Anda di halaman 1dari 15

PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN MAS DENGAN KERAMBA

JARING APUNG DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN


RUMAH TANGGA PETANI
(Studi Kasus Di Wilayah Waduk Way Rarem)
Oleh
Adi Mulyawan1, Wan Abbas Zakaria2,
Dyah Aring H.L.3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui kelayakan finansial usaha


Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Way Rarem. (2) Untuk
menganalisis sensitivitas kelayakan finansial usaha Keramba Jaring Apung
(KJA) di Waduk Way Rarem. (3) Untuk menganalisis kesejahteraan rumah
tangga petani usaha Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Way Rarem.
(4) Untuk Menganalisis prospek pengembangan usaha Keramba Jaring
Apung (KJA) di Waduk Way Rarem.
Penelitian ini dilakukan di Kampung Pekurun Atas, Kecamatan Pekurun,
Kabupaten Lampung Utara. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Jan-Mei
2013. Data yang digunakan berupa data primer yang diambil dari hasil
wawancara dengan petani responden dan data sekunder yang diambil dari
instansi-instansi terkait. Metode analisis data yang digunakan dalam
pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah metode sensus. Analisis
data yang digunakan untuk mengolah data pada penelitian ini adalah
analisis finansial, analisis sensitivitas, analisis kesejahteraan dan prospek
pengembangan usaha keramba jaring apung.
Hasil dari penelitian yaitu (1) usaha keramba jaring apung secara finansial
menguntungkan dan layak dijalankan baik keramba kecil, keramba sedang
dan keramba besar dengan nilai NVP masing-masing keramba yaitu Rp.
64.417.955 untuk kecil, Rp. 86.132.351 untuk sedang dan Rp. 260.397.659
untuk besar. (2) usaha keramba jaring apung sensitif terhadap kenaikan
harga input sebesar 1,37 % dan penurunan produksi sebesar 50 %. (3)
rumah tangga usaha keramba jaring apung masuk kategori sejahtera
menurut sajogyo. (4) usaha keramba jaring apung memiliki prospek
pengembangan yang baik dilihat dari aspek finansial dan aspek non
finansial.
Kata kunci : finansial, keramba jaring apung, dan kesejahteraan

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Revolusi biru merupakan perubahan mendasar cara berpikir dari daratan ke


maritim dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Program minapolitan
merupakan salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan
produksi, produktivitas, dan kualitas perikanan (Sunoto, 2010). Berdasarkan data
Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam kurun waktu 2009 - 2014 kontribusi
produksi dari sektor perikanan ditargetkan meningkat hingga 353% dari perikanan
budidaya dan 6% dari perikanan tangkap. Peningkatan produksi ini akan
diimplementasikan di 197 lokasi kabupaten/kota yang tersebar di 33 provinsi, 114
di antaranya berbasis perikanan budidaya dan 87 perikanan tangkap. Salah satu
lokasi yang dipilih adalah di Provinsi Lampung.
Berdasarkan data Dinas Perikanan Propinsi Lampung Tahun 2012, realisasi
produksi perikanan tangkap di Lampung pada Tahun 2012 mengalami penurunan
sebesar 12,84 persen atau 22.235 ton dari Tahun 2011 yaitu sebesar 173.084 juta
ton. Sementara produksi perikanan budidaya di Lampung dengan periode yang
sama mengalami penurunan juga sebesar 8,33 persen atau 8.916 ton dari tahun
sebelumnya yaitu sebesar 106.990 ton. Penurunan produksi secara keseluruhan
tersebut terjadi meskipun jika dilihat dari lahan yang dipergunakan untuk
budidaya rata-rata mengalami peningkatan setiap tahunnya. Perkembangan luas
lahan budidaya ikan di Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan luas lahan budidaya ikan di Provinsi Lampung
Luas Lahan Budidaya (Ha)
2008
2009
2010
2011
Tambak
50181
50249
50162
35304
Kolam
6311
6722
7195
7691
Sawah
2561
1575
1752
1553
2
Jaring Apung (m )
85760
131460
123100
231290
2
Keramba (m )
37020
86880
55590
42800
Sumber : Dinas Perikanan Provinsi Lampung, 2012
Jenis Lahan Budidaya

2012
35158
8682
1238
2961800
981800

Tabel 1 menunjukkan bahwa selama lima tahun terakhir pemerintah terus


mengupayakan untuk melakukan ekstensifikasi lahan untuk perikanan budidaya.
Luas lahan yang mengalami peningkatan sangat pesat dalam satu tahun terakhir
adalah laut, jaring apung, dan keramba. Menurut Mantau Z (2010) jaring apung
dan keramba merupakan teknologi budidaya yang handal dalam rangka optimasi
pemanfaatan perairan danau dan waduk. Waduk merupakan perairan umum yang
sangat potensial dikembangkan untuk budidaya ikan air tawar. Dengan demikian,
dengan memanfaatkan perairan umum (danau dan waduk) tersebut diharapkan

target pemerintah untuk meningkatkan produksi perikanan hingga 3,53% dari


perikanan budidaya dapat tercapai. Perkembangan volume produksi perikanan
budidaya air tawar Tahun 2008-2012 di Provinsi Lampung dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan volume produksi perikanan budidaya air tawar di
Propinsi Lampung Tahun 2006-2010
Volume Produksi (Ton)
Jenis Ikan Air
Tawar
2008
2009
2010
2011
Nila
2691
4635
4470
4329
Mas
4629
7132
8922
7769
Patin
3333
2538
2943
3364
Lele
3702
5580
7105
5572
Gurame
1477
2312
2786
3453
Sumber : Dinas Perikanan Provinsi Lampung, 2012

2012
5727
7692
4782
7096
4098

Tabel 3 menunjukkan bahwa ikan air tawar yang menjadi primadona masyarakat
untuk dibudidayakan adalah ikan mas. Hal tersebut didukung dengan nilai
volume produksi ikan mas yang terus mengalami peningkatan dan lebih banyak
jika dibandingkan dengan volume produksi ikan tawar lainnya. Meningkatnya
volume produksi ikan mas tersebut dikarenakan oleh faktor cara budidaya ikan
mas yang relatif mudah dan waktu panen yang relatif lebih cepat dari budidaya
ikan air tawar lainnya sehingga petani dapat melakukan budidaya ikan mas
tersebut. Ikan mas cocok dikembangkan di daerah yang memiliki kelimpahan
sumber air tawar. Dengan demikian, petani dapat memanfaatkan potensi perairan
tawar di Lampung yang masih luas untuk melakukan budidaya ikan mas.
B. Perumusan Masalah
Ikan mas merupakan ikan konsumsi air tawar yang cukup berkembang di
Indonesia. Permintaan terhadap produk ikan mas segar cukup besar dan
menjadikan ikan mas sebagai salah satu ikan favorit masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, ikan mas banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Dalam
pembudidayaannya, ikan mas cocok dibudidayakan dalam air deras atau memiliki
ombak kecil. Dengan demikian, ikan mas dapat dibudidayakan di perairan tawar
yang memiliki ombak kecil seperti waduk, danau, dan sungai.
Kabupaten Lampung Utara merupakan daerah pengembangan budidaya perikanan
air tawar yang memiliki daerah aliran-aliran hulu sungai dan memiliki banyak
jaringan-jaringan irigasi teknis seperti bendungan Way Rarem, Way Tulung Mas,
Way Abung, Tirta Shinta, dan Way Tebabeng yang memiliki potensi sumberdaya
perikanan yang sangat besar, baik potensi wilayah maupun sumberdaya alam.
Selain pada perairan umum, potensi perikanan budidaya di Kabupaten Lampung
Utara terdapat pada potensi lahan dengan jenis usaha kolam, tanah, kolam
pekarangan, kolam air deras, keramba, jaring apung, dan mina padi. Dari
beberapa potensi perikanan budidaya yang diusahakan, ikan mas merupakan jenis

ikan yang paling banyak dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Berdasarkan


data dari Dinas Perikanan Kabupaten Lampung Utara, jumlah produksi ikan mas
pada tahun 2011 mencapai 2016,6 ton. Adapun luasan potensi lahan, pemanfaatan
lahan, dan peluang lahan yang masih bisa diusahakan di Kabupaten Lampung
Utara dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Potensi dan pemanfaatan perikanan budidaya di Kabupaten Lampung
Utara Tahun 2011
Potensi
Pemanfaatan Lahan
Lahan
(Ha)
(Ha)
Kolam Tanah
3.515
1.933,4
Kolam Pekarangan
845
506,6
Kolam Air Deras
3
0,5
Keramba
225
0,12
Keramba Jaring Apung
2.670
42,91
Mina Padi
980
476,3
Jumlah
8.238
2.959,83
Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Lampung Utara, 2012
Jenis Usaha

Peluang
(Ha)
1.581,6
338,4
2,5
224,88
2.627,09
503,7
5.278,17

Tabel 4 menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Utara memiliki peluang yang


sangat besar untuk mengusahakan perikanan budidaya dengan memanfaatkan
lahan seluas 5.278,17 ha. Dari total luasan lahan yang belum dimanfaatkan
tersebut, 50 persennya merupakan luasan lahan dengan jenis usaha keramba jaring
apung. Jenis usaha keramba jaring apung tersebut banyak diusahakan masyarakat
setempat dengan memanfaatkan perairan umum yaitu waduk. Salah satu waduk
yang dimanfaatkan untuk usaha keramba jaring apung adalah Waduk Way Rarem
yang memiliki luas genangan 1.200 ha, dari luasan tersebut yang bisa
dipergunakan sebesar 30 ha. Potensi perairan umum Waduk Way Reram tersebut
baru dimanfaatkan oleh petani untuk pembesaran ikan mas dengan sistem
budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) seluas 2,5 ha. Dengan demikian, petani
masih memiliki peluang besar untuk memanfaatkan Waduk Way Rarem untuk
mengembangkan budidaya Keramba Jaring Apung (KJA). Dengan memanfaatkan
potensi Waduk Way Rarem tersebut, maka diharapkan akan terjadi peningkatan
produksi, pendapatan, konsumsi hasil perikanan, serta peningkatan taraf hidup
masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan
untuk diteliti sebagai berikut:
1. Apakah usaha Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Way Rarem layak
secara finansial untuk dikembangkan?
2. Bagaimanakah prospek pengembangan usaha Keramba Jaring Apung (KJA) di
Waduk Way Rarem?
METODE PENELITIAN

A. Lokasi, Waktu Penelitian, dan Responden


Penelitian dilakukan pada lokasi pembesaran ikan mas di wilayah Waduk
Way Rarem. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan bahwa Waduk Way Rarem memiliki potensi yang besar
untuk dilakukan budidaya ikan air tawar dengan memanfaatkan perairan
umum berupa waduk. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Mei 2013.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus yaitu semua populasi
dijadikan responden dalan penelitian. Menurut Arikunto (2002), apabila
subjek penelitian kurang dari 100 unit (orang), maka lebih baik diambil
semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Responden
dalam penelitian ini terdiri dari petani di wilayah Waduk Way Rarem yang
berjumlah 5 responden yang melakukan usaha pembesaran ikan dengan
sistem Keramba Jaring Apung (KJA).
B. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder.
Data primer diperoleh melalui survei dengan melakukan
wawancara dan pengamatan langsung dengan para petani ikan mas,
menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Data sekunder diperoleh dari
instansi terkait, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas
Perikanan Propinsi Lampung, Dinas Perikanan Kabupaten Lampung Utara
dan literatur - literatur yang terkait dengan penelitian.
C. Metode Analisis
Untuk mengetahui Kelayakan Usaha di gunakan analisis finansial
Seperti : Analisis Biaya, Penerimaan, Pendapatan, NPV, Net B/C, Gross B/C,
IRR, Pp, analisis sensitifitas dan untuk melihat tingkat kesejahteraan.
Metode pengolahan data dilakukan dengan metode tabulasi dan
komputerisasi. Untuk menganalisis aspek pasar, aspek teknisi, aspek
manajemen/organisasi, dan aspek dampak lingkungan hidup dilakukan secara
analisis deskriftif.
a. Analisis Biaya
Secara matematis dapat dihitung dengan rumus:
TC = FC + VC
Keterangan:
TC = Total Cost (Rp)
FC = FixedCost (Rp)
VC = Variable Cost (Rp)
b. Analisis Penerimaan

Secara matematis dapat dihitung dengan rumus:


TR = P X Q
Keterangan:
TR = Total Revenue (Rp)
P = Price/ Harga jual ikan mas (Rp)
Q = Quantity/ volume produksi ikan mas (Kg)
c. Analisis Pendapatan
Secara matematis dapat dihitung dengan rumus:
= TR TC
Keterangan :
= keuntungan/pendapatan (Rp)
TR = total penerimaan (Rp)
TC = total biaya (Rp)
Pendapatan Rumah Tangga = Pendapatan KJA (on farm utama) + Pendapatan
Karet (on farm bkn utama) + Pendapatan non
KJA (non farm)
Pendapatan KJA (on farm) = MT 1 (Januari Maret) + MT 2 (Mei Juli)
+ MT3 (September November)
d. Analisis Finansial
Untuk mengukur dan menentukan kelayakan usaha tani suatu komoditas yang
diproduksi di suatu daerah. Menurut Ibrahim, Yacob, (2003), analisis
finansial yang digunakan dalam evaluasi proyek sebagai berikut :
1.

Net Present Value (NPV)

NPV adalah kriteria investasi yang banyak digunakan untuk mengukur


apakah suatu proyek feasible atau tidak.
Formula:
atau
atau

di mana:
NB = Net Benefit = Benefit Cost

C = Biaya Investasi +Biaya Operasi


= Benefit yang telah di-discount
= Cost yang telah di-discount
i = Discount factor
n = Tahun (waktu)
Kriteria:
Apabila hasil perhitungan net present value lebih besar dari 0 (nol),
dikatakan usaha/proyek tersebut feasible (go) untuk dilaksanakan dan jika
lebih kecil dari 0 (nol) tidak layak untuk dilaksanakan.
2.

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)

Net B/C adalah perbandingan antara net benefit yang telah di discount
positif (+) dengan net benefit yang telah di discount negative (-).
Formula:

Kriteria:
Jika Net B/C lebih besar dari 1 berarti gagasan usaha/proyek tersebut layak
untuk dikerjakan dan jika lebih kecil dari 1 berarti tidak layak untuk
dikerjakan. Untuk Net B/C sama dengan 1 berarti cash in flows sama
dengan cash outflows, dalam present value disebut Break Event
Point (BEP), yaitu total cost sama dengan total revenue.
3.

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

Gross Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara jumlah present value
dari benefit kotor dengan jumlah present value dari biaya kotor.
n

GrossB / C

Bt 1 i
t 0
n

Ct 1 i

t 0

Keterangan:
Bt
= Penerimaan (benefit) pada tahun ke-i
Ct
= Biaya (Cost) pada tahun ke-i
i
= suku bunga (%)
n
= umur proyek (tahun)
Kriteria pada pengukuran ini adalah :
a. Jika Gross B/C > 1, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan.

b. Jika Gross B/C < 1, maka kegiatan usaha tidak layak untuk
dilaksanakan
c. Jika Gross B/C = 1, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event
point.
4. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang
menunjukan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh
investasi proyek atau dengan kata lain tingkat suku bungan yang
menghasilkan NPV sama dengan nol.

NPV 1

(i 2 i1 )
NPV
1

NPV
2

IRR i1

Keterangan:
NPV1 = Present Value positif
NPV2 = Present Value negatif
i1
= discount faktor, jika NPV > 0
i2
= discount faktor, jika NPV < 0
Dengan kriteria:
a. Jika IRR > i, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan
b. Jika IRR < i, maka kegiatan usaha tidak layak untuk dilaksanakan
c. Jika IRR = i, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point
5. Payback Period
Payback Period merupakan penilaian investasi suatu proyek yang
didasarkan pada pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih dari
suatu proyek.

PP

Ko
1 tahun
Ab

Keterangan:
Pp = payback period
I0= investasi awal
Ab= manfaat (benefit) yang diperoleh setiap periode
Kriteria kelayakan :
a. Jika Payback period lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka
proyek tersebut layak untuk dijalankan
b. Jika Payback period lebih lama dari umur ekonomis usaha, maka
proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan.

e. Analisis Prospek Pengembangan


Menurut Ibrahim (1997) dalam Hadi R. A. (2012), ada beberapa tahap
yang perlu diperhatikan dalam pengembangan suatu proyek. Tahapantahapan tersebut antara lain tahapan pengujian. Tahapan pengujian
digolongkan dalam beberapa aspek antara lain :
1) Aspek pasar
Aspek pasar berkaiatan dengan bauran pemasaran (marketing mix) yang
merupakan variable-variable terkendali (controllable) yang dapat
digunakan perusahaan untuk mempengaruhi tanggapan konsumendari
segmen pasar tertentu yang dituju perusahaan.
Menurut Sunyoto D. (2012), klasifikasi atau penggolongan empat unsur
dari alat-alat bauran pemasaran terdiri dari 4 P, yaitu :
a. Produk (Product), sesutau yang ditawarkan produsen yang terwujud
atau tidak (jasa) kepada pasar, untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
b. Harga (Price), jumlah uang pelanggan yang dibayarkan untuk produk
tertentu.
c. Tempat (Place), berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
membuat produk diperoleh dan tersedia bagi pelanggan sebagai sasaran,
dalam hal ini adalah distribusi produk.
d. Promosi (Promotion), semua kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya kepada pasar
sasarannya seperti iklan, promosi penjualan, hubungan masyarakat,
pemasaran langsung, dan memalui media internet.
2) Aspek teknis
Menurut Nurmalina dkk (2010), aspek teknis merupakan aspek yang
berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan
pengoperasiannya setelah bisnis selesai dibangun. Berdasarkan analisis ini
pula dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi termasuk
biaya eksploitasinya.
3. Aspek manajemen dan organisasi
Terdapat dua macam studi yang perlu dilakukan alam aspek manajemen,
yaitu manajemen saat pembangunan proyek bisnis dan manajemen saat
bisnis dioperasionalkan secara rutin. Di dalam pembangunan proyek
bisnis, manajemennya antara lain menyusun rencana kerja, siapa saja yang
terlibat, bagaimana mengordinasikannya, dan mengawasi pelaksanaan
proyek dengan sebaik-baiknya (Umar, 2005).
4) Aspek Hukum

Menurut Kasmir dan Jakfar, 2009, aspek hukum (operasional) meliputi


masalah kelengkapan dan keabsahan dokumen perusahaan, mulai dari
bentuk badan usaha sampai izin-izin yang dimiliki.
5) Aspek dampak lingkungan hidup
Kajian mengenai aspek lingkungan dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui dampak yang akan yang akan ditimbulkan dari pendirian
usaha tesebut terhadap lingkungan sekitar. Kesalahan penilaian dalam
aspek lingkungan akan berdampak negatif di kemudian hari, baik bagi
pelaku usaha maupun bagi lingkungan (Sofyan, 2003).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung
Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantitatif
usaha pembesaran ikan mas pada KJA. Analisis finansial dilakukan pada ikan mas
sebagai komoditas yang dipelihara pada Keramba Jaring Apung. Untuk menganalisis
aspek finansial diperlukan analisis biaya dan manfaat, nilai arus tunai (cash flow),
kemudian dapat dihitung beberapa kriteria investasi yaitu NPV, IRR dan Net B/C.
Analisis criteria investasi sebagai ukuran tentang layak tidaknya kegiatan usaha
dilihat dari segi keuangan (Ibrahim, 2003). Asumsi-asumsi yang digunakan dalam
analisis finansial usaha pembesaran ikan mas pada KJA,yaitu :
1) Umur ekonomis sekitar lima tahun berdasarkan kegunaan konstruksi KJA secara
ekonomis
2) Pola tanam usaha pembesaran ikan mas sebanyak tiga kali musim tanam per
tahun masa pemeliharaan ikan mas selama tiga bulan.
3) Biaya investasi dikeluarkan dalam satu tahun yaitu pada tahun ke nol.
4) Tingkat suku bunga ditetapkan sebesar 14 persen sesuai dengan Surat - Surat
edaran No: 08 tgl 04 Maret 2010 Suku bunga Kur BRI 14%.
5) Modal investasi yang digunakan berasal dari modal pribadi pemilik
Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha kerambah jaring
apung di Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara. Perhitungan
analisis finansial menggunakan Suku bunga Kur BRI 14% Surat edaran No: 08 Tgl
01 Februari 2012.
Dengan menggunakan suku bunga tersebut akan di dapat nilai discounting factor.
Perhitungan analisis finansial usaha kerambah jaring apung di Kecamatan Abung
Pekurun sedangkan ringkasan hasil analisis finansial usaha kerambah jaring apung
dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Analisis finansial usaha kerambah jaring apung pada tingkat
suku bunga 14 % (df = 14 %)
Uraian

Nilai

Kecil

Sedang

Besar

64.417.995

86.132.351

260.397.659

IRR (%)

49

44

66

Net B/C

2,16

1,89

2,38

Gross B/C

1,08

1,06

1,07

Payback Period

2,30

2,21

1,28

Net Presnt Value /


NPV (Rp.)

Sumber : Data primer diolah, 2013


a) Net Present Value (NPV)
Besarnya nilai NPV pada tingkat suku bunga 14 % sebesar Rp. 64.417.995
(ukuran kecil), Rp. 86.132.351 (ukuran sedang), dan Rp. 260.397.659 (ukuran
besar), yang berarti bahwa nilai NPV lebih besar dari nol atau bernilai positif. Hal
ini menunjukkan bahwa penerimaan bersih usaha kerambah jaring apung lebih
besar dari total baiya yang dikeluarkan dan dengan kata lain bahwa usaha
kerambah jaring apung di Kecamatan Pekurun Kabupaten Lampung Utara
menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Berdasarkan penelitian Mungky
(2001), menunjukkan nilai NPV pada tingkat suku bunga 16 % sebesar Rp.
98.952.859. dan Berdasarkan penelitian Gultom (2002) nilai NPV dengan tingkat
suku bunga 16 % sebesar 55.495.666 hal ini bertanda positif yang berarti layak
untuk dilanjutkan. Nilai NVP pada Waduk Way Rarem ukuran Besar memiliki
nilai yang besar jika dibandingkan dengan penelitian Mungky dan Gultom.
Tingginya nilai NPV di daerah penelitian dikarnakan Harga Pakan yang
murah,Tenaga kerja yang murah, sarana jalan yang baik dan penjualan masih
dalam daerah.
b) Internal Rate of Return (IRR)
IRR merupakan salah satu aspek keuangan yang menilai kelayakan suatu usaha
untuk dikembangkan dengan melihat besarnya suku bunga yang akan membuat
NPV=0. Nilai IRR harus lebih besar dari tingkat suku bunga yang sebesar 14 %.
Dari tabel hasil analisis finansial didapatkan nilai IRR ukuran keramba kecil 49
%, ukuran keramba sedang 44 % dan ukuran keramba besar 66 % yang berarti
usaha memberikan pendapatan sebesar 49,44,66 persen/tahun dari modal yang
diinvestasikan. Berdasarkan penelitian Haris Perdana (2008) menunjukkan nilai
IRR sebesar 37,14 persen dengan system polikultur, hal ini bernilai lebih Besar
dari tingkat suku bunga 13 persen yang berarti layak untuk dilaksanakan. Nilai
IRR pada Waduk Way Rarem dari tiga ukuran keramba memiliki tingkat suku
bunga yang lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian Haris Perdana.akan
tetapi jika dibandingkan dengan penelitian Maulana, (2003) nilai IRR sebesar
132 persen dengan tingkat diskonto 12 persen ini berarti nilai IRR dari ketiga
ukuran di Waduk Way Rarem lebih kecil di bandingkan dengan penelitian
Maulana.
c) Net B/C Ratio

Berdasarkan Tabel 19 menunjukkan usaha pembesaran ikan mas dan nila


pada KJA system Keramba Jaring Apung dengan tingkat suku bunga 13
persen . Dari hasil analisis, didapatkan nilai Net B/C 2,16 (ukuran kecil), Net B/C
1,89 (ukuran sedang), dan Net B/C 2,38 (ukuran besar), sehingga dapat dikatakan
bahwa usaha kerambah jaring apung di Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten
Lampung utara layak untuk diusahakan atau dikembangkan.
Biaya produksi variabel di daerah penelitian memberikan keuntungan bersih
yang lebih besar dibandingkan dengan usaha pembesaran ikan dengan system
(polikultur) di Waduk Cikoncang dengan nilai Net B/C sebesar 1,206 (Haris
perdana, 2008). Nilai Net B/C ukuran besar dan kecil usaha Keramba Jaring
Apung di Waduk Way Rarem lebih besar jika di bandingkan juga dengan
penelitian yang sama di waduk cirata Net B/C sebesar 1,93 (Mungky,2001).
d) Gross B/C Ratio
Gross B/C yang diperoleh dari hasil analsis finansial dengan suku bunga 14 %
sebesar 1,08 (ukuran kecil), 1,06 (ukuran sedang) dan 1,07 (ukuran besar) , hal ini
berarti usaha kerambah jaring apung layak untuk diusahakan dan dikembangkan
karena setiap Rp. 1.000.000, 00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan
penerimaan usaka keramba jaring apung sebesar Rp. 1.080.000,00 untuk ukuran
kecil, Rp. 1.060.000,00 untuk ukuran sedang dan Rp. 1.040.000,00 untuk ukuran
besar.
e) Payback Period (Pp)
Payback Period adalah anallsis untuk mengetahui jangka waktu pengembalian
investasi oleh keuntungan bersih suatu usaha. Bila waktu pengembalian investasi
lebih pendek dari pada umur ekonomis usaha, maka usaha tersebut layak untuk
dikembangkan. Pada hasil analisis finansial, didapatkan payback periode bernilai
2,30 untuk ukuran kecil, 2,21 untuk ukuran sedang dan 1,28 untuk ukuran besar,
yang artinya biaya investasi usaha kerambah jaring apung dapat dikembalikan
dalam jangka waktu tersebut oleh keuntungan bersih usaha keramba jaring apung.
Usaha Keramba Jaring Apung Diwaduk Way Rarem dengan Ukuran besar Lebih
cepat dalam pengembalian modal investasi Jika dibandingkan dengan penelitian
Usaha Keramba Jaring Apung di Desa Sikakap Kabupaten Kepulauan Mentawai
Sumatera Barat,PPC selama 2,68/panen atau 1,79 tahun Hendrik (2009).dan bila
di bandingkan dengan penelitian sistem Jaring Kolor di Waduk
Cikoncang,Kecamatan
Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten Ukuran
ukuran Keci dan ukuran sedang di Waduk Way Rarem lebih lama dalam
pengembalian biaya investasi,pengembalian modal investasi diwaduk
cikoncang selama 1 tahun 7 bulan, (Haris Perdana 2008).
B. Analisis Prospek Pengembangan Usaha Keramba Jaring Apung
Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan potensi pengembangan usaha KJA di
Waduk Way Rarem 30 ha. Apabila diasumsikan setiap hektarnya di kembangkan 10
Kolam Jaring keramba maka jumlah Kolam Jaring
keramba yang bisa

dikembangkan di Waduk Way Rarem adalah 600 kolam Jaring Apung. jumlah
keramba yang di kembangkan baru 40 unit keramba. Artinya tingkat pemanfaatan
Waduk untuk pengembangan Keramba Jaring Apung baru dari 8%. Potensi sumber
daya waduk way rarem dalam pengembangan usaha ini pada masa yang akan datang
sangat besar, hal ini dapat dilihat pada beberapa aspek, yaitu
a. Aspek Finansial
Berdasarkan aspek financial yang dilakukan terhadap usaha budidaya menunjukan
Besarnya nilai NPV pada tingkat suku bunga 14 % sebesar Rp. 64.417.995 (ukuran
kecil), Rp. 86.132.351 (ukuran sedang), dan Rp. 260.397.659 (ukuran besar), yang
berarti bahwa nilai NPV lebih besar dari nol atau bernilai positif,dan IRR lebih besar
dari suku bunga menunjukan usaha layak untuk di kembangkan. Payback Period
lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka proyek
tersebut layak untuk
dijalankan.

Dari perhitungan sensitivitas menunjukan bahwa usaha budidaya ikan mas


masih layak untuk di jalankan walau dalam kondusi perubahan kenaikan
harga input hingga 1,37%, akan tetapi jika penurunan produksi ikan mas
hingga 50% petani akan merugi tidak layak untuk di jalankan.
b. Aspek Pasar
Ikan Mas Merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi di Lampung
Utara. Produk ikan mas Jaring Apung di Lampung Utara dipasarkan di daerah
setempat.Bahkan tidak bisa memenuhi kebutuhan lokal.Untuk itu adanya permintaan
yang tinggi menjadi peluang bagi pengembangan usaha Keramba Jaring Apung di
Waduk Way Rarem.
Pembeli ikan mas terdiri dari berbagai kegiatan baik komersial maupun non
komersial seperti rumah makan, pemancingan dan konsumsi rumah tangga. Menurut
informasi dari masyarakat ikan mas di Waduk Way Rarem lebih laku jika
dibandingkan dengan ikan dari kolam,karna rasanya lebih gurih.Harga ikan mas
Jaring Apung sangat berpariasi pada Musim tanam pertama harga 16.600/kg, pada
musim tanam ke dua dan ke tiga Harganya lebih mahal Rp.17.600/kg,dan Rp.
18.600/kg ini di karnakan kurangnya pasokan dari luar daerah.
c. Aspek Teknis
Sumber air Waduk Way Rarem berasal dari aliran sungai-sungai yang besar, Way
Galing yang berasal dari Lampung Tengah,Way Kulur dari Subik,dan Way Way
Rarem yang berasal dari Lampung Utara.Sehingga sirkulasi air sangat baik untuk
usaha Keramba Jaring Apung.Berkaitan dengan kegiatan budidaya,Modal yang
cukup tanpa didukung keterampilan petani ikan dalam mengelola tentunya tidak
membuahkan hasil yang optimal.Dalam pengembangan usaha Keramba Jaring
Apung di Waduk Way Rarem diperlukan penyuluhan dan pelatihan bagi petani ikan.
Tujuannya yaitu agar petani ikan mau mengadopsi teknik budidaya yang lebih maju
dan juga untuk meningkatkan kemampuan petani dalam pengelolaan usahanya.
Dalam penyuluhan ini perlu disampaikan mengenai teknik pengelolaan yang benar
yang meliputi padat tebar yang ideal,ukuran benih dan komposisi pakan ikan.
d. Aspek Manajemen

Pembesaran ikan mas didaerah penelitian merupakan badan usaha perorangan.


Struktur organisasi petani pengelola kegiatan usaha pembesaran ikan mas pada KJA
hanya terdiri atas ketua dan anggota. Dalam pelaksanaannya, ketua terlibat langsung
baik mulai dari pembibitan sampai panen. Ketua maupun anggota masih merupakan
keluarga dalam usaha Keramba Jaring Apung.
e. Aspek Hukum
Sesuai dengan peraturan daerah Kabupaten Lampung Utara nomor 20 tahun 2003
tentang izin usaha perikanan dinayatakan bahwa setiap usaha perikanan yang
berdomisili di Kabupaten Lampung Utara wajib memilki izin usaha serta dilengkapi
dengan analisis dampak lingkungan.
f. Aspek Lingkungan
Dampak positif terhadap lingkunagan yaitu terpeliharnya kelestarian sumber daya
ikan di perairan waduk karena kegiatan perikanan tidak bergantung pada
penangkapan ikan. Sisa-sisa pakan dari KJA dapat dimanfaatkan sebagai makanan
bagi ikan-ikan yang hidup bebas di laur KJA. Dampak negatif dari adanya kegiatan
usaha pembesaran ikan mas pada KJA di waduk masih dalam batas kewajaran.
Populasi KJA masih sedikit sehingga tidak berpengaruh buruk terhadap kualitas air.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
di tarik suatu kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Usaha budidaya Keramba Jaring Apung di Kecamatan Pekurun Kabupaten
Lampung Utara secara finansial menguntungkan dan layak di jalankan baik
kecil, sedang maupun besar. NPV keramba jaring Apung sebesar Rp.
64.417.955 untuk kecil, Rp. 86.132.351 untuk sedang, dan Rp. 260.397.659
untuk besar.
2. Usah budidaya ikan dalam Jaring Apung di Waduk Way Rarem mempunyai
peluang dan layak untuk di kembangkan apabila di tinjau dari aspek
financial dan aspek non financial.
B. Saran
Di sarankan kepada Dinas Perikanan Lampung Utara untuk mengembangkan
usaha KJA dengan memanfaatkan potensi yang ada dengan penyediaan bibit
melalui Balai Benih Rakyat (BBI) Lebih di tingkatkan lagi, dan di sediakan
Penyuluhan dan pembinaan yang sangat diperlukan terutama dalam teknis
budidaya KJA, pengobatan penyakit, pembersihan Jaring dan pemberian pakan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,S. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Pendek. Jakarta :


Rineka Cipta.
Hendrik. 2009.Analisis Usahadan Potensi Pengembangan Keramba Jaring Apung
Di Desa Sikakap Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat
Universitas Riau. Jurnal Penelitian. Vol 37, No 01 (2009).
http://www.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPK/search/titles
Hadi, R. A. 2012. Analisis Nilai Tambah, Kelayakan Finansial dan Prospek
Pengembangan pada Agroindustri Kopi Luwak di Pekon Way Mengaku
Kecamatan Balik Bukit. Kabupaten Lampung Barat. Skripsi. Universitas
Lampung.
Haris Perdana,2008. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan mas
dan Nila Pada Keramba Jaring Apung Sistem Jaring Kolor Di Waduk
Cikoncang Kecamatan Wanasalam Kabupaten Lebak Banten.
Repostisory.ipb.ac.id/bitstrem//1938/5/A08hpe.pdf
Ibrahim, M.Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta : Rineka Cipta.
Mantau, Z. 2002. Analisis Kelayakan Investasi Usaha Budidaya Ikan Mas dan
Nila dalam Keramba Jaring Apung Ganda di Pesisir Danau Tondano
Sulawesi Utara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Propinsi Sulawesi
Utara.
Nurmalina R, Sarianti T, dan Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor:
Buit Design & Printing.
Sunyoto, D. 2012. Dasar-Dasar Manajemen Pemasaran. Yogyakarta : Caps.
Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis Edisi 3. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai