Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ikhtiologi (Bahasa Inggris: ichthyology, Bahasa Yunani: ichthyon = "ikan" dan logos =
"lambang, pengetahuan") merupakan salah satu cabang ilmu Biologi (zoologi) yang
mempelajari khusus tentang ikan beserta segala aspek kehidupan yang dimilikinya. Istilah ini
berasal dari Ichthyologia (bahasa Latin: Yunani) dimana perkataan Ichthys artinya ikan dan
logos artinya ajaran. Ilmu pengetahuan tentang ikan dimunculkan oleh rasa ingin tahu oleh
manusia dan kebutuhan akan informasi untuk kepentingan perdagangan dan industri ataupun
pariwisata. Keuntungan mempelajari ikhtiologi hampir tak terbatas, orang-orang yang
mempelajari ilmu ini adalah para ahli ikan profesional maupun yang bukan.
Ilmu mengenai perikanan di Indonesia relatif masih baru. Akhir-akhir ini ilmu tentang
perikanan banyak dipelajari mengingat ikan merupakan salah satu sumberdaya yang penting.
Sebelum kita membahas lebih lanjut pengertian ikhtiologi, sebaiknya perlu diketahui tentang
Apakah Ikan itu?. Ikan merupakan salah satu jenis hewan vertebrata yang bersifat
poikilotermis, memiliki ciri khas pada tulang belakang, insang dan siripnya serta tergantung
pada air sebagai medium untuk kehidupannya. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk
bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak
tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin.
Dari keseluruhan vertebrata, sekitar 50,000 jenis hewan, ikan merupakan kelompok
terbanyak di antara vertebrata lain memiliki jenis atau spesies yang terbesar sekitar 25,988 jenis
yang terdiri dari 483 famili dan 57 ordo. Jenis-jenis ikan ini sebagian besar tersebar di perairan
laut yaitu sekitar 58% (13,630 jenis) dan 42% (9870 jenis) dari keseluruhan jenis ikan. Jumlah
jenis ikan yang lebih besar di perairan laut, dapat dimengerti karena hampir 70% permukaan
bumi ini terdiri dari air laut dan hanya sekitar 1% merupakan perairan tawar. Setelah kita
mendefinisikan pengertian tentang ikan, dapatlah dimengerti mengapa ilmu tentang perikanan
perlu dipelajari. Selain ikan merupakan salah satu sumberdaya yang penting, nilai-nilai
kepentingan yanglain dari ikan antara lain dapat memberikan manfaat untuk rekreasi, nilai
ekonomi atau bernilai komersial, dan ilmu pengetahuan untuk masayarakat. Ikhtiologi atau
Ichthyology merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari ikan secara ilmiah
dengan penekanan pada taksonomi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka perlu dirumuskan
masalah masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan ikan?
2. Bagaimana morfologi pada ikan?
3. Apa yang dimaksud dengan Ichthyologi?
4. Siapa saja para ilmuan yang berperan aktif dalam perkembangan Ichthyologi?
5. Kapan dan bagaimana sejarah Ichthyologi muncul?
6. Apa yang dimaksud dengan Taksonomi dan bagaimana sejarahnya?
7. Apa saja bagian-bagian yang terdapat pada tubuh ikan?

1.3 Tujuan Penulisan


Ada pun tujuan dalam penyusunan makalah ini, yaitu:
1. Agar pembaca mampu menjelaskan pengertian dan klasifikasi ikan
2. Agar pembaca memahami morfologi ikan
3. Agar pembaca mampu menjelaskan sejarah ikhtiologi
4. Agar pembaca mampu memahami dan menjelaskan pengertian iktiologi, ikan, sistematika,
dan nomenklatur/tata nama
5. Agar pembaca mengenal tentang ikan lebih mendalam
6. Agar pembaca memahami sejarah Taksonomi
7. Agar pembaca lebih memahami ilmu Taksonomi
8. Agar pembaca mampu memahami dan menjelaskan pengertian morfometrik
9. Agar pembaca mampu memahami dan menjelaskan pengertian meristik

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengenalan Tentang Ikan
Ikan adalah hewan berdarah dingin, ciri khasnya adalah mempunyai tulang belakang, insang
dan sirip, dan terutama ikan sangat bergantung atas air sebagai medium dimana tempat mereka
tinggal. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip
untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air
yang disebabkan oleh arah angin.
Dalam keluarga hewan bertulang belakang/vertebrata, ikan menempati jumlah terbesar,
sampai sekarang terdapat sekitar 25.000 species yang tercatat, walaupun perkiraannya ada pada
kisaran 40.000 spesies, yang terdiri dari 483 famili dan 57 ordo. Jenis-jenis ikan ini sebagian
besar tersebar di perairan laut yaitu sekitar 58% (13,630 jenis) dan 42% (9870 jenis) dari
keseluruhan jenis ikan. Jumlah jenis ikan yang lebih xi besar di perairan laut, dapat dimengerti
karena hampir 70% permukaan bumi ini terdiri dari air laut dan hanya sekitar 1% merupakan
perairan tawar. Ini sangat kontras jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah spesies burung
yakni 9000 spesies, mamalia 4000 (manusia termasuk di dalamnya), reptile 5800, dan amphibi
3500 spesies.
Mereka bukan hanya dibedakan oleh jumlah spesies yang beragam, tetapi juga berbeda
dalam berbagai ukuran dan bentuk. Mulai dari ikan yang berukuran kecil yang disebut Percid
dari Amerika (Etheostoma microperca) yang dewasa secara seksual pada ukuran 27 mm. Di
samping itu ada juga jenis goby dari Pacifik (Eviota) yang bertelur pada ukuran kurang dari 15
mm. Ada pula yang berukuran raksasa seperti Hiu (Rhincodon) yang dapat mencapai panjang
21 meter dengan berat 25 ton atau lebih. Kebanyakan ikan berbentuk terpedo, walaupun
beberapa diantaranya berbentuk flat dan bentuk lainnya.
2.2 Ichthyologi
2.2.1

Pengertian Iktiologi

Iktiologi merupakan cabang dari Ilmu Hayat (Biologi), atau secara tepatnya merupakan
cabang dari Ilmu Hewan (Zoologi). Iktiologi dalam arti singkat berarti suatu ilmu yang khusus
mempelajari tentang ikan. Perkataan iktiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ichthyologia.
Ichthyes berarti ikan, sedangkan logos berarti ajaran atau ilmu. Dengan demikian, ichthyologi
3

(iktiologi) adalah suatu ilmu pengetahuan yang khusus mempelajari ikan dan dengan segala
aspek kehidupannya.
Pada Bab I Ketentuan Umum ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun
1985 tentang Perikanan yang ditetapkan pada tanggal 19 Juni 1985 tercantum pengertian ikan,
yaitu: sumber daya ikan adalah semua jenis ikan termasuk biota perairan lainnya. Tanggal 6
Oktober 2004 ditetapkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang
Perikanan. Pada Bab I Ketentuan Umum, Bagian Kesatu, Pasal 1 ayat 4 undang-undang ini
tercantum pengertian bahwa ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari
siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Pengertian yang sama seperti di atas
tercantum kembali pada Pasal 1 ayat 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun
2009 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang
Perikanan yang ditetapkan pada tanggal 29 Oktober 2009.
Berdasarkan pengertian yang tercantum di dalam undang-undang di atas, yang
dimaksud dengan ikan termasuk spons (filum Porifera), ubur-ubur dan bunga karang (filum
Coelenterata), siput, kerang, dan cumi-cumi (filum Moluska), bulubabi, bintang laut, dan
teripang (filum Echinodermata), udang, kepiting, dan rajungan (filum Crustacea), bahkan penyu
(kelas Reptilia), duyung dan paus (kelas Mamalia).
2.2.2

Sejarah Ikhtiologi

Ikhtiologi pada awal diperkenalkan oleh Aristoteles (384-322 SM). Aristoteles


melakukan observasi untuk membedakan dan membuat ciri-ciri ikan hingga diperoleh sekitar
115 jenis. Dalam penelitian tersebut, pertama kali dikemukakan tentang beberapa hal mengenai
ikan misal kelamin ikan hiu dapat ditentukan dari struktur sirip perut. Setelah periode
Aristoteles tidak banyak penelitian mengenai ikan, baru pada abad ke 16 muncul nama-nama
beberapa peneliti antara lain Pierre belon (1517-1564), H. Salviani (1514-1572) dan G.
Rondelet (1507-1557). P. Belon telah mempublikasikan tentang ikan pada tahun 1551, dengan
mengklasifikasikan 110 jenis berdasarkan ciri-ciri anatomi ikan. Pada tahun 1554 hingga 1557,
Salviani berhasil mempublikasikan 92 spesies ikan. Pada tahun 1554 dan 1555 Rondelet
pertama kali mempublikasikan hasil penelitiannya dalam sebuah buku Ikhtiologi.
Selanjutnya pengetahuan tentang ikan berkembang cukup pesat, dengan diterbitkannya
buku Natural History of the Fishes of Brazil pada tahun 1648. Peter Artedi (1705-1735)
membuat suatu sistem klasifikasi ikan yang diberi judul Father of Ichthyology. Akhirnya
Carolus Linnaeus berhasil membuat Systema Naturae dengan mengadopsi system klasifikasi
4

Artedi dan menjadi dasar dari keseluruhan sistem klasifikasi ikan. Pada pertengahan abad ke 20
Iktiologi semakin berkembang dengan menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti Ekologi,
Fisiologi dan Tingkah laku dalam perkembangan anatomi dan sistematika ikan. Akhirnya
beberapa ahli ikhtiologi seperti C.T Regan, Leo S Berg (1876-1905) dan Carl L Hubbs (18941982) memberikan sumbangan yang besar dalam bidang sistematika ikan. Pada tahun 1940
Berg membuat klasifikasi ikan (Classification of Fish) yang menjadi standar dalam
pengklasifikasian ikan hingga sekarang.
2.3 Taksonomi
2.3.1 Pengertian Taksonomi
Taksonomi atau sistematika adalah suatu ilmu mengenai klasifikasi atau pengelompokan
ikan. Istilah taksonomi berasal dari perkataan Junani taxis yang berarti susunan atau
pengaturan, dan nomos berarti hukum. Klasifikasi hewan adalah pengelompokan berdasarkan
kesamaan bentuk dan fungsi pada tubuh hewan. Tujuan klasifikasi itu sendiri adalah untuk
memudahkan mengenali jenis-jenis hewan serta memudahkan komunikasi di dalam biologi.
Klasifikasi hewan bersifat dinamis. Hal itu disebabkan beberapa kemungkinan seperti adanya
perkembangan pengetahuan tentang hewan, penggunaan karakter yang berbeda dalam
klasifikasi. Klasifikasi hewan didasarkan atas persamaan dan perbedaan karakter tertentu pada
hewan yang bersangkutan.
2.3.2 Sejarah Taksonomi
Perkembangan klasifikasi hewan secara garis besar dibagi menjadi empat tahap yaitu
klasifikasi masa sebelum Linnaeus (pra-Linnaeus), klasifikasi sistem Linnaeus, klasifikasi
sistem 3 kingdom, dan klasifikasi sistem 5 kingdom.
1. Sistem Klasifikasi Pra-Linnaeus
Sistem klasifikasi ini dilakukan dengan melihat kesamaan bentuk luar dari tubuh makhluk
hidup (morfologi). Makhluk hidup pada masa ini dibedakan menjadi dua kelompok seperti
konsep Aristoteles yang mengklasifikasikan makhluk hidup menjadi 2 yaitu tumbuhan dan
hewan. Hewan-hewan yang memiliki bentuk tubuh yang sama dikelompokkan menjadi
satu kelompok tersendiri. Selain itu hewan juga dikelompokkan berdasarkan kegunaannya
masing-masing.

2. Sistem Klasifikasi Linnaeus (Sistem 2 Kingdom)


Taksonomi Linnaeus adalah suatu sistem klasifikasi ilmiah yang mengelompokkan
organisme ke dalam suatu hirarki. Sistem ini dirintis pada abad ke-18 oleh Carolus
Linnaeus, seorang ilmuwan Swedia, terutama melalui dua bukunya Systema Naturae dan
Species Plantarum. Menurut sistem ini, klasifikasi diawali dengan tiga kerajaan besar, yang
selanjutnya dibagi lagi menjadi kelas dan ordo. Ordo kemudian dibagi lagi menjadi genus
dan selanjutnya spesies. Dia seorang ilmuwan Swedia yang meletakkan dasar tatanama
biologi. Ia dikenal sebagai "bapak taksonomi modern" dan juga merupakan salah satu
bapak ekologi modern. Linnaeus ialah ahli botani yang paling dihormati pada masanya, dan
ia juga terkenal dengan kemampuan bahasanya. Linnaeus adalahi ahli Zoologi, botani dan
juga seorang dokter. Makalahnya mengenai taksonomi berjudul Systema Naturae. Di
dalamnya, penggunaan deskripsi resmi - physalis amno ramosissime ramis angulosis
glabris foliis dentoserratis - diganti olehnya menjadi nama genus-species yang ringkas dan
akrab pada zaman sekarang - Physalis angulata - dan penggolongan taksa lebih tinggi
dibuat secara berurutan.
Linnaeus adalah pelopor sisstem binomial nomenklature atau sistem tata nama
ganda. Linnaeus meneruskan kerja dalam sistem klasifikasi serta memperluas pula pada
Kerajaan (Regnum) Hewan dan Kerajaan Mineral. Sumbangan utama Linnaeus bagi ilmu
taksonomi ialah pembuatan konvensi penamaan organisme hidup yang diterima secara
universal dalam dunia ilmiahkarya Linnaeus tersebut menjadi titik awal tatanama
biologi. Selain itu, Linnaeus mengembangkan, selama pengembangan besar pengetahuan
sejarah alam pada abad ke-18, hal yang sekarang disebut sebagai taksonomi Linnaeus,
yaitu sistem klasifikasi ilmiah yang kini digunakan secara luas dalam biologi. Sistem
Linnaeus mengklasifikasikan alam dalam hirarki atau tingkatan-tingkatan, dimulai dengan
dua "kerajaan" atau kingdom yaitu Animalia dan Plantae. Kerajaan dibagi ke dalam Kelas
dan masing-masing Kelas terbagi dalam Ordo, yang dibagi dalam Genera (bentuk tunggal:
genus), yang dibagi dalam Spesies. Di bawah tingkatan spesies, Linnaeus kadang
menyebutkan takson yang tidak diberinya nama (untuk tumbuhan, hal ini sekarang dinamai
"varietas").Linnaeus menamai taksa dengan sesuatu yang mengena pada ciri khusus taksa
tersebut. Sebagai contoh, manusia adalah Homo sapiens, tetapi ia juga menyatakan bahwa
ada species manusia kedua, Homo troglotydes (bermakna "orang goa", yang ia maksudkan

untuk simpanse dan sekarang ditempatkan dalam genus berbeda (bukan Homo) melainkan
Pan troglotydes.

3. Sistem Klasifikasi 3 Kingdom


Ketika makhluk hidup bersel satu ditemukan, temuan baru ini dipecah ke dalam dua
kerajaan: yang dapat bergerak ke dalam filum Protozoa, sementara alga dan bakteri ke
dalam divisi Thallophyta atau Protophyta. Namun ada beberapa makhluk yang dimasukkan
ke dalam filum dan divisi, seperti alga yang dapat bergerak, Euglena, dan jamur lendir yang
mirip amuba. Karena dasar inilah, Ernst Haeckel pada tahun 1866 menyarankan adanya
kerajaan ketiga, yaitu Protista untuk menampung makhluk hidup yang tidak memiliki ciri
klasifikasi yang jelas. Kerajaan ketiga in baru populer belakangan ini (kadang dengan
sebutan Protoctista). Protista adalah organisme yang memiliki sifat-sifat tumbuhan dan
hewan sekaligus.
4. Sistem Klasifikasi 4 Kingdom
Ada dua tokoh yang mengklasifikasikan makhluk hidup menjadi sistem 4 kingdom
yaitu Copeland dan Whittaker. Copeland membagi menjadi empat Kingdom yaitu Monera,
Protoctista, Metaphyta dan Metazoa. Monera adalah organisme yang belum memiliki
membran inti dan membran organel sel atau bersifat prokariotik. Berbeda dengan
Protista/Protoctista yang bersifat Eukariotik. Metaphyta adalah tumbuhan yang mengalami
masa perkembangan embrio, begitu juga Metazoa adalah kelompok hewan yang
mengalami masa perkembangan embrio dalam siklus hidupnya. Sedangkan Whittakers
membagi hewan menjadi beberapa kingdom: Animalia, Plantae, Fungi dan Protista.Fungi
dijadikan kingdom tersendiri karena fungi memiliki perbedaan dari tumbuhan. Fungi bukan
organisme autotrof layaknya tumbuhan melainkan organisme yang heterotrof yaitu tidak
dapat mensintesis makanannya sendiri.
5. Sistem Klasifikasi 5 Kingdom
Tokoh pencetus adanya klasifikasi 5 Kingdom adalah Robert H . Whittaker. Dia
menggolongkan makhluk hidup menjadi Animalia, Plantae, Fungi, Protista dan Monera.
Ciri-ciri pada sistem 5 kingdom :
7

1. Kingdom Monera : Prokariot, Autotrof dan Heterotrof, Uniseluler dan Multiseluler


2. Kingdom Protista : Eukariot, Autotrof dan Heterotrof, Uniseluler dan Multiseluler
3. Kingdom Fungi : Eukariot, Heterotrof, Uniseluler dan Multiseluler
4. Kingdom Plantae : Eukariot, Autotrof, Multiseluler
5. Kingdom Animalia : Eukariot, Heterotrof, Multiseluler.

2.4 Morfologi Ikan


2.4.1 Bagian-bagian Tubuh Ikan

Pada umumnya tubuh ikan terbagi atas tiga bagian (Gambar 5), yaitu:
1. Caput: bagian kepala, yaitu mulai dari ujung moncong terdepan sampai dengan ujung
tutup insang paling belakang. Pada bagian kepala terdapat mulut, rahang atas, rahang bawah,
gigi, sungut, hidung, mata, insang, tutup insang, otak, jantung, dan sebagainya.
2. Truncus: bagian badan, yaitu mulai dari ujung tutup insang bagian belakang sampai
dengan permulaan sirip dubur. Pada bagian badan terdapat sirip punggung, sirip dada, sirip
perut, serta organ-organ dalam seperti hati, empedu, lambung, usus, gonad, gelembung
renang, ginjal, limpa, dan sebagainya.
3. Cauda: bagian ekor, yaitu mulai dari permulaan sirip dubur sampai dengan ujung sirip
ekor bagian paling belakang. Pada bagian ekor terdapat anus, sirip dubur, sirip ekor, dan
kadang-kadang juga terdapat scute dan finlet. Bagian tubuh ikan mempunyai ukuran yang
sangat bervariasi. Ukuran bagian badan pada ikan tambakan (Helostoma temminckii Cuvier,
1829) sangat 33 Gambar 5. Bagian-bagian tubuh ikan secara morfologi (Bond, 1979) 34
pendek, sirip dubur sangat panjang, dan permulaan sirip dubur tidak jauh dari bagian kepala.

Sebaliknya,

ukuran

bagian

badan

pada

ikan

belut

sangat

panjang.

2.4.2 Bentuk-bentuk Tubuh Ikan


Bentuk tubuh ikan biasanya berkaitan erat dengan tempat dan cara mereka hidup.
Secara umum, tubuh ikan berbentuk setangkup atau simetris bilateral, yang berarti jika ikan
tersebut dibelah pada bagian tengah-tengah tubuhnya (potongan sagittal) akan terbagi
menjadi dua bagian yang sama antara sisi kanan dan sisi kiri. Selain itu, ada beberapa jenis
ikan yang mempunyai bentuk non-simetris bilateral, yang mana jika tubuh ikan tersebut
dibelah secara melintang (cross section) maka terdapat perbedaan antara sisi kanan dan sisi
kiri tubuh, misalnya pada ikan langkau (Psettodes erumei (Bloch & Schneider, 1801)) dan
ikan lidah (Cynoglossus bilineatus (Lacepde, 1802)).
Bentuk tubuh simetris dapat dibedakan atas :
1. Fusiform atau bentuk torpedo (bentuk cerutu), yaitu suatu bentuk yang sangat stream-line
untuk bergerak dalam suatu medium tanpa mengalami banyak hambatan. Tinggi tubuh
hampir sama dengan lebar tubuh, sedangkan panjang tubuh beberapa kali tinggi tubuh.
Bentuk tubuh hampir meruncing pada kedua bagian ujung.
Contoh: Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) kembung lelaki
Euthynnus affinis (Cantor, 1849) tongkol
Katsuwonus pelamis (Linnaeus, 1758) cakalang
2. Compressed atau pipih, yaitu bentuk tubuh yang gepeng ke samping. Tinggi badan jauh
lebih besar bila dibandingkan dengan tebal ke samping (lebar tubuh). Lebar tubuh juga lebih
kecil daripada panjang tubuh.
9

Contoh: Gerres filamentous Cuvier, 1829 kapas-kapas


Gazza minuta (Bloch, 1795) peperek bondolan
Parastromateus niger (Bloch, 1795) bawal hitam
3. Depressed atau picak, yaitu bentuk tubuh yang gepeng ke bawah. Tinggi badan jauh lebih
kecil bila dibandingkan dengan tebal ke arah samping badan (lebar tubuh).
Contoh: Rhynchobatus djiddensis (Forsskl, 1775) pare kekeh
Himantura uarnak (Gmelin, 1789) pare totol
Pastinachus sephen (Forsskl, 1775) pare kelapa

Gambar 6. Bentuk-bentuk tubuh ikan. A.


Fusiform; B. Compressed; C.Depressed;
D.

Anguilliform;

E.

Filiform;

F.

Taeniform; G. Sagittiform; H. Globiform


(Bond, 1979)
4. Anguilliform atau bentuk ular atau
sidat atau belut, yaitu bentuk tubuh ikan
yang memanjang dengan penampang
lintang yang agak silindris dan kecil serta
pada bagian ujung meruncing/tipis.
Contoh: Anguilla celebesensis Kaup,
1856 sidat
Monopterus albus (Zuiew, 1793)
belut
Plotosus canius Hamilton, 1822
sembilang
5. Filiform atau bentuk tali, yaitu bentuk
tubuh yang menyerupai tali.
Contoh: Pseudophallus straksii (Jordan
& Cuvier, 1895) pipefish

10

Nemichthys scolopaceus Richardson, 1848 snipe eel


6. Taeniform atau flatted-form atau bentuk pita, yaitu bentuk tubuh yang memanjang dan
tipis menyerupai pita.
Contoh: Trichiurus brevis Wang & You, 1992 ikan layur
Pholis laeta (Cope, 1873)
7. Sagittiform atau bentuk panah, yaitu bentuk tubuh yang menyerupai anak panah.
Contoh: Esox lucius Linnaeus, 1758 pike
8. Globiform atau bentuk bola, yaitu bentuk tubuh ikan yang menyerupai bola.
Contoh: Diodon histrix Linnaeus, 1758 buntal landak
Cyclopterus lumpus Linnaeus, 1758 lumpfish
9. Ostraciform atau bentuk kotak, yaitu bentuk tubuh ikan yang menyerupai kotak.
Contoh: Tetraodon baileyi Sontirat, 1989 hairy puffer
Lagocephalus sceleratus (Gmelin, 1789) toadfish
Tidak semua ikan mempunyai bentuk tubuh sebagaimana yang telah disebutkan di
atas. Beberapa jenis ikan mempunyai bentuk tubuh yang berbeda, misalnya pada ikan
Eurypegasus draconis (Linnaeus, 1766) dari famili Pegasidae, ikan sapi Acanthostracion
quadriformis (Linnaeus, 1758)(famili Ostraciidae), ikan tangkur kuda Hippocampus kuda
Bleeker, 1852 (famili Syngnathidae). Bentuk tubuh ikan Ictalurus punctatus (Rafinesque,
1818) dari famili Ictaluridae dan golongan lele Clarias batrachus (Linnaeus, 1758)
merupakan kombinasi dari beberapa bentuk tubuh, yaitu bagian kepala berbentuk picak,
bagian badan berbentuk cerutu, dan bagian ekor berbentuk pipih.

2.4.3 Kepala Ikan


Kepala ikan umumnya tidak bersisik, tetapi ada juga yang bersisik. Bagian-bagian
pada kepala ikan yang penting adalah:

1. Tulang-tulang tambahan tutup insang.


Jika dilihat dari arah luar, celah insang tertutup oleh tutup insang (apparatus
11

opercularis). Tulang-tulang tutup insang (Gambar 8) terdiri dari:


- Os operculare, berupa tulang yang paling besar dan letaknya paling dorsal.
- Os preoperculare, berupa tulang sempit yang melengkung seperti sabit dan terletak di
depan sekali.
- Os interoperculare, juga merupakan tulang yang sempit dan terletak diantara os operculare
dan os preoperculare.
- Os suboperculare, bagian tulang yang terletak di bawah sekali.
Pada bagian bawah tulang-tulang penutup insang terdapat suatu selaput tipis yang menutupi
tulang-tulang di atasnya, disebut membrana branchiostega. Membrana ini diperkuat oleh
radii branchiostega yaitu berupa tulang-tulang kecil yang terletak pada bagian ventral dari
pharynx.
2. Bentuk mulut.

12

Ada berbagai macam bentuk mulut ikan dan hal tersebut berkaitan erat dengan jenis
makanan

yang

dimakannya.

Bentuk

mulut

ikan

dapat

dibedakan

atas

- Bentuk tabung (tube like), misalnya pada ikan tangkur kuda (Hippocampus histrix Kaup,
1856)
- Bentuk paruh (beak like), misalnya pada ikan julung-julung (Hemirhamphus far (Forsskl,
1775))
- Bentuk gergaji (saw like) misalnya pada ikan cucut gergaji (Pristismicrodon Latham,
1794)
- Bentuk terompet, misalnya pada Campylomormyrus elephas (Boulenger, 1898)
Berdasarkan dapat tidaknya mulut ikan tersebut disembulkan, maka bentuk
13

mulut ikan dapat dibedakan atas :


- Mulut yang dapat disembulkan, misalnya pada ikan mas (Cyprinus carpio carpio Linnaeus,
1758)
- Mulut yang tidak dapat disembulkan, misalnya pada ikan lele (Clarias batrachus
(Linnaeus, 1758))
3. Letak mulut.
Letak atau posisi mulut ikan dapat dibedakan atas :
- Inferior, yaitu mulut yang terletak di bawah hidung, misalnya pada ikan pare kembang
(Neotrygon kuhlii (Mller & Henle, 1841)) dan ikan cucut (Chaenogaleus macrostoma
(Bleeker, 1852)).
- Subterminal, yaitu mulut yang terletak dekat ujung hidung agak ke bawah, misalnya pada
ikan kuro/senangin (Eleutheronema tetradactylum (Shaw,1804)) dan ikan setuhuk putih
(Makaira indica (Cuvier, 1832)).
- Terminal, yaitu mulut yang terletak di ujung hidung, misalnya pada ikan tambangan
(Lutjanus johni (Bloch, 1792)) dan ikan mas (Cyprinus carpio
carpio Linnaeus, 1758).
- Superior, yaitu mulut yang terletak di atas hidung, misalnya pada ikan julung-julung
(Hemirhamphus far (Forsskl, 1775)) dan ikan kasih madu (Kurtus indicus Bloch, 1786).
4. Letak sungut.
Sungut ikan berfungsi sebagai alat peraba dalam mencari makanan dan umumnya
terdapat pada ikan-ikan yang aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal) atau ikanikan yang aktif mencari makan di dasar perairan.
Ikan-ikan yang memiliki sungut antara lain adalah ikan sembilang (Plotosus canius
Hamilton, 1822), ikan lele (Clarias batrachus (Linnaeus, 1758)), dan ikan mas (Cyprinus
carpio carpio Linnaeus, 1758).
Letak dan jumlah sungut juga berguna untuk identifikasi. Letak, bentuk, dan jumlah
sungut berbeda-beda. Ada yang terletak pada hidung, bibir, dagu, sudut mulut, dan
sebagainya. Bentuk sungut dapat berupa rambut, pecut/cambuk, sembulan kulit, bulu, dan
sebagainya. Ada ikan yang memiliki satu lembar sungut, satu pasang, dua pasang, atau
beberapa pasang

14

Gambar 11. Letak mulut ikan (Bond,


1979)

2.4.4 Sirip ikan.


Sirip-sirip pada ikan umumnya ada yang berpasangan dan ada yang tidak. Sirip
punggung, sirip ekor, dan sirip dubur disebut sirip tunggal atau sirip tidak berpasangan. Sirip
dada dan sirip perut disebut sirip berpasangan. Macam-macam sirip ekor dapat dibedakan
berdasarkan bentuk sirip tersebut. Bentuk sirip ekor ikan ada yang simetris, apabila lembar
sirip ekor bagian dorsal sama besar dan sama bentuk dengan lembar bagian ventral, ada pula
bentuk sirip ekor yang asimetris yaitu bentuk kebalikannya. Bentuk-bentuk sirip ekor yang
simetris yaitu:

I
Gambar 2.2 Bentuk-bentuk utama sirip ekor (a) membulat, (b) bersegi, (c) sedikit cekung atau
berlekuk tunggal, (d) bulan sabit, (e) bercagak, (f) meruncing, (g) lanset

Bentuk membulat, apabila pinggiran sirip ekor membentuk garis melengkung dari bagian
dorsal hingga ventral., contoh ikan gurame (Osphronemus gouramy)
Bentuk bersegi atau tegak, apabila pinggiran sirip ekor membentuk garis tegak dari bagian
dorsal hingga ventral, contoh ikan nila (Oreochromis niloticus)
Bentuk sedikit cekung atau berlekuk tunggal, apabila terdapat lekukan dangkal antara
lembar dorsal dengan lembar ventral, contoh ikan tambakan (Helostoma temminckii).
15

Bentuk bulan sabit, apabila ujung dorsal dan ujung ventral sirip ekor melengkung ke luar,
runcing, sedangkan bagian tengahnya melengkung ke dalam, membuat lekukan yang dalam,
contoh ikan tongkol (Squalus sp.)
Bentuk bercagak, apabila terdapat lekukan tajam antara lembar dorsal dengan lembar
ventral,contoh ikan tawes (Puntius javanicus), ikan kembung (Rastrelliger sp.)
Bentuk meruncing, apabila pinggiran sirip ekor berbentuk tajam (meruncing), contoh ikan
belut (Monopterus albus).
Bentuk lanset, apbila pinggirn sirip ekor pada pangkalnya melebar kemudian membentuk
sudut diujung, contoh ikan bloso (Glossogobius sp.)
Beberapa ikan ada yang memiliki satu atau dua sirip punggung. Pada ikan bersisirp
punggung tunggal,
umumnya jari-jari bagian depan (1-40) tidak bersekat dan mengeras, sedangkan jari-jari
dibelakangnya lunak atau bersekat dan umumnya bercabang. Pada ikan yang memiliki dua
sirip punggung, bagian
depannya terdiri dari duri dan yang kedua terdiri dari duri di bagian depan diikuti oleh jarijari lunak atau bersekat umumnya bercabang. Pada beberapa famili (suku) dua sirip
punggungnya mungkin bersatu atau
bergabung (Gambar 2.3 & 2.4).

Gambar 2.3
Bagian sirip punggung pertama yang keras (a) dan bagian kedua yang lunak (b) (Sumber:
Kotellat, et al., 1993)

Gambar 2.4
Skema gabungan dua sirip punggung (a) duri, (b) jari-jari.
Pada beberapa ikan, umumnya ikan berkumis (Siluriformes) memiliki sirip lemak yaitu sirip
tipis tanpa jari-jari yang terletak sedikit di depan sirip ekor (Gambar 2.5)

16

Gambar 2.5
Jari-jari sirip punggung pertama yang keras (a) dan sirip lemak pada sirip punggung (b)

2.4.5 Sisik ikan


Bentuk, ukuran dan jumlah sisik ikan dapat memberikan gambaran bagaimana
kehidupan ikan tersebut. Sisik ikan mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka macam, yaitu
sisik ganoid merupakan sisik besar dan kasar, sisik sikloid dan stenoid merupakan sisik yang
kecil, tipis atau ringan hingga sisik placoid merupakan sisik yang lembut. Umumnya tipe ikan
perenang cepat atau secara terus menerus bergerak pada perairan berarus deras mempunyai tipe
sisik yang lembut, sedangkan ikan-ikan yang hidup di perairan yang tenang dan tidak berenang
secara terus menerus pada kecepatan tinggi umumnya mempunyai tipe sisik yang kasar. Sisik
sikloid berbentuk bulat, pinggiran sisik halus dan rata sementara.
2.4.6 Bentuk Gigi Ikan
Bentuk gigi ikan pada umumnya ada 4 yaitu :

Canine

Incisors

Villiform

17

Molarlike
Sisik stenoid mempunyai bentuk seperti sikloid tetapi mempunyai pinggiran yang kasar

Gambar 2.6 Tipe-tipe sisik pada ikan (Sumber: Moyle & Cech, 1988)I
Selain jenis sisik yang menjadi kriteria bagi suatu jenis ikan tertentu, jumlah sisik ikan juga
perlu diperhatikan.
Jumlah sisik pada gurat sisi merupakan jumlah pori-pori pada gurat sisi atau jika gurat
sisi tidak sempurna atau tidak ada, maka jumlah sisik yang dihitung adalah jumlah sisik yang
18

biasa ditempati gurat sisi atau disebut deretan sisik sepanjang sisi badan. Penghitungan sisik ini
dimulai dari sisik yang menyentuh tulang bahu hingga pangkal ekor.
Jumlah sisik melintang badan merupakan jumlah baris sisik antara gurat sisi dan awal
sirip punggung atau sirip punggung pertama dan antara gurat sisi dan awal sirip dubur. Sisik
yang terdapat di depan awal sirip punggung dan sirip dubur dihitung .
Jumlah sisik di depan sirip punggung meliputi semua sisik di pertengahan punggung
antara insang dan awal sirip punggung. Jumlah sisik di sekeliling batang ekor meliputi jumlah
baris sisik yang melingkari batang ekor pada bidang yang tersempit. Jumlah sisik di sekeliling
dada merupakan jumlah sisik di depan sirip punggung yang melingkari dada.

Gambar 2.7.
Skema penghitungan sisik utama pada ikan.
2.4.7 Mulut ikan
Bentuk, ukuran dan letak mulut ikan dapat menggambarkan habitat ikan tersebut. Ikanikan yang berada di bagian dasar mempunyai bentuk mulut yang subterminal sedangkan ikan
ikan pelagik dan ikan pada umumnya mempunyai bentuk mulut yang terminal. Ikan pemakan
plankton mempunyai mulut yang kecil dan umumnya tidak dapat ditonjolkan ke luar. Pada
rongga mulut bagian dalam biasanya dilengkapi dengan jari-jari tapi insang yang panjang dan
lemas untuk menyaring plankton. Umumnya mulut ikan pemakan plankton tidak mempunyai
gigi. Ukuran mulut ikan berhubungan langsung dengan ukuran makanannya. Ikan-ikan yang
memakan invertebrata kecil mempunyai mulut yang dilengkapi dengan moncong atau bibir
yang panjang. Ikan dengan mangsa berukuran besar mempunyai lingkaran mulut yang fleksibel.

Tipe-tipe utama letak mulut (a) terminal, (b) sub-terminal, (c) inferior, dan (d) superior
19

(Sumber: Kotellat, et all., 1993).


Secara umum, Moyle & Cech (1988) mengkatergorikan ikan kedalam enam kelompok yaitu
roverpredator (predator aktif), lie-in-wait predator (predator tak aktif), surface oriented fish
(ikan pelagik), bottom fish (ikan demersal), ikan bertubuh besar, dan ikan semacam belut.
I

Bentuk-bentuk tubuh ikan (A) dan (B) predator aktif, (C) predator tak aktif, (D) ikan pelagis,
(E) ikan demersal, (F) ikan perekat di dasar, (G) flatfish, (H) ikan berekor panjang, (I)ikan
beebadan bulat, (J) ikan seperti belut

20

2.5 Morfometrik dan Meristik


2.5.1 Morfometrik
Setiap ikan mempunyai ukuran yang berbeda-beda, tergantung pada umur, jenis
kelamin, dan keadaan lingkungan hidupnya. Faktor-faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi kehidupan ikan di antaranya adalah makanan, derajat keasaman (pH) air, suhu,
dan salinitas. Faktor-faktor tersebut, baik secara sendirisendiri maupun secara bersama-sama,
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan ikan. Dengan demikian,
walaupun dua ekor ikan mempunyai umur yang sama namun ukuran mutlak di antara keduanya
dapat saling berbeda.
Morfometrik adalah ukuran bagian-bagian tertentu dari struktur tubuh ikan (measuring
methods). Ukuran ikan adalah jarak antara satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain.
Karakter morfometrik yang sering digunakan untuk diukur antara lain panjang total, panjang
baku, panjang cagak, tinggi dan lebar badan, tinggi dan panjang sirip, dan diameter mata
(Hubbs dan Lagler, 1958; Parin, 1999).
Satuan ukuran yang digunakan di dalam morfometrik sangat bervariasi. Di Indonesia,
satuan ukuran yang umum digunakan adalah sentimeter (cm) atau milimeter (mm), tergantung
kepada keinginan peneliti. Ukuran-ukuran ini disebut ukuran mutlak. Untuk memperoleh
pengukuran yang lebih teliti, sebaiknya menggunakan jangka sorong (calipper). Adalah suatu
hal yang tidak mungkin untuk memberikan ukuran bagian-bagian ikan dalam ukuran mutlak
(misalnya cm) pada saat melakukan identifikasi. Ukuran yang digunakan untuk identifikasi
hanyalah merupakan ukuran perbandingan. Seekor ikan yang memiliki panjang total 25 cm dan
panjang kepala 5 cm, maka perbandingan yang dinyatakan di dalam buku-buku identifikasi
adalah panjang kepala sama dengan seperlima panjang total tubuhnya.
2.5.2 Meristik
Berbeda dengan karakter morfometrik yang menekankan pada pengukuran bagianbagian tertentu tubuh ikan, karakter meristik berkaitan dengan penghitungan jumlah bagian21

bagian tubuh ikan (counting methods). Variabel yang termasuk dalam karakter meristik antara
lain jumlah jari-jari sirip, jumlah sisik, jumlah gigi, jumlah tapis insang, jumlah kelenjar buntu
(pyloric caeca), jumlah vertebra, dan jumlah gelembung renang (Hubbs dan Lagler, 1958; Parin,
1999).

1. Menghitung jari-jari sirip


Untuk menentukan rumus suatu sirip tertentu, terlebih dahulu harus dicantumkan huruf
kapital yang menentukan sirip yang dimaksud. Sirip punggung disingkat dengan D, sirip ekor
dengan C, sirip dubur dengan A, sirip perut dengan V, dan sirip dada dengan P. Menghitung
jari-jari sirip yang berpasangan dilakukan pada sirip yang terletak pada sisi sebelah kiri, kecuali
jika ada ketentuan khusus. Pada saat melakukan pemeriksaan, harus diingat bahwa ikan
diletakkan dengan kepala menghadap ke sebelah kiri dan perut mengarah ke bawah. Jari-jari
sirip dapat dibedakan atas dua macam, yaitu jari-jari keras dan jarijari lemah. Jari-jari keras
tidak berbuku-buku, pejal (tidak berlubang), keras, dan tidak dapat dibengkokkan. Jari-jari
keras ini biasanya berupa duri, cucuk, atau patil, dan berfungsi sebagai alat untuk
mempertahankan diri.
Jari-jari lemah bersifat agak cerah, seperti tulang rawan, mudah dibengkokkan, dan
berbuku-buku atau beruas-ruas. Bentuknya berbeda-beda tergantung pada jenis ikannya. Jarijari lemah ini mungkin sebagian keras atau mengeras, pada salah satu sisinya bergigi-gigi,
bercabang, atau satu sama lain saling berlekatan. Perumusan jari-jari keras digambarkan dengan
angka Romawi, walaupun jari-jari itu pendek sekali atau rudimenter. Sirip punggung ikan yang
terdiri dari 10 jari-jari keras maka rumusnya ditulis D.X. Untuk jari-jari lemah, perumusan
digambarkan dengan memakai angka Arab (angka biasa). Jari-jari lemah yang mengeras, seperti
yang terdapat pada ikan mas (Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758), harus digambarkan
tersendiri (Gambar 23-A). Jika pada ikan mas terdapat 4 jari-jari lemah yang mengeras dan
sekitar 16 22 jari-jari lemah, maka rumusnya harus ditulis D. 4.16 22.

22

Gambar 23. Jari-jari sirip (Andy Omar, 1987


Cara perumusan semacam ini juga dipergunakan untuk menggambarkan jumlah cabang
jari-jari yang bersatu menjadi satu jari-jari keras. Jari-jari seperti ini misalnya ditemukan pada
ikan baung (Hemibagrus nemurus (Valenciennes, 1840)), ikan lundu (Mystus gulio (Hamilton,
1822)), dan sebagainya. Jika pada satu sirip terdapat jari-jari keras dan jari-jari lemah maka
jumlah tiap-tiap jenis jari-jari harus digambarkan berdampingan. Pada Gambar 23-B terlihat
sirip punggung yang disusun oleh 10 12 jari-jari keras dan 12 15 jarijari lemah, maka
rumusnya adalah D.X-XII.12-15. Seandainya bagian sirip punggung pertama yang berjari-jari
keras jelas sekali terpisah dari bagian sirip punggung kedua yang berjari-jari lemah, atau
dengan kata lain terdapat dua buah sirip punggung, maka untuk ikan tersebut di atas
mempunyai rumus D1.X-XII. D2.12-15.
Terlihat perbedaan antara jari-jari pokok dan jari-jari cabang. Biasanya yang umum
digambarkan adalah hanya jumlah pangkal jari-jari yang nyata terlihat. Hal ini penting
dilakukan karena cabang jari-jari tidak mudah ditentukan dan jumlahnya pun berbeda-beda.
Untuk ikan-ikan dari famili Cyprinidae, jumlah jari-jari pokok senantiasa sama dengan jumlah
jari-jari bercabang ditambah dengan satu jari-jari tidak bercabang, karena hanya satu jari-jari
tidak bercabang yang begitu panjangnya sehingga mencapai pinggiran atas dari keping sirip
(Gambar 25). Jika yang dimaksudkan hanya jumlah jari-jari yang bercabang saja, maka hal ini
harus dinyatakan pula.
Pada saat menghitung jumlah jari-jari yang tidak bercabang, harus selalu diingat untuk
menganggap satu jari-jari lemah yang secara morfologi agak mengeras. Jari-jari bercabang
adalah semua jari-jari yang mempunyai cabang, walaupun terlihat kurang begitu jelas. Dua jarijari yang terakhir pada sirip punggung dan sirip dubur dihitung sebagai satu jari-jari pokok.
Jari-jari pokok yang terakhir ini sering tampak sebagai dua duri yang berdekatan. Cara
menghitung seperti ini biasa dilakukan pada penghitungan jari-jari yang nyata bercabang.
Sebaliknya cara ini tidak dapat dipakai pada ikan yang berjari-jari tidak bercabang.

23

Rumus sirip ekor biasanya menggambarkan jumlah jari-jari pokok. Pada ikan yang sirip
ekornya berjari-jari yang bercabang maka jumlah jari-jari sirip ini ditetapkan sebanyak jumlah
jari-jari yang bercabang ditambah dua.

Jari-jari pokok dan jari-jari cabang (Andy Omar, 1987)


Pada sirip yang berpasangan, semua jari-jari dihitung, termasuk yang terkecil dan
terletak pada sisi paling bawah atau paling sebelah dalam dari pangkal sirip. Kadang-kadang
untuk keperluan ini digunakan sebuah kaca pembesar. Seringkali jari-jari yang kecil kadangkadang merapat pada jari-jari yang besar, sehingga harus dipisahkan terlebih dahulu sebelum
menghitung jumlah jari-jari. Jari-jari kecil ini ikut dihitung jika kita menghitung jumlah jari-jari
sirip dada, tetapi untuk sirip perut tidak perlu. Jika kedua sirip perut bertaut menjadi satu sirip
perut maka biasanya hal ini dapat diketahui. Kedua sirip asal masih terlihat jelas karena bersatu
kurang lengkap atau kelihatan simetri pada kedua bagian yang membentuknya. Pada keadaan
tersebut di atas ini, jumlah jari-jari sirip hanya dihitung pada salah satu bagian saja.
Pada ikan-ikan yang bersirip perut kurang sempurna, kadang-kadang satu jari-jari
mengeras hanya ada sebagai suatu penunjang yang terletak di bawah selaput pembungkus dari
jari-jari lemah pertama. Dengan menggunakan kaca pembesar, hal ini dapat diketahui karena
adanya buku-buku pada jari-jari tersebut dan struktur kembar secara keseluruhan
.
2. Menghitung jumlah sisik
Garis rusuk dibentuk oleh sisik-sisik yang berlubang atau berpori. Di bawah sisik ini
terletak seutas urat syaraf yang disebut neuromast. Jika garis rusuk tidak ada maka dihitung
jumlah sisik pada garis dimana biasa garis rusuk berada. Penghitungan berakhir pada permulaan
pangkal ekor, atau pada ruas tulang belakang bagian ekor yang terakhir. Tempat ini dengan
24

mudah dapat ditetapkan yaitu dengan cara menggoyang-goyangkan sirip ekor, dan pada
pelipatan pangkal sirip ekor itu terletak ruas tulang belakang yang dimaksud. Sisik yang berada
di atas pelipatan ini tidak ikut dihitung, demikian juga sisik pada pangkal sirip ekor, walaupun
sisik-sisik ini berlubang. Sisik garis rusuk yang paling depan ialah sisik di belakang lengkung
bahu yang sama sekali tidak menyentuh lagi lengkung bahu ini.
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung sisik-sisik di atas dan di bawah
garis rusuk, yaitu:
1. dengan cara menjatuhkan garis tegak dari permulaan sirip punggung pertama (D1) sampai ke
pertengahan dasar sirip perut, kemudian menghitung jumlah sisik-sisik yang dilalui oleh garis
tersebut
2. jika cara di atas tidak mungkin dilakukan karena garis tersebut melalui dasar sirip perut,
maka harus diambil garis tegak dari ujung dasar sirip perut sampai ke punggung dan kemudian
menghitung jumlah sisik-sisik yang dilalui oleh garis.
3. cara yang lain yaitu jumlah sisik di atas garis rusuk dihitung mulai dari permulaan sirip
punggung pertama terus ke bawah dan ke belakang, sedangkan untuk jumlah sisik di bawah
garis rusuk dimulai pada permulaan sirip dubur dan dihitung miring naik ke atas dan ke muka.
Pada penghitungan jumlah sisik-sisik seperti tersebut di atas ini, jumlah sisik pada garis
rusuk sendiri tidak ikut dihitung. Jumlah sisik di muka sirip punggung adalah jumlah semua
sisik yang dikenai oleh garis yang ditarik dari permulaan sirip punggung sampai ke belakang
kepala. Biasanya sisik ini dihitung pada ikan yang garis pangkal kepalanya merupakan garis
perbatasan antara kuduk yang bersisik dan kepala yang tidak bersisik. Jumlah baris sisik di
muka sirip punggung (biasanya lebih kecil daripada jumlah sisik di muka sirip punggung)
adalah jumlah baris sisik pada suatu sisi dari garis antara permulaan sirip punggung dengan
kuduk. Untuk mengetahui jumlah sisik pipi, terlebih dahulu dibuat sayatan garis yang ditarik
dari mata ke sudut keping tulang insang depan atau os preoperculare

25

Gambar 27. Sisik di atas dan di bawah garis rusuk (Andy Omar, 1987)

Gambar 28. Sisik pada pipi (Andy Omar, 1987)


3. Jumlah finlet
Finlet merupakan sirip-sirip tambahan rudimenter yang terpisah-pisah dan terletak di
belakang sirip punggung dan sirip dubur. Contoh ikan yang mempunyai finlet di antaranya
adalah ikan tenggiri (Scomberomorus commerson (Lacepde, 1800)) dan ikan layang
(Decapterus russeli (Rppel, 1830)). Jumlah finlet perlu diketahui karena sangat penting untuk
identifikasi.
4. Insang
Insang terdiri dari tapis insang, tulang lengkung insang, dan lembaran atau daun insang.
Lengkung insang terdiri dari lengkung atas dan lengkung bawah. Untuk identifikasi biasanya
digunakan jumlah tapis insang pada lengkung insang yang pertama pada satu sisi badan, kecuali
jika ada ketentuan lain. Jumlah tapis insang ialah jumlah seluruh tapis insang pada lengkung
insang pertama pada satu sisi badan, termasuk yang rudimenter.
5. Organ-organ Dalam

26

Beberapa organ dalam sebagai ciri taksonomis dapat dijadikan pegangan untuk
kepentingan identifikasi. Organ-organ dalam tersebut di antaranya adalah jumlah vertebra,
jumlah pilorik kaeka (pyloric caeca), bentuk gelembung renang (vesica natatoria), dan posisi
gelembung renang.

DAFTAR PUSTAKA

27

www.unhas.ac.id/lkpp/Ikhtiologi.pdf. DR. ANDI IQBAL BURHANUDDIN, M.Fish. Sc. 2008.


15 September 2013
www.unhas.ac.id/lkpp/laut/6.%20ANATOMI%20IKAN.pdf. DR. ANDI IQBAL
BURHANUDDIN, M.Fish. Sc. 2008 15 September 2013
http://science.kennesaw.edu/~bensign/aqbio/lnotes/Fish/Fish.html
http://educorolla6.blogspot.com/2009/05/sejarah-klasifikasi.html
http://www.tugasbiologi.com/2013/09/pengertian-ikhtiologi.html

28

Anda mungkin juga menyukai