PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif yang terjadi akibat nekrosis hepatoselular.
Sirosis hati merupakan penyebab terjadinya 35.000 kematian di Amerika setiap
tahunnya. Prevalensi sirosis hepatis didunia berdasarkan data WHO (2004), penyakit ini
menduduki peringkat ke 18 penyebab kematian dengan jumlah kematian 800.000 kasus
insidensi konsumsi alkohol. Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab
kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati
merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit
Dalam. Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi
sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam, atau ratarata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Di Indonesia 40-50% penyebab
sirosis hepatis adalah virus hepatitis B, 30-40% disebabkan oleh virus hepatitis C dan 1020% penyebabnya tidak diketahui. Lebih dari 40 % pasien sirosis asimtomatis, sirosis
ditemukan sewaktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada saat autopsi.
Penyebab terjadinya sirosis hati di negara barat umumnya akibat alkoholik sedangkan
di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Stadium awal sirosis sering
tanpa gejala. Bila sudah lanjut, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati. Terapi pada sirosis hati ditujukan mengurangi progresi penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penangan
komplikasi.
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala. Bila sudah lanjut, gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati. Terapi pada sirosis hati ditujukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan
hati, pencegahan dan penangan komplikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Anatomi Hepar
Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh yang memiliki berat berkisar 1200-1600 gr.
Berat pada laki-laki 1400-1600 gr dan pada perempuan 1200-1400 gr. Berat hepar tergantung
pada berat masing-masing tubuh, yaitu 1,8 %-3,1 % dari total berat tubuh, pada infant
memiliki berat yang agak lebih yaitu kira-kira 5% sampai 6 % dari total berat tubuh.
Ukuran tranversal dari hepar berkisar 20 cm-22,5 cm, dan ukuran vertikal berkisar 15
cm-17,5 cm, dengan diameter anteroposterior terbesar berkisar 10 cm-12,5 cm. Hepar
berbentuk pyramid, puncaknya dibentuk oleh bagian pada lobus sinistra, sedangkan basisnya
pada sisi lateral kanan yang lokasi pada dinding thorax kanan.
Hepar di bagi menjadi empat lobus yaitu lobus kanan, lobus kiri, kaudatus, dan
quadratus. Hepar selanjutnya dibagi atas 8 segmen yang masing-masing disuplai oleh pedikel
yang terdiri dari vena portal, arteri hepatika dan duktus biliaris.
Lobus caudatus ini terletak di facies posterior lobus hepatis dextra setinggi vertebra
thoracal X XI, dibatasi :
Dibagian ventro caudal oleh porta hepatis
Sebelah kanan oleh fossa vena cava
Sebelah kiri oleh fossa ductus venosi
Lobus ini mempunyai tonjolan yang agak ke antero lateral, yang memisahkan fossa vena
cava dan fossa vesica fellea, yang dinamakan processus caudatus. Disebelah kiri dari
processus caudatus, berbatasan dengan porta hepatis dan fossa ductus venosi, terdapat
processus papillaris.
3. Lobus Hepatis sinistra
Lobus ini bentuknya jauh lebih kecil daripada lobus hepatis dextra, lebih pipih dan hanya
berukuran kira-kira 1/6 dari ukuran hepar keseluruhannya. Lobus hepatis sinistra ini
terletak didalam region epigastrium dan sedikit didalam hypocondrium kiri. Lobus ini
terletak disebelah kiri dari ligamentum falciforme, tidak memiliki subdivisi dan berakhir
pada pada bagian apeks yang tipis pada quadrant kiri atas.
4. Segmen Couinaud
Hepar lebih jauh lagi dibagi menjadi beberapa segmen, setiap segmen tersebut disuplai
oleh cabang arteri hepatis, vena porta dan duktus bilier. Lobus kiri terdiri dari segmen I,
II, III dan IV dan segmen V, VI, VII, dan VIII mengisi lobus kanan. Lobus kanan lebih
jauh lagi dapat dibagi menjadi sektor anterior dan posterior. Sektor posterior kanan
dibentuk oleh segment VI dan VII dan anterior kanan dibentuk oleh segmen V dan VIII.
Segmen kiri juga dapat dibagi menjadi beberapa bagian; Segmen IV sesuai dengan sektor
medial kiri dan segmen II dan III sesuai dengan sektor lateral kiri. Segmen I sesuai
dengan lobus caudatus dan segmen IV sesuai dengan lobus quadratus.
Fiksasi Hepar
Fiksasi Hepar dilakukan atau dimungkinkan oleh adanya :
1. Ligamenta
Ligamentum Falciforme hepatis di ventral
Omentum minus di caudomedial
Ligamentum triangulare hepatis sinsitrum et dextra di lateral dan medial
Ligamentum coronarii hepatis sinistra et dextra di cranial
Ligamentum teres hepatis di caudal
Ligamentum venosum arantii di caudal
2. Vena hepatica
Vena ini menfiksasi hepar ke dinding posterocranial cavum abdominis terhadap vena
cava inferior.
3. Desakan negative dari cavum thoracis yaitu adanya daya isap dari tekanan negative
tadi ke arah ventrocranial, terhadap organ-organ didalam cavum abdominis.
4. Desakan positif dari cavum abdomini yaitu adanya dorongan dari organ-organ satu
dengan yang lainnya didalam cavum abdominis dan oleh kontraksi otot-otot dinding
abdomen.
Lymphonodus Hepatis
Hepar merupakan organ yang mempunyai system limfatika yang terbesar dibandingkan
dengan viscera abdominis lainnya. Lymponodus hepatis terdiri atas kelompok superficialis
dan profunda.
Kelompok superificialis terdiri atas :
a. Pada facies inferior dan anterior hepatis
b. Pada facies superior dan posterior menuju ke lymponodus para aorta dan ada yang
menuju lymponodi parasternal.
c. Pada facies posterior sebagian menuju ke lymponodus coelica seterusnya ke cisterna chili
Kelompok profunda; sebagian besar menuju lymponodi hepatis dan sebagian kecil saja yang
menuju ke lymponodi paraaorta.
Innervasi Hepar
Hepar mendapat innervasi dari :
1. Nn. Splancnici
Bersifat simpatis untuk pembuluh darah didalam hepar. Nervus vagus dextra et sinistra.
Bersifat parasimpatis dan berasal dari chordae anterior dan posterior nn. Vagus.
Keduanya masuk ke dalam ligamentum hepatodoudenale. Menuju portae hepatis.
2. Nn.Phrenicus dextra
Setelah masuk kedalam cavum abdominis akan menuju ke pleksus coeleacus untuk
kemudian mengikuti ligamentum hepatoduodenale sampai ke porta hepatis. Nervus ini
bersifat viscera afferent untuk ligamentum falciforme hepatis, ligamentum coronaria
hepatis, ligamentum triangulare hepatis serta capsula Glissoni.
Vascularisasi Hepar
Sirkulasi darah pada hepar dibentuk oleh arteri hepatica, vena porta, dan vena hepatica,
disebut sirkulasi portal.
dextra memberi cabang arteri cystica, yang memberi suplai darah kepada vesica
fellea.
b. Arteri hepatica propria sinistra
Berjalan ke arah porta hepatis, berada disebelah kiri dari duktus hepaticus dextra
dan sebelum masuk ke dalam lobus hepatis sinistra memberi cabang ke cranial
dan caudal, serta memberi suplai darah untuk capsula hepatis glissoni dan lobus
caudatus hepatis.
2. Vena portae hepatis
Dibentuk oleh gabungan antara vena mesenterica superior dan vena lienalis. Berjalan
disebelah dorsal pars superior duodeni, lalu berjalan ascendens masuk ke dalam
ligamentum hepatoduodenale. Didalam ligamentum hepatoduodenale, vena porta
berada disebelah dorsal dari arteri hepatica communis, sampai pada porta hepatis,
vena portae bercabang 2 membentuk ramus dextra dan sinistra, dan bersama-sama
dengan arteri hepatica propria dextra dan sinistra masuk kedalam lobus hepatis dextra
dan lobus hepatis sinistra.
3. Vena Hepatica
Membawa darah dari hepar masuk kedalam vena cava inferior. Terdiri dari :
a. Upper group, terdiri dari 3 vena yang besar
b. Lower group, yang jumlah bervariasi dan ukurannya kebih kecil.
Arteri hepatika komunis, berjalan dalam jarak yang pendek di retroperitoneal
kemudian melewati permukaan suprior dan sisi kiri dari duktus hepatika komunis.
Arteri hepatika komunis mensuplai 25 % aliran darah ke hepar dan vena porta
mensuplai sisanya yaitu 75 %.
Aliran darah hepar berasal dari 2 sumber yaitu vena portal dan arteri hepatika. Ini
merupakan 25 % dari cardiac output (COP). Vena portal memberikan aliran darah
dan sebagian darah vena portal telah melewati kapiler gastrointestinal; banyak
oksigen telah terpakai. Darah yang dari arteri hepatika mengandung banyak oksigen
dan oksigen digunakan oleh hepar berasal dari arteri hepatika. Cabang vena portal
dan arteri hepatika, memberi cabang venula portal, arterial hepatika yang masuk ke
acinus hepatika. Aliran darah dari pembuluh-pembuluh terminal ini ke sinusoid yang
mana merupakan jaringan kapiler dari hepar. Sinusoid berhubungan dengan pembuluh
hepatika terminal. Drainase venula-venula terminal ini di bentuk cabang-cabang besar
vena hepatika yang merupakan tributaries vena cava inferior. Tekanan vena portal
secara normal sekitar 10 mmHg pada manusia, dan aliran vena hepatika sekitar 5
mHg. Mean pressure pada cabang-cabang arteri hepatika yang membungkus sinusoid
sekitar 90 mmHg.
Komponen struktural dasar hepar adalah hepatosit atau sel hepar. Unit fungsional
dasar hepar adalah lobulus hepar yang pada manusia ada beberapa juta jumlahnya.
II.2
Fisiologi hepar
II.4
II.5
prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam,
atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. 3 Lebih dari 40 % pasien
sirosis asimtomatis, sirosis ditemukan sewaktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada saat
autopsi.1
II.6
adalah alkoholik segangkan di Indonesia terutama disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B
maupun C.
Tabel 1. Sebab-sebab sirosis dan/ penyakit hati kronis.1
Penyakit Infeksi
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplasmosis
Hepatitis Virus (Hepatitis B, Hepatitis C, Hepatitis D, sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan Metabolik
Defisiensi 1-Antitripsin
Sindrom Fanconi
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Penyakit Simpanan Glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi Fruktosa herediter
Tirosinemia herediter
Penyakit Wilson
Obat dan Toksin
Alkohol
Amiodaron
Arsenik
Obstruksi bilier
Penyakit Perlemakan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sclerosis primer
Penyebab lain yang tidak terbukti
Penyakit usus inflamasi kronik
Fibrosis kistik
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis
II.7
nekrosis yang terjadi pada sel hati yang meliputi daerah yang luas akan menyebabkan kolaps
pada daerah tersebut sehingga memicu timbulnya pembentukkan kolagen. Tingkat awal yang
terbentuk adalah septa pasif yang dibentuk oleh jaringan retikuler penyangga yang dibentuk
oleh jaringan retikuler kemudian berubah menjadi jaringan parut.
demIkian dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan daerah porta yang lain atau
antara porta dan sentral.1,8
Pada tahap selanjutnya kerusakan paremkim dan peradangan yang terjadi sel
duktulus, sinusoif dan sel-sel retikuloendotelial di dalam hati akan memacu terjadinya
fibrogenesis yang akan menimbulkan septa yang aktif. Sel limfosit T dan makrofag juga
berperan dalam sekresi limfokin dan monokin yang dianggap sebagai mediator fibrogenesis.
Mediator ini dibentuk tanpa adanya nekrosis dan inflamasi aktif.
menuju ke dalam paremkim hati yang berawal dari daerah porta. Pembentukkan septa
tingkat kedua ini yang menentukan perjalanan progresif sirosis hati. Pada tingkat yang
bersamaan nekrosis parenkim akan memacu proses regenerasi sel-sel hati. Regenerasi yang
timbul akan menyebabkan ganguan pembentukan susunan jaringan ikat. Keadaan regenerasi
dan fibrogenesis yang terus berlanjut mengakibatkan perubahan pada vascular dan
kemampuan faal hati dan akhirnya terjadi fibrosis hepatis.1,8
Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian memperlihatkan adanya peranan sel
stelata.
Pembentukan fibrosis
berlangsung terus menerus seperti hepatitis virus, bahan hepatotoksik dll, maka sel stelata
akan membentuk sel kolagen. Jika proses ini berjalan terus makan fibrosis akan terus
terbentuk di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal diganti oleh jaringan ikat.8
Manifestasi Klinis
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan hati
masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan
mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta
hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis
dekompensata) gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan
demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan pembekuan
darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna
seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta.
Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan
secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi
aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot
polos. Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II,
leukotrin dan trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti
nitrat oksida).4,5
Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh
ketidakseimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari
keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik.
Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi
vaskular sistemik.4,5
Asites merupakan penimbunan cairan secara abnormal di rongga perioteneum. Asites
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. Asites yang berhubungan dengan sirosis hepatis
terjadi melalui mekanisme transudasi. Beberapa teori yang menjelaskan asites transudasi
adalah underfilling, overfilling, dan perifer vasodilatation. Menurut teori underfilling asites
terjadi akibat volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik venosa ditambah
hipoalbuminemia akan menyebabkan transudasi sehingga cairan intravascular menurun.
Teori overfilling menyebutkan asites terjadi akibat ekspansi cairan plasma akibat reabsorpsi
air oleh ginjal, dan teori perifer vasodilatation mengatakan bahwa asites terjadi akibat
hipertensi porta.
II.10 Diagnosis
II.8.1 Gejala klinis
Gejala-gejala yang timbul pada sirosis:
1. Kompensata
Perasaan mudah lelah dan lemas
Nafsu makan menurun, kembung, mual
Berat badan menurun
2. Dekompensata
Gejala dari sirosis kompensata yang lebih menonjol
sudah terdapat kegagalan hati dan hipertensi porta
Hilangnya rambut badan
Gangguan pembekuan darah
Ikterus, air kemih berwarna teh pekat
Hematemesis, melena
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
9. Asites
Penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi
porta
underfilling asites terjadi akibat volume cairan plasma yang menurun akibat
hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan
hidrostatik venosa ditambah hipoalbuminemia akan menyebabkan transudasi
sehingga cairan intravascular menurun. Teori overfilling menyebutkan asites terjadi
akibat ekspansi cairan plasma akibat reabsorpsi air oleh ginjal, dan teori perifer
vasodilatation mengatakan bahwa asites terjadi akibat hipertensi porta.
10. Fetor hepatikum
Bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil
sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
11. Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia
12. Warna urin gelap seperti teh
13. Tanda-tanda lain yang menyertai, diantaranya:
Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar
Pemeriksaan Penunjang
Adanya sirosis dapat dicurigai dari hasil tes laboratorium, yakni pada hasil tes fungsi hati
berupa:1,6
1. Aspartat aminotransferase (AST)/serum glutanil oksaloasetat(SGOT)
dan Alanin
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis.
Terapi
yang
diberikan
bertujuan
untuk
mengurangi
progresifitas
dari
penyakit.
ensepalopati hepatikum, sehingga pemberian protein yang dapat dipecah menjadi amonia di
dalam tubuh dikurangi.1,7
Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala ascites yang dialami pasein
tidak memberat. Diet cair dapat diberikan pada pasien yang mengalami perdarahan saluran
cerna. Hal ini dilakukan karena salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan pecahnya
varises adalah makanan yang keras dan mengandung banyak serat.7
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya: alcohol
dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya,
pemberian asetaminofen, Kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.
Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada
hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi menjadi normal dan diulang
sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya sirosis.
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudine (analog nukleosida) merupakan
terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral diberikan
setiap hariselama satu tahun. Namun pemberian lamivudine setelah 9-12 bulan menimbulkan
resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntukan subkutan 3MIU, tiga kali seminggu
dan dikombinasi dengan ribavirin 800-1000mg/ hari selama 6 bulan.
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
pada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Dimasa yang akan dating, menempatkan sel
stelatta sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama.
Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan.
Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi
sel stelata, kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen,
namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan Vit
A juga dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam
penelitian.
Pengobatan Sirosis Dekompensata
Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau
90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200mg sehari. Respons diuretic bisa dimonitor
dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1kg/hari dengan
adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi
dengan furosemid dengan dosis 20-40mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya
bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160mg/hari. Parasintesis dilakukan bila hingga 4-6
liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Ensefalopati hepatic
Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan
untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg
berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.
Varises esophagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta
(propranolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau okreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligase endoskopi.
Peritonitis bacterial spontan
Peritonitis bacterial spontan diberikan antibiotika seperti sefotaksin intravena
amoksisilin, atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal mengatasi perubahan sirkulasi darah
di hati, mengatur keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati, terapi defenitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum
dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.
II.12 Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat
kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:1,4,5
1. Ensepalopati Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang bersifat reversibel
dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah mengeksklusi kelainan
neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0
(subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien
sudah jatuh ke keadaan koma.
Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya gangguan
metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas sawar darah otak.
Peningkatan permeabelitas sawar darah otak ini akan memudahkan masuknya neurotoxin
ke dalam otak. Neurotoxin tersebut diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans,
neurotransmitter palsu (tyramine, octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan
gamma-aminobutyric acid (GABA).Kelainan laboratoris pada pasien dengan ensefalopati
hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.
2. Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta yang
biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis ditegakkan.
Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15% dengan
angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk setiap episodenya.
3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.1 PBS
sering timbul pada pasien dengan cairan asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1
g/dL ) yang juga memiliki kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya
menyebabkan rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya
translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran bakteri
secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli, streptococcus
pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram negatif lainnya. Diagnosa
PBS berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites, dimana ditemukan sel polimorfonuklear
lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur cairan asites yang positif.
4. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat diamati pada
pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites. Sindrom ini diakibatkan oleh
vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan menurunnya
perfusi ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus.
Diagnosis sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang
dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari
500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.
5. Sindrom Hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.
II.13 Prognosis
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti :
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. 1 Skor ChildPugh sering disebut juga skor Child-Turcotte-Pugh digunakan untuk menilai prognosis
pasien yang akan menjalani operasi.
Tabel 2. Klasifikasi child pasien sirosis hati dalam terminology cadangan fungsi hati
Derajat Kerusakan
Bil. Serum (mu.mol/dl)
Alb.Serum (gr/dl)
Asites
PSE/Ensefalopati
Nutrisi
Minimal
<35
>35
Sempurna
Sedang
35-50
30-35
Mudah dikontrol
Minimal
Baik
Berat
>50
<30
Sukar
Berat/Koma
Kurang/kurus
BAB III
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
No.MR
Tanggal Masuk
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Status
15.93.86
07-Maret-2016
Adril
62 tahun
Laki-laki
Jl Raya Perawang KM 07
Islam
Menikah
2. ANAMNESIS
Alloanamnesis
3. KELUHAN UTAMA :
Perut semakin membesar dan terasa penuh sejak 1 minggu SMRS.
4. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Tn,A (62 tahun) datang ke Poli RSUD Tengku Rafian SIAK dengan keluhan perut
semakin membesar dan terasa penuh sejak 1 minggu SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak 1 bulan SMRS pasien sering mengeluhkan nyeri pada ulu hati.Nyeri dirasakan
seperti direma-remas, tidak menjalar dan hilang timbul. Nyeri dirasakan berkurang jika
pasien mengonsumsi obat maag dan obat yang diberikan dokter saat kontrol, nyeri
bertambah jika terlambat makan. Mual (+), muntah (-), sesak nafas (-), nyeri dada (-),
Pasien sudah pernah megalami keluhan yang sama sebelumnya dan pernah dirawat
di RSUD Tengku Rafian pada bulang Desember 2015 dengan keluhan Muntah
berdarah, darah segar kira kira 1 gelas, tiap kali muntah pasien sering kesakitan,
BAB pasein saat itu sering encer dan hitam, BAK pasien juga pekat, pasien sering
mengeluh nyeri ulu hati, perut tampak semakin membesar dan akhirnya pasien di
bawa ke IGD RSUD tengku Rafian dan di rawat selama 1 minggu, kemudian
setelah pulang dari rumah sakit pasien rutin control ke poli RSUD Tengku Rafian
8. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Riwayat pekerjaan sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan :
Keadaan umum
Kesadaran
GCS
Status gizi
Berat Badan
Tinggi badan
IMT
: 70 kg
: 168 cm
: 24.52
Vitas Sign :
TD: 110/80
T: 36,70 C
HR: 80 x/i
STATUS GENERALISATA:
KEPALA :
THORAKS (Ins-Pal-Per-Aus) :
Paru
(KGB) (-)
RR: 22 x/i
Inspeksi
: Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada jejas maupun
ABDOMEN (Ins-Aus-Pal-Per) :
Inspeksi
diraba.
Perkusi : shifting dullness (+)
EKSTREMITAS
Akral hangat
CRT < 2detik
Udem tungkai (+/+)
Eritema Palmaris (+)
HB
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Albumin
Ureum
Creatinin
: 8,1 g/dl
: 6,1 K/ul
: 82 K/ul
: 2,98 M/ul
: 3,2 g/dl (menurun)
: 26 mg/dl
: 0,6 mg/dl
SGOT
: 102 mg/dl (meningkat)
SGPT
: 59 (meningkat)
Bilirubin total
: 1,3 (meningkat)
Bilirubin Direct
: 0,6 mg/dl
Bilirubin Indirect : 0,7 mg/dl
Gamma GT
:Hbs Ag
: (+)
2. Urin : 3. USG :
Kesan:
Tanggal 08-3-2016
Ascites
USG kandung Empedu, Pankreas, Limpa, Ginjal Kanan dan Kiri, Vesika
urinaria, & Adneksa tidak tampak kelainan.
Tanggal 15-12-2015
kasar, tidak tampak pelebaran system biller intrahepatic, tidak tampak nodul.
Kandung empedu tidak melebar, dinding menebaliregular, tidak tampak
nodul /batu
Lien, pancreas, ginjal, buli-buli, protract tidak tampak kelainan
KesanCholecystitis ec Asites Masif ec Sirosis hepatis
4. Endoskopi :
Tanggal 14-12-2016
Kesimpulan :
Pan Gastropati
Gastritis antrum
12. DAFTAR MASALAH
Melena
Sirosis Hepatis
Anemia
Asites
Hipoalbuminemia
Diit MC
Propanolol/
Pycin / 12 jam
Lasix / 4 jam
Aspar K
Aldacton
Curcuma
FOLLOW-UP
Terapi
HR : 87x/i
T : 36,80C
RR : 24x/i
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadiasubrata
M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hal 668-669.
2. Price SA, Lorraine MW. Sirosis Hati. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.Vol. 1. Edisi VI. Jakarta: EGC; 2009 : 493-501.
3. Lindseth GN. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam: Price SA,
Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC.
2005. 493-501
4. Patasik YZ, Waleleng BJ, Wantania F. Profil Pasien Sirosis Hati Yang Dirawat Inap
Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Agustus 2012 Agustus 2014.
Jurnal e-Clinic (eCl), Vol. 3, No. 1, Januari-April 2015.
5. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the setting
of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299-302.
6. Setiawati M. Perbandingan Validitas Maddreys Discriminant Function Dan Skor
Child-Pugh Dalam Memprediksi Ketahanan Hidup 12 Minggu Pada Pasien Dengan
Sirosis Hepatis [Karya Tulis Ilmiah]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. 2009.
7. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin
Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229
8. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi
Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. 2007. Page 129-136
9. Sumber