Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KLIPING

KASUS MALPRAKTEK
DAN PELANGGARAN PIDANA

KELOMPOK 8

Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung

KASUS 1

Kasus Malpraktek dalam Bidang Orthopedy


Gas Medik yang Tertukar
Seorang pasien menjalani suatu pembedahan di sebuah kamar operasi.
Sebagaimana layaknya, sebelum pembedahan dilakukan anastesi terlebih
dahulu. Pembiusan dilakukan oleh dokter anastesi, sedangkan operasi dipimpin
oleh dokter ahli bedah tulang (orthopedy).
Operasi berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan
bernafas. Bahkan setelah operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami
gangguan pernapasan hingga tak sadarkan diri. Akibatnya, ia harus dirawat
terus menerus di perawatan intensif dengan bantuan mesin pernapasan
(ventilator). Tentu kejadian ini sangat mengherankan. Pasalnya, sebelum
dilakukan operasi, pasien dalam keadaan baik, kecuali masalah tulangnnya.
Usut punya usut, ternyata ada kekeliruan dalam pemasangan gas anastesi (N2O)
yang dipasang pada mesin anastesi. Harusnya gas N2O, ternyata yang diberikan
gas CO2. Padahal gas CO2 dipakai untuk operasi katarak. Pemberian CO2 pada
pasien tentu mengakibatkan tertekannya pusat-pusat pernapasan sehingga
proses oksigenasi menjadi sangat terganggu, pasien jadi tidak sadar dan
akhirnya meninggal. Ini sebuah fakta penyimpangan sederhana namun berakibat
fatal.
Dengan kata lain ada sebuah kegagalan dalam proses penetapan gas anastesi.
Dan ternyata, di rumah sakit tersebut tidak ada standar-standar pengamanan
pemakaian gas yang dipasang di mesin anastesi. Padahal seeharusnya ada
standar, siapa yang harus memasang, bagaimana caranya, bagaimana
monitoringnnya, dan lain sebagainya. Idealnya dan sudah menjadi keharusan
bahwa perlu ada sebuah standar yang tertulis (misalnya warna tabung gas yang
berbeda), jelas, dengan formulir yang memuat berbagai prosedur tiap kali harus
ditandai dan ditandatangani. Seandainya prosedur ini ada, tentu tidak akan ada,
atau kecil kemungkinan terjadi kekeliruan. Dan kalaupun terjadi akan cepat
diketahui siapa yang bertanggungjawab.

TANGGAPAN KASUS 1
1.

Dalam kasus ini si pasien yang pada awalnya hanya mengalami masalah
pada tulangnya pada akhirnya harus menghembuskan nafasnya untuk
terakhir kalinya hanya karena kesalahan pemberian gas setelah operasi.
Kelalaian fatal ini bisa dikatakan terjadi karena kurangnya ketelitian dari
dokter ataupun petugas kesehatan lainnya dalam pemberian pelayanan
kesehatan terhadap pasien. Kelalaian ini juga bisa disebabkan karena
manejemen rumah sakit yang kurang tertata baik, pendidikan
yang dimiliki petugas yang mungkin masih minim serta banyak lagi
faktor yang lainnya. Karena tindakan tersebut tidak hanya melangar

2.

hukum, kode etik kedokteran dan juga standar berperilaku dalam


suatu agama tetapi bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang .
Ditinjau dari Sudut Pandang Hukum
Sangsi hukum :
Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter terbukti dilakukan
dengan unsur kesengajaan (dolus) dan ataupun kelalaian (culpa) maka
dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun
kelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu
menghilangkan nyawa seseorang. Perbuatan tersebut telah nyata-nyata
mencoreng kehormatan dokter sebagai suatu profesi yang mulia.
Selanjutnya, jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan
medik yang tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai,melanggar:
a. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka
dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi
pidana.
b. Dalam Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian
yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang
lain. Pasal 359 menyebutkan, Barangsiapa karena kealpaannya
menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama
satu tahun.
c. Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya
keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab-Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP), (2) Barangsiapa karena kealpaannya
menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga
timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan
paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus
rupiah.
d. Namun, apabila kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan
malpraktik yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa dan
atau hilangnya nyawa orang lain maka pencabutan hak
menjalankan pencaharian (pencabutan izin praktik) dapat
dilakukan.
e. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata), Tiap perbuatan melanggar hukum,
yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut
Dari kasus ini perlu ada jalan keluarnya yakni:
1. pembenahan majemen rumah sakit
2. meningkatkan ketelitian dalam menjalankan profesi kedokteran
3. memperdalam segala macam pengetahuan tentang berbagai macam
tindakan pelayanan kesehatan

KASUS 2

Korban Meninggal Usai Operasi Caesar


indosiar.com, Surabaya - Dugaan kasus malpraktek kembali terjadi, korbannya
hampir sama namanya dengan Prita Mulyasari yakni Pramita Wulansari. Wanita
ini meninggal dunia tidak lama setelah menjalani operasi caesar di Rumah Sakit
Surabaya Medical Service. Korban mengalami infeksi pada saluran urin dan
kemudian menjalar ke otak. Saat dikonfirmasi, pihak Rumah Sakit Surabaya
Medical Service belum memberikan jawaban terkait dugaan malpraktek ini.
Lita, dipanggil pihak Rumah Sakit Medical Service di Jalan Kapuas Surabaya
terkait laporannya pada salah satu media tentang anaknya Pramita Wulansari
(22), yang meninggal dunia setelah menjalani operasi caesar di Rumah Sakit
Medical Service.
Menurut cerita Lita, ibu dari Pramita, sebelumnya Pramita melakukan operasi
persalinan disalah satu praktek bidan di Jalan Nginden, Surabaya. Karena
kondisinya terus memburuk, Pramita lalu dirujuk ke Rumah Sakit Surabaya
Medical Service untuk dilakukan operasi caesar.
Operasi berjalan mulus yang ditangani oleh dr Antono. Dua minggu kemudian
Pramita kembali ke Rumah Sakit Surabaya Medical Service untuk melakukan
chek up. Dr Antono menyarankan Pramita dioperasi karena dideteksi saluran
kencingnya bocor dan Pramita kembali menjalani operasi.
Pramita juga disarankan meminum jamu asal Cina untuk memulihkan tenaga.
Namun kondisinya malah memburuk dan Pramita sempat buang air besar
bercampur darah. Melihat kondisi Pramita semakin memburuk, pihak keluarga
meminta dirujuk ke Rumah Sakit Dr Soetomo Surabaya. Pramita sempat dua hari

dirawat di Rumah Sakit Dr Soetomo namun dinyatakan terlambat, karena infeksi


sudah menjalar ke otak dan Pramita akhirnya meninggal dunia.
Anak yang dilahirkan Pramita kini sudah berumur satu bulan dan diberi nama
Kevin. Si bayi terpaksa dirawat oleh ayahnya dan kedua mertuanya.
Sementara itu saat dikonfirmasi wartawan, pihak Rumah Sakit Surabaya Medical
Service tidak mau memberi komentar mengenai dugaan malpraktek ini. (Didik
Wahyudi/Sup)

TANGGAPAN KASUS 2
1. .....
2. .....
3. .....

KASUS 3

Pasien Dioperasi Tanpa Pemberitahuan Keluarga


indosiar.com, Jakarta - 24 hari sudah Nina Dwi Jayanti, putri pasangan
Gunawan dan Suheni warga Jalan Perum Pucung Baru Blok D2 No.6
Kecamatan Kota Baru, Cikampek ini terbaring ditempat tidur Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo.
Menurut cerita orangtuanya yang juga karyawan Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo atau RSCM, Nina masuk ke rumah sakit pada tanggal 15
Februari 2009 lalu karena mengeluh tak bisa buang air besar.
Setelah sampai di rumah sakit, dokter langsung memberikan obat untuk
memperlancar buang air besarnya. Namun karena tak kunjung sembuh,
dokter kemudian menebak sakit Nina kemungkinan karena menderita
apendik atau usus buntu.

Nina pun langsung dibedah dibagian ulu hati hingga dibawah puser, tapi
anehnya, dokter yang menangani pembedahan tidak memberitahukan
atau tidak minta ijin terlebih dahulu kepada orangtuanya, sebagai
prosedur yang harus ditempuh dokter bila ingin melakukan tindakan
operasi atau pembedahan.
Ternyata setelah dibedah, dugaan bahwa Nina menderita usus buntu tidak
terbukti. Dokter lalu membuat kesimpulan berdasarkan diagnosa, Nina
menderita kebocoran kandung kemih. Nina kemudian dioperasi tapi juga
tidak memberitahukan orangtuanya. Bekas-bekas operasi itu terlihat di
perut Nina yang dijahit hingga 10 jahitan lebih.
Kedua orangtua Nina hanya bisa pasrah dan minta pertanggungjawaban
pihak Rumah Sakit RSCM atas kesehatan anaknya. Ayah Nina yang juga
bekerja di RSCM ini akan mengadukan kasusnya ke Menteri Kesehatan
dan siap dipecat dari pekerjaannya. (Endro Bawono/Sup)

TANGGAPAN KASUS 3
1. .....
2. .....
3. .....

KASUS 4

Tubuh Menghitam Setelah Minum Obat


indosiar.com, Blitar - Diduga akibat malpraktek dokter Blitar, seorang gadis
asal Blitar , Jawa Timur terpaksa dirujuk ke Rumah Sakit Dokter Saiful Anwar
Malang, Jawa Timur. Seluruh tubuhnya berubah menghitam setelah meminum
obat dari dokter tempat dia berobat di asalnya.

Beginilah kondisi Nita Nur Halimah (21), warga Desa Talun, Blitar, Jawa Timur
setelah meminum obat yang diberikan oleh salah satu dokter ditempat asalnya.
Kulit wajah, tangan hingga sekujur tubuhnya berubah menjadi hitam.
Menurut Marsini, ibu korban, awalnya Nita hanya menderita luka ngilu dibagian
persendian tubuhnya saat diperiksakan ke dokter. Nita mendapatkan resep obat
tanpa bungkus, namun setelah meminumnya suhu tubuhnya semakin panas.
Mulut dan kulit wajahnya berubah kehitaman hingga merebak kesekujur
tubuhnya. Pihak keluarga menganggap kondisi ini disebabkan oleh kesalahan
dokter Andi yang memberikan resep obat tersebut.
Penanganan medis yang dilakukan untuk saat ini adalah memberikan
penambahan nutrisi serta elektrolit untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan
memberikan antibiotik untuk membersihkan luka pasien dari bakteri.
Hingga Senin (02/03) kemarin, Nita ditangani oleh 11 tim dokter spesialis bedah
kulit. Indikasi sementara Nita menderita Steven Jhonson Sindrom atau alergi
pada reaksi obat akibat rendahnya ketahanan tubuh pasien. (Nurochman/Sup)

TANGGAPAN KASUS 4
1. .....
2. .....
3. .....

KASUS 5

Dokter Penghantar Maut

VIVAnews - LUBANG sebesar bola tenis berada tepat di atas pusar Sisi
Chalik. Tampak tersembul gumpalan usus. Berwarna merah, dan memekar
saat dia buang air besar. Kotoran itu keluar bukan dari jalan lazim. Tapi
dari liang di atas pusar. Setiap hari, lebih dari sekali, dia harus mengganti
perban penutup ususnya.
Kerepotan itu sudah dijalaninya sembilan tahun. "Mana ada orang
menerima keadaan tak normal begini," kata perempuan 47 tahun ini
kepada VIVAnews di Jakarta, Jumat 27 Februari 2009. Sisi normal sejak
lahir. Sampai petaka itu menimpanya 16 Mei 2000.
Waktu itu, dokter di Rumah Sakit Budhi Jaya, Jalan Saharjo, Jakarta
Selatan, menemukan myoma (tumor) dalam rahimnya. Dia lalu digiring ke
meja operasi. Aksi bedah itu memang selesai. Tapi lima hari berselang,
perutnya malah bengkak. Nafasnya sesak.
Dia lalu kembali ke meja operasi di rumah sakit sama. "Ternyata
ditemukan kebocoran usus," ujar Sisi. Dia marah. Ditepisnya tawaran
operasi gratis dari rumah sakit itu. Sejak itulah perutnya terus berlubang.
Ususnya tampak menyembul.
Perut bocor itu rupanya membuat hidupnya makin pelik. Dia dicerai
suaminya, dan dijauhi kerabat. Dia bahkan tak diterima oleh keluarga
besarnya lagi. "Karena itu, saya menggugat dokter," katanya.
Dia lalu memulai perjuangannya menghadapi dunia medis. Langkah
pertama, dia membawa kasus ini ke Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia. Tapi Majelis rupanya punya penilaian berbeda.
Dokter dan rumah sakit, kata putusan Majelis itu, tak melakukan
kesalahan. Tuntutan Sisi pun kandas.
Sisi kemudian mencoba cara lain. Dia menempuh peradilan konvensional.
Mulanya, dia menggugat perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sisi minta ganti rugi Rp 3 miliar. "Saya butuh untuk operasi di RS Mount
Elisabeth Singapore," katanya.
Di meja hijau, kasus itu sempat menggantung sembilan tahun. Kuasa
hukum RS Budhi Jaya, Iswahjudi Karim, mengatakan kliennya tak salah.
"Justru dia tak mau menjalani operasi akhir untuk penyambungan usus,"
kata Iswahjudi. "Ingin disembuhkan tidak mau.Pengadilan memutuskan
kasus itu pada Senin 3 Maret 2009 . (VIVAnews)

TANGGAPAN KASUS 5
1. .....

2. .....
3. .....

KASUS 6

Kasus Malpraktek RS Global Medika di Investigasi


Menkes
Kamis, 03 Maret 2011 | 12:39:02 WIB
batavia.com - Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, mengatakan akan mengirim
tim investigasi untuk menindaklanjuti dugaan kasus malpraktek di RS Global Medika (Awal
Bros Group), Tangerang, yang menimpa seorang bayi berusia 8 bulan, Maureen Angela
Gouw, putri dari Budi Katjana dan Linda Kurniawati, warga Tangerang.
"Kami akan mengirim tim untuk menyelidiki kasus tersebut. Kita akan lihat apakah ada
malpraktek atau penyakit dari anak itu sendiri," ujar Menteri.
Menurut ibunda Maureen, Linda Kurniawati, anaknya mengalami jari kelingkingnya putus
setelah disuntik cairan infus.
Sepintas Maureen terlihat sehat. Namun bayi malang ini menangis setiap kali tangan
kanannya disentuh. Bayi itu mengalami cacat permanen yakni jari kelingkingnya putus dan
dua jari lain menyatu.
Ibu Maureen menduga bayinya kehilangan jari kelingkingnya akibat malpraktik di RS
tersebut. Sebagaimana pada 10 Februari lalu diberitakan beritabatavia, putrinya menderita
demam dan diare sehingga dibawa ke rumah sakit.
Selanjutnya oleh dokter memberikan tindakan berupa pemasangan infus untuk memasukkan
cairan ke tubuh Maureen. Namun setelah diinfus, menurut Linda, tangan putrinya bengkak
bahkan melepuh seperti habis terbakar.
Linda mengaku dokter jaga memberikan anaknya cairan infus yang baru pertama kali dicoba
pada bayi. Linda juga merasa tidak diminta persetujuan pemberian infus untuk putrinya. Atas
kasus yang dialami Maureen, Linda berencana menempuh jalur hukum.
Sementara itu pihak RS belum bersedia memberikan keterangan atas kasus dugaan
malpraktik itu. Staff bagian informasi rumah sakit tersebut menyatakan saat ini pihak rumah
sakit sedang menyelidiki kasus tersebut. O brn

Kasus 7

Malpraktek Dokter Kasus HIV/AIDS


Selasa, 20 April 2004 | 19:06 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Malpraktek dokter dan petugas medis yang menyalahgunakan
profesinya, kini merebak di kalangan pekerja seks komersial (PSK). Sebagai mata
pencaharian, para oknum itu memberikan antibiotik kepada para PSK dengan propaganda,
"para pekerja seks bisa kebal terhadap virus HIV, Gonorhoe dan penyakit kelamin lainnya".
"Padahal AIDS tidak sembuh dengan antibiotika," kata Kepala Seksi Penyakit Menular Suku
Dinas Kesehatan Masyarakat Jakarta Barat Ariani Murti, kepada TNR, di Jakarta, Senin
(19/4).
Pemberian antibiotika secara massal itu diberikan oknum dokter yang menjadi langganan
tempat hiburan tertentu. Penggunaan antibiotik yang digalang secara massal itu dihargai
mahal dengan ribuan pekerja seks yang menjadi langganannya. Bayangkan, perputaran uang
malpraktek itu mencapai Rp. 15 miliar per bulan. "Memang tidak semua dokter melakukan
praktek itu," kata Ariani.
Modus lainnya, ada juga yang mengaku-ngaku sebagai mantri atau petugas kesehatan dari
Dinas Kesehatan. Setelah pihak Dinas Kesehatan menceknya, nama-nama itu fiktif. Tapi,
para oknum tetap saja sulit ditangkap, lantaran pihak tempat hiburan segan bekerja sama
dengan pemerintah.
Menurut Ariani, para oknum dokter yang diduga menyalahgunakan profesinya sudah didata.
Bahkan, lima dokter yang diduga itu, sudah pernah dipanggil Walikota Jakarta Barat pada
Oktober 2003. "Tapi tidak ada yang datang," kata Ariani. Ketidakhadiran itu diduga karena
para dokter terikat secara struktural kepada pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan.
Sementara, pemerintah daerah bukanlah pihak yang memberi izi praktek dokter. Alhasil,
sampai sekarang kasus ini terus tidak menemukan kejelasan. Untuk itu, kata Ariani, pihak
Departemen Kesehatan harus memberikan tindakan tegas. "Kareka ini sudah jadi maa
pencaharian mereka (para oknum)," katanya.

Kasus 8
Kasus Malpraktik di Sidoarjo: Polisi Tunggu Hasil Visum
Kamis, 20 Mei 2010 | 18:50 WIB

TEMPO Interaktif, SIDOARJO - Kepolisian Resor Sidoarjo menunggu hasil visum et


repertum untuk melengkapi pemeriksaan kasus dugaan malpraktik yang menimpa Dava
Chyanata Oktavianto, 3 tahun. Selain itu juga dibutuhkan pemeriksaan laboratorium terhadap
cairan empedu, vaeses dan darah korban.
Sambil menunggu hasil visum dan laboratoriun, kasusnya masih terus kami
selidiki, kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Sidoarjo, Ajun Komisaris
Polisi Arnesto Saiser, Kamis (20/5).
Dava meninggal dunia di Rumah Sakit Krian Husada, Sidoarjo setelah disuntik
cairan Kalium klorida (KCL). Namun, untuk memastikan penyebab kematian
korban, hasil visum dan pemeriksaan laboratorium akan sangat membantu polisi
dalam melakukan penyelidikan.
Selain itu, polisi juga akan meminta keterangan saksi ahli dari Ikatan Dokter
Indonesia (IDI). Keterangan ahli diperlukan untuk menentukan pemberian
suntikan KCL apakah sesuai atau menyalahi prosedur. Jika saksi ahli menyatakan
menyalahi prosedur, polisi akan meningkatkan perkara menjadi penyidikan.
Polisi telah menyita barang bukti berupa obat-obatan, cairan infus, cairan KCL,
serta jarum suntik. Hingga kini, polisi masih menelusuri siapa yang
menginstruksikan perawat menyuntik cairan KCL tersebut. Polisi juga telah
memeriksa tujuh orang saksi. Di antaranya orang tua korban, perawat, dokter,
pimpinan RS Krian Husada, dan Dinas Kesehatan.
Sementara itu, ibu korban, Evayanti Hudono, menuntut agar pelaku dihukum
berat serta ijin rumah sakit dicabut. Tindakan tegas perlu dilakukan agar
kejadian serupa tak terulang kembali. Namun, Evayanti menyerahkan
sepenuhnya kepada polisi untuk menangani perkara itu secara transparan.
Stop, jangan sampai terjadi pada orang lain," ucapnya.
Korban Dava penderita diare tewas setelah tiga perawat magang menyuntikkan
cairan KCL ke selang infus. Beberapa detik kemudian, korban kejang-kejang,
mukanya membiru hingga menghembuskan nafas terakhir pada 29 April lalu.
EKO WIDIANTO.

Anda mungkin juga menyukai