsy with
psychotic features. BMC Psychiatry. 2012; 12: 37.
22