PENDAHULUAN
dengan
Penyakit
Alzheimer
dan
bagaimana
patofisiologisnya?
2. Apa yang dimaksud dengan Sclerosis Lateral Amiotrofik (ALS, Amytrophic
Lateral Sclerosis) dan bagaimana patofisiologisnya?
3. Apa yang dimaksud dengan Aneurisma Serebral
dan
bagaimana
patofisiologisnya?
4. Apa yang dimaksud dengan Penyakit lyme dan bagaimana patofisiologisnya?
5. Apa yang dimaksud dengan Meningitis dan bagaimana patofisiologisnya?
6. Apa yang dimaksud dengan Nyeri kepala migran dan bagaimana
patofisiologisnya?
7. Apa yang dimaksud
dengan
Sclerosis
patofisiologisnya?
8. Apa yang dimaksud
dengan
Miastenia
patofisiologisnya?
9. Apa yang dimaksud
patofisiologisnya?
10. Apa yang dimaksud
dengan
Penyakit
dengan
Serangan
Multiple
dan
bagaimana
Gravis
dan
bagaimana
Parkinson
dan
bagaimana
dan
bagaimana
kejang
patofisiologisnya?
11. Apa yang dimaksud dengan Stroke dan bagaimana patofisiologisnya?
12. Apa yang dimaksud dengan Ensevalitis west nile dan bagaimana
patofisiologisnya?
1.3 Tujuan
1. Agar dapat mengetahui Penyakit Alzheimer dan bagaimana patofisiologisnya
2. Agar dapat mengetahui Sclerosis Lateral Amiotrofik (ALS, Amytrophic
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.3
penyakit jantung
Patofisiologi Penyakit Alzheimer
Simtoma Alzheimer ditandai dengan perubahan yang bersifat degeneratif
pada sejumlah sistem neurotransmiter termasuk perubahan fungsi pada
sistem
neural
monoaminergik
yang
melepaskan
asam
glutamat,
2.1.5
fungsi
saraf(Functional
Neuroimaging).
Dokter
dapat
2.2.2
2.2.4
2.2.5
tepat
sepenuhnya dipahami.
dimana
aneurisma
berkembang
masih
belum
2.3.3
10
kompresi otak atau nervus kranialis tapi gejala tidak selalu disertai dengan
perdarahan subarakhnoid.
2.3.4
2.3.5
11
2.4.2
12
Semakin lama kutu tersebut menempel pada seseorang maka orang tersebut
akan beresiko terkena penyakit Lyme.
2.4.3
13
mata
Paralisis neuron motorik yang sangat progresif yang melibatkan inflamasi
saraf perifer
2.4.5
14
tidak lagi menghasilkan antibodi terhadap bakteri tersebut karena bakteri itu
laten didalam tubuh.
Untuk mendeteksi B. Burgdoferi dari cairan tubuh dan jaringan dapat
digunakan reaksi berantai polimerase (PCR) yang relatif sensitif dan cepat.
Namun metode PCR tidak mampu membedakan antara sel B. Burgdorferi
yang masih hidup atau sudah mati didalam tubuh. Sehingga tes mikrobiologi
dengan mengkultur B. Burgdoferi dari bagian Erithema migrans juga dapat
dilakukan namun jarang sekali karen B. Burgdoferi memerlukan media yang
kompleks dan spesifik untuk pertumbuhannya. Umumnya dokter akan
memberikan antibiotik ketika gejala-gejala awal penyakit ini muncul dan
pasien pernah digigit kutu dalam waktu dekat kemudian diikuti dengan
kemunculan Erithema migrans.
2.4.6
2.5 Meningitis
2.5.1
Definisi Meningitis
15
2.5.2
Penyebab Meningitis
Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan
virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang
bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan
oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan
meningitis purulenta yang paling sering terjadi. Penularan kuman dapat
terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet infection yaitu
16
terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok
penderita. Saluran nafas merupakan portal of entry utama pada penularan
penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui
pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan
yang
Patofisiologi Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara
hematogen sampai keselaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis,
Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran
bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau
jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media,
Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman
bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau
komplikasi bedah otak.Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid
menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan
Serebrospinal) dan sistem ventrikulus. Mula-mula pembuluh darah
meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi; dalam waktu yang
sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam
ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari
terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel
plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan
dalam terdapat makrofag. Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada
vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema
otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis serta organisasi eksudat
17
tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala,
muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung. Meningitis bakteri
biasanya
didahului
oleh
gejala
gangguan
alat
pernafasan
dan
19
penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak
mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.
2.5.5
Diagnosis Meningitis
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes
ini memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum
tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal ( lumbar
puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang
belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyerap contoh cairan sumsum tulang
belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila
tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman
dan biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal
beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung beberapa
hari. (Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken, et al., 2006)
2.5.6
Penanganan Meningitis
Penanganan penderita meningitis bakterial akut harus segera diberikan
begitu diagnosa ditegakkan. Penatalaksanaan meningitis bakterial akut
terbagi dua yakni penatalaksanaan konservatif/ medikal dan operatif.
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur
darah dan Lumbal Punksi guna pemberian antibiotika disesuaikan dengan
kuman penyebab. Berikut ini pilihan antibiotika atas dasar umur:
12,16,19,20
Pemilihan antimikrobial pada meningitis otogenik tergantung pada
pemilihan antibiotika yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri
penyebab serta perubahan dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal dan
respons gejala klinis kemungkinan akan menjadi lambat, dan pengobatan
akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil kultur CSF akan
menjadi negatif.12,20
20
jaringan
patologik
di
mastoid.
Maka
sering
diperlukan
21
2.6.1
22
Terdapat
bukti
farmakologis
mengenai
keterlibatan
jalur
23
menunjukkan
fase
vasokontriksi
intraserebral
(ini
merupakan
24
2.6.5
25
oleh migren saja, walaupun dapat terjadi status migrenosus namun jarang.
Pemeriksaan neurologis menunjukkan hasil normal (kecuali saat serangan
migren hemiplegia atau oftalmoplegia, atau telah terjadi infark serebri)
sehingga membantu untuk membedakan migren dari penyebab lain nyeri
kepala, misalnya peningkatan tekanan intrakranial. Temuan yang jarang
seperti bruitkranial harus diwaspadai oleh pemeriksa terhadap adanya
kemungkinan malformasi vaskular otak.
Biasanya migren dapat dibedakan dari kemungkinan diagnosis lainnya
berdasarkan kecepatan penyebaran gejala, yang biasanya lebih lambat
dibandingkan pada epilepsi atau iskemia serebral transien (beberapa menit,
bukan detik), dan dengan adanya gejala penyerta.
2.6.6
Obat-obat
triptan
(misalnya,
sumatriptan,
zolmitriptan,
26
dalam dalam hal waktu dan lokasi. Penyakit ini merupakan salah satu
kondisi neurologis kronik yang paling sering mengenai orang muda.
2.7.2
kondisi
ini
dengan
gen
spesifik
pada
kompleks
27
dengan kejadian klinis spesifik, misalnya jika plak hanya kecil dan terletak
pada area SSP yang relatif tenang.
Gangguan visual :
1. Nyeri disekitar area mata, terutama saat mata bergerak,
2. Penglihatan kabur, yang dapat berlanjut menjadi kebutaan total
molekular dalam beberapa hari atau minggu,
3. Hilangnya penglihatan warna
4. Diskus optikus membengkak, dan kemerahan pada funduskopi-jika
area demielinisasi inflamasi terletak langsung dibelakang papil nervus
optikus,
5. Defek lapang pandang umumnya berupa skotoma setral pada mata
2.7.5
yang terkena,
6. Defek pupil aferen relatif.
Kelemahan anggota gerak,
Gangguan sensorik.
28
MRI otak dan medula spinalis, yang dapat menunjukan lesi plak
demienilisasi. Akan tetapi, gambaran ini tidak spesifik untuk sclerosis
multipel ( penyakit pembuluh darah kecil juga dapat menunjukan
gambaran serupa ) dan beberapa pasien MS mungkin mengalami negatif
deteksi
pita
oligoklonal
dengan
elektroforesis
yang
menunjukkan sintesis lokal imunoglobulin dalam SSP. Akan tetapi, tes ini
masih dapat menunjukkan positif palsu pada keadaan imunologis atau
infeksi lainnya, dan pasien sklerosis multipel jarang mengenai negatif
palsu.
2.7.6
29
30
Miatenia gravis yang berarti kelemahan otot yang serius adalah satusatunya penyakit neuromuskular yang menggabungkan kelelahan cepat otot
voluntar dan waktu penyembuhan yang lama (penyembuhan dapat butuh
waktu 10 hingga 20 kali lebih lama daripada normal).
2.8.2
2.8.3
31
serabut otot yang dipersarafinya disebut unit motorik. Walaupun masingmasing neuron motorik mempersarafi banyak serabut otot, namun masingmasing serabut otot dipersarafi oleh neuron motorik tunggal.
Dalam MG, konduksi neuromuskular nya terganggu. Jumlah reseptor
asetil kolin normal menjadi menurun yang diyakini terjadi akibat cedera
autoimun. Antibodi terhadap protein reseptor asetil kolin telah ditemukan
banyak serum dan banyak penderita MG. Penentuan bahwa hal ini akibat
kerusakan reseptor primer atau sekunder yang disebabkan oleh agen primer
yang tidak diketahui akan sangat bermanfaat dalam menentukan patogenesis
pasti dari MG. (Drachman, 1994).
Pada penderita MG, otot tampaknya normal secara makroskopis,
walaupun mungkin terdapat atrofi disuse. Atrofi terjadi akibat kurangnya
latihan atau aktivitas. Secara mikroskopis, pada beberapa pasien dapat
ditentukan infiltrat limfosit dalam otot dan organ lain namun kelainan tidak
selalu ditemukan dalam otot rangka. Autoimun yang mengganggu fungsi
asetilkolin dan menurunkan efisiensi taut neuromuskular. MG paling sering
timbul sebagai penyakit tersembunyi bersifat progresif, yang ditandai oleh
kelemahan dan kelelahan otot. Namun keadaan tersebut tetap terbatas pada
kelompok otot tertentu. Perjalanan penyakit sangat bervariasi pada setiap
pasien sehingga sulit untuk menemukan prognosis. Kotak 54-2 memuat
tanda khas penyakit ini.
32
ekstraokular
Kelemahan otot meningkat dengan aktivitas
Kekuatan otot meningkat setelah istirahat
Kekuatan otot meningkat sebagai respons terhadap pengobatan
(antikolinesterase)
2.8.5
33
34
jaras
ekstrapiramidal
yang
mengandung
neurotransmitor
2.9.2
35
2.9.3
2.9.4
36
ekuilibrium
Dapat mengalami depresi
Tekanan darah rendah saat istirahat
Penurunan daya tahan
Penurunan berat badan
Cara berjalan menyeret (menyeret kaki)
Kesulitan memutar dan mengganti arah (misalnya mengambil banyak
membungkuk
Volume suara rendah akibat penurunan volume tidal
Gangguan batuk
Penurunan cepat tekanan darah dengan perubahan posisi misalnya posisi
telentang ke duduk atau posisi duduk ke berdiri (gejala ini terjadi pada
penyakit Parkinson Tahap Lanjut)
2.9.5
37
Tidak ada tes darah maupun tes laboratorium ysng bsa memastikan
diagnosis penyakit parkinson. Oleh karena itu, deteksi dini terhadap
penyakit ini makin sulit. Tes lain seperti CT scan dan juga MRI bisa
dilakukan untuk memastikan gejala yang ada bukan karena penyakit lain
Penyakit parkinson bertambah parah, terkadang gejalanya sulit untuk
dikenali, dan bisa disalahartikan sengan penyakit lainnya. Gejala tremor bisa
tidak terlihat ketika pasien duduk, dan perubahan postur yang terjadi bisa
dianggap sebagai akibat sari osteoporosis. Perlu diketahui, ada beberapa
penderita parkinson yang tidak memiliki gejala tremor.
2.9.6
dengan
obat
parkinson
Pembedaan ablasi (tallamotomi/pallidotomi), simulasi otak dalam atau
brain grafting
38
2.10
Serangan Kejang
dapat
merupakan
suatu
penyakit
yang
mendasar
yang
Infeksi
Kelainan bawaan
39
2. Ekstra cranial
Gangguan metabolic
Toksik
Kelainan keturunan
3. Idiopatik
Kejang neonates, fanciliel benigna, kejang hari ke 5 (Lumbang Tebing,
1997).
4. Faktor-faktor berikut merupakan faktor dari kejang antara lain :
toksik,
Faktor perinatal : Asfiksia, Bayi berat rendah, Kelahiran prematur dan
postmatur, Partus lama, Persalinan dengan alat(forcep, vakum, seksio
sersaria)
pengaktifan neuron.
Neuronhipersensitivitas dengan ambang untuk melepaskan muatan
asam gama-amynobutirat.
Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau
elektrolit.
Perubahan perubahan yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian disebabkan oleh meningktanya kebutuhan energy akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolic secara drastic
meningkat ; lepas muatan listrik sel-sel syaraf motoric dapat meningkat
menjadi 1000/detik. Aliran darah otak meningkat, sedemikian juga respirasi
dan glikolisis jaringan. Asetikolin muncul di cairan cerebrospinalis ( CSS )
selama dan setelah kejang asam glutamate mungkin mengalami deplesi
selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologi menunjang hipotesis bahwa lesi bersifat neurokimiawi bukan
structural. Belum ada factor patologik yang secara konsisten ditemukan.
Kelainan fokalpada metabolisme kalium dan asetikolin dijumpai diantara
kejang. Fokus kejang nampaknya sangat peka terhadap asetikolin suatu
neurotransmitter fasilitator ; focus-fokus tersebut lambat mengikat dan
menyingkirkan asetilkolin.
41
1. Kejang parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil dari otak
atau satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian
tubuh dan kesadaran penderita umumnya masih baik.
2. Kejang parsial sederhana
Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal, femnomena halusinatorik,
psikoilusi, atau emosional kompleks. Pada kejang parsial sederhana,
kesadaran penderita masih baik.
3. Kejang parsial kompleks
Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial sederhana, tetapi
yang paling khas terjadi adalah penurunan kesadaran dan otomatisme.
4. Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari otak
atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh
dan kesadaran penderita umumnya menurun.
5. Kejang Absans
Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan mendadak disertai
amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura atau
halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi.
6. Kejang Atonik
Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota badan,
leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau lebih lama. c.
Kejang Mioklonik Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang
cepat dan singkat. Kejang yang terjadi dapat tunggal atau berulang.
7. Kejang Tonik-Klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengan cepat
dan total disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot. Mata
mengalami deviasi ke atas. Fase tonik berlangsung 10 - 20 detik dan diikuti
oleh fase klonik yang berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase tonik,
42
8. Kejang Klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, tetapi kejang
yang terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2 menit.
9. Kejang Tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering mengalami
jatuh akibat hilangnya keseimbangan,
2.10.5 Diagnosis Kejang
1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis
dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti Resonance Imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah daerah otak yang tidak jelas terlihat bila
menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian Positron Emission Tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau alirann darah dalam otak
5. Uji laboratorium
a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
43
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. GDA
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
2.10.6 Penanganan Kejang
atau jari.
Jauhkan benda-benda berbahaya dari penderita, misalnya benda tajam.
Jangan memakai kekerasan untuk menahan gerakan penderita.
Longgarkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher penderita.
Miringkan kepala penderita. Posisi ini akan mencegah penderita untuk
sepenuhnya sadar.
Temani penderita sampai kejangnya berhenti atau sampai petugas medis
datang.
Pengobatan dengan cara mengonsumsi obat sebagai berikut:
Fnitoin (Dilantin)
Lorazepam (Ativan)
Midazolam (Vered)
Klonazepam (Klonopin)
Gabapentin (Neurotin)
Zonisamid (Zonegrand)
44
2.11 Stroke
2.11.1 Definisi Stroke
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan
neuorologic mendadak yang terjadi akibat gangguan pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke
biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebum.
Karena itu proses berbagai gangguan patologi misalnya hipertensi
menyenbabkan stroke.
2.11.2 Penyebab Stroke
45
47
48
49
50
52
perawatan tidak bekerja. Hal ini dapat sangat penting untuk mengidentifikasi
jenis ensefalitis sehingga pengobatan yang tepat dapat diberikan.
2.12.6 Penanganan Ensevalis West Nile
Pengobatan ensefalitis adalah pemberian obat sesuai gejala dan
penyebab.
Untuk
ensefalitis
virus,
diberikan
obat
anti-virus
dan
kortikosteroid. Anti virus yang diberikan adalah asiklovir selama 14-21 hari,
bertujuan untuk meringankan gejala, mencegah komplikasi, dan mencegah
timbulnya gejala sisa. Kortikosteroid yang diberikan adalah deksametason,
digunakan untuk mengurangi peradangan. Ensefalitis bakteri diobati dengan
pemberian antibiotik sesuai penyebab, ensefalitis parasit dan jamur juga
diobati dengan obat anti-parasit dan anti-jamur.
BAB III
PENUTUP
53
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna kedepannya, penulis
akan lebih focus dalam menjelaskan tentang makalah ilmiah diatas dengan sumbersumber yang lebih banyak yang tentunya deapat dipertanggung jawabkan. Kami
berharap dengan tersusunnya makalah ilmiah ini dapat memberikan gambaran dan
menambah wawasan mengenai patofisiologi tentang gangguan pada sistem saraf.
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat
mengharapkan bimbingan, saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan
penyusunan makalah ilmiah ini untuk kedepannya.
54