PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak manusia ada filsafat pun sudah ada, karena arti dari filsafat secara
sederhana adalah cinta kebijaksaan, kebenaran pertama, pengetahuan yang
luas, kebajikan intelektual. Hal semacam ini tentu sudah ada, karena pada
dasarnya manusia adalah makhluk yang berakal yang selalu ingin mencari
tahu segala sesuatu dalam hidupnya. Hanya saja untuk istilah filsafat itu
sendiri baru muncul pada zaman Yunani Kuno dan dari sanalah istilah filsafat
itu lahir, dan kebanyakan kalangan barat menganggap bahwa Yunanilah yang
dianggap sebagi tanah kelahiran filsafat, sehingga seringkali kalangan barat
mengesampingkan pemikiran filsafat yang berasal dari luar Yunani, seperti
filsafat China dan India, karena dianggap tidak bersentuhan dengan
peradaban Yunani.
Jika ditelusuri lebih jauh mengenai arah perkembangan filsafat. Maka
akan diketahui bahwa awal kemunculan pemikiran filsafat itu ada ketika
adanya sebuah peradaban atau mungkin peradaban itu muncul karena adanya
filsafat. Secara umum peradaban yang mempunyai hubungan dengan Yunani
kuno adalah peradaban yang ada di Mesopotamia (kaldan/Irak), kemudian
menyebar ke Alexandria dan dari sanalah orang-orang Yunani belajar filsafat.
Pada awalnya orang-orang Yunani adalah orang yang lebih mempercayai
mitos dan dongeng-dongeng sebagai kebenaran daripada menggunakan
akalnya.
Pada abad 6 SM barulah bermunculan orang-orang yang menentang
kepercayaan yang berdasarkan mitos kepada kebebasan berpikir untuk
menelusuri semua misteri yang ada. Para pemikir itu menginginkan jawaban
dari segala misteri yang ada di alam ini haruslah dapat diterima akal
(rasional). Karena adanya kebebasan berpikir inilah kemudian muncul
berbagai konsep berdasarkan akal murni.
BABII
PEMBAHASAN
A. Filsafat Barat
1. Kemunculan filasafat barat
Dalam buku filsafat umum yang ditulis Muzairi, menyebutkan ada tiga
faktor yang menyebabkan munculnya filsafat di Yunani, yaitu:
a. Bangsa Yunani yang kaya akan mitos, dimana mitos dianggap sebagai awal
dari upaya orang untuk mengetahui atau mengerti. Kemudian mitos itu
disusun secara sistematis yang untuk sementara kelihatan rasional sehingga
muncul mitos selektif dan rasional, seperti syair karya Homerus, Orpheus
dan lain-lain.
b. Karya sastra Yunani yang dapat dianggap sebagai pendorong kelahiran
filsafat Yunani, karya Homerus mempunyai kedudukan yang sanat penting
untuk pedoman hidup orang-orang Yunani yang didalamnya mengandung
nilai-nilai edukatif.
c. Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di
lembah Sungai Nil. Kemudian berkat kemampuan dan kecakapannya ilmuilmu tersebut dikembangkan sehingga mereka mempelajarinya tidak
didasarkan pada aspek praktisnya saja, tetapi juga aspek teori kreatif.1
2. Yunani Kuno dan Yunani Klasik
Filsafat yang ada di Yunani bisa dibagi dalam dua periode, yaitu periode
Yunani Kuno dan Yunani Klasik. Pada awal perkembangannya hal yang banyak
dikaji adalah yang berkenaan dengan alam (Yunani Kuno). Tokoh-tokohnya
yang terkenal pada periode Yunani Kuno adalah Thales, Phytagoras,
Xenophones dan Demokritos. Mereka lebih banyak membahas tentang alam
dan asal mula kejadian alam (kosmosentris). Seperti Thales yang oleh
1 Muzairi, Filsafat Umum,(Yogyakarta: Teras, 2009), hal 42
menggunakan rasio terhadap agama dan jika bertentangan dengan ajaran gereja
akan dihukum berat. Kebebasan berpikir pun sangat dibatasi, filsafat hanyalah
pelayan bagi gereja. Sehingga masa ini bisa dikatakan masa kegelapan filsafat
dan ilmu pengetahuan.
Barulah setelah masa renaisans filsafat dan ilmu pengetahuan mulai
berkembang lagi, bahkan lebih pesat. Perkembangan selanjutnya bersifat
sekuler, yaitu pemisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan dengan doktrindoktrin agama.
3. Filsafat Barat Setetelah Renaisans
Pada masa abad pertengahan bisa dikatakan bahwa filsafat barat dalam
keadaan yang terpuruk. Kebebasan berpikir sangat dibatasi dan dibelunggu
oleh sebuah institusi keagamaan yang bernama gereja. Setiap orang harus
memilih antara agama dan ilmu pengetahuan, jika dia memilih sebagai orang
yang taat pada Tuhan (gereja), maka dia harus memutuskan hubungan dengan
ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan (filsafat) dianggap menentang
agama. Kalaupun ada, maka semuanya harus tunduk pada gereja.
Setelah perang salib perkembangan ilmu pengetahuan di Barat mulai
berkembang dan perdaganganpun berkembang dengan pesat, selain itu banyak
penemuan-penemuan geografis dan percetakan buku yang terjadi pada
pertengahan abad xv, pusat-pusat kota jatuh pada pemilik bank dan orang yang
punya uang dan terjadi peralihan ekonomi dari perekonomian rumah tangga ke
perekonomian kapitalisme. Kota-kota Bandar mengalami kemajuan yang
belum pernah terjadi sebelumnya. Banyaknya muatan barang dan luasnya
perdagangan dengan pelayaran ke daerah-daerah yang jauh yang memunculkan
para banker, pasar bursa, adanya perserikatan para pedagang, pengrajin, dan
pengusaha untuk memperluas hasil produksinya. Semua itu mengakibatkan
adanya sebuah sistem monopoli kekuasaan uang (kapitalisme). Para raja dan
rohaniawan hanyalah wayang-wayang yang dikendalikan oleh kapitalis.
baik ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial harus berada
dibawah payung positivisme. Dan pandangan inilah yang mendominasi
pandangan dunia pada abad 20.
Itulah sedikit pembahasan sejarah perkembangan filsafat yang ada di
Barat. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan orang yang berada
di belahan dunia selain barat yang menganut filsafat barat, apakah ia juga
termasuk tokoh filsafat barat? Kita bisa mengatakan bahwa secara geografis,
filsafat barat adalah filsafat yang muncul di dunia barat, namun setelah
filsafat itu menjadi sebuah aliran/pemikiran. Maka ketika orang itu
mengekor pada pandangan barat ia termasuk di dalamnya, walaupun ia
seorang timur sekalipun.
B. Kemunculan Filsafat Islam
1. Aspek Doktrin
Sebelum filsafat dikenal oleh kaum Muslim, mereka terlebih dahulu
mengenal ilmu kalam. Ilmu yang mempelajari tentang ketuhanan dan berbagai
cabangnya, termasuk di dalamnya tentang kenabian dan hari akhir. Awal mula
kemunculan ilmu kalam adalah perdebatan mengenai Al-quran itu qadim atau
hadits, namun benihnya sudah ada sejak Nabi Muhammad wafat. Yaitu
siapakah pengganti atau pemimpin setelah beliau wafat. Dan mulai terlihat
dengan jelas ketika terjadinya perpecahan diantara umat Islam pada perang
shiffin antara Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan.
Dalam perang shiffin terjadilah peristiwa tahkim yaitu pihak Muawiyah
meminta damai dan kembali pada kitabullah sambil mengangkat mushaf
Quran. Awalnya Sayidina Ali menolak, namun sebagian pengikutnya
memaksa agar kembali pada kitabullah yang akhirnya beliau menyetujuinya.
Pada saat itu Muawiyah meminta agar kepemimpinan umat dipilih oleh rakyat
dan mengosongkan terlebih dahulu kepemimpinan yang sudah ada dan masingmasing pihak mengutus delegasinya. Pihak Sayidina Ali mengutus Abu Musa
al-Alasyari dan pihak Muawiyah mengutus Amr bin Ash. Dengan siasatnya
Iluminisionis
dan
Hikmah
Mutaaliyah
yang
merupakan
ciri
khas
pemikiran/filsafat Islam.
Itulah sejarah singkat tentang lahirnya filsafat Islam, yang memunculkan
banyak tokoh filsafat di dunia Islam seperti, Al-Kindi, Ibnu Sina, Ar-Razi, Alfarabi, Suhrawardi, At-Thusi, Ibnu Rusyd, Ibnu Bajah, Ikhwanus Shafa, Mulla
Shadra dll. Yang masing-masing mempunyai pemikirannya sendiri-sendiri.
C. Perbedaan isu-isu filsafat Islam dan Barat
1. Isu-isu filsafat Islam.
a.
Metafisika.
Didalam isu-isu filsafat Islam mengenai pembahasan metrafisika,
kami mengambil teori dari Abu Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan
ibn Auzalagh, yang terkenal dengan nama Alfarabi. Seorang filosof yang
lahir pada tahun 257H (870M).
Dalam
karyanya
yang
berjudul
Falsafah
Aristhuthahlis,
ia
menjelaskan bahwa metafisika itu adalah ilmu yang mempelajari eksistensieksistensi (maujud-maujud), dan ada muatan ganda yaitu tentang wujud dan
teologi. Artinya bahwa metafisika itu ilmu yang mempelajari tentang
konsep-konsep umum tentang wujud, spesies aksiden, kesatuan, sedangkan
teologi itu sendiri adalah sebagai bagian dari ilmu universal tersebut, karena
Tuhan secara umum adalah prinsip wujud. Menurut al-Farabi ada tiga
masalah penting mengenai metafisika yaitu esensi, eksistensi sesuatu, pokok
utama segala yang maujud, dan dan prinsip utama mengenai gerak dasar
menurut ilmu pengetahuan.
Al-Farabi memulai pembahasan mengenai wujud pertama, sifat-sifat,
dan cara-cara-Nya menimbulkan segala sesuatu melalui proses emanasi.
Wujud pertama ini menurutnya itu adalah sebagai sebab pertama atau
penyebab bagi yang lain. Bersifat sempurna, kekal abadi, terhindar dari
atau wujud keempat melimpahkan akal keempat atau wujud kelima hingga
sampai akal kesepuluh atau wujud ke sebelas.
b.
Moral
Berbeda yang kami jelaskan pada filsafat moral dari barat yakni dari
seorang filosof David Hume, yang akan dibahas berikut. Namun sekarang
adalah pembahasan mengenai pandangan filsafat moral dari seorang filsafat
Islam Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razi (864-925M), yang lebih
dikenal dengan Ar-Razi.
Ar-Razi, menjelaskan tentang filsafat moralnya itu dengan baik, ia
menjelaskan tentang tindakan-tindakan, atau sifat-sifat buruk, seperti iri
hati, dusta, dan ia juga menjelaskan tentang kebahagiaan, kesenangan dan
yang lainya.
Ia
dalam
teorinya
tentang
kesenangan,
menjelaskan
bahwa
etikanya
difokuskan
pada
himbauan
akal
yang
Jiwa
5 Prof. Dr. Juhaya S. Praja, MA Pengantar Filsafat Islam hal 77.
Eskatologi.
Kenabian
Banyak pandangan mengenai teori kenabian menurut beberapa filosof,
beberapa teori ini beraneka ragamnya, dari mulai Ar-Razi, Al-Farabi, Ibn
miskawih, sampai Nasiruddin At-Thusi. Kami mewakilkan teori kenabian
berdasarkan para filosof ini.
Ar-Razi adalah seorang filsafat rational murni, Ia sangat menjunjung
tinggi akal. Katanya manusia mempunyai akal yang membedakan dari
hewan dan yang lainya, yang bisa memperoleh banyak pengetahuan, bahkan
8 Ibnu Qayyim Al Jauziyah Roh hal 73-74.
buruk itu tidak kelihatan. Barulah ketika emosi atau perasaan kita bereaksi
dengan spontan menilai ini seperti ini, atau itu seperti itu.
Maka menutut David Hume moralitas itu hanya hal mengenai
perasaan. Seluruh moralitas hanyalah satu sistem yang denganya kita
mengatur pengalaman yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan
dengan cara yang berguna bagi kehidupan bersama.
Dengan demikian Hume berbeda dengan filsafat tradisional yang
beranggapan bahwa bersifat moral itu adalah yang menurut pada akal.
Penjelasanya yaitu bahwa didalam diri manusia itu terdapat akal budi dan
emosi, ketika emosi mucul secara spontan kemudian akal budi mengetahui
mana yang benar mana yang salah, maka akal memberitahu atau
mengarahkan emosi bertindak kepada yang baik.
Hume menyatakan moralitas itu tidak ada kaitanya dengan akal budi.
Misalkan kita contohkan ketika kita marah pada seorang teman kita karena
suatu hal, tentunya teman kita adalah objek sasaran kita, tapi kita malah
menluapkan kemarahan kita dengan tindakan merusak tanaman atau
memukul pohon, tentunya tindakan ini tidak rational. Atau ketika kita
merasa takut setentgah mati ketika melihat bayangan yang besar, padahal itu
hanyalah bayangan dari seseorang atau suatu benda, ini juga tidak rasional.
Maka dari itu ia mengatakan bahwa pandangan moral itu tidak ada sangkut
pautnya dengan akal. Kemudian mengenai penilaian-penilaian moral juga
tidak ada hubunganya dengan akal. Nilai-nilai moral atau tindakan baik atau
jahat itu tidak melekat pada sifat orang itu dan tindakanya, karena ini hanya
merupakan reaksi dari pengamat yang menilainya.
Manusia secara alami meminatidan menyukai kenikmatan dan
membenci sekaligus menolak apa yang terasa tidak nyaman dan tidak enak
pada dirinya. Maka dari itu moralitas hanyalah masalah perasaan. Kemudian
bagaimanakah cara penilaian moral itu? Hume mengatakan bahwa moralitas
mesti berdasarkan emosi hati manusia yang tidak egois menguntungkan diri
sendiri. Menurut Hume perasaan ini disebut sebagai cinta kemanusiaan.
Karena didalam setiap individu-individu seseorang memiliki cinta
kemanusiaan, inilah yang menjadi dasar moralitas umum dan dasar
moralitas manusia.
b. Jiwa
Plato mengamati bahwa manusia itu mempunyai esensi. Disamping
tubuh (raga) manusia juga mempunyai jiwa, dan ini bukan merupakan hal
yang sederhana. Manusia mempunyai tiga elmen, yang pertama adalah yang
membedakan manusia dengan yang lainya yaitu akal untuk berfikir, dan
kemampuan menggunakan bahasa, kemudian yang kedua adalah elmen
rohaniah yaitu rasa benci, cinta, ambisi, semangat, kemarahan, melindungi
diri dan yang lainya, kemudian yang terakhir yaitu yang ketiga adalah nafsu
badaniah ang berupa dorongan untuk memuaskan hasrat, dan kebutuhan.
Plato menjelaskan ketiga elmen tersebut bahwa elmen pertama yaitu
akal adalah tingkatan paling tinggi karena dapat menilai dan mengetahui
mana yang benar dan mana yang salah, oleh karena itu akal menduduki
tingkatan pertama, kemudian tingkatan yang kedua itu adalah elmen
rohaniah dam yang terakhir itu adalah hawa nafsu merupakan elemen pada
tingkatan terendah. Teori ini disebut dengan teori jiwa tripatit.
Jadi bisa dilihat dari penjelasan singkat mengenai teori jiwa tripatit
ini, kita bisa tarik kesimpulan karena kemampuan manusia dalam tingkah
berfikir itu berbeda-beda, buktinya ada yang bisa menjadi dokter, filosof,
bahkan tukang cuci dsb. Tergantung manusia itu sendiri menggunakan
akalnya seberapa jauh. Begitu juga mengenai hawa nafsu dan kerohaniaan,
manusia mempunyai kecendrungan berbeda, dan juga tingkatanya.
Didalam jiwa juga mempunyai konflik, ketika tingkatan tertinggi dari
elmen pertama akal, akan dihadapkan kepada situasi-situasi tertentu.
naga
berkepala
banyak.
Untuk
menyatukan
jiwa
atau
sendiri-sendiri,
begitu
juga
mereka
masing-masing
mempunyai metodenya dan logikanya, sesuai dengan objek formal itu dan
uraian teorinya. Jadi jelaslah adanya perbedaan antara realisme aristoteles,
idealisme, positivisme, materialisme, eksistensialisme. Filsafat berbicara
mengenai metodenya sendiri. Yang mana metodenya itu dijelaskan, dibela,
dipertanggung jawabkan.
Menurut Louis Katt Soff objek filsafat itu bukan main luasnya, yaitu
meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin
diketahui manusia
Objek filsafat ada dua, yakni:
1.
aliran
filsafat
(segi
subjektif);
rasionalisme,
pragmatisme,
c. Metode
skolastik:
Aristoteles,
Thomas
Aquinas,
filsafat
abad
pertengahan.
Bersifat sintesis-deduktif. Dengan bertitik tolak dari definisidefinisi atau prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya.
d. Metode matematis: Descartes dan pengikutnya.
Melalui analisa mengenai hal-hal komplek dicapai intuisi akan
hakekat-hakekat sederana (ide terang dan berbeda dariyang lain); dari
hakekat-hakekat itu dideduksikan secara metematis segala pengertiam
lainnya.
e. Metode empiris: Hobbes, Locke, Berkelay, Hume.
Hanya pengalamanlah yang menyajikan pengertian benar, maka
semua pengertian (ide-ide) dalam introspeksi dibandingkan dengan
cerapan-cerapan (impressi) dan kemudian disusun bersama secara
geometris.
f. Metode transendental: Kant, neo-skolastik.
Bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu, dengan jalan analisa
diselidiki syarat-syarat apriori bagi pengertian sedemikian.
g. Metode dialektis: Hegel, Marx.
Dengan jalan mengikuti dinamik pikiran atau alam sendiri, menurut
triade tesis, antitesis, sintesis dicapai hakikat kenyataan.
h. Metode fenomenologis: Husserl, eksistensialisme
dipahami
menurut
hakikatnya
dengan
jalan
ini
diidrikan
oleh
Suhrawardi
Al-maqtul.
Adapun
bahwa manusia memiliki cahaya lebih dibanding hewan. Jadi bentukbentuk benda lebih bersifat relatif (lebih atau kurang).
5) Bagi Suhrawardi essensilah yang real, bukan eksistensi
6) Teori emanasi iluminassionis lebih ekstensif dibanding kaum
peripatetik, baik dari segi istilah, struktur, maupun jumlah akal
maupun malaikat-malaikat yang muncul dalam bagian teori emanasi.
Suhrawardi pernah mengklasifikasi pencari kebanaran kedalam tiga
kelompok : pertama, mereka yang memiliki pengalaman mistik yang
mendalam tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan
pengalaman secacra diskursif. Kedua, mereka yang memiliki kecakapan
nalar diskursif tetapi tidak memiliki pengalaman mistis yang cukup
mendalam, ketiga mereka yang disamping memiliki pengalaman mistis
yang mendalam dann otentik juga memiliki kemampuan nalar dan
bahasa diskursif.
c. Hikmah Mutaaliyah
Aliran ini diwakili oleh Mulla Sadra yang mana ia berhasil
menistensiskan ketiga aliran filsafat sebelumnya, yakni paripatetik,
iluminasi dn irfani. Adapun karakteristik filsafat hikmah ini adalah:
1) Mereka tidak hanya percaya pada akal diskursif tapi juga percaya
pada pengalaman mistik
2) Membicarakan adanya kesatuan antara akal dan maqul, karena yang
dipikirkan tidak mungkin secara rasional ada tanpa yang berpikir
(Tidak mungkin ada maqul tanpa akal).
3) Memiliki konsep wahdatul wujud, jika Suhrawardi mengatakan yang
utama (prinsipil) adalah essensi/mahiyyah, Mulla Sadra mengatakan
yang utama adalah wujud/ eksistensi. Esensi hanyalah sebatas yang
Aristoteles
Dalam filsafat paripatetik, dikenal suatu teori yang dinamakan dengan
hylomorpise yang mana teori tersebut merujuk kepada Aristoteles , yaitu
ajaran yang mengatakan bahwa apapun yang ada di dunia ini terdiri atas dua
unsur utama, yakni materi (hyle) dan bentuk(morfis). Pembicaraan
metafisika Aristoteles mengenai soal materi dan wujud ini lebih tepat
dimulai dengan doktrin Aristoteles tentang Universalia. Sedangkan jalan
Henry Bergson11
Ia adalah filosof perancis terkemuka abad 20, Bertrand Russel
mengupasnya dengan agak lengkap karena filsafatnya merupakan contoh
yang sangat bagus tentang pemberontakan melawan akal yang berawal dari
Rousseau secara bertahap makin mendominasi berbagai bidang kehidupan
dan pemikiran dunia.
Kalsifikasi filsafat Bergson berbeda dengan yang lainnya. Klasifikasi
filsafat yang biasanya dipengaruhi oleh metode atau hasilnya (empiris dan
apriori adalah klasifikasi menurut metodenya kemudian realis dan idealis
adalah klasifikasi menurut hasilnya). Upaya untuk mengklasifkasi filsafat
Bergson dengan salah satu dari cara tersebut hampir tidak mungkin berhasil,
karena filsafatnya hampir mengiris semua bidang yang diakui tersebut.
Salah satu ciri khas filsafat Bergson adalah ia mengganggap waktu
dan ruang sangat berbeda. Ruang merupakan karakteristik materi, dan waktu
adalah karakteristik esensial kehidupan atau pikiran. Filsafat Bergson
membagi antara naluri dan intelek. Naluri sebaiknya disebut intuisi, yang
Bergson maksud dengan intuisi adalah naluri yang menjadi tak terpengaruh,
sadar-diri, mampu menyesuaikan objeknya dan memperluasnya secara tak
terbatas, urainnya tentang kerja intelek tidak selalu mudah untuk diikuti,
sedangkan intelek selalu berpikiran seolah-olah tertarik pada kontemplasi
materi yang tidak bergerak.
Jika dibolehkan menambahkan ilustrasi filsafat Bergson, kita bisa
mengatakan bahwa alam semesta adalah rel kabel yang amat besar yang
didalam kehidupan adalah kereta yang berjalan ke bawah. Intelek itu
terwujud lantaran melihat kereta yang turun ketika melewati kereta yang
naik yang didalamnya kita berada. Sedangkan perhatian kita yang terpusat
pda kereta kita sendiri tentu saja adalah naluri atau intuisi. Intelek berkaitan
dengan ruang sedangkan naluri atau intuisi beerkaitan dengan waktu.
c.
Plato12
Bagi Plato, filsafat adalah semacam visi, yakni visi tentang kebenaran.
Visi ini tidak semata-mata bersifat intelektual, tidak juga bersifat
kebijaksanaan. Cinta intelektual terhadap tuhan dalam filsafat Spinoza
sama dengan persatuan erat antara pikir dan rasa. Barangsiapa yang pernah
mengerjakan karya kreatif tertentu, pasti pernah mengalaminya dengan taraf
yang berbeda-beda, suatu suasana batin dimana setelah lama berupaya
keras, tiba-tiba kebenaran atau keindahan muncul atau seolah-olah muncul
dengan keagungan yang tak terduga.
sesuatu
yang
menurutnya
benar.Eksistensialisme
Sartre
(1909-1980).
Sukar
untuk
mengkategorikan
Namun demikian, kesamaan yang sangat umum dimiliki para filosof dalam
gerakan Ini adalah perhatian mereka terhaddap gerakan kebebasan manusia,
keyakinan bahwa umat manusia memiliki kapasitas bawaan untuk memilih
tindakan mereka sendiri secara bebas dan tidak ditentukan sebelumnya.
Menurut Sartre satu hal yang pasti dimiliki semua orang adalah kebebasan.
Sartre menyatakan bahwa kita dikutuk untuk bebas. Kita tidak
punya pilihan lain selain bebas, dan pura-pura tidak bebas hanyalah
merupakan penipuan diri. Nietzsche juga sepakat dengan Sartre bahwa tidak
ada dunia objektif, tidak ada fakta mentah, tidak ada kemutlakan. Sartre
juga mengatakan bahwa eksistensi manusia mendahului esensinya. Dunia
sebagaimana kita memahaminya adalah dunia yang telah kita rekatkan pada
diri kita sendiri, bukan dari luar dunia kita.