Malaria Serebral
Malaria Serebral
A. Definisi
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus
plasmodium ; pada manusia dapat disebabkan oleh P. malariae, P. vivax, P. falciparum dan P. ovale.
Penularan malaria dilakukan oleh nyamuk Anopheles betina (Harijanto, 2000).
Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang
menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai
berikut (Zulkarnain dkk, 2009) :
a. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit
setelah serangan kejang; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasarkan
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
GCS.
Acidemia/asidosis
Anemia berat
Gagal Ginjal Akut
Hipoglikemi
Edema paru non-kardiogenik/ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
Gagal sirkulasi/syok
Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik
Glasgow Coma Scale (GCS). Nilai GCS untuk penderita malaria dewasa <15. Hampir semua malaria
cerebral disebabkan Plasmodium falciparum (Wibisono, 1999).
B. Prevalensi
Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang tersebar di seluruh dunia. Kira-kira lebih
dua milyar atau lebih 40 % penduduk dunia hidup di daerah bayang-bayang malaria. Jumlah kasus
malaria di Indonesia kira-kira 30 juta/tahun, angka kematian 100.000/ tahun. Di Pakistan, selama 5
tahun dari tahun 1991-1995 terdapat 1620 pasien koma, 505 pasien dengan malaria serebral.
Dimana didapatkan, kasus malaria serebral pada anak 64 % dan orang dewasa 36 %. Mortalitas
pada anak 41 % dan orang dewasa 25 %.6 Di Nigeria, didapati 78 anak yang menderita malaria
serebral, 16 penderita (20,5 %) meninggal dan 62 penderita (79,5 %) sembuh. Angka kejadian
malaria cerebral pada kasus malaria dewasa yang di rawat di rumah sakit di beberapa daerah di
Indonesia 3,18% - 14,8% dengan rata rata 11% - 12%. Menurut kelompok usia, malaria cerebral
menonjol pada kelompok usia produktif 14 45 tahun. Menurut jenis kelamin perbandingan laki
laki dan perempuan (1,2 20) : 1. Menurut pekerjaan 66,7% merupakan petani (Wibisono, 1999).
C. Patofisiologi
Nyamuk anopheles menghisap sejumlah darah dari penderita malaria yang mengandung
gametosit yang matang, lalu berlangsung siklus sporogoni (seksual) di dalam tubuh nyamuk hingga
mengeluarkan sporozoid di kelenjar ludah nyamuk. Nyamuk ini kemudian menggigit manusia lainnya
lalu berlangsung siklus skizogoni (aseksual). Dalam tubuh manusia sporozoid ini cepat menghilang
dari darah dan mula mula menjadi skizon preeritrosit dalam waktu 5-12 hari di dalam hati. Pada
akhir periode ini terbentuk merozoid yang akan menembus dinding eritrosit dan terjadi phase eritrosit.
Parasit tumbuh dari tropozoid menjadi skizon. Sebagian merozoid akan berkembang menjadi
gamatosit yang akan melanjutkan siklus manusia nyamuk. Ada empat hipotesis patofisiologi malaria
cerebral yaitu (Zulkarnain dkk, 2009) :
a. Teori Permeabilitas
b. Koagulasi Intravaskular disseminata (KID)
c. Toksemia sistemik
d. Teori Imunologi
Gambaran patologi jaringan otak penderita malaria cerebral sesuai dengan patogenesisnya.
Terjadi pendarahan dan nekrosis sekitar venule dan kapiler. Kapiler dipenuhi oleh lekosit dan monosit,
terjadi sumbatan pembuluh darah oleh susunan roset eritrosit yang terinfeksi. Ada juga fibrin dan
trombus dalam kapiler sebagai pertanda adanya KID. Proses proses ini akan menimbulkan anoksia
otak.
D. Gambaran Klinik
Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang tidak bisa dibangunkan, bila dinilai
dengan GCS didapatkan hasil <7 atau equal (setara) dengan keadaan klinik sopor. Sebagian penderita
terjadi gangguan kesadaran yang lebih ringan seperti apati, somnolen, delirium dan perubahan tingkah
laku (penderita tidak mau berbicara). Penurunan kesadaran menetap untuk waktu lebih dari 30 menit.
Kejang, kaku kuduk dan hemiparese dapat terjadi walaupun cukup jarang. Pada keadaan berat,
penderita dapat mengalami dekortikasi (lengan fleksi dan tungkai ekstensi), decerebrasi (lengan dan
tungkai ekstensi), opistotonus, deviasi mata ke atas dan lateral. (Zulkarnain dkk, 2009).
Wibisono (1999) menyebutkan Manifestasi klinis disertai bentuk malaria berat lainnya seperti
edema paru, anemia berat dan gagal ginjal. Terjadi demam yang terus-menerus, menggigil dan
berkeringat, nyeri kepala yang hebat, mialgia, badan letih dan lesu, mual muntah dan diare. Gejala
lain yang di dapat, yaitu: penurunan kesadaran, kelainan pada ginjal, hipoglikemia, kelainan pada
hepar, anemia, demam kencing hitam.
E. Penegakan Diagnosa
Diagnosis malaria serebral ditegakkan berdasarkan (Zulkarnain dkk, 2009) :
1. Penderita bersal dari daerah endemis atau berada di daerah endemis malaria.
2. Demam atau riwayat demam yang tinggi.
3. Adanya manifestasi serebral berupa penurunan kesadaran dengan atau tanpa gejala neurologis
lain, sedangkan kemungkinan penyebab lain telah disingkirkan.
4. Ditemukannya parasit malaria dalam sediaan darah tepi.
F. Diagnosa Banding
Diagnosis banding malaria serebral antara lain (Davey, 2005) :
1. Demam Tifoid.
Mempunyai banyak persamaan dengan gejala-gejalanya. Masih bisa dibedakan dengan adanya
gejala stomatitis dengan lidah tifoid yang khas, batuk-batuk, meterorismus, dan bradikardi
relatif yang kadang-kadang ditemukan pada demam tifoid. Kultur darah untuk salmonella pada
minggu pertama kadang-kadang bisa membantu diagnosis. Widal bisa positif mulai minggu
kedua, dianjurkan pemeriksaan berulang pada titer yang masih rendah untuk membantu
diagnosis. Kemungkinan adanya infeksi ganda antara malaria dan demam tifoid kadangkadang kita temukan juga.
2. Septikemia
Perlu dicari sumber infeksi dari sistem pernapasan, saluran kencing, dan genitalia, saluran
makanan dan otak.
3. Ensefalitis & Meningitis
Dapat disebabkan oleh bakteri spesifik maupun oleh virus. Kelainan dalam pemeriksaan
cairan lumbal akan membantu diagnosis.
4. Dengue Hemoragik Fever
Pola panas yang berbentuk pelana disertai syok dan tanda tanda perdarahan yang khas akan
membantu diagnosis walaupun trombositopenia dapat juga terjadi pada malaria palsifarum
namun jarang sekali memberikan gejala perdarahan. Hematokrit akan membantu diagnosis.
5. Abses hati amubik
Hepatomegali yang sangat nyeri dan jarang sekali disertai ikterus dan kenaikan enzim SGOT
dan SGPT akan membantu diagnosis. Fosfatase alkalis dan gamma GT kadang-kadang akan
meningkat. USG akan membantu deteksi abses hati dengan tepat.
G. Penatalaksanaan
Sebelum diagnosa dapat dipastikan melalui pemeriksaan darah malaria, beberapa tindakan
perlu dilakukan pada penderita dengan dugaan malaria berat berupa tindakan perawatan di ICU yaitu
(Zulkarnain dkk, 2009) :
1. Pertahankan fungsi vital : sirkulasi, kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi
2. Hindarkan trauma : dekubitus, jatuh dari tempat tidur
3. Hati-hati komplikasi : kateterisasi, defekasi, edema paru karena over hidrasi
4. Monitoring : temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap jam. Perhatikan timbulnya ikterus dan
perdarahan.
5. Monitoring : ukuran dan reaksi pupil, kejang dan tonus otot.
6. Baringkan /posisi tidur sesuai dengan kebutuhan
7. Pertahankan sirkulasi : bila hipotensi lakukan posisi trendelenburg, perhatikan warna dan
temperatur kulit
8. Cegah hiperpireksi
9. Pemberian cairan : oral, sonde, infus, maksimal 1500 ml bila tidak ada dehidrasi
15. Perawatan anak : hati-hati aspirasi, hisap lendir sesering mungkin, letakkan posisi kepala
sedikit rendah, posisi dirubah cukup sering dan pemberian cairan dan obat
harus hati-hati.
Klorokuin merupakan OAM yang efektif terhadap P. Falsiparum yang sensitive terhadap
klorokuin. Keuntungan tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak mengganggu kehamilan.
Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat. Pada malaria berat,
mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan diagnosa dan penanganan yang
tepat. Makin banyak jumlah komplikasi, maka akan meningkat pula angka mortalitas. Ditinjau dari
kegagalan organ, semakin sedikit
fungsinya, semakin baik prognosisnya. Berdasarkan kepadatan parasit, semakin padat/banyak jumlah
parasit yang didapatkan terlebih bila didapatkan bentuk skizon dalam hasil pemeriksaan maka
semakin buruk prognosisnya (Zulkarnain dkk, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Davey, P. 2005. At A Glance : Medicine. Jakarta : Erlangga Medical Series.
Harijanto, P.N. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Malaria. Jakarta: EGC.
Rooper A. H. 1999. Coma and Other Disoders Of Consciousness : Harrisons Principles Of Internal
Medicine. Mc Grawhill Inc.
Wibisono, B.H. 1999. Aspek Klinis Malaria Otak Pada Orang Dewasa. Jakarta : Erlangga Medical
Series.
Zulkarnain, I., Setiawan, B., and Harijanto, P.N. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Malaria
Berat. Jakarta: EGC.