Gambar 1. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular berbisa
dengan bekas taring
Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular
Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa
hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa
neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu
bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan.
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang
yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi
panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala
dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan
banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain
adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar,
pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan
(terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).
GEJALA KLINIS :
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.
Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah
yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi (ludah
bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur
Gigitan Elapidae
(misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai, coral snakes,
mambas, kraits)
1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada
kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3. Setelah digigit ular
a. 15 menit: muncul gejala sistemik.
b. 10 jam: paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah
menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan
kabur, mati rasa di sekitar mulut.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
Gigitan Viperidae/Crotalidae
(ular: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo):
1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat
gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2. Gejala sistemik muncul setelah 5 menit atau setelah beberapa jam.
3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam
atau ditandai dengan perdarahan hebat.
Gigitan Hydropiidae
(misalnya: ular laut):
1. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh,
dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin
warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae
(misalnya: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo)
1. Gejala lokal: ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah
gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin.
2. Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Rasa nyeri pada gigitan ular mungkin ditimbulkan dari amin biogenik, seperti histamin dan 5hidroksitriptamin, yang ditemukan pada Viperidae.
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu terjadi
edem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat),
paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).
b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar +
10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai
dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan
perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran
darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran
darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.
c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan
nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan
resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock,
shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat
terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan
ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.
d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka
diberikan satu dosis toksoid tetanus.
e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular.
f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik.
g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka
sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa
bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa
ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas.
IstimewaSebagian
Istimewa
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Istimewa
Penanganan medis
1. Pertama kali yang ditangani adalah kondisi gawat yang mengancam nyawa (prinsip ABC)
kesulitan bernafas memerlukan ETT (endo tracheal tube) dan ventilator. Gangguan sirkulasi
darah memerlukan cairan intravena dan mungkin berbagai obat untuk menanggulangi gejala
yang timbul: nyeri, kesemutan, pembengkakan.
2. Monitor tanda-tanda kegawatan pernafasan dan kardiovaskuler.
3. Siapkan ICU/ventilator bila sewaktu-waktu terjadi gangguan pernafasan.
4. Pasang intravenous line dengan jarum besar, berikan serum ABU (Anti Bisa Ular)
sebanyak 2 ampul atau dalam 500 cc Dextrose 5% / NaCL fisiologis, minimal 2000 cc per 24
jam. Maksimum pemberian SABU 20 ampul per 24 jam. Bila jenis ular yang menggigit
diketahui dan ada serum ABU yang sesuai, berarti serum ABU monovalen diberikan, atau
alternatif bila ular penggigit tidak diketahui dapat diberikan serum anti bisa polivalen.
5. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian serum ABU: Pemilihan anti bisa ular
tergantung dari spesies ular yang menggigit. Dosis yang tepat sulit untuk ditentukan karena
tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah korban dan keadaan korban
sewaktu menerima anti serum. Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2%
dalam garam faali dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40 - 80 tetes per menit,
kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang
atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum (80 - 100
ml). Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena
dengan sangat perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-anak sama atau lebih besar
daripada dosis untuk dewasa. Cara lain: penyuntikan serum Anti Bisa Ular (ABU) polivalen
sebanyak 2,5 ml secara intramuskuler atau intravena dan 2,5 ml suntikan infiltrasi sekitar
luka. ABU disimpan pada suhu 2 - 8C dalam lemari es, jangan dalam freezer. Masa
kadaluarsa = 2 tahun.
6. Efek Samping ABU:
a. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam waktu
beberapa jam sesudah suntikan.
b. Serum sickness; dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal,
eksantema, sesak napas dan gejala alergi lainnya.
c. Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara intravena.
d. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum dalam
jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.
7. Pengaruh Anti Bisa Ular:
a. Terhadap Kehamilan: Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular pada kehamilan.
Keuntungan penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi kemungkian risiko penggunaan
serum anti bisa ular.
b. Terhadap Ibu Menyusui: Tidak ada data. Keuntungan pengunaan terhadap ibu melebihi
kemungkinan risiko pada bayi.
c. Terhadap Anak-anak: Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap envenoming
yang parah karena massa tubuh yang lebih kecil dan kemungkinan aktivitas fisik yang lebih
besar. Anak-anak membutuhkan dosis yang sama dengan dewasa, dan tidak boleh diberikan
dosis anak berdasarkan berat badan (pediatric weight-adjusted dose);disebabkan hal ini dapat
menimbulkan perkiraan dosis yang lebih rendah. Jumlah serum anti bisa ular yang diperlukan
tergantung dari jumlah bisa ular yang perlu dinetralisasi bukan berat badan pasien.
8. Pengobatan penunjang berupa: infus NaCl 0,9%.
9. Antibiotik profilkasis Ciprofloxacin 2 x 500 mg.
10. Pemberian Anti Tetanus Serum (ATS) 1500 U atau immunoglobulin 250 U intramuskuler
dan Tetanus Toksoid 1 ml.
11. Bila timbul gejala umum seperti syok, lumpuh dan sesak nafas, penderita harus dirujuk ke
rumah sakit.
12. Gigitan ular tak berbisa tidak memerlukan pertolongan khusus, kecuali pencegahan
infeksi.
13. Rawat/tutup luka dengan balutan steril dan salep/kasa antibiotik/antiseptik.
14. Waspadai terjadi kompartemen sindrom 5P (pain, pallor, pulselessness, paralysis, pale)
yang berarti memperhatikan jika terjadi gejala sakit, muka memucat, denyut nadi lemah,
kelumpuhan dan warna kulit memucat.
15. Berikan terapi suportif: tetanus toxoid dan antibiotik. (dari berbagai sumber)