Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
I.1

Latar Belakang
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis

hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif yang terjadi akibat nekrosis hepatoselular.
Sirosis hati merupakan penyebab terjadinya 35.000 kematian di Amerika setiap
tahunnya. Prevalensi sirosis hepatis didunia berdasarkan data WHO (2004), penyakit ini
menduduki peringkat ke 18 penyebab kematian dengan jumlah kematian 800.000 kasus
insidensi konsumsi alkohol. Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab
kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati
merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit
Dalam. Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi
sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam, atau ratarata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Di Indonesia 40-50% penyebab
sirosis hepatis adalah virus hepatitis B, 30-40% disebabkan oleh virus hepatitis C dan 1020% penyebabnya tidak diketahui. Lebih dari 40 % pasien sirosis asimtomatis, sirosis
ditemukan sewaktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada saat autopsi.
Penyebab terjadinya sirosis hati di negara barat umumnya akibat alkoholik sedangkan
di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Stadium awal sirosis sering
tanpa gejala. Bila sudah lanjut, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati. Terapi pada sirosis hati ditujukan mengurangi progresi penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penangan
komplikasi.
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala. Bila sudah lanjut, gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati. Terapi pada sirosis hati ditujukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan
hati, pencegahan dan penangan komplikasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1

Anatomi Hepar

Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh yang memiliki berat berkisar 1200-1600 gr.
Berat pada laki-laki 1400-1600 gr dan pada perempuan 1200-1400 gr. Berat hepar tergantung
pada berat masing-masing tubuh, yaitu 1,8 %-3,1 % dari total berat tubuh, pada infant
memiliki berat yang agak lebih yaitu kira-kira 5% sampai 6 % dari total berat tubuh.
Ukuran tranversal dari hepar berkisar 20 cm-22,5 cm, dan ukuran vertikal berkisar 15
cm-17,5 cm, dengan diameter anteroposterior terbesar berkisar 10 cm-12,5 cm. Hepar
berbentuk pyramid, puncaknya dibentuk oleh bagian pada lobus sinistra, sedangkan basisnya
pada sisi lateral kanan yang lokasi pada dinding thorax kanan.
Hepar di bagi menjadi empat lobus yaitu lobus kanan, lobus kiri, kaudatus, dan
quadratus. Hepar selanjutnya dibagi atas 8 segmen yang masing-masing disuplai oleh pedikel
yang terdiri dari vena portal, arteri hepatika dan duktus biliaris.

Gambar 1. Segmen Hepar


Morfologi dan segmen
Dilihat dari permukaan anterior, hepar terdiri atas Lobus hepatis dextra dan lobus hepatis
sinistra yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme hepatis dan fossa sagitalis sinistra.
Dilihat dari permukaan posterior, terlihat lobus hepatis dextra yang terbagi lagi menjadi 3
buah lobus yaitu Lobus caudatus, lobus quadratus dan lobus hepatis dextra itu sendiri.
1. Lobus Quadratus hepatis
Lobus ini terletak pada facies inferior dari lobus hepatis dextra, dibatasi oleh :
Anterior oleh margo anterior hepatis
Dorsal oleh porta hepatis
Sebelah kiri oleh fossa vena umbilicalis
Sebelah kanan oleh fossa vessica fellea.
Pada gross anatomi, lobus ini dideskripsikan sebagai bagian dari lobus hepatis dextra,
tetapi secara fungsional lebih berhubungan dengan lobus hepatis sinistra.
2. Lobus Caudatus hepatis

Lobus caudatus ini terletak di facies posterior lobus hepatis dextra setinggi vertebra
thoracal X XI, dibatasi :
Dibagian ventro caudal oleh porta hepatis
Sebelah kanan oleh fossa vena cava
Sebelah kiri oleh fossa ductus venosi
Lobus ini mempunyai tonjolan yang agak ke antero lateral, yang memisahkan fossa vena
cava dan fossa vesica fellea, yang dinamakan processus caudatus. Disebelah kiri dari
processus caudatus, berbatasan dengan porta hepatis dan fossa ductus venosi, terdapat
processus papillaris.
3. Lobus Hepatis sinistra
Lobus ini bentuknya jauh lebih kecil daripada lobus hepatis dextra, lebih pipih dan hanya
berukuran kira-kira 1/6 dari ukuran hepar keseluruhannya. Lobus hepatis sinistra ini
terletak didalam region epigastrium dan sedikit didalam hypocondrium kiri. Lobus ini
terletak disebelah kiri dari ligamentum falciforme, tidak memiliki subdivisi dan berakhir
pada pada bagian apeks yang tipis pada quadrant kiri atas.
4. Segmen Couinaud
Hepar lebih jauh lagi dibagi menjadi beberapa segmen, setiap segmen tersebut disuplai
oleh cabang arteri hepatis, vena porta dan duktus bilier. Lobus kiri terdiri dari segmen I,
II, III dan IV dan segmen V, VI, VII, dan VIII mengisi lobus kanan. Lobus kanan lebih
jauh lagi dapat dibagi menjadi sektor anterior dan posterior. Sektor posterior kanan
dibentuk oleh segment VI dan VII dan anterior kanan dibentuk oleh segmen V dan VIII.
Segmen kiri juga dapat dibagi menjadi beberapa bagian; Segmen IV sesuai dengan sektor
medial kiri dan segmen II dan III sesuai dengan sektor lateral kiri. Segmen I sesuai
dengan lobus caudatus dan segmen IV sesuai dengan lobus quadratus.
Fiksasi Hepar
Fiksasi Hepar dilakukan atau dimungkinkan oleh adanya :
1. Ligamenta
Ligamentum Falciforme hepatis di ventral
Omentum minus di caudomedial
Ligamentum triangulare hepatis sinsitrum et dextra di lateral dan medial
Ligamentum coronarii hepatis sinistra et dextra di cranial
Ligamentum teres hepatis di caudal
Ligamentum venosum arantii di caudal
2. Vena hepatica
Vena ini menfiksasi hepar ke dinding posterocranial cavum abdominis terhadap vena
cava inferior.

3. Desakan negative dari cavum thoracis yaitu adanya daya isap dari tekanan negative
tadi ke arah ventrocranial, terhadap organ-organ didalam cavum abdominis.
4. Desakan positif dari cavum abdomini yaitu adanya dorongan dari organ-organ satu
dengan yang lainnya didalam cavum abdominis dan oleh kontraksi otot-otot dinding
abdomen.
Lymphonodus Hepatis
Hepar merupakan organ yang mempunyai system limfatika yang terbesar dibandingkan
dengan viscera abdominis lainnya. Lymponodus hepatis terdiri atas kelompok superficialis
dan profunda.
Kelompok superificialis terdiri atas :
a. Pada facies inferior dan anterior hepatis
b. Pada facies superior dan posterior menuju ke lymponodus para aorta dan ada yang
menuju lymponodi parasternal.
c. Pada facies posterior sebagian menuju ke lymponodus coelica seterusnya ke cisterna chili
Kelompok profunda; sebagian besar menuju lymponodi hepatis dan sebagian kecil saja yang
menuju ke lymponodi paraaorta.

Innervasi Hepar
Hepar mendapat innervasi dari :
1. Nn. Splancnici
Bersifat simpatis untuk pembuluh darah didalam hepar. Nervus vagus dextra et sinistra.
Bersifat parasimpatis dan berasal dari chordae anterior dan posterior nn. Vagus.
Keduanya masuk ke dalam ligamentum hepatodoudenale. Menuju portae hepatis.
2. Nn.Phrenicus dextra
Setelah masuk kedalam cavum abdominis akan menuju ke pleksus coeleacus untuk
kemudian mengikuti ligamentum hepatoduodenale sampai ke porta hepatis. Nervus ini
bersifat viscera afferent untuk ligamentum falciforme hepatis, ligamentum coronaria
hepatis, ligamentum triangulare hepatis serta capsula Glissoni.
Vascularisasi Hepar

Sirkulasi darah pada hepar dibentuk oleh arteri hepatica, vena porta, dan vena hepatica,
disebut sirkulasi portal.

Gambar 2. Makroskopik dan mikroskopik hati


1. Arteri hepatica communis
Merupakan cabang dari arteri coeliaca, berjalan ke ventral agak ke kanan pada margo
superior pancreas, di sebelah dorsal pars superior duodeni. Kemudian arteri itu
membelok dan masuk ke dalam ligamentum hepatoduodenale di bagian caudal
foramen epiploicum Winslowi; berjalan didalam ligamentum itu bersama-sama
dengan duktus choledocus, vena portae, pembuluh limfe, dan serabut saraf menuju
porta hepatis. Didalam ligamentum hepatoduodenale, arteri hepatis comunis berada
disebelah anterior agak ke kiri dari duktus choledocus dan berada disebelah anterior
vena porta. Sampai pada porta hepatis, arteri hepatica communis bercabang menjadi 2
yaitu :
a. Arteri hepatica propria dextra
Berjalan di sebelah ventral vena porta, kemudian menyilang ductus hepaticus
communis, berjalan terus ke kanan dan sebelum masuk ke dalam lobus hepatis

dextra memberi cabang arteri cystica, yang memberi suplai darah kepada vesica
fellea.
b. Arteri hepatica propria sinistra
Berjalan ke arah porta hepatis, berada disebelah kiri dari duktus hepaticus dextra
dan sebelum masuk ke dalam lobus hepatis sinistra memberi cabang ke cranial
dan caudal, serta memberi suplai darah untuk capsula hepatis glissoni dan lobus
caudatus hepatis.
2. Vena portae hepatis
Dibentuk oleh gabungan antara vena mesenterica superior dan vena lienalis. Berjalan
disebelah dorsal pars superior duodeni, lalu berjalan ascendens masuk ke dalam
ligamentum hepatoduodenale. Didalam ligamentum hepatoduodenale, vena porta
berada disebelah dorsal dari arteri hepatica communis, sampai pada porta hepatis,
vena portae bercabang 2 membentuk ramus dextra dan sinistra, dan bersama-sama
dengan arteri hepatica propria dextra dan sinistra masuk kedalam lobus hepatis dextra
dan lobus hepatis sinistra.
3. Vena Hepatica
Membawa darah dari hepar masuk kedalam vena cava inferior. Terdiri dari :
a. Upper group, terdiri dari 3 vena yang besar
b. Lower group, yang jumlah bervariasi dan ukurannya kebih kecil.
Arteri hepatika komunis, berjalan dalam jarak yang pendek di retroperitoneal
kemudian melewati permukaan suprior dan sisi kiri dari duktus hepatika komunis.
Arteri hepatika komunis mensuplai 25 % aliran darah ke hepar dan vena porta
mensuplai sisanya yaitu 75 %.
Aliran darah hepar berasal dari 2 sumber yaitu vena portal dan arteri hepatika. Ini
merupakan 25 % dari cardiac output (COP). Vena portal memberikan aliran darah
dan sebagian darah vena portal telah melewati kapiler gastrointestinal; banyak
oksigen telah terpakai. Darah yang dari arteri hepatika mengandung banyak oksigen
dan oksigen digunakan oleh hepar berasal dari arteri hepatika. Cabang vena portal
dan arteri hepatika, memberi cabang venula portal, arterial hepatika yang masuk ke
acinus hepatika. Aliran darah dari pembuluh-pembuluh terminal ini ke sinusoid yang
mana merupakan jaringan kapiler dari hepar. Sinusoid berhubungan dengan pembuluh
hepatika terminal. Drainase venula-venula terminal ini di bentuk cabang-cabang besar
vena hepatika yang merupakan tributaries vena cava inferior. Tekanan vena portal
secara normal sekitar 10 mmHg pada manusia, dan aliran vena hepatika sekitar 5

mHg. Mean pressure pada cabang-cabang arteri hepatika yang membungkus sinusoid
sekitar 90 mmHg.

Komponen struktural dasar hepar adalah hepatosit atau sel hepar. Unit fungsional
dasar hepar adalah lobulus hepar yang pada manusia ada beberapa juta jumlahnya.
II.2

Fisiologi hepar

Metabolisme karbohidrat : glikogenesis, glikogenolisis, glukoneogenesis untuk


mempertahankan kadar glukosa darah normal, menyediakan energy untuk tubuh
sehingga glikosa berlebih dapat disimpan di hepar
Pembentukan dan ekskresi empedu : untuk absorbsi lemak dan vitamin larut lemak ,
metabolisme bilirubin (pigmen empedu)
Metabolisme protein : sintesis albumin dan globulin, deaminasi as. Amino, pembentukan
urea dari amonia
Metabolisme lemak : ketognesis, sintesis kolesterol, penimbunan lemak
Penimbunan vitamin dan mineral : vit. Larut lemak (A, D, E, K) dan vit B12, Cu, Fe
Pembentukan factor koagulasi darah : I, II, V, VII, IX, X, dependent vit K
Metabolisme steroid : inaktif dan sekresi hormon aldosteron, glukokortikoid, esterogen,
testosterone, progesteron
Detoksifikasi
Gudang darah dan filtrasi : sinusoid merupakan depot darah, sel kuppfer berfungsi
membuang bakteri dan debris pada darah.
II.3 Pemeriksaan fisik hepar
Hepar apabila dilakukan perkusi akan menimbulkan suara yang pekak. Hal ini
dikarenakan karena konsitensi hepar yg keras. Untuk batas kanan hepar, Perkusi dilakukan
pd linea midclavicula dextra. Utk batas atas kanan atas hepar dilakukan perkusi dr os.
Clavicula ke caudal shg akan memunculkan suara sonor (pd paru) hingga didapatkan suara
pekak (oleh hepar).
Sedangkan batas bawah hepar, perkusi dilakukan pd SIAS ke cranial shg akan
didapatkan suara timpani (pd abdomen) hingga di dapatkan suara pekak (oleh hepar). Lalu
kita ukur, ukuran dr hepar pasien dr batas kanan atas hepar smp batas kanan bawah hepar td.
Normalnya liver span (jarak redup oleh krn adanya hepar) berkisar 6-12 cm. Dapat dikatakan
terjadi hepatomegali (perbesaran hepar) bila batas atas didapatkan naik 1 ICS (pd ICS V) dan
batas bawah turun >2cm di bawah arcus costae atau jarak redup >12cm .
Sedangkan utk batas kiri hepar dilakukan pd linea midsternalis. Utk batas kiri atas
hepar bisa ditarik garis lgsg dr batas kanan atas hepar td ke medial. Utk batas kiri bawah
hepar, dapat dilakukan perkusi dr umbilicus ke cranial, akan didapatkan suara timpani pd
abdomen dan pekak oleh krn adanya hepar. Batas normal liver span pd lobus kiri hepar yaitu
sekitar 4-8cm. Dapat dikatakan terjadi hepatomegali bila didapatkan batas kiri bawah hepar
>2cm dibawah processus xiphoideus atau liver span >8cm.

II.4

Definisi Sirosis Hepatis


Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif.1 Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil
(mikronodular) atau besar (makronodular).2 Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan
dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul nodul
regenerasi sel hati. Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil (mikronodular) atau
besar (makronodular).3

II.5

Epidemiologi Sirosis Hepatis


Prevalensi sirosis hepatis didunia berdasarkan data WHO (2004), penyakit ini

menduduki peringkat ke 18 penyebab kematian dengan jumlah kematian 800.000 kasus


insidensi konsumsi alkohol.3 hepatitis C dan 10-20% penyebabnya tidak diketahui.1,4
Di negara barat, sirosis hati paling sering terjadi akibat alkoholik, sedangkan di
Indonesia terutama disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B sebesar 40-50 % dan virus
Hepatitis C 30-40 %, dan 10-20 % tidak diketahui penyebabnya namun termasuk kelompok
virus bukan B dan C. Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuensinya
kecil sekali karena belum ada data mengenai hal tersebut.
Berdasarkan profil kesehatan DIY tahun 2008, sirosis hati masuk dalam sepuluh
besar penyebab kematian tertinggi di provinsi DIY dengan prevalensi 1,87% pada urutan
kesembilan. Hasil penelitian Armis di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012
terdapat 102 orang pasien dengan proporsi tertinggi pada kelompok umur 42-48 tahun
(22,5%), jenis kelamin laki-laki (67,6%) dengan komplikasi tersering varises esofagus dan
perdarahan (42,5%), Di Indonesia 40-50% penyebab sirosis hepatis adalah virus hepatitis B,
30-40% disebabkan oleh hepatoma (21,8%), ensefalopati hepatikum (5,7%) dan > 1
komplikasi (27,6%).3
Penelitian Arda di RS Martha Friska Medan pada tahun 2012 terdapat 120 orang
pasien sirosis. Gejala klinis yang tersering adalah perut membesar, mual dan lemas (45,8%)
dan komplikasi yang sering timbul berupa perdarahan gastrointestinal (88%) dan koma
hepatikum (12%).6 Sirosis hati merupakan penyebab terjadinya 35.000 kematian di Amerika
setiap tahunnya.6 Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata

prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam,
atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. 3 Lebih dari 40 % pasien
sirosis asimtomatis, sirosis ditemukan sewaktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada saat
autopsi.1
II.6

Etiologi Sirosis Hepatis


Etiologi dari sirosis hati disajikan dalam table 1. Di Negara barat penyebab tersering

adalah alkoholik segangkan di Indonesia terutama disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B
maupun C.
Tabel 1. Sebab-sebab sirosis dan/ penyakit hati kronis.1
Penyakit Infeksi
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplasmosis
Hepatitis Virus (Hepatitis B, Hepatitis C, Hepatitis D, sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan Metabolik
Defisiensi 1-Antitripsin
Sindrom Fanconi
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Penyakit Simpanan Glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi Fruktosa herediter
Tirosinemia herediter
Penyakit Wilson
Obat dan Toksin
Alkohol
Amiodaron
Arsenik
Obstruksi bilier
Penyakit Perlemakan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sclerosis primer
Penyebab lain yang tidak terbukti
Penyakit usus inflamasi kronik
Fibrosis kistik
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis

II.7

Kalsifikasi Sirosis Hepatis

Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi.7


1. Klinis
a. Sirosis hati kompensata
Yaitu sirosis yang belum ada gejala klinis yang nyata.
b. Sirosis hati dekompensata
Yaitu sirosis yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas. Sirosis hati
kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat
tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
Secara morfologi Sherrlock membagi sirosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul,
yaitu.7
2. Morfologi
a. Makronoduler
Ireguler, multilobuler
b. Mikronoduler
Reguler, monolobuler
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
3. Etiologi
Alkoholik
Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)
Biliaris
Kardiak
Metabolik, penyakit keturunan, dan terkait obat
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis hati atas.7
a. Sirosis Postnekrotik,
Sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau subcute yellow,
atrophy cirrhosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional cirrhosis
Sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis alkoholik, Laennecs cirrhosis atau
fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor
lipotropik.
c. Sirosis Post hepatic

Sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.


Sesuai dengan konsensus Baveno IV, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan menjadi
empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan perdarahan varises,
yaitu:
a.
b.
c.
d.

Stadium 1 : tidak ada varises,tidak ada ascites


Stadium 2 : varises tanpa ascites
Stadium 3 : ascites dengan atau tanpa varises
Stadium 4 : perdarahan dengan atau tanpa ascites

Stadium 1 dan 2 dikategorikan sebagai kelompok sirosis kompensata, sementara


stadium 3 dan 4 dalam kelompok sirosis dekompensata.6
II.8

Patogenensis Sirosis Hepatis


Mekanisme terjadinya fibrosis pada penyakit sirosis sepenuhnya belum diketahui,

nekrosis yang terjadi pada sel hati yang meliputi daerah yang luas akan menyebabkan kolaps
pada daerah tersebut sehingga memicu timbulnya pembentukkan kolagen. Tingkat awal yang
terbentuk adalah septa pasif yang dibentuk oleh jaringan retikuler penyangga yang dibentuk
oleh jaringan retikuler kemudian berubah menjadi jaringan parut.

Jaringan parut yang

demIkian dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan daerah porta yang lain atau
antara porta dan sentral.1,8
Pada tahap selanjutnya kerusakan paremkim dan peradangan yang terjadi sel
duktulus, sinusoif dan sel-sel retikuloendotelial di dalam hati akan memacu terjadinya
fibrogenesis yang akan menimbulkan septa yang aktif. Sel limfosit T dan makrofag juga
berperan dalam sekresi limfokin dan monokin yang dianggap sebagai mediator fibrogenesis.
Mediator ini dibentuk tanpa adanya nekrosis dan inflamasi aktif.

Septa akan menjalar

menuju ke dalam paremkim hati yang berawal dari daerah porta. Pembentukkan septa
tingkat kedua ini yang menentukan perjalanan progresif sirosis hati. Pada tingkat yang
bersamaan nekrosis parenkim akan memacu proses regenerasi sel-sel hati. Regenerasi yang
timbul akan menyebabkan ganguan pembentukan susunan jaringan ikat. Keadaan regenerasi
dan fibrogenesis yang terus berlanjut mengakibatkan perubahan pada vascular dan
kemampuan faal hati dan akhirnya terjadi fibrosis hepatis.1,8
Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian memperlihatkan adanya peranan sel
stelata.

Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan

pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi.


menunjukkan perubahan proses keseimbangan.

Pembentukan fibrosis

Jika terpapar faktor tertentu yang

berlangsung terus menerus seperti hepatitis virus, bahan hepatotoksik dll, maka sel stelata
akan membentuk sel kolagen. Jika proses ini berjalan terus makan fibrosis akan terus
terbentuk di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal diganti oleh jaringan ikat.8

Gambar 3. Hepar normal dan Hepar yang mengalami sirosis Hepatis


II.9

Manifestasi Klinis
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan hati

masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan
mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta
hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis
dekompensata) gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan
demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan pembekuan
darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna
seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta.

Tabel.1 kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta


Gejala Kegagalan Fungsi Hati
Ikterus
Spider naevi
Ginekomastisia
Hipoalbumin
Kerontokan rambut
Ascites
Eritema palmaris
White nail

Gejala Hipertensi Porta


Varises esophagus
Splenomegali
Pelebaran vena kolateral
Ascites
Hemoroid
Caput medusa

Gambar 4. Vena porta


Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada
jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati
sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil
peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem
porta. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik.4,5

Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan
secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi
aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot
polos. Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II,
leukotrin dan trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti
nitrat oksida).4,5
Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh
ketidakseimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari
keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik.
Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi
vaskular sistemik.4,5
Asites merupakan penimbunan cairan secara abnormal di rongga perioteneum. Asites
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. Asites yang berhubungan dengan sirosis hepatis
terjadi melalui mekanisme transudasi. Beberapa teori yang menjelaskan asites transudasi
adalah underfilling, overfilling, dan perifer vasodilatation. Menurut teori underfilling asites
terjadi akibat volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik venosa ditambah
hipoalbuminemia akan menyebabkan transudasi sehingga cairan intravascular menurun.
Teori overfilling menyebutkan asites terjadi akibat ekspansi cairan plasma akibat reabsorpsi
air oleh ginjal, dan teori perifer vasodilatation mengatakan bahwa asites terjadi akibat
hipertensi porta.
II.10 Diagnosis
II.8.1 Gejala klinis
Gejala-gejala yang timbul pada sirosis:
1. Kompensata
Perasaan mudah lelah dan lemas
Nafsu makan menurun, kembung, mual
Berat badan menurun
2. Dekompensata
Gejala dari sirosis kompensata yang lebih menonjol
sudah terdapat kegagalan hati dan hipertensi porta
Hilangnya rambut badan
Gangguan pembekuan darah
Ikterus, air kemih berwarna teh pekat
Hematemesis, melena

II.8.2 Pemeriksaan fisik


Temuan klinis pada sirosis dapat meliputi:1,6
1. Spider angio maspiderangiomata (spider telangiektasi)
Suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.
2. Eritema palmaris
Warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan
3. Perubahan kuku-kuku Muchrche
Berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna kuku. Mekanismenya belum
4.
5.
6.
7.
8.

diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia


Kontraktur Dupuytren
Kontraktur fleksi jari-jari akibat fibrosis fasia palmaris
Ginekomastia pada laki-laki
Kemungkinan akibat meningkatnya androstenedion
Atrofi testis hipogonadism.
Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Hepatomegali
Hati membesar, teraba keras, dan nodular
Splenomegali
Sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.

Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
9. Asites
Penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi

porta

dan hipoalbuminemia. Asites yang berhubungan dengan sirosis hepatis terjadi


melalui mekanisme transudasi. Beberapa teori yang menjelaskan asites transudasi
adalah underfilling, overfilling, dan

perifer vasodilatation. Menurut teori

underfilling asites terjadi akibat volume cairan plasma yang menurun akibat
hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan
hidrostatik venosa ditambah hipoalbuminemia akan menyebabkan transudasi
sehingga cairan intravascular menurun. Teori overfilling menyebutkan asites terjadi
akibat ekspansi cairan plasma akibat reabsorpsi air oleh ginjal, dan teori perifer
vasodilatation mengatakan bahwa asites terjadi akibat hipertensi porta.
10. Fetor hepatikum
Bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil
sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
11. Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia
12. Warna urin gelap seperti teh
13. Tanda-tanda lain yang menyertai, diantaranya:
Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar

Batu pada vesika felea akibat hemolisis


Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik
Tanda dan penyakit sirosis hepatis biasanya dikenal dengan SEKASIH
S : Spiden Nevi
E : Eritema Palmaris
K : Kolateral Vena/ Caput medusa
A : Asites
S : Splenomegali
I : Invers Albumin-Globulin
H: Hemaremesis-Melena

Gambar 5. Spider Naevi


II.8.3

Pemeriksaan Penunjang
Adanya sirosis dapat dicurigai dari hasil tes laboratorium, yakni pada hasil tes fungsi hati
berupa:1,6
1. Aspartat aminotransferase (AST)/serum glutanil oksaloasetat(SGOT)

dan Alanin

aminotransferase (ALT) atau serum glutanil piruvat transaminase (SGPT) meningkat.


AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak
mengenyampingkan adanya sirosis.
2. Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
3. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya tinggi pada penyakit hati
alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga
bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
4. Bilirubin
Konsentrasi bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada
sirosis yang lanjut.
5. Albumin
Konsentrasinya meurun sesuaidengan perburukan sirosis karena sintesisnya terjadi di
jaringan hati.
6. Globulin: Konsentrasinya meningkat pada sirosis

7. Waktu protrombin mencerminkan derajat/peningkatan disfungsi sintesis hati,


sehingga pada sirosis memanjang.
8. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.
9. Anemia
Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan netropenia akibat splenomegali
kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.1,6
Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya akan
ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran apusan
darah yang bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun
hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia,
leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya
hipertensi porta.1
Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling sering
dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan pemeriksaannya yang non
invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang
kurang dan sangat bergantung pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat
dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa.
Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak
rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG
juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta,
serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.1,7
II.11

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis.

Terapi

yang

diberikan

bertujuan

untuk

mengurangi

progresifitas

dari

penyakit.

Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan


penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis.1
Pada kasus sirosis hepatis pasien diberikan diet cair tanpa protein, rendah garam, serta
pembatasan jumlah cairan kurang lebih 1 liter per hari. Jumlah kalori harian dapat diberikan
sebanyak 2000-3000 kkal/hari. Diet protein tidak diberikan pada pasien yang mengalami

ensepalopati hepatikum, sehingga pemberian protein yang dapat dipecah menjadi amonia di
dalam tubuh dikurangi.1,7
Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala ascites yang dialami pasein
tidak memberat. Diet cair dapat diberikan pada pasien yang mengalami perdarahan saluran
cerna. Hal ini dilakukan karena salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan pecahnya
varises adalah makanan yang keras dan mengandung banyak serat.7
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya: alcohol
dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya,
pemberian asetaminofen, Kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.
Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada
hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi menjadi normal dan diulang
sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya sirosis.
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudine (analog nukleosida) merupakan
terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral diberikan
setiap hariselama satu tahun. Namun pemberian lamivudine setelah 9-12 bulan menimbulkan
resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntukan subkutan 3MIU, tiga kali seminggu
dan dikombinasi dengan ribavirin 800-1000mg/ hari selama 6 bulan.
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
pada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Dimasa yang akan dating, menempatkan sel
stelatta sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama.
Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan.
Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi
sel stelata, kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen,
namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan Vit
A juga dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam
penelitian.
Pengobatan Sirosis Dekompensata
Asites

Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau
90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200mg sehari. Respons diuretic bisa dimonitor
dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1kg/hari dengan
adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi
dengan furosemid dengan dosis 20-40mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya
bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160mg/hari. Parasintesis dilakukan bila hingga 4-6
liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Ensefalopati hepatic
Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan
untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg
berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.
Varises esophagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta
(propranolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau okreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligase endoskopi.
Peritonitis bacterial spontan
Peritonitis bacterial spontan diberikan antibiotika seperti sefotaksin intravena
amoksisilin, atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal mengatasi perubahan sirkulasi darah
di hati, mengatur keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati, terapi defenitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum
dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.
II.12 Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat
kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:1,4,5
1. Ensepalopati Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang bersifat reversibel
dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah mengeksklusi kelainan
neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0
(subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien
sudah jatuh ke keadaan koma.
Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya gangguan
metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas sawar darah otak.

Peningkatan permeabelitas sawar darah otak ini akan memudahkan masuknya neurotoxin
ke dalam otak. Neurotoxin tersebut diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans,
neurotransmitter palsu (tyramine, octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan
gamma-aminobutyric acid (GABA).Kelainan laboratoris pada pasien dengan ensefalopati
hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.
2. Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta yang
biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis ditegakkan.
Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15% dengan
angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk setiap episodenya.
3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.1 PBS
sering timbul pada pasien dengan cairan asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1
g/dL ) yang juga memiliki kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya
menyebabkan rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya
translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran bakteri
secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli, streptococcus
pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram negatif lainnya. Diagnosa
PBS berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites, dimana ditemukan sel polimorfonuklear
lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur cairan asites yang positif.
4. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat diamati pada
pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites. Sindrom ini diakibatkan oleh
vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan menurunnya
perfusi ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus.
Diagnosis sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang
dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari
500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.
5. Sindrom Hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.
II.13 Prognosis

Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti :
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. 1 Skor ChildPugh sering disebut juga skor Child-Turcotte-Pugh digunakan untuk menilai prognosis
pasien yang akan menjalani operasi.
Tabel 2. Klasifikasi child pasien sirosis hati dalam terminology cadangan fungsi hati
Derajat Kerusakan
Bil. Serum (mu.mol/dl)
Alb.Serum (gr/dl)
Asites
PSE/Ensefalopati
Nutrisi

Minimal
<35
>35
Sempurna

Sedang
35-50
30-35
Mudah dikontrol
Minimal
Baik

Berat
>50
<30
Sukar
Berat/Koma
Kurang/kurus

BAB III
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
No.MR
Tanggal Masuk
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Status

15.93.86
07-Maret-2016
Adril
62 tahun
Laki-laki
Jl Raya Perawang KM 07
Islam
Menikah

2. ANAMNESIS
Alloanamnesis
3. KELUHAN UTAMA :
Perut semakin membesar dan terasa penuh sejak 1 minggu SMRS.
4. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Tn,A (62 tahun) datang ke Poli RSUD Tengku Rafian SIAK dengan keluhan perut
semakin membesar dan terasa penuh sejak 1 minggu SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang:

Sejak 1 bulan SMRS pasien sering mengeluhkan nyeri pada ulu hati.Nyeri dirasakan
seperti direma-remas, tidak menjalar dan hilang timbul. Nyeri dirasakan berkurang jika
pasien mengonsumsi obat maag dan obat yang diberikan dokter saat kontrol, nyeri

bertambah jika terlambat makan. Mual (+), muntah (-), sesak nafas (-), nyeri dada (-),

demam(-), BAK pekat (+). BAB hitam (+) hilang timbul.


Sejak 1 minggu SMRS, pasien mengeluhkan badan terasa lemas dan perut dirasakan
membesar. Perut dirasakan membesar dan menyesak sehingga menimbulkan perasaan
tidak nyaman. Nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (-), demam (-), sesak nafas (-). Pasien

juga mengeluhkan muda lelah dan tidak nafsu makan.


Sejak 3 hari SMRS pasien merasakan badan semakin lemas. Perut semakin tegang dan
terasa penuh, Pasien sebelumnya mual dan muntah ketika sebelum dan sesudah makan.
Muntah berupa air makanan, muntah berdarah (-), muntah hitam (-) muntah tidak
menyemprot. Muntah 1 kali/hari sebanyak gelas . Perut dirasakan juga semakin
membesar. Perut terasa sakit saat BAB. BAB pasien berwarna hitam dan lunak, pasien
sudah BAB hitam selama 3 bulan, BAB berdarah (-), lendir (-). BAK berwarna seperti
teh pekat, tidak ada nyeri saat BAK. Kaki pasien juga bengkak

5. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien sudah pernah megalami keluhan yang sama sebelumnya dan pernah dirawat
di RSUD Tengku Rafian pada bulang Desember 2015 dengan keluhan Muntah
berdarah, darah segar kira kira 1 gelas, tiap kali muntah pasien sering kesakitan,
BAB pasein saat itu sering encer dan hitam, BAK pasien juga pekat, pasien sering
mengeluh nyeri ulu hati, perut tampak semakin membesar dan akhirnya pasien di
bawa ke IGD RSUD tengku Rafian dan di rawat selama 1 minggu, kemudian
setelah pulang dari rumah sakit pasien rutin control ke poli RSUD Tengku Rafian

dan mengkonsumsi obat rutin dari dokter.


Riwayat sakit kuning 8 tahun yang lalu
Riwayat penyakit hati dan hepatitis baru diketahui 3 bulan yang lalu.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat DM disangkal.

6. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang sama. Tidak ada anggota keluarga yang
pernah menderita sakit kuning.
7. RIWAYAT PENGOBATAN

Pernah di rawat di Rumah Sakit umum Tengku Rafian 3 bulan SMRS

Rutin kontrol ke poli RSUD Tengku Rafian


Mengonsumsi obat mag jika perut terasa sakit
Pernah mengonsumsi obat herbal pada 8 tahun yang lalu

8. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Riwayat pekerjaan sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan :

Bekerja sebagai pedagang


Tidak mengonsumsi alkohol, namun pernah mencoba sesekali.
Tidak mengkonsumsi obat obatan ataupun narkotika.
Tidak merokok

9. RIWAYAT ALERGI OBAT/MAKANAN/dll


Tidak ada riwayat alergi Obat ataupun makanan sebelumnya.
10. PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Keadaan umum
Kesadaran
GCS
Status gizi

: Tampak sakit ringan


: kompos mentis
: 15 (E4 V5 M6)
: Baik

Berat Badan
Tinggi badan
IMT

: 70 kg
: 168 cm
: 24.52

Vitas Sign :
TD: 110/80

T: 36,70 C

HR: 80 x/i

STATUS GENERALISATA:
KEPALA :

Mata : Konjungtiva anemis (+/+)


Sklera ikterik (+/+)

Mulut : Mukosa bibir pucat (+)


LEHER

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening


Peningkatan JVP (+)

THORAKS (Ins-Pal-Per-Aus) :
Paru

(KGB) (-)

RR: 22 x/i

Inspeksi

: Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada jejas maupun

benjolan, spider navy (-)


Palpasi
: Vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki tidak ada, Wheezing tidak ada
Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan : Linea sternalis dekstra, Batas jantung kiri : Linea

midclavicularis sinistra SIK V


Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 normal, reguler (+/+), murmur (-), gallop
(-)

ABDOMEN (Ins-Aus-Pal-Per) :

Inspeksi

venektasi (-), perut mengkilat


Auskultasi
: Bising usus (+) normal.
Palpasi : Perut keras, nyeri tekan epigastrium (+), undulasi (+), hepar dan spleen sulit

diraba.
Perkusi : shifting dullness (+)

EKSTREMITAS

: Bentuk perut cembung membesar dan bulat, caput medusa (-),

Akral hangat
CRT < 2detik
Udem tungkai (+/+)
Eritema Palmaris (+)

11. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium Darah

HB
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Albumin
Ureum
Creatinin

: 8,1 g/dl
: 6,1 K/ul
: 82 K/ul
: 2,98 M/ul
: 3,2 g/dl (menurun)
: 26 mg/dl
: 0,6 mg/dl

SGOT
: 102 mg/dl (meningkat)
SGPT
: 59 (meningkat)
Bilirubin total
: 1,3 (meningkat)
Bilirubin Direct
: 0,6 mg/dl
Bilirubin Indirect : 0,7 mg/dl
Gamma GT
:Hbs Ag
: (+)
2. Urin : 3. USG :

Kesan:
Tanggal 08-3-2016

Ascites
USG kandung Empedu, Pankreas, Limpa, Ginjal Kanan dan Kiri, Vesika
urinaria, & Adneksa tidak tampak kelainan.

Tanggal 15-12-2015

Hepar ukuran mengecil, permukaan lobulated, irregular, echoparenkim

kasar, tidak tampak pelebaran system biller intrahepatic, tidak tampak nodul.
Kandung empedu tidak melebar, dinding menebaliregular, tidak tampak

nodul /batu
Lien, pancreas, ginjal, buli-buli, protract tidak tampak kelainan
KesanCholecystitis ec Asites Masif ec Sirosis hepatis
4. Endoskopi :
Tanggal 14-12-2016
Kesimpulan :
Pan Gastropati
Gastritis antrum
12. DAFTAR MASALAH

Melena
Sirosis Hepatis
Anemia
Asites
Hipoalbuminemia

13. DIAGNOSIS KERJA


1. PSMBA ec Sirosis Hepatis + Hepatitis B
14. PENATALAKSANAAN
Terapi dari poli
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Diit MC
Propanolol/
Pycin / 12 jam
Lasix / 4 jam
Aspar K
Aldacton
Curcuma

15. RENCANA PEMERIKSAAN SELANJUTNYA


1. Pemeriksaan Gamma Globulin T
Tanggal
08-3-2016
09-3-2016
10-3-2016

FOLLOW-UP

Terapi

S/ muntah darah sejak jam 1 malam sebanyak 3


kali, muntah berwarna hitam pekat dengan
jumlah sekali muntah sekitar 1 gelas, lemas,
BAB hitam encer, BAK hitam pekat, Sesak
O/ Ku: Pasien tampak sakit berat
Kes:
GCS : E2 V2 M5 9
TD : 90/60 mmHg

HR : 87x/i

T : 36,80C

RR : 24x/i

Kepala : Mata KA+/+ SI -/Hidung: Tampak bekuan darah


Mukosa bibir kering
Thorax : I: Nafas Cepat, Retraksi dinding
dada (+), Spider nevi (-),

DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadiasubrata
M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hal 668-669.
2. Price SA, Lorraine MW. Sirosis Hati. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.Vol. 1. Edisi VI. Jakarta: EGC; 2009 : 493-501.
3. Lindseth GN. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam: Price SA,
Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC.
2005. 493-501
4. Patasik YZ, Waleleng BJ, Wantania F. Profil Pasien Sirosis Hati Yang Dirawat Inap
Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Agustus 2012 Agustus 2014.
Jurnal e-Clinic (eCl), Vol. 3, No. 1, Januari-April 2015.
5. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the setting
of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299-302.
6. Setiawati M. Perbandingan Validitas Maddreys Discriminant Function Dan Skor
Child-Pugh Dalam Memprediksi Ketahanan Hidup 12 Minggu Pada Pasien Dengan
Sirosis Hepatis [Karya Tulis Ilmiah]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. 2009.
7. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin
Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229
8. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi
Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. 2007. Page 129-136
9. Sumber

Diktat Anatomi, Situs Abdominis, ed. 2011, Laboratorium Anatomi FK UNISSULA


Atlas Anatomi Manusia Sobotta, edisi 22, jilid 2,R. Putz, dan R. Pabst, EGC
10.

Anda mungkin juga menyukai