Anda di halaman 1dari 6

Spesialis dapat memusatkan diri pada pekerjaan sesuai dengan keahliannya.

(pengahlian dl suatu cabang ilmu, pekerjaan, kesenian, dsb).

Abraham Maslow (Teori Hierarki Kebutuhan)


Teori hierarki kebutuhan Maslow adalah teori yang diungkapkan
oleh Abraham Maslow. Ia beranggapan
bahwa kebutuhan-kebutuhan di
tingkat rendah harus terpenuhi atau
paling tidak cukup terpenuhi terlebih
dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan
di tingkat lebih tinggi menjadi hal
yang memotivasi.
Kebutuhan-kebutuhan ini sering
disebut Maslow sebagai kebutuhankebutuhan dasar yang digambarkan
sebagai sebuah hierarki atau tangga
yang menggambarkan tingkat
[1]
kebutuhan. Terdapat lima tingkat kebutuhan dasar, yaitu : kebutuhan
fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan
kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi
diri[2] Maslow memberi hipotesis bahwa setelah individu memuaskan
kebutuhan pada tingkat paling bawah, individu akan memuaskan kebutuhan
pada tingkat yang berikutnya.[3] Jika pada tingkat tertinggi tetapi kebutuhan
dasar tidak terpuaskan, maka individu dapat kembali pada tingkat kebutuhan
yang sebelumnya.[3] Menurut Maslow, pemuasan berbagai kebutuhan
tersebut didorong oleh dua kekuatan yakni motivasi kekurangan (deficiency
motivation) dan motivasi perkembangan (growth motivation).[4] Motivasi
kekurangan bertujuan untuk mengatasi masalah ketegangan manusia karena
berbagai kekurangan yang ada. [4] Sedangkan motivasi pertumbuhan
didasarkan atas kapasitas setiap manusia untuk tumbuh dan berkembang. [4]
Kapasitas tersebut merupakan pembawaan dari setiap manusia.
1. Kebutuhan Fisiologis
kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan
hidupnya secara fisik. Kebutuhan-kebutuhan itu seperti kebutuhan
akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, tidur dan
oksigen. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah potensi paling
dasar dan besar bagi semua pemenuhan kebutuhan di atasnya.
2. Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa
aman fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan

dari daya-daya mengancam seperti perang, terorisme, penyakit,


takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana alam.
3. Kebutuhan Kasih Sayang
Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi dorongan untuk bersahabat,
keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk
dekat pada keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan
untuk memberi dan menerima cinta.
4. Kebutuhan Penghargaan
Maslow menemukan bahwa setiap orang yang memiliki dua
kategori mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang
lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah adalah
kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status,
ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi,
martabat, bahkan dominasi. Kebutuhan yang tinggi adalah
kebutuhan akan harga diri termasuk perasaan, keyakinan,
kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian dan kebebasan.
Sekali manusia dapat memenuhi kebutuhan untuk dihargai, mereka
sudah siap untuk memasuki gerbang aktualisasi diri, kebutuhan
tertinggi yang ditemukan Maslow.
5. Kebutuhan Aktulisasi Diri
Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan
keseimbangan, tetapi melibatkan keinginan yang terus menerus
untuk memenuhi potensi.[2] Maslow melukiskan kebutuhan ini
sebagai hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuh
kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar
pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
(1) kebutuhan fisiologikal (physiologicalneeds), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan
sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi
juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs);
(4)kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti
tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

Douglas Mc Gregor (Teori X dan Y)


Teori ini diungkapkan oleh Douglas McGregor yang mengemukakan
strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen
partisipasi. Konsep terkenal dengan menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar
manusia. Pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai gaya

kepemimpinan otoriter dan sebaliknya, seorang pemimpin yang menyukai


teori Y lebih menyukai gaya kepemimpinan demokratik. Untuk kriteria
karyawan yang memiliki tipe teori X adalah karyawan dengan sifat yang tidak
akan bekerja tanpa perintah, sebaliknya karyawan yang memiliki tipe teori Y
akan bekerja dengan sendirinya tanpa perintah atau pengawasan dari
atasannya. Tipe Y ini adalah tipe yang sudah menyadari tugas dan tanggung
jawab pekerjaannya.
-

Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)


Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting
dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal
dengan Model Dua Faktor dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan
factor hygiene atau pemeliharaan.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal
yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber
dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau
pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti
bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara
lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan
bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan
faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status
seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya,
hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang
diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi
dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori
Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih
berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik
ataukah yang bersifat ekstrinsik.

Robert Blake dan Jane Mouton :

Kelima gaya kepemimpinan yang dihasilkan adalah sebagai berikut:


1.

Impoverished Management (1, 1)


Manajer dengan pendekatan ini sifatnya rendah perhatiannya pada
dimensi orang (concern for people) dan orientasi pada tugas (concern for
production). Pemimpin memiliki kepedulian yang rendah terhadap
kepuasan karyawan dan produksi yang seharusnya dihasilkan oleh
organisasi dan menggambarkan adanya ketidakharmonisan dan
disorganisasi. Para pemimpin di titik ini bisa dikatakan tidak efektif
dimana tindakan mereka hanya ditujukan untuk melestarikan jabatan dan
senioritas.

Blake and Mouton Managerial-Grid IMG


2. Task management (9, 1)
Juga disebut gaya diktator atau membinasakan. Berikut pemimpin
lebih peduli tentang produksi dan memiliki kepedulian yang minim bagi
orang-orang. Gaya ini didasarkan pada teori X dari McGregor. Kebutuhan
karyawan tidak diperhatikan dan mereka hanyalah sebuah sarana untuk
mencapai tujuan. Pemimpin percaya efisiensi dapat dihasilkan hanya melalui
organisasi yang tepat dari sistem kerja dan mengeliminir keterlibatan orang
sedapat mungkin. Gaya ini dengan sendirinya meningkatkan output dari
organisasi dalam jangka pendek namun karena kebijakan dan prosedur yang
ketat, maka perputaran tenaga kerja yang tinggi tidak bisa dihindari.
3. Middle-of-the-Road (5, 5)
Ini pada dasarnya adalah gaya mengorbankan dimana pemimpin
mencoba untuk menjaga keseimbangan antara tujuan perusahaan dan
kebutuhan manusianya. Pemimpin tidak mendorong batas-batas
pencapaian menghasilkan kinerja rata-rata untuk organisasi. Pada titik ini
kebutuhan karyawan dan produksi sepenuhnya tidak terpenuhi.
4. Country Club (1, 9)
Ini adalah gaya kolegial ditandai perhatian terhadap tugas yang rendah
dan tinggi terhadap orientasi orang dimana pemimpin berusaha
menciptakan suasana lingkungan yang semua orang bekerja dengan
rileks, bersahabat, dan bahagia bekerja dalam organisasinya. Dalam
suasana seperti ini tidak ada satu orang pun yang mau memikirkan
tentang usaha-usaha koordinasi guna mencapai tujuan organisasi. Namun,
fokus pada tugas-tugas yang rendah dapat menghambat produksi dan
menyebabkan hasil dipertanyakan.
5. Team Management (9, 9)
Ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap orang-orang dan fokus
pada tugas, gaya ini didasarkan pada teori Y McGregor yang berasumsi
bahwa orang akan menghasilkan sesuatu apabila mereka memperoleh
kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang berarti. Selain itu, dalam

gaya kepemimpinan team management terdapat kesepkatan untuk


melibatkan anggota organisasi dalam pengambilan keputusan dengan
maksud mempergunakan kemampuan mereka untuk memperoleh hasil
yang terbaik yang mungkin dapat dicapai dan gaya ini yang paling efektif
menurut Blake dan Mouton. Pemimpin merasa bahwa pemberdayaan,
komitmen, kepercayaan, dan rasa hormat merupakan elemen kunci dalam
menciptakan suasana tim yang secara otomatis akan menghasilkan
kepuasan karyawan dan produksi yang tinggi.
Implikasi kisi-kisi manjerial
Kisi-kisi manjerial Black dan Mouton digunakan untuk membantu
manajer menganalisis gaya kepemimpinan mereka sendiri melalui teknik
yang dikenal sebagai pelatihan grid. Hal ini dilakukan dengan pemberian
kuesioner yang membantu para manajer mengidentifikasi bagaimana
menempatkan diri sehubungan dengan concern mereka terhadap dimensi
produksi dan manusia. Pelatihan terhadap para manajer juga bertujuan untuk
membantu para pemimpin guna mencapai keadaan ideal 9, 9 atau Team
Management.

Rensis Linkert
Rensis Linkert dari Universitas Michighan mengembangkan model
peniti penyambung (linking pin model) yang menggambarkan struktur
organisasi. Menurut Luthans (1973) struktur peniti penyambung ini
cenderung menekankan dan memudahkan apa yang seharusnya terjadi
dalam struktur klasik yang birokratik. Ciri organisasi berstruktur peniti
penyambung adalah lambatnya tindakan kelompok, hal ini harus diimbangi
dengan memanfaatkan partisipasi yang positif.
Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan
baik maka operasional organisasi akan membaik.
Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:

1. Sistem Pertama: Sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala
sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan
balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan
tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan
atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman dan hukuman jika
tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas kebawah.
2. Sistem Kedua: Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih
sensitif terhadap kebutuhan karyawan. Manajemen berkenan untuk percaya

pada bawahan dalam hubungan atasan dan bawahan, keputusan ada di atas
namun ada kesempatan bagi bawahan untuk turut memberikan masukan
atas keputusan itu.
3. Sistem Ketiga: Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari
karyawan. Disini karyawan bebas berhubungan dan berdiskusi dengan atasan
dan interaksi antara pimpinan dan karyawan nyata. Keputusan di tangan
atasan, namun karyawan memiliki andil dalam keputusan tersebut.s
4. Sistem Keempat: Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif
dalam membuat keputusan. Disini manajemen percaya sepenuhnya pada
bawahan dan mereka dapat membuat keputusan. Alur informasi keatas,
kebawah, dan menyilang. Komunikasi kebawah pada umumnya diterima, jika
tidak dapat dipastikan dan diperbolehkan ada diskusi antara karyawan dan
manajer. Interaksi dalam sistem terbangun, komunikasi keatas umumnya
akurat dan manajer menanggapi umpan balik dengan tulus. Motivasi kerja
dikembangkan dengan partisipasi yang kuat dalam pengambilan keputusan,
penetapan goal setting (tujuan) dan penilaian .

Fiedler
Pendekatan kontingensi menggambarkan bahwa gaya kepemimpinan yang
digunakan tergantung pada faktor - faktor seperti situasi, karyawan, tugas,
dan variable -variabel organisasi yang lain.
Fiedler menyatakan bahwa kepemimpinan efektif tergantung pada
karakteristik pemimpin dan faktor situasional.
Faktor situasional yang diidentifikasikan adalah:
a. Hubungan pemimpin & bawahan
Seberapa besar bawahan percaya pada atasannya.
b. Struktur tugas
Seberapa jelas tugas yang diberikan pada bawahan.
c. Posisi kekuasaan atasan
Mengukur tingkat kekuasaan pemimpin (legitimate, reward & coersive
power)

Anda mungkin juga menyukai