Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pembimbing
Nama Mahasiswa :
NIM
DEFINISI
Tuberkulosis kutis verukosa merupakan suatu bentuk dari tuberkulosis kutis
paubasiler yang mempunyai ujud kelainan berupa nodul verukosa. Penyakit ini disebabkan
oleh re-infeksi (inokulasi) eksogen Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium bovis
pada individu dengan imunitas yang baik yang sebelumnya pernah tersensititasi. 3,4,5
C.
EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis kutis merupakan suatu penyakit dengan distribusi yang luas di
seluruh dunia.4 Insidensinya antar negara sangat bervariasi namun lebih sering ditemukan di
Asia.1 Dua bentuk tuberkulosis kulit yang paling sering ditemukan adalah lupus vulgaris dan
skrofuloderma. Namun di daerah tropis,
langka sedangkan skrofuloderma dan lesi verukosa mendominasi. 4 Dari data beberapa
penelitian epidemiologi tuberkulosis kutis, dilaporkan bahwa di Nepal 48% kasus
tuberkulosis kutis merupakan
ETIOLOGI
Tuberkulosis
kutis
merupakan
penyakit
kulit
yang
disebabkan
oleh
PATOGENESIS
Mycobacterium tuberculosis menyebar terutama melalui inhalasi droplet aerosol
air liur dari individu dengan penyakit yang aktif. Transmisi melalui ingesti dan inokulasi
juga mungkin dapat terjadi. Kulit yang intak memberikan perlindugan yang efektif dari
invasi organisme, namun rusaknya pelindung mukokutan dapat memfasilitasi masuknya
bakteri ini. Individu terinfeksi yang tidak diobati yang tidak memiliki masalah kesehatan
lain yang mendasari memiliki risiko untuk menderita tuberkulosis di sepanjang hidupnya
sebanyak 5-10%, dan risiko ini meningkat dengan adanya imunosupresi (misalnya infeksi
HIV, pengobatan dengan inhibitor TNF-).6
Suatu penelitian yang menggunakan model ikan zebra yang terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis menunjukkan bahwa granuloma, yang dahulu dianggap sebagai
struktur host yang dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi, sebenarnya
berkontribusi
pada
pertumbuhan
bakteri
dini
dan
memfasilitasi
penyebarannya.
Interaksi sel T dan antigen mikobakterial, yang terjadi pada permukaan antigen
presenting-cells (APC) menginduksi pembebasan interferon dan sitokin lainnya. Substansi
ini mendorong aktivasi dan ekspresi MHC kelas II pada APC juga reseptor IL-2 pada sel T.
Selama fase sensitisasi awal, sel T memori diproduksi dan akan tetap ada selama beberapa
tahun dalam organ limfoid dan sirkulasi. Pada mencit, gen intracellular pathogen resistance
1 (Ipr1) dalam lokus supersusceptibility to tuberculosis (sst 1) mengkode suatu protein yang
memediasi imunitas bawaan terhadap Mycobacterium tuberculosis dan organisme
intraseluler lainnya. Ipr1 diekspresikan dalam makrofag dan membatasi multiplikasi
Mycobaterium tuberculosis di dalam sel.6
Status sensitisasi host terhadap atigen mikobakterial (misalnya pernah terinfeksi
sebelumnya vs tidak pernah terpapar), derajat cell-mediated immunity (CMI) dari host, rute
infeksi, dan patogenisitas strain infektif dari mikobakteri menentukan manifestasi infeksi.6
F.
GEJALA KLINIS
Tuberkulosis kutis verukosa ditandai dengan adanya plak verukosa yang soliter
yang biasanya terdapat pada daerah yang sering mengalami trauma seperti tangan atau kaki. 7
Namun, pada daerah dengan iklim tropis, tuberkulosis verukosa kutis biasanya diderita oleh
anak-anak yang kontak dengan bakteri dengan cara berjalan kaki tanpa menggunakan alas
kaki atau dengan menduduki tanah yang terkontaminasi sputum tuberkulosis. Meskipun
penyakit ini lebih sering ditemukan pada tangan, namun tempat predileksi pada anak-anak
sering ditemukan pada ekstremitas inferior (lutut, paha, dan pantat). Di Eropa, lesi penyakit
ini lebih banyak ditemukan di tangan, namun di negara bagian timur tempat predileksi yang
paling sering adalah kaki dan pantat.8
Infeksi tuberkulosis bermula sebagai papul kutil yang asimptomatik dengan
pertumbuhan yang lambat dan ekstensi perifer yang tidak teratur. Pada lesi dapat
menunjukkan involusi sentral dengan skar atrofi atau membentuk bongkol papiler yang
besar dengan fisura. Lesi ini biasanya tidak nyeri dan soliter, dan nodus limfatikus regional
secara umum tidak terpengaruh.7
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gold standard untuk diagnosis penyakit tuberkulosis adalah dengan melakukan
pemeriksaan kultur organisme dari biopsi jaringan. 7 Namun untuk penyakit tuberkulosis
kutis, kultur bakteri pada media Lowenstein-Jensen atau inokulasi pada babi guinea terbukti
tidak bermanfaat. Hal ini disebabkan oleh karena bakteri basil yang biasa ditemukan pada
tuberkulosis kulit merupakan basil yang sangat lemah dan dengan adanya premis yang
menyebutkan bahwa lesi di kulit dapat menunjukkan suatu pola reaksi terhadap komponen
antigenik basil pada host yang sudah tersensitisasi.9
Pemeriksaan lainnya seperti uji Mantoux, laju endap eritrosit, hitung leukosit
diferensial, dan rontgen thorax masih perlu dilakukan, namun tidak dapat menentukan
diagnosis sepenuhnya. Uji diagnostik terbaru seperti probe asam nukleat, radioimmunoassay
(RIA), dan polymerase chain reaction (PCR) juga dapat dilakukan, namun pemeriksaan ini
sangat mahal.9
Telah disebutkan dalam beberapa sumber1,2,4, pemeriksaan histopatologi pada lesi
dapat bermanfaat dalam membantu diagnosis penyakit ini. Pada pemeriksaan ini akan
ditemukan gambaran hiperplasia pseudoepiteliomatous, yaitu suatu infiltrat inflamasi padat,
dan abses pada dermis superfisial atau dalam pasak rete pseudoepiteliomatous. Sel epiteloid
dan sel raksasa juga ditemukan di dermis bagian atas dan tengah.4 Namun terdapat pula
sumber yang menyebutkan bahwa pemeriksaan mikroskopik patologik juga tidak begitu
bermanfaat dalam membantu penegakan diagnosis jika temuan infiltrat inflamasi yang ada
tidak spesifik dan terdiri dari netrofil dan limfosit pada dermis papiler dan dermis tengah.9
H.
DIAGNOSIS
Diagnosis tuberkulosis kutis masih menjadi suatu tantangan saat ini dan
membutuhkan korelasi riwayat penyakit, klinis, temus histopatologi dan uji diagnostik.
Selain dengan menggunakan kultur bakteri tahan asam, terdapat peningkatan utilisasi
penggunaan PCR oleh karena kecepatan, sensitivitas dan spesifitasnya. Namun, kultur
mikobateri masih tetap menjadi metode yang paling dapat dipercaya untuk menentukan ada
atau tidaknya mikobakteri yang hidup dan sensitivitasnya terhadap antibiotik juga untuk
mengawasi respon terapi. Namun, jumlah basil dalam kultur pada tuberkulosis kutis
biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan tuberkulosis paru.10
I.
DIAGNOSIS BANDING
Granuloma kolam renang (M. marinum) adalah sangat identik dengan
tuberkulosis kutis verukosa dan hanya dapat dibedakan dengan kultur bakteri. Infeksi lain
yang disebabkan oleh inokulasi seperti sporotrikosis, nokardiosis, chromomycosis, dan
jamur dalam juga dapat memiliki ujuk kelainan yang serupa. Kutil biasa dapat menunjukkan
bersihan sentral dan sebaran perifer setelah cryotherapy namun kutil ini bisanya tidak
meradang. Lupus vulgaris juga memiliki bentuk verukosa, namun nodul lupus selalu dapat
diidentifikasi dengan diaskopi, sedangkan pada tuberkulosis kutis verukosa tidak. Sifilis
tersier, halogenoderma, blastomycotic pyoderma, keratoacanthoma, squamous cell
carcinoma, dan bentuk tumor lainnya juga harus dipertimbangkan.2
J.
TERAPI
Oleh karena sebagian besar kasus tuberkulosis kutis berhubunga dengan penyakit
tuberkulosis lain pada organ yang berbeda dan jumlah basil pada kulit biasanya lebih sedikit
dibandingkan dengan tempat lain, regimen terapi seperti yang digunakan pada tuberkulosis
paru sudah cukup untuk mengatasi masalah ini.11
Regimen rekomendasi terdiri dari inisial bakterisidal atau fase intensif dan fase
sterilisasi atau lanjutan. Fase inisial bertujuan untuk mendestruksi dengan cepat sejumlah
besar populasi mikobakteri dan mengurangi gejala. Setelah fase ini lengkap, pasien menjadi
non infeksius. Regimen terapi fase intensif adalah dengan terapi kuadrupel (isoniazid,
rifampicin, pyrazinamide, dan etambutol) setiap hari selama 2 bulan. Fase lanjutan bertujuan
untuk mengeliminasi organisme dorman yang tersisa. Regimen fase lanjutan adalah
isoniazid dan rifampisin yang dikonsumsi setiap hari atau 3 kali seminggu atau 2 kali
seminggu selama 4 bulan. Lama terapi yang lebih panjang diindikasikan padaa kasus dimana
penyakit ekstrapulmonel melibatkan sistem saraf pusat dan tulang.10,11
Obat-obatan yang telah disebutkan di atas diabsorpsi dengan baik dengan
pemberian oral dengan kadar puncak plasma adalah 2-4 jam dan eliminasinya dalam 24 jam.
Agen terapi ini direkomendasikan oleh karena kemampuan bakterisidal mereka, yang
didefinisikan sebagai kemampuan untuk mereduksi jumlah organisme yang ada dan dapat
membuat pasien menjadi non infeksius. Kelompok obat ini juga memiliki tingkat yang
rendah untuk mengalami resistensi dan memiliki aktivitas sterilisasi yang diukur dengan
kemampuannya dalam mencegah adanya relaps.10
Jenis Obat
Isoniazid
Dosis Harian
5 mg/kg,
Dosis 3x Seminggu
15 mg/kg,
Anak-anak
10-15
mg/kg
max 300 mg
max 900 mg
harian;
20-30
Rifampicin
10 mg/kg,
max 600 mg
Pyrazinamide 20-25 mg/kg,
Etambutol
10 mg/kg,
mg/kg
intermiten
10-20 mg/kg
max 600 mg
30-40 mg/kg,
max 2 g
max 3 g
15-20 mg/kg
25-30 mg/kg
Tabel 1. Rekomendasi dosis untuk terapi inisial tuberkulosis kutis
Tabel 2. Rekomendasi dosis (jumlah tablet) untuk terapi inisial tuberkulosis kutis
K.
PROGNOSIS
Diagnosis dini dan terapi yang tepat dapat memberikan hasil yang baik pada
penyakit ini. Namun pada kasus yang misdiagnosis atau tidak diterapi dapat menyebabkan
komplikasi seperti karsinoma sel basal atau sel squamous, terutama pada tuberkulosis kutis
dengan ujud kelainan verukosa (8%).12 Tuberkulosis kutis juga dapat menyebabkan skar
residu setelah penyakitnya sembuh. Hal ini dapat berdampak pada aspek kosmetik dari
pasien.13