Anda di halaman 1dari 17

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lansia
2.1.1

Definisi Lansia
Menurut Dirjen Rehabilitasi Sosial tahun 2013 lanjut usia adalah Lanjut

Usia adalah seseorang baik wanita maupun laki-laki yang telah berusia 60 tahun
ke atas, sedangkan menurut psikolog UI, Dra Jos Masdani (2009) lanjut usia
merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dibagi menjadi 4 kategori
yaitu:
1. Fase iuventus
: 25-40 tahun
2. Fase virilitas
: 40-55 tahun
3. Fase presenium
: 55-65 tahun
4. Fase senium
: 65 tahun hingga tutup usia
Menurut Efendy (2009) masa lansia (geriatric age) itu sendiri dibagi
menjadi tiga batasan umur yaitu Young Old (70-75 tahun), Old (75-80 tahun) dan
very old (>80 tahun).
Menurut pasal 1 Undang-Undang No. 4 tahun 1965 : Seseorang
dinyatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan
mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah
sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan menerima nafkah dari orang
lain (Mubarak, 2009).
Menurut Hardiwinoto (2009) periode kemunduran pada masa lanjut usia
dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu lanjut usia potensial dan lanjut usia tidak
potensial. Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu memenuhi
segala kebutuhan hidup tanpa harus menggantungkan diri pada orang lain. Lanjut

usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Berdasarkan uraian definisi dari berbagai literatur diatas, maka yang
dimaksud lanjut usia adalah orang-orang berusia 60 tahun atau lebih. Lansia
dikategorikan pula dalam lanjut usia potensial dan tidak potensial. Lanjut usia
(lansia) atau manula mengalami berbagai perubahan baik secara fisik maupun
psikis. Berbagai perubahan yang terjadi dalam kehidupannya dapat menjadi
sumber tekanan yang berdampak buruk terhadap kondisi lansia.
2.1.2 Karakteristik Lansia
Ciri-ciri usia lanjut (Abdi, 2009):
a. Usia lanjut merupakan periode usia kemunduran

Kemunduran fisik pada lansia merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh
bukan karena penyakit tetapi karena proses penuaan.
b. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran
dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
Tugas perkembangan lanjut usia (Nugroho, 2008):
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun (baik fisik maupun mental)
Mempersiapkan diri untuk pensiun
Membentuk hubungan baik dengan seusianya
Mempersiapkan kehidupan baru
Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial dan masyarakat
Mempersiapkan diri untuk kematian diri sendiri dan kematian pasangan

Orang-orang yang telah memasuki masa lanjut usia memiliki


karakteristik dan tugas perkembangan tertentu yang harus diselesaikan. Tugas
perkembangan ini dititikberatkan pada kemampuan lansia untuk melakukan
adaptasi terhadap perubahan fisik maupun psikologis yang mengalami penurunan.
Lansia diharapkan tetap mampu bersosialisasi seoptimal mungkin dengan
keluarga dan masyarakat.
2.1.3 Perubahan yang terjadi pada Lansia
Lansia mengalami berbagai perubahan dalam hidupnya. Perubahan itu
meliputi perubahan fisik, perubahan psikologis, dan perubahan sosial.
1. Perubahan fisik
Penuaan dicirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan
metabolisme di sel lainnya. Proses ini menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan
perubahan komposisi tubuh (Stockslager et al, 2008). Pada lansia terjadi
perubahan sel, penurunan pada sistem persyarafan, sistem pendengaran, sistem
penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan suhu tubuh, sistem
respirasi, sistem gastrointestinal, dan sistem urinaria.
Berbagai perubahan terjadi pada kondisi fisik lansia. Proses degeneratif
menyebabkan berbagai penurunan fungsi organ tubuh pada lansia. Penurunan
fungsi organ menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan aktivitas dan
kualitas hidup pada lansia.
2. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah (Efendy, 2009):
1) Perubahan fisik
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan
5) Lingkungan
6) Tingkat kecerdasan (IQ)
7) Kenangan

10

Perubahan mental pada lansia dipengaruhi oleh berbagai hal. Hal inilah
yang menjadi salah satu penyebab perbedaan kemampuan adaptasi psikologis
pada lansia dalam menghadapi proses penuaan yang dialaminya.
3. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang memasuki masa
pensiun. Beberapa perubahan psikososial yang terjadi antara lain kehilangan
sumber finansial atau pendapatan berkurang, kehilangan status karena sebelumnya
memiliki jabatan atau posisi yang cukup tinggi dengan segala fasilitasnya,
kehilangan teman dan relasi, kehilangan pekerjaan atau kegiatan, dan kesadaran
terhadap kematian (efendy, 2009).
Berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan psikososial meliputi
pensiun, sadar akan kematian, meningkatnya biaya hidup, bertambahnya biaya
pengobatan, penyakit kronis dan ketidakmampuan, gangguan saraf dan indera,
rangkaian kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan
keluarga serta hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik yang berakibat perubahan
terhadap gambaran diri dan konsep diri.
2.2 Kualitas Hidup
2.2.1 Pengertian
The World Health Organization Quality Of Life atau WHOQOL Group
(1997) mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu terhadap
kehidupannya di masyarakat dalam konteks budaya dan sistem nilai yang ada
yang terkait dengan tujuan, harapan, standar, dan juga perhatian. Kualitas hidup
dalam hal ini merupakan suatu konsep yang sangat luas yang dipengaruhi
kondisi fisik individu, psikologis, tingkat kemandirian, serta hubungan individu
dengan lingkungan.
Menurut Cohen dan Lazarus (2011) kualitas hidup adalah tingkatan yang

11

menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari


kehidupan mereka, keunggulan tersebut.dapat dilihat dari tujuan hidup, kontrol
pribadi, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi
materi.
Abrams dalam Gregersen (2015) mendefinisikan kualitas hidup sebagai
derajat kepuasan atau ketidakpuasan seseorang terhadap berbagai aspek
kehidupan berhubungan dengan kepuasan hidup atau eksistensi sebagai manusia.
Berdasar penelitian kesehatan, kesehatan fisik dan psikologis (psychological
well being) dan status fungsional dianggap merupakan dimensi penting kualitas
hidup.
2.2.2 Dimensi Kualitas Hidup
George dan Bearon (1980) menjelaskan bahwa kualitas hidup terdiri dari
dimensi objektif dan subjektif. Kualitas hidup objektif yaitu berdasarkan pada
pengamatan eksternal individu seperti standar hidup, pendapatan, pendidikan,
status kesehatan, umur panjang dan yang terpenting adalah bagaimana individu
dapat mengontrol dan sadar mengarahkan hidupnya. Kualitas hidup dari dimensi
subyektif didasarkan pada respon psikologis individu terhadap kepuasan dan
kebahagiaan hidup. Jadi kualitas hidup subjektif adalah sebagai persepsi
individu tentang bagaimana suatu hidup yang baik dirasakan oleh masing-masing
individu yang memilikinya.
2.2.3 Domain kualitas hidup
Menurut World Health Organization Quality of Life dimensi
hidup. mencakup

empat

domain

meliputi

kesehatan

fisik,

kualitas
kesehatan

12

psikologik, hubungan sosial, dan lingkungan

(Larasati, 2011). Domain

kesehatan fisik yaitu berhubungan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari,


ketergantungan pada perawatan medis, energi dan kelelahan, mobilitas,nyeri
dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, dan kapasitas kerja. Domain
kesehatan psikologik berhubungan dengan gestur dan body image, perasaan
positif, perasaan negatif, harga diri, spiritualitas, pemikiran pembelajaran, daya
ingat dan konsentrasi. Domain hubungan sosial terdiri dari hubungan personal,
aktifitas sosial dan hubungan sosial. Domain lingkungan terdiri dari keamanan
dan kenyamanan fisik, kebebasan, lingkungan fisik, sumber penghasilan,
kesempatan memperoleh informasi, dan keterampilan baru, partisipasi dan
kesempatan untuk rekreasi, atau aktifitas pada waktu luang (WHO, 1996).
2.2.4 Faktor yang mempengaruhi Kualitas hidup lansia
Gabriel dan Bowling (dalam Netuveli and Blane, 2008) menjelaskan
tentang beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Kualitas hidup
seseorang dikatakan tidak hanya didapat dari kesehatan akan tetapi ada
beberapa faktor lain yang mempengaruhi. Faktor tersebut antara lain hubungan
sosial yang baik dengan anak, keluarga, teman, dan tetangga; faktor lingkungan
sosial ditunjukkan melalui hubungan yang baik dengan tetangga, lingkungan
yang menyenangkan, rumah yang nyaman, dan pelayanan umum yang baik
seperti bebas fasilitas transportasi; faktor psikologi seperti selalu optimis dan
sikap positif, berfikir ke arah masa depan, penerimaan dan strategi

koping

yang lain; aktif dalam kegiatan sosial; kondisi keuangan yang aman; dan
tidak tergantung pada orang lain. Ghozali dalam larasati (2011) mengungkapkan

13

berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas hidup diantaranya adalah mengenali


diri sendiri, adaptasi, merasakan penderitaan orang lain, perasaan kasih sayang,
bersikap optimis, dan mengembangkan sikap empati.
Bilgili dan Arpaci (2014) menyebutkan kualitas hidup lansia dipengaruhi
oleh beberapa variabel. Varibel yang dimaksud antara lain seperti jenis kelamin,
usia, tingkat pendidikan, status pernikahan, kepemilikan anak, status keamanan
sosial, status kesehatan dan dengan siapa mereka tinggal atau hidup.
2.3 Resitasi Al-Quran
2.3.1 Definisi Resitasi Al-Quran
Resitasi berasal dari bahasa Inggris recitation atau recite yang berarti
mengulang kembali atau berulang-ulang. Dalam metode pemahaman Al-Quran
yang

sering

digunakan,

mengulang

dapat

berarti

membaca,

menulis,

mendengarkan, dan mengucapkan secara berulang-ulang untuk memahami


kandungan Al-Quran secara utuh. Makna yang terkandung dalam setiap ayat AlQuran tidak bisa jika hanya dipahami dalam waktu yang singkat karena bahasa
yang digunakan sangat kompleks memberikan gambaran tentang petunjuk hidup
umat manusia. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa resitasi Al-Quran
memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan sikap baik secara fisik
maupun psikologis.
Resitasi adalah sebuah metode mendengarkan dan mendalami makna yang
terkandung dalam sebuah materi yang disampaikan. Dalam definisi lain yang
berhubungan dengan resitasi Al-Quran, maka resitasi diartikan sebagai proses
mendengarkan, mengilhami, memaknai lantunan ayat suci Al-Quran sehingga

14

dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Romi, 2009). Dalam sebuah


penelitian

Kedokteran

Islam Amerika

Utara

1984, Al-Quran

mampu

mendatangkan ketenangan dan meminimalkan kecemasan sampai 97% bagi


mereka yang mendengarkannya, yang menjadi objek adalah mereka yang
mengerti bahasa Arab. Referensi lain menunjukkan bahwa resitasi ditujukan untuk
mengurangi tingkat kecemasan pada lansia sehingga dapat meminimalisir
permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat akibat kekhawatiran terhadap
perilaku berbahaya yang dilakukan lansia karena isolasi sosial.
Resitasi Al-Quran adalah metode mendengarkan keteraturan irama dan
memahami makna bacaan yang benar dari lantunan ayat suci Al-Quran.
Muhammad Salim dari Universitas Boston juga melakukan penelitian dengan
menggunakan sampel 3 pria dan 2 wanita yang sama sekali tidak mengerti bahasa
Arab dan tidak tahu kalau yang akan dibacakan padanya adalah ayat Al-Quran.
Salim melakukan 2 percobaan yaitu membacakan ayat-ayat Al-Quran dengan
cara mujawwad, dan membacakan bacaan dalam bahasa Arab yang bukan berasal
dari Al-Quran dan dibacakan dengan cara yang sama. Penelitian diukur dengan
menggunakan alat ukur yang diciptakan oleh Universitas Boston. Percobaan
dilakukan sebanyak 210 kali ini mengungkapkan bahwa responden mendapatkan
ketenangan sebanyak 65% dari bacaan ayat-ayat Al-Quran dan hanya
mendapatkan 35% dari bacaan dalam bahasa Arab bukan Al-Quran (Sundana,
2004). Mendengarkan bacaan Al-Quran secara rutin, terbukti mampu
meningkatkan kualitas hidup, karena dapat menurunkan depresi, kecemasan,
kesedihan, bahkan dapat memperoleh ketenangan.

15

2.3.2 Metode-metode Resitasi Al-Quran


1. Mendengarkan melalui tape rcorder
Metode resitasi yang paling sederhana adalah mendengarkan lantunan
bacaan ayat suci Al-Quran melalui tape recorder yang diperdengarkan secara
rutin sehingga berdampak signifikan terhadap kondisi kesehatan psikologis
pendengarnya. Seorang dokter spesialis jantung di RS Internasional Canada
menganjurkan pasiennya untuk memperdengarkan surat Ar-Rahman selama tiga
kali sehari. Setelah dilakukan pengukuran denyut jantung pada hari ke tujuh,
terjadi perubahan yang signifikan terhadap denyut jantung pasien yang semula
sangat tinggi >200x/menit menjadi 120x/menit (Boston, 2009). Hal ini
menunjukkan manfaat yang sangat baik, metode sederhana resitasi Al-Quran
sebagai salah satu terapi kesehatan.
2. Mendengarkan, membaca, dan menerjemahkan
Metode ini sering kali diterapkan pada proses pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI). Siswa dituntut untuk bisa mendengarkan sambil membaca
dan menerjemahkan arti dari surat-surat pendek pada juz 30 (Juz Amma) serta
hadist yang dibahas pada pembelajaran topik tertentu. Metode ini memberikan
banyak keuntungan kepada siswa karena akan lebih memahami makna dari AlQuran dan hadist secara keseluruhan bukan hanya sekedar hafalan. Dalam akhir
proses pembelajaran ini siswa diminta untuk menceritakan kembali dengan
bahasanya sendiri terkait topik pembahasan yang dipelajari berdasarkan
penjelasan yang teradapat pada Al-Quran dan hadist. (Arif, 2007)
3. Mendengarkan, memahami, dan aplikasi

16

Metode ini merupakan rangkaian lengkap dari metode resitasi sederhana


hingga aplikasi yang berdampak terhadap perubahan perilaku dan kondisi
psikologis orang-orang yang mendengarkan secara rutin, memahami, memaknai,
dan mengilhami lantunan ayat suci Al-Quran sehingga dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Metode ini pernah dilakukan dalam sebuah penelitian di
Persia oleh seorang hypnotherapist pada tahun 2000 selama satu bulan dengan
frekuensi tiga kali seminggu. Sasarannya adalah penduduk Persia yang sering
mengalami insomnia. Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan yang baik
terhadap penderita insomnia, sehingga dapat menjalani tidur dengan kualitas yang
baik setelah diberikan terapi resitasi Al-Quran.
2.3.3 Jenis-jenis bacaan yang digunakan dalam Resitasi Al-Quran
1. Juz Amma
Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Ghofar (Dosen Fakultas Ilmu
Kesehatan Unipdu) dan Lutfiyah Ningsih (Perawat Rumah Sakit Husada Utama)
pada tahun 2008, menunjukkan adanya pengaruh terapi bermain dan
mendengarkan bacaan ayat suci Al-Quran Juz Amma terhadap tingkat kecemasan
pasien anak yang dirawat di RS Husada Utama.
2. Surat Ar-Rahman
Penelitian yang dilakukan oleh dokter spesialis jantung di RS Internasional
Canada dengan menganjurkan pasiennya mendengarkan surat Ar-Rahman tiga
kali sehari menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam menurunkan denyut
jantung. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh hypnotherapist Persia dengan
menggunakan langkah-langkah tertentu yang lengkap dari metode resitasi dapat

17

memberikan pengaruh untuk membantu

insomnia mendapatkan kualitas tidur

yang baik.
3. Surat Ar-Radu
Penelitian yang dilakukan oleh Rohma Damayanti pada tahun 2010
menunjukkan adanya pengaruh yang siginifikan tentang pengaruh mendengarkan
murottal Al-Quran surat Ar-Radu terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre
operasi SC di RS PKU Muhammadiyah Jogjakarta.
4. Surat Yasin
Surat Yasin sering digunakan pada berbagai even pengajian dalam laki-laki
maupun wanita. Berbagai even seperti budaya mendoakan keluarga yang
meninggal, menyambut kelahiran bayi, pernikahan, dan khitan sering diiringi
dengan pembacaan surat Yasin yang ditujukan untuk memperoleh ketenangan dan
diberikan kelancaran serta kemudahan dalam penyelenggraan even tersebut (Abdi,
2009).
5. Surat Ad-Dhuha
Ad-Dhuha adalah surat yang dibaca pada saat melakukan ibadah sholat
Dhuha dalam rentang waktu antara jam 7 pagi sampai jam 11 siang. Surat ini
memberikan makna tentang kemurahan rezeki yang diberikan Allah kepada umatNya jika mau bersungguh-sungguh dalam berusaha. Allah berjanji tidak akan
meninggalkan umat-Nya berada dalam kesulitan dan memberikan petunjuk jalan
yang terbaik kepada umat-Nya. Apabila dipahami secara mendalam maka setiap
ayat dalam surat ini dapat memberikan ketenangan bagi siapapun yang membaca
dan mendengarkannya karena menguatkan keyakinan untuk lebih bersyukur

18

dengan apapun yang terjadi di dunia ini atas kuasa Allah dan pasti merupakan
petunjuk jalan yang terbaik.
Keutamaan surat Ad-Dhuha pun dijelaskan pada beberapa hadist berikut:
Uqbah

bin

Amir

R.A

berkata,

Rasullullah

S.A.W

bersabda:

Sembahyanglah dua rakaat dhuha itu dengan membaca surat Wassyamsi


waddhuhaha dan Waddhuha. (H.R Muttafaqun Alaih)
Hal ini menunjukkan bahwa Rasullullah pun sangat menganjurkan umatNya untuk memahami kandungan surat Ad-Dhuha karena akan sangat bermanfaat
untuk memberikan ketenangan dalam menjalani kehidupan.
Risalah Nabi Muhammad SAW dalam suatu kisah mengupas tentang
fadilah surat Ad-Dhuha. Suatu ketika Rasullullah berada dalam keadaan terpuruk,
pesimis, terasing, dan merasa bahwa Allah tidak mengasihinya. Kemudian Rasul
membaca surat Ad-Dhuha berulang-ulang dan beliau merasakan ketenangan jiwa,
kembali bergairah dan bersemangat untuk memperjuangkan Islam, berpikir positif
dan sesungguhnya Allah selalu bersamanya dan tidak akan meninggalkan umatNya dalam keadaan sedih dan duka.
2.3.4 Fungsi Resitasi Al-Quran
Musik dengan irama dan ritme yang teratur terbukti dapat menurunkan
denyut jantung. Al-Quran juga merupakan bagian dari musik. Memperdengarkan
ayat suci Al-Quran dengan irama beraturan yang dibacakan dengan makhraj dan
harakat yang benar sangat berdampak baik terhadap kondisi kesehatan. Hal ini
dapat membantu menenangkan dan merangsang bagian otak yang terkait ke
aktivitas emosi dan tidur. Peneliti dari Science University of Tokyo menunjukkan

19

bahwa musik membantu menurunkan tingkat stress dan gelisah sehingga menjadi
lebih tenang. Musik berfungsi sebagai pengalihan perhatian dari rasa sakit atau
menghasilkan relaksasi.
Resitasi dengan menggunakan metode kompleks menerapkan langkahlangkah tertentu terbukti telah memberikan dampak signifikan terhadap perubahan
sikap baik secara fisik maupun psikologis. Beberapa efektivitas Al-Quran yang
telah dibuktikan melalui penelitian ilmiah antara lain, mendengarkan surat ArRahman secara rutin dapat menurunkan denyut jantung dan perasaan berdebardebar serta menyembuhkan insomnia. Kemudian penelitian tentang penerapan
metode resitasi Al-Quran menggunakan juz Amma terbukti telah menurunkan
tingkat kecemasan pada pasien anak yang dirawat di rumah sakit. Penelitian
berikutnya yang menggunakan surat Ar-Radu sangat efektif menurunkan tingkat
kecemasan ketika diperdengarkan pada pasien pre operasi SC. Selain itu
peggunaan surat Yasin yang ditujukan untuk memperoleh ketenangan dan
diberikan kelancaran serta kemudahan dalam penyelenggaraan even serta manfaat
surat Ad-Dhuha dapat memberikan ketenangan bagi siapapun yang membaca dan
mendengarkannya karena menguatkan keyakinan untuk lebih bersyukur dengan
apapun yang terjadi di dunia ini atas kuasa Allah dan pasti merupakan petunjuk
jalan yang terbaik
2.4 Pengertian Penguatan diri (Afirmasi)
Afirmasi adalah ungkapan yang merangkum sisi baik kehidupan. Afirmasi
mencetak keyakinan positif di bawah alam bawah sadar (Quillian, 2003). Afirmasi

20

adalah kalimat atau postulat motivasi untuk mempertahankan integritas diri


(Steele, 1988, Sherman & Cohen 2006).
2.4.1Manfaat afirmasi
Afirmasi merupakan pernyataan kuat dan positif yang sangat berpengaruh
untuk memperkuat rasa percaya diri dan keyakinan. Melalui pengulangan dari
beberapa kalimat penegasan (afirmasi) tertentu, maka alam bawah sadar akan
dapat menerima pesan yang terkandung dalam kalimat afirmasi tersebut, dan
kecenderungan untuk mengucapkan hal-hal negatif mulai ditukar dengan gambargambar dan pemikiran yang lebih positif (Brealey, 2002). Pengulangan kata yang
berkali-kali dapat membangun gambaran mental, membuat fokus pada tujuan,
objek,

atau

situasi

yang

diinginkan.

Pengulangan

yang

sering

dapat

mempengaruhi sub consciousness menerima hal tersebut lalu merubah cara


berfikir, bertindak, dan sikap seseorang (Sasson, 1997).
Menurut Self Affirmation Theory yang dikemukakan Steele (1988) bahwa
Afirmasi dapat meningkatkan kepuasan diri. Sesorang bisa menggunakan
beberapa aspek penting dalam hidupnya untuk diafirmasikan, seperti keyakinan,
konsep diri, nilai-nilai penting dalam hidup, dan kesuksesan masa lalu. Afirmasi
juga disebutkan dapat mengurangi self-defensive.
Afirmasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan integritas diri
melalui proses deaktivasi persepsi positif terhadap diri (positive self perception)
(Sherman & Cohen, 2006).

21

Afirmasi dapat meningkatkan integritas diri seseorang, merasakan


keseimbangan dalam hidup, dan dalam situasi yang penuh tekanan dapat
menurunkan ketakutan, rasa terancam, dan nyeri (Master et al, 2009).
2.4.2 Langkah Afirmasi
Afirmasi sebaiknya menggunakan kalimat yang tidak terlalu panjang,
cukup kalimat pendek positif, menghindari kata tidak, dan dapat dilakukan
sekitar 10-15 menit setiap sesi (Sasson, 1997). Tiga hal yang harus diperhatikan
agar afirmasi ini efektif adalah khusuk, iklhas, dan pasrah (zainuddin, 2007)
Tiga Hal penting yang harus diperhatikan saat melakukan Afirmasi
menurut Self-Affirmation Theory yaitu:
1. Menggunakan kalimat naratif umum (misal: Saya orang baik)
bukan konsep diri yang spesifik (misal: saya seorang siswa yang baik)
2. Afirmasi digunakan untuk meningkatkan integritas diri, tetapi tidak
untuk menjadi superior atau excellent, melainkan cukup menjadi good
enough.
3. Afirmasi tidak untuk memberikan penghargaan tetapi merupakan
aktivitas untuk merasakan kepuasan/kebanggaan terhadap diri sendiri.
2.4.3 Teori Afirmasi
Teori Afirmasi dikemukakan oleh Steele pada tahun 1988.

Teori ini

menegaskan bahwa tujuan umum self system adalah untuk menjaga image,
integritas diri secara moral dan adaptasi yang adekuat. Ketika integritas diri
terancam, respon manusia adalah mencari jalan untuk mengembalikan harga diri.
Afirmasi memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan integritas diri untuk

22

menghadapi ancaman, dan dapat membantu individu untuk beradaptasi terhadap


ancaman.
Teori Afirmasi dimulai dengan premis bahwa orang dimotivasi untuk
mempertahankan integritas diri. Integritas diri adalah perasaan utuh sebagai
individu yang baik dan tepat.
Prinsip dasar teori Afirmasi:
1. Individu dimotivasi untuk menjaga dan menerima integritas dan
harga diri.
2. Motivasi untuk menjaga integritas diri dapat memberikan efek atau
pengaruh pada respon defensif.
3. Self system bersifat fleksibel
4. Individu dapat diafirmasi dengan peristiwa atau aktivitas
menyenangkan yang mengingatkan mereka siapa diri mereka.
2.5 Pengaruh Penguatan Diri Melalui Resitasi Al-Quran Terhadap Kualitas
Hidup Lansia
Berbagai penelitian telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya tentang
manfaat Al-Quran yang berdampak signifikan terhadap kondisi kesehatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Ghofar (Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan
Unipdu) dan Lutfiyah Ningsih (Perawat Rumah Sakit Husada Utama) pada tahun
2008, menunjukkan adanya pengaruh terapi bermain dan mendengarkan bacaan
ayat suci Al-Quran terhadap tingkat kecemasan pasien anak yang dirawat di RS
Husada Utama. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh dokter spesialis jantung
di RS Internasional Canada dengan menganjurkan pasiennya mendengarkan surat

23

Ar-Rahman tiga kali sehari menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam


menurunkan denyut jantung. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan
oleh hypnotherapist Persia dengan menggunakan langkah-langkah tertentu yang
lengkap dari metode resitasi dapat memberikan pengaruh untuk membantu
insomnia mendapatkan kualitas tidur yang baik. Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Rohma Damayanti pada tahun 2010 menunjukkan adanya
pengaruh yang siginifikan tentang pengaruh mendengarkan murottal Al-Quran
surat Ar-Radu terhadap tngkat kecemasan pada pasien pre operasi SC di RS PKU
Muhammadiyah Jogjakarta.
Al-Quran yang merupakan sumber solusi berbagai permasalahan
kehidupan, bisa digunakan sebagai terapi efektif terhadap permasalahan
psikologis yang terjadi pada lansia. Pada masa lansia terjadi berbagai penurunan
fungsi degeneratif, maka dibutuhkan terapi relaksasi yang tepat untuk
menghilangkan rasa kesepian dan kecemasan pada kehidupan masa tua dan
menjelang kematian. Terapi resitasi merupakan alternatif terapi non farmakologis
yang efektif tanpa memberikan efek samping negatif sehingga tidak memberikan
pengaruh yang buruk terhadap kondisi kesehatan lansia, namun justru akan
berdampak sangat baik untuk meningkatkan kualitas hidup lansia secara utuh baik
secara fisiologis maupun psikologis.

Anda mungkin juga menyukai