Anda di halaman 1dari 5

Tugas Tulis Ujian Digestif

Disusun oleh : dr. Cindy Henrietta N.


Pembimbing : dr. IGP Sukrana Sidemen, SpAn, KAR

Suplai Vaskular Hepar 1


Hepar menerima 25% dari curah jantung, dengan aliran darah rata-rata 100-130 mL/menit per
100 gram. Ada dua sumber utama darah ke hepar: arteri hepatika dan vena porta. Arteri hepatika
komunis berjalan dari trunkus seliaka dan menjadi arteri kistika sebelum masuk ke hepar. Vena
porta berasalh dari vena splenika dan vena mesenterium superior, dan menerima darah dari
seluruh traktus digestivus, lien, pankreas, dan kandung empedu. Arteri hepatika menyuplai
sekitar 25% dari aliran darah hepar total dan 50% dari oxygen delivery hepar. Vena porta
menyuplai 75% dari aliran darah hepar total dan 50% dari oxygen delivery hepar. Darah dalam
vena porta berasalah dari organ-organ preporta yang sudah mengalami perfusi (gaster, intestinal,
lien, dan pankreas) yang merupakan campuran darah deoksigenasi dan mengandung nutrisi serta
bahan lain yang diabsorpsi dari traktus gastrointestinalis.

Hiperbilirubinemia 1
Bilirubin adalah anion organik endogen yang dihasilkan secara primer dari degradasi hemoglobin
yang dilepas oleh sel darah merah yang matur. Pengukuran kadar bilirubin serum diperiksa
melalui reaksi van den Bergh, yang memisahkan bilirubin menjadi dua bagian : bagian larut-airreaksi-direk yang merupakan bilirubin terkonjugasi dan bagian larut-lemak-reaksi-indirek yang
merupakan bilirubin tak terkonjugasi.
Kadar bilirubin serum diukur untuk konfirmasi derajat beratnya ikterus dan derajat konjugasinya.
Konsentrasi serum bilirubin tak terkonjugasi antara 1 dan 4 mg/dL biasanya menunjukan
gangguan metabolisme bilirubin, misalnya produksi berlebihan (hemolisis), gangguan transpor
ke hepatosit, atau gangguan konjugasi oleh hepatosit. Bahkan pada kasus hemolisis berat,
bilirubin serum total jarang di atas 5 mg/dL pada keadaan fungsi hepar normal. Kadar bilirubin
serum di atas 5 mg/dL, atau lebih rendah yang disertai oleh abnormalitas LFT lainnya, biasanya

menunjukkan ada penyakit hepar. Hiperbilirubinemia terkonjugasi terjadi gangguan ekskresi


bilirubin intrahepatik atau obstruksi ekstrahepatik. Pada obstruksi traktus biliaris total, kadar
bilirubin serum maksimal jarang lebih dari 35 mg/dL karena ada ekskresi renal bilirubin
terkonjugasi. Oleh karena itu, bila kadar bilirubin di atas 35 mg/dL biasanya terjadi pada
penyakit parenkim hepar berat yang disertai dengan hemolisis atau gagal ginjal.

Mannitol 4
Diuresis osmotik dengan mannitol sudah lama dipercaya memproteksi terhadap cedera
nefrotoksik, termasuk yang terjadi dengan kontras radiologis, rhabdomyolisis, dan ikterus
obstruktif. Namun, jika volume yang keluar tidak dikoreksi, pemberian mannitol justru dapat
menyebabkan cedera nefrotoksik. Dari penelitian, diketahui mannitol menghasilkan proteksi
renal melalui diuresis osmotik dan meningkatkan aliran tubular. Pada kolestasis ekskresi garam
biliar yang berat, terjadi gangguan ikatan dan inaktivasi endotoksin organisme usus, sehingga
terjadi septikemia portal dan kerusakan renal. Risiko disfungsi renal pascaoperasi meningkat bila
ikterus peroperatif 8 mg/dL, dengan insidens ARF (acute renal failure) pascaoperasi 4-18%
dengan mortalitas 76%.

Diuretik
1. Loop diuretik. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat reabsorpsi natrium di tubulus
asendens nefron, sehingga volume ekskresi air di urin bertambah karena natrium bersifat
menarik air. Contohnya adalah furosemid.
2. Osmotik diuretik. Komponen tertentu, seperti mannitol, difilter oleh glomerulus tetapi tidak
dapat direabsorpsi. Komponen tersebut akan meningkatkan osmolaritas filtrat dan menghasilkan
retensi air dalam urin.
3. Thiazid diuretik. Kerjanya di tubulus konvultus distal dengan menghambat simporter natriumklorida sehingga menyebabkan retensi air.

4. Inhibitor karbonik anhidrase. Bekerja dengan menghambat enzim karbonik anhidrase yang
ditemukan di tubulus konvultus proksimal. Hasilnya antara lain, retensi bikarbonat dalam urin,
retensi potasium urin, dan penurunan absorpsi natrium. Contohnya, asetazolamid.
5. Diuretik hemat-kalium. Pada antagonis aldosteron, seperti spironolakton, terjadi antagonis
kompetitif dengan aldosteron. Normalnya aldosteron menambah kanal natrium di sel utama
collecting duct dan late distal tubule nefron. Spironolakton menghambat aldosteron memasuki
sel utama, sehingga reabsorpsi natrium dihambat.

Kurva Disosiasi Hemoglobin 2,3


Setiap molekul hemoglobin mengikat sampai empat molekul O2. Interaksi kompleks antara
subunit hemoglobin menghasilkan ikatan nonlinear (seperti huruf S) dengan O2. Saturasi
hemoglobin adalah jumlah oksigen terikat dalam persentase dibandingkan dengan kapasitas
ikatan-O2 totalnya. Pada kadar saturasi > 90%, kurvanya mendatar, karena reseptor O2 yang
tersedia lebih kecil sehingga gambaran kurva mendatar sampai saturasi penuh tercapai. Namun
dibawah kadar ini, PaO2 menurun tajam, pada saturasi 75% PaO2 sekitar 47 mmHg (mixed
venous blood), pada saturasi 50% saturasi PaO2 adalah 26.6 mmHg, dan pada saturasi 25%
PaO2 adalah 15 mmHg.
Kurva disosiasi oksigen ditentukan dengan membandingkan tekanan parsial oksigen (PO2)
dalam darah dengan persentase hemoglobin yang tersaturasi dengan oksigen. Dengan
bertambahnya saturasi hemoglobin, afinitas hemoglobin terhadap oksigen juga meningkat. Hal
ini digambarkan oleh bentuk sigmoid kurva, yang menunjukkan bahwa penurunan PaO2
menghasilkan lebih banyak oksigen yang tersedia di jaringan. Selain itu juga menggambarkan
terjadi transportasi oksigen dari paru ke jaringan yang sangat efisien.

Faktor yang memengaruhi Kurva Disosiasi Hemoglobin 2,3,5


Faktor penting klinis yang memengaruhi ikatan O2 antara lain konsentrasi ion hidrogen, tekanan
CO2, suhu, dan konsentrasi 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG). Efeknya terhadap interaksi
hemoglobin-O2 dapat dinyatakan sebagai P50, yaitu tekanan O2 dimana hemoglobin tersaturasi

50% pada suhu 37C dan pH 7,4. Setiap faktor dapat menggeser kurva disosiasi ke kanan
(meningkatkan P50) atau ke kiri (mengurangi P50). Pergeseran ke kiri akan menurunkan afinitas
O2, melepaskan O2 dari hemoglobin, dan lebih banyak O2 yang tersedia untuk jaringan; dengan
kata lain, bila kurva bergeser ke kiri maka tekanan oksigen yang lebih rendah dari normal akan
mensaturasi hemoglobin di paru dan selanjutnya diikuti oleh pelepasan oksigen di jaringan pada
tekanan oksigen kapiler yang lebih rendah dari normal. Sedangkan pergeseran ke kiri
meningkatkan afinitas hemoglobin terhadap O2, sehingga lebih sedikit O2 yang tersedia di
jaringan. P50 normal pada orang dewasa adalah 26.6 mmHg.

Pergeseran ke kanan disebabkan oleh faktor yang mengurangi afinitas hemoglobin terhadap O2.
Pergeseran ke kanan tidak menguntungkan bagi paru karena darah mengambil lebih sedikit
oksigen. Namun, menguntungkan bagi jaringan karena darah melepaskan lebih banyak oksigen.
Normalnya, keuntungan ini melebihi ketidakuntungannya, sehingga jumlah oksigen yang dikirim
ke jaringan membaik pada pergeseran ke kanan. Tubuh manusia memanfaatkan keuntungan ini
pada hipoksia ringan-sedang. Pada hipoksia, kurva disosiasi O2 secara otomatis bergeser ke
kanan. Namun, pada hipoksia berat ketika PO2 40 mmHg. Faktor yang menyebabkan
pergeseran ke kanan adalah PCO2 tinggi (Bohr efek), pH asidosis, peningkatan suhu, dan
peningkatan konsentrasi DPG sel darah merah. Hipoksia meningkatkan produksi DPG dengan
menghambat siklus Krebs. Hormon tiroid, growth hormon, dan androgen meningkatkan
konsentrasi DPG dalam sel darah merah.
Pergeseran ke kiri disebabkan oleh faktor yang meningkatkan afinitas hemoglobin terhadap O2.
Pergeseran ke kiri menguntungkan bagi paru karena darah mengambil lebih banyak oksigen.
Namun, tidak menguntungkan bagi jaringan karena darah melepas lebih sedikit oksigen.
Normalnya, ketidakuntungannya melebihi keuntungannya, sehingga jumlah O2 yang dikirim ke
jaringan lebih sedikit. Namun, pergeseran ke kiri menguntungkan pada hipoksia berat, ketika
PO2 arteri 40 mmHg. Contohnya pada fetus in utero yang normal memiliki PO2 rendah.
Faktor yang menyebabkan pergeseran ke kiri adalah PCO2 rendah, pH tinggi, suhu rendah, dan
kadar konsentrasi DPG sel darah merah yang rendah.

Efek asidosis akut vs kronis 5


Walaupun asidosis menggeser kurva disosiasi O2 ke kanan, asidosis kronis menurunkan
konsentrasi DPG dalam sel darah merah dengan menginhibisi glikolisis sehingga cenderung
menggeser kurva disosiasi ke kiri. Oleh karena itu perubahan kronis pada pH biasanya tidak
menggeser kurva disosiasi. Pengetahuan ini penting pada ketoasidosis diabetes. Koreksi
berlebihan kondisi asidosis pada pasien asidotik tidak diikuti koreksi kadar DPG yang rendah di
sel darah merah, sehingga terjadi pergeseran ke kiri dan menyebabkan hipoksia. Oleh karena itu
kondisi asidosis perlu dikoreksi bertahap untuk memungkinkan pemulihan kadar DPG dalam sel
darah merah.

Referensi :
1. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan M, Stock MC. Clinical Anesthesia Sixth
Edition, Lippincott Williams & Wilkins, USA, 2012.
2. Morgan GE, Maged SM, Murray MJ. Clinical Anesthesiology Fourth Edition, McGraw-Hill
Companies, USA, 2006.
3. Miller RD, Eriksson LI et al. Miller's Anesthesia Seventh Edition, Churchill Livingstone,
USA, 2005.
4. Murray MJ, Coursin DB, Pearl RG, Prough DS. Critical Care Medicine Perioperative
Management Second Edition. Lipincott Williams & Wilkins, Philadelphia 2002.
5. Sircar S. Principles of Medical Physiology, Thieme, New York 2008.

Anda mungkin juga menyukai