III. EPIDEMIOLOGI
Angka Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih cukup tinggi, terutama di negara dengan
sosio-ekonomi rendah. Data statistik menunjukkan sekitar 90 kasus BBLR terjadi di negara
berkembang. Di negara berkembang, angka kematian BBLR 35 kali lebih tinggi
dibandingkan bayi dengan berat badan lahir diatas 2500 gram.4
Sejak tahun 1981, frekuensi BBLR telah naik, terutama karena adanya kenaikan jumlah
kelahiran preterm. Sekitar 30% bayi BBLR di Amerika Serikat mengalami dismaturitas, dan
dilahirkan sesudah 37 minggu. Di negara yang sedang berkembang sekitar 70% bayi BBLR
tergolong dismaturitas.4
Di negara maju, angka kejadian kelahiran bayi prematur adalah sekitar 6-7%. Di negara yang
sedang berkembang, angka kelahiran ini lebih kurang 3 kali lipat. Di Indonesia, kejadian bayi
prematur belum dapat dikemukakan, tetapi angka kejadian BBLR di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo pada tahun 1986 adalah 24%. Angka kematian perinatal di rumah sakit yang
sama adalah 70% dan 73% dari seluruh kematian disebabkan oleh BBLR.1,2
IV. PATOGENESIS
Bayi lahir prematur yang berat badan lahirnya sesuai dengan umur pretermnya, biasanya
dihubungkan dengan keadaan medik, dimana terdapat ketidakmampuan uterus untuk
mempertahankan janin (incompetent cervix/premature dilatation), gangguan pada perjalanan
kehamilan, pelepasan plasenta, atau rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraksi
efektif pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan.2
Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medic yang mengganggu sirkulasi dan efisiensi
plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau kesehatan umum dan nutrisi ibu.
Dismaturitas mungkin merupakan respon janin normal terhadap kehilangan nutrisi atau
oksigen. Sehingga, masalahnya bukan pada dismaturitasnya, tetapi agaknya pada resiko
malnutrisi dan hipoksia yang terus-menerus. Serupa halnya dengan beberapa kelahiran
preterm yang menandakan perlunya persalinan cepat karena lingkungan intra uterin
berpotensi merugikan.2,4
V. GEJALA KLINIK
A. Prematuritas Murni
Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm,
lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm. Masa gestasi kurang dari
37 minggu. Kepala relatif lebih besar daripada badannya, kulitnya tipis, transparan, lanugo
banyak, lemak subkutan kurang. Osifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar,
genitalia imatur. Desensus testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum
tertutup oleh labia mayora. Rambut biasanya tipis dan halus. Tulang rawan dan daun telinga
belum cukup, sehingga elastisitas daun telinga masih kurang. Jaringan mammae belum
sempurna, puting susu belum terbentuk dengan baik. Bayi kecil, posisinya masih posisi fetal,
yaitu posisi dekubitus lateral, pergerakannya kurang dan masih lemah. Bayi lebih banyak
tidur daripada bangun. Tangisnya lemah, pernapasan belum teratur dan sering terdapat
serangan apnoe. Otot masih hipotonik, sehingga kedua tungkai selalu dalam keadaan abduksi,
sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan kepala menghadap ke satu jurusan.
Refleks moro dapat positif. Refleks mengisap dan menelan belum sempurna, begitu juga
refleks batuk. Kalau bayi lapar, biasanya menangis, gelisah, aktivitas bertambah. Bila dalam
waktu 3 hari tanda kelaparan ini tidak ada, kemungkinan besar bayi menderita infeksi atau
perdarahan intrakranial. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak, yang menjadi lebih
nyata sesudah 24-48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta terdapat pitting edema.
Edema ini seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes mellitus, dan
toksemia gravidarum.
Frekuensi pernapasan bervariasi terutama pada hari-hari pertama. Bila frekuensi
pernapasan terus meningkat atau selalu diatas 60x/menit, harus waspada kemungkinan
terjadinya penyakit membrane hialin, pneumonia, gangguan metabolik atau gangguan
susunan saraf pusat. Dalam hal ini harus dicari penyebabnya, misalnya dengan melakukan
pemeriksaan radiologis toraks.1,2
B. Dismaturitas
Dismaturitas dapat terjadi pre-term, term, dan post-term. Pada pre-term akan terlihat gejala
fisis bayi prematur murni ditambah dengan gejala dismaturitas. Dalam hal ini berat badan
kurang 2500 gram, karakteristik fisis sama dengan bayi prematur dan mungkin ditambah
dengan retardasi pertumbuhan dan wasting. Pada bayi cukup bulan dengan dismaturitas,
gejala yang menonjol adalah wasting, demikian pula pada post term dengan dismaturitas.
Bayi dismatur dengan tanda wasting tersebut, yaitu:
1. Stadium Pertama
Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulitnya longgar, kering seperti perkamen,
tetapi belum terdapat noda mekonium.
2. Stadium Kedua
Didapatkan tanda stadium pertama ditambah dengan warna kehijauan pada kulit, plasenta,
dan umbilicus. Hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam amnion yang
kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus, dan plasenta sebagai akibat anoksia
intrauterine.
3. Stadium Ketiga
Ditemukan tanda stadium kedua ditambah dengan kulit yang berwarna kuning,demikian
pula kuku dan tali pusat. Ditemukan juga tanda anoksia intrauterin yang sudah berlangsung
lama.1,3
VI. DIAGNOSIS
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) didiagnosis bila termasuk dalam golongan:
1. Prematuritas Murni
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan
untuk masa gestasi itu atau biasa disebut Bayi Kurang Bulan-Sesuai untuk Masa
Kehamilan (KMK).1
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu.
Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi Kecil
untuk Masa Kehamilan (KMK).
VII. PENATALAKSAAN
A. Penatalaksanaan Prematur Murni
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan
perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus, maka perlu
diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan, dan bila perlu pemberian
oksigen, mencegah infeksi, serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.2
- Atur Suhu
BBLR mudah mengalami hipotermi, oleh karena itu suhu tubuhnya harus dipertahankan
dengan ketat, bisa dengan membersihkan cairan pada tubuh bayi, kemudian dibungkus, atau
bisa juga dengan meletakkannya di bawah lampu atau dalam inkubator. Dan bila listrik tidak
ada, bisa dengan metode kangguru, yaitu meletakkan bayi dalam pelukan ibu (skin to skin).5
- Cegah Sianosis
Cara mencegah sianosis dengan cara pemberian oksigen agar saturasi oksigen dalam tubuh
tubuh, yaitu dengan cara sebagai berikut: (1) mengurangi kehilangan pada suhu lingkungan
yang rendah, (2) mencegah kekeringan dan iritasi pada selaput lendir jalan nafas, terutama
pada pemberian oksigen dan selama pemasangan intubasi endotrakea atau nasotrakea, dan (3)
mengencerkan sekresi yang kental serta mengurangi kehilangan cairan insensible dari paruparu.2,6
Seandainya tidak ada inkubator, pengaturan suhu dan kelembapan dapat diatur dengan
memberikan sinar panas, dan botol air hangat, disertai dengan pengaturan suhu dan
kelembapan ruangan. Mungkin pula diperlukan pemberian oksigen melalui topeng atau pipa
intubasi.6
Ibu yang memiliki Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), tidak perlu khawatir lagi soal
perawatan buah hatinya selepas keluar dari rumah sakit. Sekarang, para ahli di bidang
kedokteran mengembangkan metode kangguru untuk merawat BBLR itu. Metode tersebut,
memungkinkan panas tubuh bayi dijaga oleh panas tubuh ibunya. Metode kangguru ini
memang terkesan unik. Dengan sebuah pakaian yang berbentuk seperti tubuh kangguru yang
berkantung, bayi bisa mendapatkan kehangatan cukup karena bersentuhan langsung dengan
tubuh ibunya.
Ada tiga kriteria BBLR yang sudah bisa dirawat dirumah setelah keluar dari inkubator.
Pertama, berat sudah kembali ke berat lahir dan lebih dari 1500 gram. Kemudian berat bayi
cenderung naik dan suhu tubuh stabil selama tiga hari berturut-turut. Yang juga harus
diperhatikan, bayi sudah mampu mengisap dan menelan. Selain itu, ibu sudah harus merawat
dan member minum. Metode kangguru ini cukup efektif sebab selain membuat bayi tidak
tergantung pada rumah sakit, ibu lebih percaya diri merawat bayinya di rumah. Keuntungan
lainnya, BBLR bisa mendapatkan ASI ekslusif dan menurunkan resiko bayi terkena
kehilangan panas tubuh.6
\
VIII. KOMPLIKASI
A. Komplikasi Prematuritas.1,5,6
1. Sindrom gangguan pernapasan idiopatik
Disebut juga penyakit membran hialin karena pada stadium akhir akan terbentuk membran
hialin yang melapisi alveolus paru
2. Pneumonia aspirasi
Sering ditemukan pada prematur karena refleks menelan dan batuk yang belum
sempurna
3. Perdarahan intraventrikuler
Perdarahan spontan di ventrikel otak lateral karena anoksia otak (erat kaitannya dengan
gangguan pernapasan). Kelainan ini biasanya hanya ditemukan pada otopsi.
4. Fibroplasia retolental
Penyakit ini ditemukan pada bayi prematur disebabkan oleh gangguan oksigen yang
berlebihan.
5. Hiperbilirubinemia
Bayi prematur lebih sering mengalami hiperbilirubinemia dibandingkan dengan bayi cukup
bulan. Hal ini disebabkan faktor kematangan hepar yang tidak sempurna sehingga konjungasi
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk belum sempurna
6. Infeksi
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya IgG gamma globulin.
B. Komplikasi Dismaturitas.1,2,5
1. Sindrom aspirasi mekonium
Keadaan hipoksia intrauterine mengakibatkan janin mengadakan gasping dalam uterus.
Selain itu mekonium akan dilepaskan kedalam likuor amnion, akibatnya cairan yang
mengandung mekonium yang lengket itu masuk kedalam paru-paru janin karena inhalasi.
Pada saat lahir bayi akan menderita gangguan pernapasan idiopatik
2. Hipoglikemia simptomatik
Terutama pada bayi laki-laki, penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekali disebabkan
oleh persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas. Diagnosis dapat dibuat
dengan melakukan pemeriksaan kadar gula darah. Bayi BBLR dinyatakan hipoglikemia bila
kadar gula darah kurang dari 20 mg%.
3. Asfiksia neonatorum
Bayi dismaturitas lebih sering menderita asfiksia neonatorum dibandingkan bayi normal.
4. Penyakit membran hialin
Terutama bayi dismatur yang pre-term. Hal ini disebabkan karena surfaktan pada paru
belum cukup sehingga alveolus sering kolaps.
5. Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur lebih sering mendapat hiperbilirubinemia dibandingkan dengan bayi yang
sesuai masa kehamilannya. Hal ini mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hepar.
IX. PROGNOSIS
Prognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masa perinatal, misalnya masa gestasi
(makin muda masa gestasi/makin rendah berat badan, makin tinggi angka kematian), asfiksia,
atau iskemia otak, sindroma gangguan pernapasan, perdarahan intraventrikuler, displasia
bronkopulmonal, retrolental fibroplasias, infeksi, gangguan metabolik, (asidosis,
hipoglikemia, hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial
ekonomi, pendidikan orang tua, dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan, dan postnatal
(pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, mencegah infeksi, mengatasi gangguan
pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dan lain-lain).2,4
X. PENCEGAHAN
Untuk pencegahan BBLR dapat dilakukan beberapa intervensi dengan pendekatan faktor
resiko yang menjadi penentu terjadinya BBLR seperti Keluarga Berencana (KB), pendidikan
wanita, peningkatan kesehatan ibu dan anak melalui pelayanan antenatal, perbaikan gizi,
pemberdayaan keluarga dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasan R, Alatas H. Perinatologi. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak 3; edisi ke-4. Jakarta:
FKUI,
1985;1051-1057.
2. Wiknjasastro H, Saifuddin A B. Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam: Ilmu Kebidanan;edisi
ke-3.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawieohardjo, 2002;771-783.
3. Arifuddin J, Palada P. BBLR-LBW. Dalam: Perinatologi dan Tumbuh Kembang.
Makassar :
FKUI, 2004;9-11.
4. Behrman R E, Kliegman R M. The Fetus and the Neonatal Infant. In: Nelson textbook of
Pediatrics; 17th ed. California: Saunders. 2004;550-558.
5. Saifuddin A B, Adriansz G. Masalah Bayi Baru Lahir. Dalam: Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal; edisi ke-1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2000;376-378.