Anda di halaman 1dari 22

Prinsip dan Teknik Komunikasi dalam asuhan keperawatan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Komunikasi merupakan suatu dasar dan kunci seseorang dalam menjalankan tugasnya,
komunikasi merupakan suatu proses dalam perawatan untuk menjalankan dan menciptakan
hubungan dengan pasien, komunikasi tampaknya sederhana tetapi untuk menjadikan suatu
komunikasi berguna dan efektif membutuhkan usaha dan keterampilan serta kemampuan dalam
bidang itu (Arifin, 2002).
Tidak ada persoalan sosial manusia dihadapkan dengan masalah sosial yang
penyelesaiannya menyangkut komunikasi yang lebih baik, Setiap hari semua orang melakukan
proses komunikasi. Sering kali akibat komunikasi yang tidak tepat terjadi perbedaan pandangan
atau salah paham. Oleh karena itu setiap orang perlu memahami konsep dan proses komunikasi
untuk meningkatkan hubungan antar manusia dan mencegah kesalah pahaman yang mungkin
terjadi, hubungan komunikasi terapeutik antara perawat atau bidan dengan pasien adalah
hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik (Utami P, 1998).
Dasawarsa terakhir masalah komunikasi antara petugas kesehatan dan pasien telah
mendapatkan sorotan luas karena adanya beberapa laporan riset yang di kumpulkan Faulkner
(1984), laporan tersebut mengungkapkan bahwa banyak pasien yang merasa tidak pernah
menerima cukup informasi (Nancy, 1988).
Komunikasi merupakan unsur yang penting dalam aktifitas dan bagian yang selalu ada dalam
proses manajemen keperawatan atau kebidanan. Berdasarkan hasil penelitian Swansburg (1990),

bahwa lebih dari 80% waktu yang digunakan untuk berkomunikasi, 16% untuk membaca dan 9%
untuk menulis. Pengembangan keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kiat sukses bagi
seorang bidan karena terlalu banyak waktu yang digunakan untuk komunikasi, mendengar,
berbicara jadi jelas bahwa bidan harus mempunyai keterampilan interpersonal yang baik, karena
praktek kebidanan berorientasi pada hubungan interpersonal dalam mencapai suatu tujuan
organisasi, maka untuk menciptakan komitmen dan rasa kebersamaan perlu ditunjang
keterampilan dalam berkomunikasi (Nursalam, 2002).
Dalam profesi keperawatan, komunikasi sangat penting antara perawat dengan perawat,
dan perawat dengan klien, khususnya komunikasi antar perawat dengan klien dimana dalam
komunikasi itu perawat dapat menemukan beberapa solusi dari permasalahan yang sedang
dialami klien, dan komunikasi ini dinamakan dengan komunikasi terapeutik. Akan tetapi dalam
pelaksanaan komunikasi terapeutik ini ada fase-fase, tehnik-tehnik, dan faktor-faktor, serta
proses komunikasi terapeutik tersebut dalam perawatan sehingga pelayanan/asuhan keperawatan
dapat berjalan dengan baik serta memberikan tingkat kepuasan pada klien.

B. Tujuan.
Dengan memberikan materi ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat memahami serta
dapat menerapkan tentang konsep komunikasi terapeutik dalam proses keperawatan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Fase fase komunikasi terapeutik
1. Tahap Persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan
klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien.

Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus
dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan
meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
1. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan klien,
perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa
yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan cemas?
Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).
2. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan agar
perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi dengan klien.
Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan dan
sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk
memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling
percaya (Suryani, 2005).
3. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena dengan
mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa
mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005).
4. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan pertemuan
pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang
akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).
2. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak
dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan
dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan
dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong
klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi
keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi
hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka. Hubungan
saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam

Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan
antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung
pada situasi dan kondisi (Rahmat, J dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan
atau membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima
klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien (Suryani, 2005).
2. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting untuk
menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005). Pada saat
merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat
dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu
juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena
karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba tahu (Gerald,
D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu,
sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005).
3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini perawat
mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan pertanyaan terbuka,
diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya
sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.
4. merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama klien
karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien
diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya,
tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan
klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang
telah dilakukan bersama klien (Cristina, dkk, 2002).
3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi
masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam
mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai
kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal
maupun nonverbal klien.

Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap
kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat
membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi
masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik
menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam
percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B &
Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien menggali halhal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)
4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002). Tahap
ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi
sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan.
Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara
keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga
disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji
kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan.
2. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan
klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien
setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan
kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu
justru menimbulkan masalah baru bagi klien.
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga disebut
sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan
interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami
tentang beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa
meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternative tersebut.

4. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat
kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat
termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien
merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan
dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya
respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan
responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.

B. Prinsip dan Teknik Komunikasi dalam Proses Keperawatan


1) Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)

Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.

Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas intervensi.

Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.

Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.

Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkan bisa


realistik.

Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang sesuai.

Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yang


dibutuhkan.

2. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)

Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.

Sesi perencanaan tim kesehatan.

Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.

Membuat rujukan.

3. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)

Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).

Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.

Meningkatkan harga diri pasien.

Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.

Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.

4. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)

Memperkenalkan diri kepada pasien.

Memulai interaksi dangan pasien.

Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.

Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya.

Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.

1. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)

Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan


sendiri.

Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.

Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.

C. Konsep Keperawatan Kesehatan Komunitas


Keperawatan kesehatan komunitas terdiri dari tiga kata yaitu keperawatan, kesehatan dan
komunitas, dimana setiap kata memiliki arti yang cukup luas. Azrul Azwar (2000)
mendefinisikan ketiga kata tersebut sebagai berikut :
1. Keperawatan adalah ilmu yang mempelajari penyimpangan atau tidak terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia yang dapat mempengaruhi perubahan, penyimpangan atau tidak berfungsinya
secara optimal setiap unit yang terdapat dalam sistem hayati tubuh manusia, balk secara individu,
keluarga, ataupun masyarakat dan ekosistem.
2. Kesehatan adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan manusia mulai dari tingkat
individu sampai tingkat ekosistem serta perbaikan fungsi setiap unit dalam sistem hayati tubuh
manusia mulai dari tingkat sub sampai dengan tingkat sistem tubuh.
3. Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling berhubungan lebih sering dibandingkan
dengan manusia lain yang berada diluarnya serta saling ketergantungan untuk memenuhi
keperluan barang dan jasa yang penting untuk menunjang kehidupan sehari-hari.
Keperawatan kesehatan komunitas menurut ANA (1973) adalah suatu sintesa dari praktik
kesehatan masyarakat yang dilakukan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan
masyarakat. Praktik keperawatan kesehatan komunitas ini bersifat menyeluruh dengan tidak
membatasi pelayanan yang diberikan kepada kelompok umur tertentu, berkelanjutan dan
melibatkan masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan komunitas
adalah suatu bidang dalam ilmu keperawatan yang merupakan keterpaduan antara keperawatan
dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat, serta mengutamakan
pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan dengan tanpa mengabaikan
pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu ditujukan kesatuan yang utuh
melalui proses keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal.

Melalui proses keperawatan, perawat dapat menerapkan pengetahuan yang komprehensif


untuk mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah atau diagnosa keperawatan,
merencanakan intervensi, mengimplementasikan dan mengevaluasi intervensi yang telah
dilakukan. Proses keperawatan merupakan pendekatan yang sistematis dan ilmiah dalam praktek
keperawatan, dimana kelima komponennya saling berinteraksi satu dan yang lain, seperti
ditunjukan pada diagram dibawah ini :
I. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap pertama proses keperawatan dimana pengumpulan data dilakukan
secara sistematis untuk menentukan status kesehatan klien saat ini, mengidentifikasi pola koping
klien yang lalu dan saat ini (Iyer dkk., 1996). Pengkajian harus dilakukan menyeluruh terhadap
aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pada kenyataannya perawat lebih mengutamakan
data biologis/fisik, sedangkan data psikologis, sosial dan spiritual seringkali kurang diperhatikan.
Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data
sangat penting dalam merumuskan diagnosa keperawatan sesuai dengan respon individu,
sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar keperawatan dari ANA (American Nursing
Association).
Data yang dikumpulkan berguna untuk aktivitas atau tindakan keperawatan yang dibutuhkan
klien dan juga sebagai sumber data bagi profesi lain, karena pertukaran data antar profesi sangat
penting

dalam

Pengumpulan

meningkatkan
data

kualitas

difokuskan

pelayanan
untuk

yang

diberikan.

mengidentifikasi

1. Status kesehatan klien


2. Pola pertahanan/koping yang biasa digunakan
3. Respon klien terhadap pengobatan / terapi
4. Faktor resiko yang menyebabkan timbulnya masalah
5. Kebutuhan yang menimbulkan timbulnya masalah
6. Fungsi klien saat ini.

Elemen

yang

akan

dievaluasi

1. Akurasi dan sistematika data


2. Kelengkapan data

pada

tahap

pengkajian

ini

adalah

3. Validasi data
4. Kualitas data
5. Alternatif pengumpulan data
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
menurut Gordon (1976) mendefinisikan diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan
aktual dan potensil dimana perawat berdasarkan pendidikan dan penglamannya mampu dan
mempunyai wewenang untuk memberikan tindakan keperawatan. Sedangkan menurut NANDA
diagnosa keperawatan adalah kesimpulan klinis terhadap respon individu, keluarga dan
masyarakat terhadap masalah kesehatan aktual dan potensial atau diagnosa keperawatan adalah
merupakan dasar untuk menetapkan tindakan keperawatan dalam mencapai tujuan. Semua
diagnosa keperawatan harus didukung oleh data, dimana menurut NANDA diartikan sebagai
definisi karakteristik yang dinamakan tanda dan gejala. Tanda adalah sesuatu yang dapat
diobservasi sedangkan gejala adalah sesuatu yang dirasakan oleh klien. Diagnosis Keperawatan
merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah
kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat
secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Carpenito,
2000; Gordon, 1976 & NANDA).
Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang
diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosis keperawatan memberikan gambaran
tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi,
dimana

pemecahannya

dapat

dilakukan

dalam

batas

wewenang

perawat.

Dari definisi diatas jelaslah bahwa diagnosa keperawatan yang dirumuskan harus sesuai dengan
kewenangan perawat. Komponen diagnosa keperawatan terdiri dari; problem, etiologi dan
simtom (tanda dan gejala).
III. PERENCANAAN
Setelah diagnosa keperawatan dirumuskan, maka untuk membuat formulasi rencana tindakan
keperawatan ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan :
1. Menentukan perioritas berdasarkan diagnosa keperawatan

2. Menentukan kriteria hasil (tujuan jangka panjang dan jangka pendek)


3. Menentukan rencana tindakan dan
4. Didokumentasikan.
Rencana keperawatan merupakan suatu petunjuk yang merumuskan tentang kegiatan
keperawatan yang ditulis secara mandiri oleh perawat. Meskipun perawat tetap terlibat dalam
peran

kolaborasi,

pemberian

pengobatan

yang

diprogramkan

oleh

dokter.

Beberapa faktor yang menentukan perioritas masalah keperawatan (Griffith-Kenney dan


Christensen, 1986) antara lain :
1. Ancaman kehidupan dan kesehatan
2. Sumber daya dan dana yang tersedia
3. Peran serta klien
4. Prinsip ilmiah dan praktek keperawatan yang mempengaruhi penentuan perioritas diagnosa
keperawatan.
Setelah menentukan diagnosa keperawatan yang diperioritaskan, ditetapkanlah tujuan jangka
panjang untuk mengatasi masalah secara umum dan jangka pendek untuk mencapai tujuan
jangka panjang. Karakteristik penulisan tujuan adalah uraian tentang penampilan, situasi, sesuai
dengan sandar yang ada dan adanya target waktu. Penampilan merupakan suatu aktivitas yang
dilakukan klien dan biasanya dapat diobservasi. Tujuan yang ditetapkan haruslah dapat diukur
dan

dapat

mengerahkan

intervensi

keperawatan.

Rencana tindakan keperawatan, adalah merupakan kegiatan akhir dari perencanaan. Strategi
yang digunakan antara lain pendidikan kesehatan, pemecahan masalah, pemakaian diri secara
terapiutik, dan penerapan prinsip praktek keperawatan dan harus memnggambarkan fungsi
mandiri perawat profesional, sesuai dengan sumber praktek keperawatan yang ditetapkan.
Contoh

Diagnosa : Potensial terjadi infeksi pasca operasi sehubungan dengan adanya luka insisi kulit dan
jaringan.
Tujuan Jangka Panjang : Setelah satu minggu pasca operasi tidak terjadi infeksi pada luka
operasi.
Tujuan Jangka Pendek : Tanda-tanda infeksi tidak terlihat ( kemerahan, bengkak, nyeri, panas
dan kehilangan fungsi ).

- Proses penyembuha optimal (tampak jaringa granulasi, waktu penyembuhan sesaui).


Rencana Tindakan : Lakukan teknik aseptik dan antiseptik sebelum dan pada saat serta sesudah
melakukan tindakan keperawatan
Lakukan penggantian balutan sesuai standar
Observasi proses penyembuhan
Jelaskan tentang cara perawatan luka
Catatan : Didalam penulisan rencana perlu diperhatikan pedoman sebagai berikut :
1.

Diberi

tanggal

dan

ditanda

tangani

oleh

perawat

yang

bertanggung

jawab

2. Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai


3. Diungkapkan dalam bentuk spesifik dan dapat memberi petunjuk pada perawat dan klien
4. Mencakup upaya pencegahan, peningkatan dan rehabilitasi
5. Mencakup kegiatan kolaborasi dan koordinasi
6. Disusun berdasarka perioritas
7. Mencakup otonomi dan individualitas klien
8. Mengikuti perkembangan keperawatan
9. Mencakup masa depan klien
IV. IMPLEMENTASI :
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan petunjuk berikut :
1. Tindakan

keperawatan

dilakukan

sesuai

dengan

rencana

yang

telah

divalidasi.

2. Menggunakan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal yang dilakukan secara


efektif dan efisien.
3. Tindakan yang dilakukan dan respon klien harus didokumentasikan.
4. Keamanan fisik dan psikologi perlu dilindungi. Hal ini menentukan keberhasilan rencana
tindakan keperawatan.
Contoh : Sesuai dengan contoh diatas maka implementasi keperawatan yang diulakukan adalah
sebagai berikut :
1. Melakukan teknik aseptik dan antiseptik sebelum dan pada saat, serta sesudah melakukan
tindakan keperawatan (mencunci tangan)
2. Melakukan penggantian balutan sesuai standar/ketentuan

3. Mengobservasi proses penyembuhan


4. Menjelaskan tentang cara perawatan luka
Setelah tindakan keperawatan dilakukan, maka dicatat semua respon klien dan secara
lisan/tertulis

dapat

Elemen

disampaikan

yang

kepada

dieveluasi

tim

keperawatan

pada

dan

tahap

tim

kesehatan

pelaksanaan

lain.
:

1. Respon klien
2. Respon staf
3. Pencapaian hasil
4. Kecermatan dan keabsahan
5. Alternatif dan tindakan yang dilakukan
V. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang merupakan aktifitas yang dilakukan
berkesinambungan dari tahap awal (pengkajian) sampai tahap akhir (evaluasi) dan melibatkan
klien / keluarga. Evaluasi bertujuan untuk menilai efektifitas rencana dan strategi asuhan
keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terdiri dari :
1. Evaluasi proses, untuk menilai apakan prosedur dilakukan sesuai dengan rencana, benar atau
tidak, misalnya apakah sebelum melakukan tindakan keperawatan menjelaskan prosedur
tindakan tersebut kepeda klien.
2. Evaluasi hasil, berfokus kepada perubahan perilaku dan keadaan kesehatan klien sebagai hasil
tindakan

keperawatan.

Misalnya

klien

bebas

dari

tanda-tanda

infeksi.

Sesuai dengan contoh sebelumnya, maka eveluasi yang dilakukan terhadap klien dengan pasca
operasi tersebut adalah : Luka operasi sembuh secara optimal dan tidak terdapat tanda-tanda
infeksi.
D. Prinsip dan Teknik Komunikasi Terapeutik pada perawatan komunitas.
Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian
sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan

kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang
tercermin dalam perilaku caring atau kasih saying / cinta (Johnson, 1989) dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah
menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan
serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya
untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam profesi keperawatan, komunikasi sangat penting antara perawat dengan perawat, dan
perawat dengan klien, khususnya komunikasi antar perawat dengan klien dimana dalam
komunikasi itu perawat dapat menemukan beberapa solusi dari permasalahan yang sedang
dialami klien, dan komunikasi ini dinamakan dengan komunikasi terapeutik. Akan tetapi dalam
pelaksanaan komunikasi terapeutik ini ada fase-fase, tehnik-tehnik, dan faktor-faktor, serta
proses komunikasi terapeutik tersebut dalam perawatan sehingga pelayanan/asuhan keperawatan
dapat berjalan dengan baik serta memberikan tingkat kepuasan pada klien.
Keperawatan kesehatan komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok resiko tinggi, dalam upaya
pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan
kesehatan dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan
melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan
keperawatan (Spradley, 1985; Logan and Dawkin, 1987).
Keperawatan kesehatan komunitas menurut ANA (1973) adalah suatu sintesa dari praktik
kesehatan masyarakat yang dilakukan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan
masyarakat. Praktik keperawatan kesehatan komunitas ini bersifat menyeluruh dengan tidak
membatasi pelayanan yang diberikan kepada kelompok umur tertentu, berkelanjutan dan
melibatkan masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan komunitas
adalah suatu bidang dalam ilmu keperawatan yang merupakan keterpaduan antara keperawatan
dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat, serta mengutamakan
pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan dengan tanpa mengabaikan

pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu ditujukan kesatuan yang utuh
melalui proses keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal.
Tiga unsur komunikasi yaitu:
1.

Pengirim pesan atau sering juga disebut sebagai sender, komunikator. Pengirim pesan harus
dapat menuliskan atau menyandikan pesan dengan baik dan jelas. Dan Juga membuat encoding
yang ditujukan kepada seseorang atau beberapa orang, dan memilih media, serta meminta
kejelasan kepada penerima apakah pesan telah diterima.

2.

Penerima pesan atau sering disebut sebagai reciever atau komunikan. Penerima pesan harus
mendengarkan atau berkonsentrasi agar pesan dapat diterima dengan benar, dan memberikan
umpan balik yang disebut dengan decoding kepada pengirim pesan bahwa pesan telah diterima
dengan benar.

3.

Media atau saluran yang digunakan sebagai alat untuk mengirimkan pesan.
Proses komunikasi harus merupakan komunikasi dua arah. Yakni, pengirim menuliskan
dan mengirimkan pesan melalui media yang dipilihnya, dan penerima pesan menuliskan kembali
pesan yang dia telah terima, serta menyampaikan bahwa pesan telah diterima dengan baik dan
benar. Pesan ada yang informatif yaitu pesan yang disampaikan berupa informasi dan pesan yang
persuasif yaitu pesan yang disampaikan untuk mempengaruhi orang lain agar tertarik pada ide
dari pesan yang disampaikan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi sehubungkan dengan
pesan yang disampaikan yaitu :
1. Bila pesan sering diulang, panjang maka pesan akan berlalu begitu saja.
2.

Apabila pesan / ide yang dikemukakan/ditawarkan dengan gaya persuasif orang akan tertarik
akan ide tersebut.

3.

Bila pesan/ide tidak disampaikan kepada orang maka mereka tidak akan memegangnya dan
menanyakannya.
Dalam proses komunikasi dapat terjadi adanya gangguan (noise) yang disebabkan oleh
berita yang disampaikan tidak jelas, sehingga penerima berita mengartikannya tidak secara
menyeluruh,

atau

gangguan

lain

yag

mempengaruhi

media

komunikasi.

Komunikasi yang efektif dapat terjadi apabila pesan yang dikirim oleh komunikator / sender
dapat diterima dengan baik (menyenangkan, aktual/nyata) oleh komunikan / reciever. Kemudian

penerima pesan menyampaikan kembali bahwa pesan telah diterima dengan baik dan benar.
Artinya

ada

komunikasi

dua

arah

atau

komunikasi

yang

timbal

balik.

Lima aspek yang harus dipahami dalam membangun komunikasi yang efektif adalah clarity,
accuracy, contex, flow dan culture.
Strategi dalam membangun komunikasi efektif : ketahui mitra bicara (audience), ketahui
tujuan,

perhatikan

konteks,

pelajari

kultur,

dan

pahami

bahasa.

Dalam komunikasi lisan, informasi disampaikan secara lisan/verbal melalui kata-kata.


Penyampaikan informasi seperti ini dinamakan berbicara. Komunikasi lisan akan menjadi lebih
efektif apabila diikuti dengan tinggi rendah, lemah lembut, dan perubahan nada suara yang
disesuaikan. Dengan demikian kata-kata adalah isi sebuah pesan, sedangkan bahasa tubuh, nada
suara adalah konteks dimana pesan itu melekat.
Komunikasi non verbal menunjukkan adanya lima fungsi yaitu: Repetition,
Contradiction,

Substitution,

Complemneting,

dan

Accenting.

Perbedaan budaya dalam komunikasi dapat berakibat lebih buruk dibandingkan dengan
perbedaan dalam bahasa dalarn komunikasi, bahasa mempunyai peran yang sangat penting,
walaupun kadang-kadang keliru dalam mengartikannya sebagai akibat seluk beluk bahasa yang
tidak dimengerti. Didalam bahasa, ada kata-kata denotasi / harafiah, dan ada kata_kata konotasi,
dan dengan menggunakan logat bahasa tertentu dapat menimbulkan perbedaan pengertian.
Pada saat memberikan pelayanan kesehatan, perawat komunitas harus rnempertimbangkan
beberapa prinsip, yaitu kemanfaatan dimana semua tindakan dalam asuhan keperawatan harus
memberikan manfaat yang besar bagi komunitas, pelayanan keperawatan kesehatan komunitas
dilakukan bekerjasama dengan klien dalam waktu yang panjang dan bersifat berkelanjutan serta
melakukan kerjasama lintas program dan lintas sektoral, asuhan keperawatan diberikan secara
langsung mengkaji dan intervensi, klien dan, lingkungannya termasuk lingkungan sosial,
ekonomi serta fisik mempunyai tujuan utama peningkatan kesehatan, pelayanan keperawatan
komunitas juga harus memperhatikan prinsip keadilan dimana tindakan yang dilakukan
disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas dari komunitas itu. sendiri, prinsip yang lanilla
yaitu otonomi dimana klien atau komunitas diberi kebebasan dalam memilih atau melaksanakan
beberapa alternatif terbaik dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang ada.

BAB III
PENUTUP
A.

KESIMPULAN.
Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat serta salah satu
upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung proses keperawatan yang diberikan
kepada klien. Untuk dapat melakukannya dengan baik dan efektif diperlukan strategi yang tepat
dalam berkomunikasi sehingga efek terapeutik yang menjadi tujuan dalam komunikasi terapeutik
dapat tercapai.
Peranan komunikasi dalam pembangunan dan dalam proses keperawatan sangatlah
penting. Komunikasi yang digunakan dalam proses keperawatan adalah komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang bertujuan
untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan perawat
klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan
berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif seoptimal mungkin.
Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus mempunyai keterampilan
yang cukup dan memahami tentang dirinya.

B.

SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami bahwa pentingnya
komunikasi dalam kehidupan kita sehari hari terutama dalam proses pembangunan dan dalam
proses keperawatan dan diharapkan juga bagi pembaca agar dapat menggunakan bahasa yang
sesuai dalam pergaulan sehari hari, khususnya bagi pembaca yang berprofesi sebagai seorang
perawat atau tenaga medis lainnya agar dapat berkomunikasi yang baik dengan pasien guna
untuk menjalin kersama dengan pasien dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan
untuk kesehatan pasien serta berkomunikasi dengan baik terhadap rekan kerja dan siapapun yang
terdapat di tempat kita bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,Anwar.1977 komunikasi dalam teori dan praktek.Bandung : penerbit Armico.
Suryani.(2005). komunikasi terapeutik; teori &praktik. Jakarta: EGC
Widjaja, A.W.2000.Ilmu Komunikasi. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta

Diposkan oleh Wo Alex. Qincy di 17:22


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Reaksi:

PENDAHULUAN
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan
antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna
karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan.
Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan
kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan
kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual,
tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih saying
/ cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan
mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya

masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan


dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani),
tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan
pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk
therapeutic use of self dan helping relationship untuk praktek keperawatan,
sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik. Dengan
memahami metode komunikasi yang baik, diharapkan perawat mampu membuat
suatu asuhan keperawatan yang tepat sesuai masalah klien.
1. PENGERTIAN DAN JENIS KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan
yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada
komunikasi interpersonal yang terapeutik.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang
atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal
yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan
keputusan, dan pertumbuhan personal.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen
(1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan non-verbal yang
dimanifestasikan secara terapeutik.
A. KOMUNIKASI VERBAL
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di
rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan
dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu.
Katakata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau
perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi
dan ingatan.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat
seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan
tiap individu untuk berespon secara langsung.
Komunikasi Verbal yang efektif harus:
1. Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit katakata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan
dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas.
Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang
bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu
mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan
menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
Contoh: Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda lebih baik daripada saya
ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.

2. Perbendaharaan Kata
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan
kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan
kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan
tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan
pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan Duduk,
sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda akan lebih baik jika
dikatakan Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda.
3. Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam
suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian,
tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang
mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati
memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat
penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
4. Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi
verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain
mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan
sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga
kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu,
memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata.
Selaan yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan dikatakan
sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang
mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah
ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
5. Waktu dan relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang
menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun
pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat
menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka
terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal
akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan
kebutuhan klien.
6. Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan
rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat
dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988)
melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,
mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor
untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya
untuk berkomunikasi dengan klien.

B. KOMUNIKASI NON-VERBAL
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata.
Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang
lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien
mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat
non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu
kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Komunikasi non-verbal
teramati pada:
1. Metakomunikasi
Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara
Pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar
terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di
dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap
pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang marah.
2. Penampilan Personal
Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama
komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit
pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan
penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993).
Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial,
pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan
penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif.
Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan
keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana
seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya
mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat
untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra
klien.
3. Intonasi (Nada Suara)
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang
dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada
suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan
klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien
dapat terhalangi oleh nada suara perawat.
4. Ekspresi wajah
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak
melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi
wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat
interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang
yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai
orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang
baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara
dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat
tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan

sejajar.
5. Sikap tubuh dan langkah
Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan
fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati
sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti
rasa sakit, obat, atau fraktur.
6. Sentuhan
Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.
Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun
harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan,
perawat menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan
fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit
membuat klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal
sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan
Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat
ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan
dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan
kepekaan dan hati-hati.
2. KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT
Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap
peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk
tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995)
menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap
tidak perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang memntingkan
dirinya sendiri.
Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa
human care terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan
menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari
arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk
meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri, Sesungguhnya setiap orang
diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan. Perilaku
menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi
bagian dari kepribadian.

Anda mungkin juga menyukai