Anda di halaman 1dari 20

3

BAB I
PENDAHULUAN

Sistem saraf pusat tersusun atas otak dan medulla spinalis. Keduanya
saling terhubung melalui batang otak. Sama halnya dengan medulla spinalis, otak
memiliki unit fungsional berupa sel-sel saraf. Setiap satu set sel saraf memiliki
peran dan fungsinya masing-masing didalam otak. Oleh karena itu, apabila terjadi
lesi di salah satu bagian otak, akan menimbulkan manifestasi klinis yang berbeda,
tergantung pada lokasi lesi dan luas lesi (Robin dan Kumar, 2010).
Otak mendapatkan nutrisi melalui vaskuler yang memperdarahinya.
Gangguan vaskuler di otak dapat menyebabkan penyakit cerebrovaskuler. Saat ini,
penyakit cerebrovaskuler adalah penyakit mematikan ketiga di dunia setelah
penyakit kardiovaskuler dan kanker. Penyakit cerebrovaskuler dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu stroke iskemik, stroke hemoragik, dan anomali cerebrovaskuler
misalnya pada malformasi arterivena dan aneurisma intracranial. Stroke, terutama
stroke iskemik, dapat berakhir sebagai infark cerebri karena kematian jaringan
otak yang tidak tervaskularisasi dalam waktu beberapa menit (Smith, 2008).
Infark serebri yang luas dapat pula disebabkan oleh kausa lain seperti edema atau
herniasi cerebri.
Untuk menegakkan diagnosis akut infark cerebri, diperlukan pemeriksaan
penunjang yang mampu melihat jaringan lunak otak dengan baik, yaitu Computer
Tomography (CT) Scan dan Magnetic resonance Imaging (MRI). Melalui
pemeriksaan ini, dapat diketahui lokasi lesi infark, luas, serta dapat pula
menentukan lesi tersebut akut atau kronis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Infark cerebri adalah fokus nekrosis di otak yang terjadi karena proses
iskemik total dan memanjang yang mempengaruhi semua elemen di
jaringan otak, yaitu neuron, glia, dan pembuluh darah (Agamanolis, 2014).
Stroke merupakan salah satu kausa infark karena menyebabkan proses
iskemik di otak. Stroke seringkali disebut dengan brain attack, terjadi
ketika aliran darah di otak terhambat, sehingga sel otak tidak mendapat
cukup oxygen dan glukosa yang dibutuhkan untuk metabolisme, sehingga
lama kelamaan akan menimbulkan kerusakan otak hingga kematian sel
otak (Beckerman, 2011).

B. EPIDEMIOLOGI
Penyebab infark cerebri paling banyak adalah stroke. Menurut WHO,
15 juta orang mengalami stroke setiap tahun di seluruh dunia, 5 juta dari
mereka akan meninggal, dan 5 juta yang lain akan mengalami kecacatan
permanen (Jauch et all, 2015). Di Indonesia sendiri, prevalensi stroke
mencapai 12,1 per 1.000 penduduk. Angka itu naik dibandingkan
Riskesdas 2007 yang sebesar 8,3 persen. Stroke telah jadi penyebab
kematian utama di hampir semua rumah sakit di Indonesia, yakni 14,5
persen. Prevalensi stroke sama untuk kedua jenis kelamin, dan meningkat
seiring pertambahan usia (Riskesdas, 2013).

C. ETIOLOGI
Kejadian infark serebri ditentukan oleh tiga faktor, yaitu lokasi oklusi
arteri, kecepatan oklusi arteri, dan kondisi atau keadaan sirkulasi kolateral.

Secara umum, penyebab infark cerebri dibagi menjadi 3, yaitu infark


iskemik, infark hemoragik, dan infark lacunar.
A. Infark iskemik
Kejadian iskemik di otak dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu,
atherosclerosis-atherothrombosis, kardioemboli yang masuk ke otak
melalui foramen ovale, vasculitis, diseksi aorta, SLE, sickle cell disease,
spasme vaskuler, meningitis dan vakulitis jamur, hiperkoagulasi, dan
kelainan vaskuler lain. Namun, sebagian besar infark iskemik disebabkan
oleh atherosklerosis yang terjadi pada arteri besar, dapat berdiri sendiri
ataupun disertai dengan thrombosis. Atherosklerosis di otak melibatkan
sirkulus arteriosus willisi dan arteri leptomeningeal, yang kemudian
memanjang ke cabang-cabangnya sehingga terjadi kekakuan vaskuler di
otak.
B. Infark hemoragik
Infark hemoragik ditandai dengan petechie atau area perdarahan yang
luas terutama pada nekrosis substansia grisea. Darah bocor dari sistem
vaskuler kolateral otak atau melalui kapiler yang nekrosis, yang ketika
terdapat trombus atau embolus yang pecah, darah akan bocor keluar
vaskuler dan mereperfusi area yang infark. Oleh karena itu, umumnya
infark hemoragik umumnya terjadi pada kasus emboli daripada trombosis,
sehingga penggunaan antikoagulan dan trombolitik justru akan merubah
kondisi infark menjadi perdarahan.
C. Infark lacunar
Infark lacunar adalah infark kecil yang terjadi pada bagian dalam otak,
yaitu pada ganglia basalis, thalamus, substansia alba, dan batang otak.
Sekitar 20% infark terjadi pada regio-regio tersebut. Infark lacunar
disebabkan oleh oklusi di cabang penetrasi bagian dalam dari arteri cerebri
yang utama, biasanya dialami oleh pasien yang memiliki riwayat
hipertensi dan diabetes

yang sangat berkaitan dengan kelainan

atherosklerosis berat dan gangguan pembuluhu darah kecil yang lain.


Infark kecil dibagian lacunar, misalnya pada capsula interna, dapat

menimbulkan kelainan neurologik yang berat, karena bagian dalam otak


sebagian besar adalah serabut asosiasi, yang menghubung-hubungkan
jaras-jaras antarhemisphere, selain itu juga memiliki fungsi kongnitif dan
afektif.

D. PATOGENESIS
Stroke merupakan peristiwa hilangnya fungsi otak secara mendadak
akibat gangguan suplai darah. Aliran darah otak normal berkisar pada 5060 mL/100 g / menit. Penurunan aliran darah ke otak menyebabkan asupan
glukosa dan oksigen ke neuron berkurang. Neuron adalah impuls
transmitter, yang membutuhkan suplai energi secara konstan (Mir, et al.,
2014).
Stroke iskemik terjadi akibat sumbatan pembuluh darah pada satu atau
lebih arteri cerebral, yang mengakibatkan penurunan perfusi otak. Stroke
iskemik dapat berupa stroke trombotik, stroke emboli, hipoperfusi
sistemik, atau trombosis vena (Mir, et al., 2014). Ketergantungan total
pada metabolisme aerobik menyebabkan jaringan otak sangat rentan
mengalami iskemia. Penurunan asupan glukosa dan oksigen menyebabkan
sel tidak mampu mempertahankan fungsinya, yang akan mengaktifkan
cascade iskemia. Keluarnya asam amino eksitatorik khususnya glutamat,
akan mendorong terjadinya influks kalsium dan natrium,
mengganggu

homeostasis

sel.

Peningkatan

konsentrasi

yang

kalsium

intraseluler mengaktifkan protease dan lipase, yang akan menyebabkan


peroksidasi lipid dan cedera sel termediasi radikal bebas (free radicalmediated cell injury). Sel akan mengalami cedera ireversibel yaitu
nekrosis dan terjadilah infark. Iskemia serebral yang belum terjadi
kerusakan irevesibel akan menghasilkan daerah penumbra. Penumbra
dapat mengalami pemulihan bila iskemia tertangani (Hemphill III dan
Smith, 2008).
Oklusi akut pada pembuluh darah intrakranial menyebabkan reduksi
aliran darah ke area otak yang diperdarahi. Besarnya reduksi aliran

dipengaruhi oleh aliran darah kolateral. Aliran darah kolateral tergantung


pada aspek anatomik vaskuler dan lokasi oklusi. Penurunan aliran darah
secara total akan menyebabkan kematian sel otak dalam 4 hingga 10
menit, penurunan aliran darah menjadi < 16-18 mL/100 g jaringan / menit
akan menyebabkan infark dalam satu jam, sedangkan penurunan aliran
darah menjadi < 20 mL / 100 gram jaringan / menit akan menyebabkan
iskemia tanpa infark kecuali jika hal tersebut berlangsung dalam beberapa
jam atau hari. Jika aliran darah kembali normal sebelum jumlah sel mati
mencapai

angka signifikan, pasien mungkin akan mengalami gejala

sementara yang dikenal sebagai transient ischemic attack (TIA) (Smith, et


al., 2008). TIA dapat terjadi beberapa kali dalam satu hari. Batasan durasi
TIA adalah <24 jam, namun sebagian besar berlangsung < 1 jam.

Gambar 1.

Cascade iskemia serebral. PARP, poly-A ribose

polymerase; iNOS, inducible nitric oxide synthase (Harrison, 2518).


Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral (intracerebral
hemorrhage / ICH) maupun perdarahan subarachnoid (subarachnoidea

hemorrhage / SAH). Perdarahan pada spatium subdurale dan epidurale


umumnya disebabkan oleh trauma. SAH dapat terjadi akibat trauma atau
ruptur aneurisma intracranial. ICH meliputi perdarahan intraparenkimal
dan intraventrikular. Putamen merupakan tempat tersering terjadinya
perdarahan akibat hipertensi, dan capsula interna yang letaknya berdekatan
dengan putamen biasanya mengalami kerusakan.

E. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis pada pasien stroke tergantung pada daerah otak yang
mengalami cedera. Gejala umumnya berupa rasa melayang atau ringan
pada kepala (light headed). Meski tidak selalu berhubungan dengan
aktivitas, ICH hampir selalu timbul saat pasien bangun dan kadang saat
mengalami stress. Hemiparesis kontralateral merupakan gejala awal.
Wajah merot, bicara pelo, kelemahan bertahap pada lengan dan kaki, serta
mata menjauhi sisi hemiparesis. Paralysis akan memburuk sampai
ekstremitas yang terkena menjadi flaccid atau rigid. Penurunan kesadaran
dan tanda peningkatan tekanan intra kranial (TIK) seperti nyeri kepala dan
muntah. Gejala akan memburuk secara progresif dalam 30-90 menit. Saat
perdarahan telah meluas, timbul rasa kantuk luar biasa hingga masuk
kondisi stupor sebagai tanda kompresi upper brainstem.

F. DIAGNOSIS
Berbagai pemeriksaan dilakukan untuk menegakkan diagnosis, antara
lain pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
radiologi dan laboratorium.
1. CT
Pasien yang dicurigai mengalami stroke harus menjalani
pemeriksaan untuk menentukan jenis stroke. Dalam hal ini,
pemeriksaan CT scan kepala tanpa kontras lebih banyak
digunakan pada keadaan emergensi. Dengan diketahuinya
lokasi perdarahan akan mempersempit differensial diagnosis.

ICH dapat terlihat pada pemeriksaan CT tanpa kontras selama


evaluasi stroke akut. Karena CT lebih sensitif daripada MRI
dalam mencitrakan perdarahan akut, pencitraan CT lebih
sering digunakan dalam evaluasi stroke hemoragik akut. CT
dapat digunakan untuk mengekslusi kemungkinan ICH dalam
pemeriksaan pra terapi fibrinolitik.
Tiga tahapan utama yang digunakan untuk menggambarkan
manifestasi CT stroke: akut (kurang dari 24 jam), subakut (24
jam sampai 5 hari) dan kronis (minggu). Stroke akut
merupakan edema sitotoksik, di mana perubahan jaringan otak
pada pencitraan bisa halus namun signifikan. Perubahan
tersebut dikenal sebagai awal perubahan iskemik (early
ischemic

changes),

yang

sebelumnya

dikenal

sebagai

hiperakut. Pada fase ini terjadi edema intraselular dan


menyebabkan hilangnya intensitas normal gray matter dan
white matter dan penipisan dari korteks sulci. Trombus di
proksimal arteri serebri media (MCA) kadang terlihat pada
fase akut dan muncul sebagai hyperattenuation (hiperdens).
Stroke subakut merupakan edema vasogenik, dengan efek
massa yang lebih besar, hypoattenuation (hipodens) dan
berbatas tegas. Efek massa dan risiko herniasi terbesar terjadi
pada tahap ini. Pada stroke kronis terjadi kehilangan jaringan
otak dan lesi hipodens (Birenbaum, et al., 2011).

10

Gambar 2. Infark MCA. Potongan axial CT non kontras


menunjukkan fokus hipodens pada white matter hemisfer kiri
dan penipisan sulcus pada regio MCA (Birenbaum, et al.,
2011).
CT Scan Kepala tanpa kontras menjadi andalan pencitraan
dalam diagnosis acute iskemik stroke. Peran CT Scan kepala
dalam diagnosis acute iskemik stroke adalah menyingkirkan
gambaran perdarahan intracranial yang akan mempengaruhi
tatalaksana berhubungan dengan pemberian thrombolysis dan
menyingkirkan patologi intracranial lain yang mirip stroke,
seperti tumor.
Tanda awal CT Scan yang terlihat adalah segmen
hyperdense dari pembuluh darah, yang mewakili visualisasi
langsung dari intravaskular trombus/emboli sehingga dapat
segera dilihat. Meskipun ini dapat dilihat pada setiap
pembuluh darah tetapi yang paling sering tampak di arteri
serebri media. Arteri serebri media merupakan pembuluh
darah yang paling banyak mensuplai darah ke otak. Karena itu,
oklusi arteri serebri media merupakan penyebab terbanyak
stroke yang berat. Peningkatan densitas ini diduga akibat
melambatnya aliran pembuluh darah lokal karena adanya

11

trombus intravaskular atau menggambarkan secara langsung


trombus yang menyumbat sendiri.
Dalam beberapa jam pertama (1-3 jam) yang dikenal
sebagai fase hiperakut, sejumlah tanda-tanda yang terlihat
tergantung pada lokasi oklusi dan adanya aliran kolateral.
Tanda-tanda awal dapat berupa hilangnya batas subtansia alba
dan substansia grisea serebri. Substansia grisea merupakan
area yang lebih mudah mengalami iskemia dibandingkan
substansia alba, karena metabolismenya lebih aktif. Karena itu,
menghilangnya diferensiasi substansia alba dan substansia
grisea merupakan gambaran CT scan yang awal didapatkan.
Gambaran ini disebabkan oleh influks edema pada substansia
grisea.
Perubahan nukleus lentiformis dapat dilihat pada awal,
yaitu 1 jam setelah oklusi, terlihat pada 75% pasien dalam 3
jam. Nukleus lentiformis cenderung mudah mengalami
kerusakan ireversibel yang cepat pada oklusi bagian proksimal
arteri serebri media karena cabang lentikulostriata arteri serebri
media yang memvaskularisasi nukleus lentiformis merupakan
end vessel.
Gambaran pendangkalan sulcus serebri tampak akibat
adanya edema difus di hemisfer serebri. Infark serebral akut
menyebabkan hipoperfusi dan edema sitotoksik. Berkurangnya
kadar oksigen dan glukosa seluler dengan cepat menyebabkan
kegagalan

pompa

natrium-kalium,

yang

menyebabkan

berpindahnya cairan dari ekstraseluler ke intraseluler dan


edema sitotoksik yang lebih lanjut. Edema serebri dapat
dideteksi dalam 1-2 jam setelah gejala muncul. Pada CT Scan
terdeteksi sebagai pembengkakan girus dan pendangkalan
sulcus serebri.

12

Tanda insular ribbon merupakan gambaran hipodensitas


insula serebri, cepat tampak pada oklusi arteri serebri media
karena posisinya pada daerah perbatasan yang jauh dari suplai
kolateral arteri serebri anterior maupun posterior.

Gambar 3. Potongan aksial CT scan kepala tanpa kontras pada pasien wanita
berusia 80 tahun dengan akut stroke iskemik. Tampak gambaran lesi hipodens
pada hemisfer cerebri kiri. (Gupta, 2015)
Melalui pemeriksaan CT, iskemia serebri dapat dinilai
dengan menggunakan Alberta Stroke Program Early CT Score
(ASPECTS). ASPECTS merupakan skor CT scan topografi
kuantitatif dengan poin maksimal 10, yang digunakan pada
pasien dengan stroke akibat middle cerebral artery (MCA).
Pada penilaian ASPECTS, dilakukan asesmen segmental
terhadap daerah vaskularisasi MCA. 1 poin akan dikurangi
dari nilai awal 10 untuk tiap regio yang terlibat:
a) Caudate
b) Putamen

13

c) Internal capsule
d) Insular cortex
e) M1: korteks anterior MCA, merujuk pada operculum
frontalis
f) M2: korteks lateral MCA ke pita insula.
g) M3: korteks posterior MCA, merujuk pada lobus
temporalis posterior
h) M4: daerah MCA anterior di superior M1
i) M5: daerah MCA lateral di superior M2
j) M6: daerah MCA posterior di superior M3
Skor ASPECTS dapat digunakan untuk menentukan
prognosis terapi yang dilakukan. Skor ASPECTS < 8 yang
diterapi dengan trombolisis tidak menunjukkan hasil klinis
yang baik (Aviv, et al., 2007)

14

Gambar 4. Skema skoring ASPECTS. Baris atas


menunjukkan potongan aksialCT pada level ganglionik [M1M3, insula (I), nukleus lentiformis (L), nucleus caudatus (C),
limbus posterior dari capsula interna (IC)]. Baris bawah
menunjukkan potongan CT pada tingkat supraganglionik
(M4-M6) (Puetz, 2009).
2. MRI
Jaringan di sekitar inti infark mengalami iskemia yang
disebut sebagai penumbra akan terlihat pada pemeriksaan
MRI. Revaskularisasi bertujuan untuk menyelamatkan daerah
penumbra agar tidak berkembang sebagai infark (Smith, et al.,
2008). Difusi tertimbang imaging (Diffusion Weighted
Imaging/ DWI) adalah MRI berurutan yang umum dilakukan
untuk mengevaluasi stroke iskemik akut, dan sensitif dalam
mendeteksi infark kecil dan awal. MRI berurutan konvensional
(T1 / T2) mungkin tidak menunjukkan infark selama 6 jam,
dan infark kecil mungkin sulit untuk dinilai di CT selama
beberapa hari. Peningkatan sinyal DWI di jaringan otak
iskemik dapat diamati dalam beberapa menit setelah oklusi
arteri dan berkembang melalui urutan stereotip koefisien difusi
nyata (apparent diffusion coefficient/ADC) reduksi, diikuti
oleh

peningkatan

berikutnya,

akhirnya, elevasi permanen.

pseudo-normalisasi

dan,

15

Gambar 5. MRI pada stroke akut. A. Defek perfusi pada


hemisfer kanan setelah administrasi IV bolus kontras
gadolinium. B. Aliran darah otak, sinyal yang lebih gelap
merefleksikan penurunan aliran darah. C. Pencitraan setelah 5
jam onset stroke MCA, sinyal terang mengindikasikan
hambatan difusi yang akan berkembang menjadi infark. D.
Pencitraan 5 hari onset (Smith, et al., 2008)

16

G. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa kelainan yang menimbulkan gambaran infark pada otak antara
lain:
1. Stroke emboli
2. Stroke trombus
3. Stroke hemoragik

H. TATALAKSANA
Pemeriksaan neurologik dalam penanganan kasus stroke iskemik
dapat dilakukan dengan menggunakan skala atau sistem skoring National
Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS). NIHSS menilai derajat defisit
neurologis, memfasilitasi komunikasi antara pasien dan tenaga medis,
mengidentifikasi kemungkinan sumbatan pembuluh darah, menentukan
prognosis awal dan komplikasi serta menentukan intervensi yang
diperlukan.

17

Gambar 6. Skoring NIHSS (Adams, et al., 2007)

18

Gambar 7. Interpretasi sistem skoring NIHSS (Adams, et al., 2007)


Tujuan dalam penatalaksanaan terapi akut infark adalah mengurangi
progesivitas kerusakan neurologi dan mengurangi angka kematian,
mencegah komplikasi sekunder yaitu disfungsi neurologi dan imobilitas
permanen, serta mencegah stroke ulangan. Terapi yang diberikan
tergantung pada jenis stroke yang dialami (iskemik atau hemoragik) dan
berdasarkan pada rentang waktu terapi (terapi pada fase akut dan terapi
pencegahan sekunder atau rehabilitasi). Strategi pengobatan stroke iskemik
ada dua, yang pertama reperfusi yaitu memperbaiki aliran darah ke otak
yang

bertujuan

untuk

memperbaiki

iskemik

dengan

obat-obat

antitrombotik (antikoagulan, antiplatelet, trombolitik). Kedua dengan


neuroproteksi yaitu pencegahan kerusakan otak agar tidak berkembang
lebih berat akibat adanya area iskemik.
Pada tatalaksana stroke iskemik pasien yang memenuhi syarat untuk
terapi intravena r-tPA harus menerima terapi intravena r-tPA. Satu-satunya
agen fibrinolitik yang telah terbukti bermanfaat bagi pasien dengan stroke
iskemik akut adalah r-tPA. Sementara streptokinase mungkin bermanfaat
bagi pasien dengan infark miokard akut, pada pasien dengan stroke
iskemik akut telah terbukti meningkatkan risiko perdarahan intrakranial
dan kematian.
Fibrinolitik

(r-tPA)

dapat

melarutkan

gumpalan

darah

yang

menyumbat pembuluh darah, melalui enzim plasmin yang mencerna fibrin


(komponen pembekuan darah). r-tPA akan memulihkan aliran darah otak
pada beberapa pasien dengan stroke iskemik akut dan dapat menyebabkan
perbaikan defisit neurologis. Namun, fibrinolitik juga dapat menyebabkan

19

perdarahan intrakranial. Hal ini disebabkan kandungan terlarut tidak hanya


fibrin yang menyumbat pembuluh darah, tetapi juga fibrin cadangan yang
ada dalam pembuluh darah.Komplikasi lain termasuk perdarahan dan
angioedema atau reaksi alergi.
Sebelum pemberian terapi fibrinolitik, dilakukan penilaian kriteria
inklusi dan ekslusi pada pasien. Kriteria ekslusi berfokus pada komplikasi
perdarahan

berhubungan

dengan

penggunaan

fibrinolitik.

Berikut

merupakan kriteria berdasarkan American Heart Association/American


Stroke Association (AHA/ASA) dalam penggunaan r-tPA:
1.

Diagnosis stroke iskemik yang menyebabkan defisit neurologis.

2.

Gejala tidak mengarah kepada perdarahan subarachnoid

3.

Tidak ada trauma kepala atau stroke sebelumnya dalam 3 bulan


terakhir

4.

Tidak ada infark miokard dalam 3 bulan terakhir

5.

Tidak ada perdarahan gastrointestinal/genitourinary dalam 21 hari


sebelumnya

6.

Tidak ada operasi besar dalam 14 hari sebelumnya

7.

Tidak ada riwayat perdarahan intrakranial sebelumnya

8.

Tekanan darah sistolik di bawah 185 mm Hg, tekanan darah


diastolik di bawah 110 mm Hg

9.

Tidak ada bukti trauma akut atau perdarahan

10. Tidak ada pungsi arteri pada lokasi yang non-compressible dalam
7 hari sebelumnya
11. Waktu protrombin 15 detik atau international normalized ratio
1,7 tanpa penggunaan obat antikoagulan
12. Waktu partial-protrombin dalam rentang normal, jika heparin
diberikan selama 48 jam sebelumnya
13. Hitung trombosit 100.000/mm

14. Konsentrasi glukosa darah > 50mg/dl

20

15. CT scan tidak menunjukkan bukti multilobar infark atau


perdarahan intracerebral
16. Pasien dan keluarga memahami potensi risiko dan manfaat terapi
Secara khusus, rt-PA harus diberikan dalam waktu 3-4,5 jam dari
onset stroke dan hanya setelah CT scan telah mengesampingkan stroke
hemoragik. AHA/ASA merevisi pedoman untuk penggunaan r-tPA,
memperluas jendela pengobatan dari 3 jam sampai 4,5 jam untuk
memberikan lebih banyak pasien dengan kesempatan untuk mendapatkan
keuntungan dari terapi ini.
Pada 2015, The American Heart Association/American Stroke
Association mengeluarkan pedoman yang diperbarui untuk pengobatan
darurat pasien dengan stroke iskemik akut, AHA merekomendasikan terapi
endovascular menggunakan retriever stent. Terapi ini dapat menjadi
alternatif bagi pasien yang tidak efektif dalam pengobatan fibrinolysis atau
adanya kontraindikasi pemberian fibrinolisis.
Selain itu, pasien harus menerima terapi endovaskular dengan
retriever stent jika mereka memenuhi semua kriteria berikut:
1.

prestroke mRS skor 0-1 ,

2.

stroke iskemik akut menerima intravena r-tPA dalam 4,5 jam dari
onset

3.

oklusi penyebab arteri karotid internal atau proksimal MCA (M1),

4.

usia 18 tahun ,

5.

skor NIHSS 6 ,

6.

ASPECTS 6 , dan

7.

pengobatan dapat dimulai dalam waktu 6 jam dari onset gejala

21

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1. Infark cerebri adalah fokus nekrosis di otak yang terjadi karena proses
iskemik total dan memanjang yang mempengaruhi semua elemen di
jaringan otak, yaitu neuron, glia, dan pembuluh darah. Stroke
merupakan salah satu kausa infark karena menyebabkan proses
iskemik di otak. Stroke seringkali disebut dengan brain attack, terjadi
ketika aliran darah di otak terhambat, sehingga sel otak tidak mendapat
cukup oxygen dan glukosa yang dibutuhkan untuk metabolisme,
sehingga lama kelamaan akan menimbulkan kerusakan otak hingga
kematian sel otak.
2. Stroke dapat dibedakan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik,
dimana penegakan diagnosis keduanya sangat berpengaruh pada
tatalaksana yang diberikan.
3. Penegakan

diagnosis

pemeriksaan,

antara

stroke
lain

dilakukan

anamnesis,

dengan

pemeriksaan

serangkaian
fisik,

dan

perdarahan

akut

pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan MRI.


4. CT

scan

lebih

sensitif

dalam

mencitrakan

dibandingkan dengan MRI, sehingga CT scan lebih sering digunakan


dalam penegakan diagnosis stroke.
5. Melalui pemeriksaan CT, iskemia serebri dapat dinilai dengan
menggunakan Alberta Stroke Program Early CT Score (ASPECTS).
ASPECTS merupakan skor CT scan topografi kuantitatif dengan poin
maksimal 10, yang digunakan pada pasien dengan stroke akibat middle
cerebral artery (MCA).

22

DAFTAR PUSTAKA

Agamanolis, Dimitri P., 2014. Cerebral Infark. http://neuropathologyweb.org/chapter2/chapter2bCerebralinfarcts.html diakses tanggal 15 Juli
2016
Jauch,

et
all.
2015.
Stroke
Overview.
www.emedicine.medscape.com/article/1916852-overview.html
diakses
tanggal 15 Juli 2016

Frosch, 2007. Robins Basic of Pathology 8th edition : Cerebrovascular disease.


Elsevier. p.863
Kemenkes, 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
hal.91
Hemphill III JC, Smith WS. 2008. Neurologic Critical Care, Including HypoxicIschemic Encephalopathy and Subarachnoid Hemorrhage dalam
Harrisons Principle of Internal Medicine 17th Edition. New York:
McGraw Hill. pp 2822, 2841
Smith WS, English JD, Johnston CS. 2008. Cerebrovascular Diseases dalam
Harrisons Principle of Internal Medicine 17th Edition. New York:
McGraw Hill. pp 2822, 2841
Aviv RI, Mandelcorn J, Chakraborty S et-al. Alberta Stroke Program Early CT
Scoring of CT perfusion in early stroke visualization and assessment.
AJNR Am J Neuroradiol. 2007;28 (10): 1975-80.
Puetz V, Dzialowski I, Hill MD, Demchuk AM. The Alberta Stroke Program
Early CT Score in clinical practice: What have we learned? International
Journal of Stroke. 2009; 4: 354364
Smith, et all., 2008. Harrisons, the principle of internal medicine 17th edition :
Cerebrovascular disease. United States : McGrawHill Companies, Inc.
p.2513
Birenbaum, D., Bancroft, L. W., & Felsberg, G. J. (2011). Imaging in Acute
Stroke. Western Journal of Emergency Medicine, 12(1), 6776.
Adams HP, et al. (2007). Guidelines for the Early Management of Adults with
Ischemic Stroke. Stroke. 38, 1655-1711.

Anda mungkin juga menyukai