Anda di halaman 1dari 13

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Pterygium adalah penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk
segitiga, mirip daging yang menjalar ke kornea.Menurut Prof. Dr. H. Sidarta
Ilyas, Sp.M, pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular
konjungtiva yang bersifat invasif dan degeneratif.

B. ETIOLOGI
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga
merupakan suatu neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium
banyak terjadi pada mereka yang banyak menghabiskan waktu di luar
rumah dan banyak terkena panas terik matahari. Faktor resiko terjadinya
pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak terkena sinar matahari,
daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab paling umum
adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang diterima
oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas)
yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain itu
dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia dan zat
pengiritasi lainnya. Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan

orang-orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang


anak-anak.
Faktor Resiko
1. Radiasi ultra violet
Faktor resiko utama timbulnya pterygium adalah exposure sinar
matahari. Sinar matahari diabsorbsi oleh kornea dan konjungtiva
menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu
diluar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor
penting
2. Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan
pterygium dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan
riwayat keluarga dengan pterygium, kemungkinan diturunkan autosom
dominan.
3. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer
kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan
terjadinya limbal defisiensi dan saat ini merupakan teori baru
patogenesis dari pterygium. Kelembapan yang rendah dan trauma
kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papiloma juga
penyebab dari pterygium
.
C. MANIFESTASI KLINIS

Mata iritatatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmatisme

Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke


kornea

Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat


kering) dan garis besi yang terletak di ujung pteregium.
Pterygium di bagi menjadi 3 bagian yaitu : body, apex (head) dan cap.

Bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya kearah kantus,
disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut apex dan kebelakang

disebut cap. Subepitelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan
membentuk batas pinggir pterygium.
Pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi 2 tipe yaitu
1. Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di
kornea didepan kepala pterygium (disebut cap dari pterygium)
2.

Regesif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi


membentuk membentuk membran tetapi tidak pernah hilang.

Pterygium dapat ke dalam beberapa tipe


1.

Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea atau deposit besi dapat


dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium. Lesi sering
asimptomatis meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien
yang memakai kontak dapat menalami keluhan lebih cepat.

2.

Tipe II : menutupiu kornea sampai 4 mm dapat primer atau rekuren


setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan
astigmatisme

3.

Tipe III : mengenai kornea lebih dari 4 mm dan mengganggu aksis


visual. Leesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat
berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke fornik
dan biasanya memnyebabkan gangguan pergerakan bola mata.

Pterygium dibagi dalam 4 derajat


1. Derajat 1 : Jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea
2. Derajat 2 : Jika pterygium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2mm melewati kornea.
3. Derajat 3 : Jika pterygium sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak
melebihi pinggiran pupil mata, dalam keadaan cahaya normal (pupil
dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm)
4. Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan
Pterygium dibagi berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di
pterygium dan harus diperiksa dengan slitlamp :
1. T1 (atrofi) : pembuluh darah episcleral jelas terlihat

2. T2 (intermediate) : pembuluh darah episclera sebagian terlihat


3. T3 (fleshy, opaque) : pembuluh darah tidak jelas.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen
dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium,
Histopatologi

kolagen

abnormal

pada

daerah

degenerasi

elastotik

menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini
juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan
elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan
oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irreguler kadang-kadang
berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik
dan pada daerah ini membran bowman menghilang. Terdapat degenerasi
stauma yang berproliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh
pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta merusak
membran bauman dan stoma kornea bagian atas

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Slit Lamp


Pemeriksaan slit lamp dilakukan dengan menggunakan alat
yangterdiri dari lensa pembesar dan lampu sehingga pemeriksa dapat
melihat bagian luar bola mata dengan magnifikasi dan pantulan
cahaya memungkinkan seluruh bagian luar untuk terlihat dengan
jelas.
Pemeriksaan Histopatologi
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadangkadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel
kornea menarik dan pada daerah ini membran bauman menghilang.
Terdapat degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai jaringan
granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini menekan
kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea
bagian atas.
Pemeriksaan Topografi Kornea
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterygium adalah
topografi kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa
astigmtisme ireguler yang disebabkan oleh pterygiu

F. PENATALAKSANAAN

Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering


ditangan dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti
lubrikans, vasokonstriktor dan kortikostreroid digunakan secara aman untuk
menghilangkan gejala jika digunakan secara benar terutama pada derajat 1
dan 2 atau tipe 1. Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti
menganjurkan penggunaan kacamata pelindung ultraviolet.
Indikasi untuk eksisi pterygium termasuk ketidaknyamanan yang
menetap, ganggauan penglihatan, ukurannya >3-4 mm dan pertumbuhan
yang progresif menuju tengah kornea atau visual axis dan adanya gangguan
pergerakan bola mata
Tindakan Operatif(
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang
dilakukan bila pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat
tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk
mengangkat pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi
penglihatan atau secara tetap meradang dan teriritasi. Paska operasi
biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti penggunaan sinar radiasi B atau
terapi lainnya.
Jenis Operasi pada Pterygium antara lain :
1. Bare Sklera
Tidak dilakukan untuk pterygium progresif karena dapat terjadi
granuloma granuloma diambil kemudian digraft dari amnion.
2. Subkonjungtiva
Pterygium setelah diambil kemudian sisanya dimasukkan/disisipkan di
bawah konjungtiva bulbi jika residif tidak masuk kornea
3. Graft
Pterygium setelah diambil lalu di-graf dari amnion/selaput mukosa
mulut/konjungtiva forniks.
Tindakan pembedahan untuk eksisi pterygium biasanya bisa
dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan anastesi topikal
ataupun lokal, bila diperlukan dengan memakai sedasi. Perawatan pasca
operasi, mata pasien biasanya merekat pada malam hari, dan dirawat
memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotika atau antiinflamasi

Operasi pterigium : dari kiri, pterygium sebelum di ekstirpasi, pterygium post op hari 1,
dan post op 1 bulan kemudian

Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai keadaan normal,


gambaran permukaan bola mata yang licin. Teknik bedah yang sering
digunakan untuk mengangkat pterygium menggunakan piasau yang datar
untuk mendiseksi pterygium ke arah limbus. Walaupun memisahkan
pterygium dengan bare schlera ke arah bawah pada limbus lebih disukai.
Namun ini tidak penting untuk memisahkan pterygium jaringan tenon
dengan secara berlebihan di daerah medial, karena kadang-kadang dapat
timbul pendarahan oleh karena trauma yang tidak sengaja di daerah jaringan
otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol pendarahan
Beberapa pilihan untuk menutup luka termasuk
1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau benang absorbable digunakan untuk
melekatkan konjungtiva ke superficial sclera di depan insersi rectus
Medialis, meninggalkan suatu daerah sclera terbuka (teknik ini tingkat
2.

rekuren 40-50%)
Simple closure : Pinggir dari konjungtiva yang bebas dijahit bersama

(efektif jika hanya defek konjungtiva sangat kecil)


3. Sliding Flap : Suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka untuk membentuk
4.

flap konjungtiva , untuk menutup luka.


Rotational Flap :Insisi bentuk U dibuat di sekitar luka untuk membentuk

lidah dari conjunctiva yang diputar untuk menutup luka.


5. Konjungtiva Graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior.
Di eksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan di
jahit.
6. Amnion Membran Transplantasi : mengurangi frekwensi rekuren
pterygium , menurangi fibrosis atau scar pada permukaan bola mata dan
penelitian baru mengungkapakan menekan TGF-B pada konjungtiva
dan pterygium . Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat
diberika untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan.
7. Lamellar Keratoplasty, excimer laser Phototherapy keratectomy dan
terbaru menggunakan gabungan angiostatic steroid.

Untuk mencegah terjadinya kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan


dengan pemberian
1. Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) : 2x1 tetes/hari selama 5 hari
bersamaan dengan pemberian dexametasone 0,1% : 4x1 tetes/hari
kemudian tapperring off sampai 6 minggu.
2. Mitomycin C 0,04% (0,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari,
diberikan bersamaan dengansalep mata dexamethasone
Terapi Medikamentosa
a.

Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata)

untuk membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan
air mata
Nama obat

Dosis dewasa
Dosis anak-anak
Kontra indikasi
Interaksi
Untuk ibu hamil
Perhatian

b.

Merupakan obat tetes mata topikal


atau air mata artifisial (air mata
penyegar, Gen Teal (OTC)air mata
artifisial
akan
memberikan
pelumasan pada permukaan mata
pada pasien dengan permukaan
kornea yang tak teratur dan lapisan
permukaan air mata yang tak teratur.
Keadaan ini banyak terjadi pada
keadaan pterygium.
1 gtt empat kali sehari dan prn untuk
irritasi
Berikan seperti pada orang dewasa
Bisa menyebabkan hipersensitivitas
Tak ada (tak pernah dilaporkan ada
interaksi )
Derajat keamanan A untuk ibu hamil
Bila gejala masih ada dan terus
berlanjut pemakaiannya

Salep untuk pelumas topikal suatu pelumas yang lebih kental pada

permukaan okular

Nama obat

Dosis obatnya
Dosis anak-anak
Kontra indikasi

c.

Salep untuk pelumas mata topikal


(hypotears,P.M penyegar (OTC).
Suatu pelumas yang lebih kental
untuk permukaan mata. Sediaan ini
cenderung menyebabkan kaburnya
penglihatan sementara; oleh karena
itu bahan ini sering dipergunakan
pada malam hari.
Pergunakan pada cul de sac inferior
pada mata yang terserang. Hs
Sama dengan dewasa

Interaksi

Bisa
menyebabkan
hipersensitivitas
Tidak ada

terjadinya

Untuk ibu hamil

Tingkat keamanan A untuk ibu hamil

Perhatian

Karena
menyebabkan
penglihatan sementara

kabur

Obat tetes mata anti inflamasi , untuk mengurangi inflamasi pada

permukaan mata dan jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan sangat
membantu dalam penatalaksanaan pterygium yang inflamasi dengan mengurangi
pembengkakan jaringan yang inflamasi pada permukaan okular di dekat
jejasnya.
Nama obat

Prednisolon asetat (Pred Forte 1%) suatu


suspensi kortikosteroid topikal yang dipergunakan
untuk mengu-rangi inflamasi mata. Pemakaian
obat ini harus dibatasi untuk mata dengan
inflamasi yang sudah berat yang tak bisa
disembuhkan dengan pelumas topikal lain.

Dosis dewasa

1 gtt empat kali sehari pada mata yang terserang,


biasanya hanya 1- 2 minggu dengan terapi yang

Dosis anak-anak

terus menerus
Tidak boleh dipergunakan untuk anak-anak oleh

karena kasus pterygia sangat jarang pada anakanak


Kontra indikasi

Pasien dengan riwayat kasus herpes simpleks


keratitis dentritis atau glaukoma steroid yang
responsif.

Interaksi

Tak ada laporan interaksi


Tingkat keamanan B, biasanya aman akan tetapi

Kehamilan

kegunaannya harus di perhitungkan dengan resiko


yang di akibatkan

G. KOMLIKASI
1. Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dst.
b. Keluhan Utama : Penglihatan kabur
c. Riwayat penyakit :
1) Sejak kapan dirasakan, sudah berapa lama
2) Gambaran gejala apa yang dialami, apa yang memperburuk
atau memperbaiki?
3) apa yang dilakukan untuk menyembuhkan gejala.
4) Penggunaan obat sekarang :
5) Riwayat penyakit dahulu : Riwayat trauma pada mata
6) Riwayat penyakit keluarga : Keluarga yang pernah menderita
d. Pola aktivitas: Aktivitas sedikit terganggu
e. Pola kognitif Konseptual
1) Terjadi kemunduran tajam penglihatan, pandangan kabur
2) Pemeriksaan Fisik mata :
Konjungtiva
Visus
2. Diagnosa Keperawatan
Preoperasi
1. Gangguan sensori perseptual berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori akibat pterigium.
Intervensi:
1) Tentukan ketajaman mata klien, catat apakah satu / dua mata
yang gejala terlibat.
2) Orientasikan klien pada lingkungan sekitar
3) Letakkan barang yang dibutuhkan klien di dekatnya
4) Libatkan klien dan orang lain dalam pemenuhan aktivitas
kehidupan sehari-hari
2. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
prosedur invasive (bedah) yang akan dilaksanakan.

Intervensi:
1) Kaji tingkat ansietas
2) Beri penjelasan tentang prosedur operasi yang akan
dilaksanakan
3) Beri dukungan moril berupa doa dan motivasi untuk klien
Post operasi
1.

Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan trauma


jaringan sekunder terhadap operasi transplantasi kornea
Intervensi
1) Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien
2) Ajarkan kepada klien metode distraksi / relaksasi
3) Ciptakan tempat tidur yang nyaman
4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik

2.

Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur (invasif)


bedah.
Intervensi:
1) Pantau balutan setiap 2 - 4 jam
2) Diskusikan dengan klien tentang pentingnya mencuci
tangan sebelum mengobati
3) Gunakan tehnik aseptik dalam perawatan post operatif
4) Beri obat-obatan sesuai indikasi seperti obat tetes mata

3.

Resiko terhadap injury (cidera) yang berhubungan dengan


perubahan ketajaman penglihatan.
Intervensi:
1) Kaji ketajaman penglihatan
2) Rencanakan semua perawatan denagn klien, jelaskan
rutinitas setiap hari
3) Pertahankan barang-barang klien ditempat yang sama
4) Bantu dalam beraktivitas sesuai dengan kebutuhan
5) Anjurkan untuk menggunakan alat bantu misal tongkat

4.

Perubahan dalam pesepsi sensori (perseptual) sehubungan


dengan luka post operasi.
Intervensi:
1) Tentukan ketajaman penglihatan
2) Orientasikan klien pada lingkungan, staf, orang lain di
sekitar
3) Letakkan barang yang sering diperlukan dalam jangkauan
sisi yang tidak dioperasi
4) Anjurkan klien untuk mengkonsumsi nutrisi yang bergizi,
misalnya buah-buahan yang
5) berwarna kuning, seperti pepaya, wortel dan lain-lain

6) Berikan obat-obatan sesuai terapi


5.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


mengenai perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.
Intervensi:
1) Berikan penjelasan mengenai kondisi penyakit, proses
sebelumnya dan sesudah dilakukan pembedahan
2) Jelaskan dan ajarkan perawatan secara teratur di
pelayanan kesehatan terdekat
3) Libatkan orang terdekat klien dalam melaksanakan
aktivitas kehidupan sehari-hari.

Daftar Pustaka

Junqueira, L Carlos. 1998. Histologi Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC.
Coroneo MT, Di Girolamo N, Wakefield D: The Pathogenesis of Pterygium. Curr
Opin Ophthalmol 1999 Aug; 10(4): 282-8 [Medline].
Whitcher J.P., Pterygium, 2007http://www.emedicine.com/EMERG/topic284.htm
Ferrer F.J.G., Schwab I.R., Shetlar D.J., 2000. Vaughan & Asburys General
Ophthalmology(16th edition), Mc Graw-Hill Companies, Inc., United States
Ilyas S., 2005, Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Misbach J., 1999. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Hartono, 2005. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. Jogjakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai