BAB I
PENDAHULUAN
menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien, keluarga
maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RSUD Pemangkat dapat seperti yang
diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSUD
Pemangkat. Buku panduan tersebut merupakan konsep dan program peningkatan
mutu pelayanan RSUD Pemangkat, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola RSUD
Pemangkat dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit.
Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkahlangkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang
baru. Pada tahun (1820 1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris
menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah
satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah hospital should do the patient
no harm, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh
ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A Codman dan
beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena
seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena
kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian
dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini
adalah upaya pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan
kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons
(ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi
adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu
pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan
sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu
dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang.
Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin
lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of
Physicians, American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint
Commision on Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai
dan mengakreditasi Rumah Sakit .
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan
essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun
telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya
sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara
tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun
sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah
Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan Medicare Act.
Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang
ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH
tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal
asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3%
biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu
yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan
dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru
berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima
kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian.
Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di
Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi,
namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur
bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika
sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di
Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an
mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan
pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan
kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang
upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri
Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di
Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah
mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada
simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara
nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada
perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu
dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan.
Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat
kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan
kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu
atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo
Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu
indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Umum Daerah Pemangkat menggunakan
upaya penggunaan obat secara rasional.
menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality
Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba
menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan
Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan
mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.
BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RSUD PEMANGKAT
Agar upaya peningkatan mutu di RSUD Pemangkat dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar
upaya penigkatan mutu pelayanan.
A. MUTU PELAYANAN RSUD PEMANGKAT
1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian
yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang
selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
2. Definisi Mutu Pelayanan RSUD Pemangkat
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan RSUD Pemangkat untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi
sumber daya yang tersedia di RSUD Pemangkat secara wajar, efisien dan
efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma,
etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan RSUD Pemangkat dan masyarakat konsumen.
3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu :
a.
Konsumen
b.
Pembayar/perusahaan/asuransi
c.
d.
e.
Masyarakat
f.
Pemerintah
g.
Ikatan profesi
antara
pemberi
pelayanan
dengan
konsumen
kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena
pelayanan di RSUD Pemangkat
daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi
kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RSUD Pemangkat harus
mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RSUD Pemangkat diawali dengan
penilaian akreditasi RSUD Pemangkat yang mengukur dan memecahkan masalah
pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini Pemangkat harus menetapkan
standar input, proses, output, dan outcome, serta membakukan seluruh standar
prosedur yang telah ditetapkan. RSUD Pemangkat dipacu untuk dapat menilai diri
(self assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur
yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan RSUD Pemangkat yang menilai dan
memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil
kinerja RSUD Pemangkat tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik
telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator RSUD Pemangkat
yang
disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu RSUD Pemangkat
secara nyata.
B.
lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih
sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu pelayanan RSUD Pemangkat
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSUD Pemangkat
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang
menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan
memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang
diberikan di RSUD Pemangkat berdaya guna dan berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSUD Pemangkat
Umum :
Khusus:
teknologi
tepat
guna,
hasil
penelitian
dan
10
11
BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang
akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan
untuk mengukur mutu pelayanan RSUD Pemangkat
Indikator :
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator
yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator.
Standar :
Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab
untuk mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat
baik.
Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Keprofesian
Efisiensi
Keamanan pasien
Kepuasan pasien
12
13
BAB V
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan
untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa
pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah
pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan
pelanggan (quality os customers satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari
setiap bagian di RSUD Pemangkat.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus
pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus Plan-Do-Check-Action (P-DC-A) = Relaksasi (rencanakan laksanakan periksa aksi). Pola P-D-C-A ini
dikenal sebagai siklus Shewart, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter
Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu.
metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebuit siklus Deming. Hal ini karena
Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas
penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yang
bermanfaat
untuk
melakukan
perbaikan
secara
terus
menerus
(continous
14
siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan
siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam
gambar 3.
Peningkatan
A
C
Pemecahan masalah
dan peningkatan
P
D
Standar
Pemecahan masalah
dan peningkatan
Standar
Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA
Plan
Do
Check
Action
Follow-up
Corrective
Action
Improvement
15
Plan
(6)
Mengambil
tindakan
yang tepat
Action
(1)
Menentukan
Tujuan dan sasaran
(2)
Menetapkan
Metode untuk
Mencapai tujuan
Menyelenggarakan
Pendidikan dan
latihan
(5)
Memeriksa akibat
pelaksanaan
Check
(4)
(3)
Melaksanakan
pekerjaan
Do
Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 3 di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi.
Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan
dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah
tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan,
semakin rinci informasi.
b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai
tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan
16
harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan
untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan
digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima
dan dimengerti oleh semua karyawan.
c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar
dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan
untuk memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan
standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah.
Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan
modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan
karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan Check
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik
atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang
harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu
dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang
bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan
pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh
manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul
dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah
17
18