Anda di halaman 1dari 24

INFARK MIOKARD AKUT

I. Definisi
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Infark miocard akut
disebut juga sebagai nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
Infark miokard akut terjadi ketika iskemik yang biasanya timbul sebagai akibat
penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk menghasilkan nekrosis inversibel otot
jantung. Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan
oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau emboli. Miokard
merupakan jaringan otot jantung. Akut menunjukkan onset atau perjalanan waktu suatu
kelainan atau penyakit. Iskemia dapat terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur
karena trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh
embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan
oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh aterosklerosis
dan vaskulitis. Vasokonstriksi juga dapat disebabkan oleh obat-obatan. Infark miokard
merupakan perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan oksigen. Klinis sangat mencemaskan
karena sering berupa serangan mendadak umumnya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala
pendahuluan.
Epidemiologi
Infark Miokard akut merupakan penyebab kematian utama bagi laki-laki dan
perempuan di USA. Diperkirakan lebih dari 1 juta orang menderita infark miokard setiap
tahunnya dan lebih dari 600 orang meninggal akibat penyakit ini. Untungnya saat ini
terdapat pengobatan mutakhir bagi heart attack yang dapat menyelamatkan nyawa dan
mencegah kecacatan yang disebabkannya. Pengobatan paling efektive bila dimulai dalam
1 jam dari permulaan gejala.

Infark miokard akut di amerika serikat menurut Preskom Kalbe, dr.Boenyamin


Setiawan PhD, adalah sekitar 1,5 juta kasus per tahun. Jika hal ini diterapkan di
Indonesia, berarti ada sekitar 270.000 kasus/tahun (asumsi penduduk 270 juta). Di jakarta
sendiri dengan estimasi penduduk 10 juta, diperkirakan ada sekitar 10.000
kasus/tahun. Dari kasus tersebut menurut Ir. Rustiyan Oen, MBA, Managing Director RS
Mitra Keluarga Group, diperkirakan 30% harus menemui ajalnya.
II Etiologi
IMA terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani
dengan baik sehingga menyebabkab kematian sel-sel jantung tersebut. Beberapa hal yang
menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:
1. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard.
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga factor, antara lain:
A. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah
mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan
pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan arteritis. Spasme
pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat
penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal
antara lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b) stress emosional atau
nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d) merokok.
B. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh
tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari
faktor pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang
menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis
maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitrlalis,
maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardac output (COP).
Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan bebarapa
bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot
jantung.

C. Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya
angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan
pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang
menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia,
dan polisitemia.
2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi
diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP.
Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme
kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat kondisinya karena
kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak
bertambah. Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya
kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih,
emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu
terjadinya infark karea semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen,
sedangkan asupan oksien menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektif.
Faktor-faktor penyebab terjadinya infark miokard akut
1.

Suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :


Faktor pembuluh darah :
o Aterosklerosis.
o

Spasme

o Arteritis
Faktor sirkulasi :
o

Hipotensi

Stenosis aorta

insufisiensi

Faktor darah :
o Anemia
o

Hipoksemia

o
2.

polisitemia

Curah jantung yang meningkat :


Aktifitas berlebihan
Emosi
Makan terlalu banyak
Hipertiroidisme

3.

Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :


Kerusakan miokard
Hipertropi miokard
Hipertensi diastolik

Faktor resiko infark miokard akut


Secara garis besar terdapat dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk terkena
AMI, yaitu factor resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa
dimodifikasi
1.

Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi. Merupakan factor resiko yang bisa
dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang
termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
a. Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan
aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan vasokontriksi; peningkatan
tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen
jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang
rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding
yang tidak merokok.
b. Konsumsi alkohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga
moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi
adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi
semuanya masih controversial. Tidak semua literature mendukung konsep ini,

bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas


cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
c. Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative intraseluler dan
penyebab umum penyakit saluran perafasan, tampaknya berhubungan dengan
penyakit koroner aterosklerotik
d Hipertensi sistemik.
Hipertens sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak
langsung akan meningkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan
memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after
load yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
e. Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah,
peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat
aktivitas yang rendah.
f. Kurang olahraga
Aktivitas aerobik yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit
jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
g. Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar
2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya
abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan
trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan
trombogenesis).
2.

Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi. Merupakan factor resiko yang
tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya
Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun
(umumnnya setelah menopause)

Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki- laki dua kal lebih
besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen
endogen yang bersifat protectif pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi
PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setara dengan laki pada wanita
setelah masa menopause
Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelm usia 70 tahun
merupakan faktor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK
keluarga menandakan adanya predisposisi genetik pada keadaan ini. Terdapat
bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK
pada keluarga dekat
RAS
Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi
dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat
pada RAS apro-karibia
Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan
bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air,
merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban
Tipe Kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila
hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK.
Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.
Kelas sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki
terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (misal dokter, pengacara
dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk
mengalami

kematian

professional/non-manual

dini

akibat

PJK

dibandingkan

istri

pekerja

Faktor predisposisi infark miokard akut


1.

faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :

usia lebih dari 40 tahun

jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause

2.

hereditas

ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.

Faktor resiko yang dapat diubah :


Mayor :
o

hiperlipidemia

hipertensi

Merokok

Diabetes

Obesitas

Diet tinggi lemak jenuh, kalori

Minor:
o

Inaktifitas fisik

Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).

Stress psikologis berlebihan.

III. PATOGENESIS
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama
yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel.
Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya. Iskemia yang
terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner / coronary artery disease
(CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang telah terbentuk dalam
beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensupply darah dan
oksigen kepada jantung) Plaque dapat ruptur sehingga menyebabkan terbentuknya
bekuan darah pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa
menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner.

Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai bagian
otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot
jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung yang rusak itu akan
mulai mati. Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark
juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa
spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus ini
Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi obatobatan tertentu; stress emosional; merokok;

dan paparan suhu dingin yang

ekstrim, Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik
sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa menimbulkan infark jika terlambat
dalam penangananya. Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner
yang mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri koroner besar yaitu arteri koroner
kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi dua yaitu Desenden
Anterior dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri koronaria Desenden Anterior kiri berjalan
melalui bawah anterior dinding ke arah afeks jantung. Bagian ini menyuplai aliran dua
pertiga dari septum intraventrikel, sebagaian besar apeks, dan ventrikel kiri anterior.
Sedangkan cabang sirkumfleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah dinding lateral kiri
dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium kiri, seluruh dinding posterior,
dan sepertiga septum intraventrikel posterior. Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan
dari aorta sisi kanan arteri pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior
jantung. Bagian jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA,
nodus AV, septum interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan
diafragmatik ventrikel kiri.
Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan
disebabkan gangguan pada cabang desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa
disebabkan oleh lesi pada arteri koroner kanan. Berdasarkan ketebalan dinding otot
jantung yang terkena maka infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan
subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom disebut infark transmural,
sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja disebut infark subendokardial.
Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis akan

kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami iskemi (disekeliling daerah
infark).
Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai
berikut: Daya kontraksi menurun; Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark
akan menonjol keluar saat yang lain melakukan kontraksi); Perubahan daya kembang
dinding ventrikel; Penurunan volume sekuncup; Penurunan fraksi ejeksi. Gangguan
fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa factor dibawah ini: Ukuran infark jika
mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik; Lokasi Infark dinding anterior
mengurangi fungsi mekanik jantung lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian
inferior; Sirkulasi kolateral berkembang sebagai respon terhadap iskemi kronik dan
hiperperfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju miokardium.
Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka gangguan yang terjadi minimal;
Mekanisme kompensasi bertujuan untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi
perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme kompensasi jantung tidak
berfungsi dengan baik.
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian
ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi
bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke
dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu
aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi
endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel.
Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul
vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan antiproliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor,
endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit
bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan
sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang
terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor

pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam
tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma
matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh
darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya
trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi
dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian
tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah
koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi
berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis
penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner
desendens kiri berbahaya.
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun
dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal
miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih
berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri
koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi.
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan
struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon
dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat
dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini
mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan
kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan
miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang
ireversibel berakhir pada infark miokard.
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka
terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari
stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat
terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri
koroner tersumbat cepat.

Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non
STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen
arteri koroner.
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark
miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam
beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami
nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di
sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbedabeda.

IV.

Manifestasi klinis

Tanda dan gejala dari serangan jantung tiap orang tidak sama. Banyak serangan jantung
berjalan lambat sebagai nyeri ringan atau perasaan tidak nyaman. Bahkan beberapa orang
tanpa gejala sedikitpun (dinamakan silent heart attack). Akan tetapi pada umumnya
serangan AMI ini ditandai oleh beberapa hal berikut
1. Nyeri Dada
Mayoritas pasien AMI (90%) datang dengan keluhan nyeri dada. Perbedaan
dengan nyeri pada angina adalah nyer pada AMI lebih panjang yaitu minimal 30
menit, sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina
biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak.Nyeri
dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau
perasaan takut. Meskipun AMI memiliki ciri nyeri yang khas yaitu menjalar ke
lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu
nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau
penderita DM berkaitan dengan neuropati. Gambaran klinis bisa bervariasi dari
pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang
merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi syok
dan oedem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja tampak sehat lalu tibatiba meninggal. Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina
tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan
istirahat ataupun pemberian nitrogliserin. Angina pektoris adalah jeritan otot
jantung yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen
miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang
dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor
pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan
terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan
peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika
pasien sedang beristirahat.
Rasa nyeri dapat hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat
dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal
ini dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun

tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya
terasa dingin.
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,
tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang
luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien
sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tabu bahwa sesuatu yang
berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan
dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam
keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah
mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian menghilang berkurang dan bisa
pula bertahan berjam-jam malahan berhari-hari. Rasa sakitnya adalah diffus dan
bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau membor. Paling nyata
didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan atau
dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis,
cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut).
Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun bila pasienpasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya gangguan
pencernaan atau rasa benjol di dada yang samar-samar yang hanya sedikit
menimbulkan rasa tidak enak / tidak nyaman. Sekali-sekali pasien akan
mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan bukannya
tekanan pada substernal. Sekali-sekali bisa pula terjadi cekukan / singultus akibat
irritasi diapragma oleh infark dinding inferior. Pasien biasanya tetap sadar , tetapi
bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidak sadaran akibat
iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi.
Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa
untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu ) , rasa
sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak terhadap
pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak
substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan
/ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa

merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina) dan
bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.
2.

Sesak Nafas,
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic
ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi.
Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya
disfungsi ventrikel kiri yang bermakna

3.

Gejala Gastrointestinal,
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih
sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa
menyebabkan cegukan terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya.

4.

Gejala Lain Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel,
dan gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas)

5.

Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan
berkeringat , kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak
dijumpai.

6.

Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau
inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi
demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102
derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun ,kembali
normal pada akhir dari minggu pertama.

V. Diagnosis
Diagnosis infark miokard ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria,
yaitu:
1. Adanya nyeri dada
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa.
2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut,
EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST.
Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi
gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus

tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan
gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau
Non STEMI
Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika
ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya
bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai
defleksi negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut
infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak
menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan
daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya
0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1,
karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam.
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna.
Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses
depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan
terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang
berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan
dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana
elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi
elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih
negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi
daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai
gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T,
mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard.
Karena potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka
gelombang T terekam sangat tinggi.
Pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark dapat ditentukan dari
perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan gambaran EKG dapat
dilihat di Tabel di bawah.

Tabel Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG


Lokasi
Anterior
Anteroseptal
Anterolateral

Perubahan gambaran EKG


Elevasi segmen ST dan / atau gelombang Q di V1-V4/V5
Elevasi segmen ST dan / atau gelombang Q di V1-V3
Elevasi segmen ST dan / atau gelombang Q di V1-V6 dan I

Lateral

dan aVL
Elevasi segmen ST dan / atau gelombang Q di V5-V6 dan

Inferolateral

inversi gelombang T / elevasi ST / gelombang Q di I dan aVL


Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan

Inferior

V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).


Elevasi segmen ST dan / atau gelombang Q di II, III, dan

Inferoseptal

aVF
Elevasi segmen ST dan / atau gelombang Q di II, III, aVF,

True posterior

V1-V3
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di

RV infarction

V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2


Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya
ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya
tampak dalam beberapa jam pertama infark.

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen
ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi
miokard yang terkena. Bagi pria usia 40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh
elevasi segmen ST di V1-V3 2 mm dan 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun
(Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung
hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005). Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika
terdapat angina dan tidak disertai dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran
EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T,
gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat
presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST
0,5 mm di V1-V3 dan 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai
elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari
elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris 2 mm semakin
memperkuat dugaan Non STEMI.

3. Peningkatan pertanda biokimia.


Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial
dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik (Patel,
1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam
darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate
aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB
/ CKMB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan
cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum
protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.
Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik infark
miokard akut, yaitu kreatinin fosfoskinase (CPK/CK), SGOT, laktat dehidrogenase
(LDH), alfa hidroksi butirat dehidrogenase (a-HBDH), troponin T, dan isoenzim CPK
MP atau CKMB. CK meningkat dalam 4-8 jam kemudian kembali normal setelah 48-72
jam. Tetapi enzim ini tidak spesifik karena dapat disebabkan penyakit lain, seperti
penyakit muskular, hipotiroid, dan stroke. CKMB lebih spesifik terutama bila rasio
CKMB : CK > 2,5% namun nilai kedua-duanya harus meningkat dan penilaian di secara
serial dalam 24 jam pertama. CKMB mencapai puncak 20 jam setelah infark. Yang lebih
sensitif adalah penilaian rasio CKMB2 : CKMB1 yang mencapai puncak 4-6 jam setelah
kejadian. CKMB2 adalah enzim CKMB dari miokard, yang kemudian diproses oleh
enzim karboksipeptidase menghasilkan isomernya, CKMB1. Dicurigai bila rasionya >
1,5, SGOT meningkat dalam 12 jam pertama, sedangkan LDH (Lactate dehydrogenase)
dalam 24 jam pertama. Cardiac specific troponin T (cTnT) dan Cardiac specific troponin
I (cTnI) memiliki struktur asam amino berbeda dengan yang dihasilkan oleh otot rangka.
Enzim cTnT tetap tinggi dalam 7- 10 hari, sedangkan cTnI dalam 10-14 hari.4
Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus
kontraktil otot bergaris. Troponin terdiri dari 3 subunit, yaitu troponin T (39 kDa),
troponin I (26 kDa), dan troponin C (18 kDa) (Maynard, 2000). Troponin C berikatan
dengan ion Ca2+ dan berperan dalam proses pengaturan aktifasi filamen tipis selama
kontraksi otot jantung. Berat molekulnya adalah 18.000 Dalton. Troponin I yang
berikatan dengan aktin, berperan menghambat interaksi aktin miosin. Berat molekulnya
adalah 24.000 Dalton. Troponin T yang berikatan dengan tropomiosin dan memfasilitasi

kontraksi, bekerja meregulasi kontraksi otot. Berat molekulnya adalah 37.000 Dalton.
Struktur asam amino troponin T dan I yang ditemukan pada otot jantung berbeda dengan
struktur troponin pada otot skeletal dalam hal komposisi imunologis, sedangkan struktur
troponin C pada otot jantung dan skeletal identik.
VI. Terapi
a) Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada
semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman pada dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG
juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan
meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang
terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan
NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau
edema paru. Tapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistol
<90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior
pada EKG, JVP meningkat, paru bersih, dan hipotensi).
c) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan
interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping adalah konstriksi vena dan
arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga dapat terjadi pooling vena yang akan
mengurangi curah jantung dan tekanan darah arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi
dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV
dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat memberika efek samping bradikardia, blok jantung
derajat ting, terutama pada pasien dengan infark posterior. Namun hal ini dapat dicegah
dengan pemberian atropin 0,5 mg IV
d) Aspirin
merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada

spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang


dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan
dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin dapat diberikan oral dengan
dosis 75-162 mg.
e) Beta-Bloker
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian beta-bloker IV, selain nitrat
mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit
sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik
>100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma.
Limabelas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan
dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
f)

Terapi Reperfusi

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi
dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi
gagal jantung atau takiaritmia ventrikular maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien
STEMI adlah door-to-needle (atau medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi
fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon (atau medical contact-toballoon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
Tapi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih terapi reperfusi ini,
yaitu waktu onset gejala (terapi fibrinolisis sebaiknya diberikan 2 jam pertama,
sedangkan PCI boleh setelah 2 jam), risiko mortalitas pasien STEMI, risiko perdarahan,
waktu & fasilitas di RS.
Terapi Fibrinolisis
Onset < 3 jam

Terapi Invasif (PCI)


Onset > 3 jam

Tidak tersedia pilihan invasif terapi

Tersedia ahli PCI

- Kontak doctor-baloon atau door-

- Kontak doctor-baloon atau door

baloon> 90 menit

baloon< 90 menit.

- (door-baloon) minus (door-needle)

- (Doorbaloon) minus (door-needle)

lebih dari 1 jam.

< 1 jam

Tidak terdapat kontraindikasi

Kontraindikasi fibrinolisis,

fibrinolisis

termasuk resiko perdarahan dan


perdarahan intraserebral.
-stemi resiko tinggi (CHF, kilip > 3
-Diagnosis STEMI diragukan

g) Percutaneous Coronary Intervention (PCI)


Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan atau stenting tanpa didahului
fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada
STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama Infark Miokard Akut. PCI primer
lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan
dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan
trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75
tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3
jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis.
Namun demikin PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas
berdasarkan tersedianya sarana. Hanya ada di beberapa RS.
h) Terapi Fibrinolitik
Pengobatan lebih awal fibrinolisis (door-drug < 30 menit) dapat membatasi luasnya
infark, fungsi ventrikel normal, dan mengurangi angka kematian. Ada beberapa jenis obat
fibrinolitik, misalnya Streptokinase (SK), Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase),
Reteplase (Retavase), dan Tenekteplase (TNKase) Di Indonesia umumnya tersedia
Streptokinase, dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta U, dilarutkan dalam 100 cc NaCl
0,9% diberikan secara infus selama 1 jam.
VII. Komplikasi dan prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA :
Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana ; S3 gallop,
kongesti paru dan syok kardiogenik
Klasifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan
pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)

TIMI risk score, adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan
anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang
mendapat terapi trombolitik.
Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Klas
I
II
III
IV

Definisi
Tak ada tanda gagal jantung kongestif
+ S3 dan atau ronki basah
Edema paru
Syok kardiogenik

Mortalitas (%)
6
17
30-40
60-80

Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut


Klas
I
II
III
IV

Indeks Kardiak (L/min/m2)


>2,2
>2,2
<2,2
<2,2

PCWP (mmHg)
<18
>18
<18
>18

Mortalitas (%)
3
9
23
51

Komplikasi Infark Miokard Akut


a.

Gagal jantung kongestif


Apabila jantung tidak bisa memompa keluar semua darah yang diterimanya,dapat
mengakibatkan gagal jantung kongestif. Gagal jantung dapat timbul segera setelah
infark apabila infark awal berukuran sangat luas atau timbul setelah pengaktifan
refleks baro reseptor terjadi peningkatan darah kembali kejantung yang rusak serta
kontriksi arteri dan arteriol disebelah hilir. Hal ini menyebabkan darah berkumpul
dijantung dan menimbulkan peregangan berlebihan terhadap sel-sel otot jantung.
Apabila peregangan tersebut cukup hebat, maka kontraktilitas jantung dapat
berkurang karena sel-sel otot tertinggal pada kurva panjang tegangan.

b.

Disritmia
Dapat timbul akibat perubahan keseimbangan elektrolit dan penurunan PH.
Daerah-daerah dijantung yang mudah teriritasi dapat mulai melepaskan potensial
aksi sehingga terjadi disritmia.

c.

Syok Kardiogenik
Dapat terjadi apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama. Syok
kardiogenik dapat fatal pada waktu infark atau menimbulkan kematian atau

kelemahan beberapa hari atau minggu kemudian akibat gagal paru atau ginjal
karena organ-organ ini mengalami iskemia. Syok kardiogenik biasanya berkaitan
dengan kerusakan sebanyak 40% massa otot jantung.
d.

Trombo embolus
Akibat kontraktilitas miokardium berkurang. Embolus tersebut dapat menghambat
aliran darah kebagian jantung yang sebelumnya tidak rusak oleh infark semula.
Embolus tersebut juga dapat mengalir ke organ lain, menghambat aliran darahnya
dan menyebabkan infark di organ tersebut.

e.

Perikarditis.
Perikarditis terjadi sebagai bagian dari reaksi peradangan setelah cidera dan
kematian sel. Sebagian jenis perikarditis dapat timbul beberapa minggu setelah
infark, dan mungkain mencerminkan suatu reaksi hipersensitifitas imun terhadap
nekrosis jaringan. (Elizabeth,2001)

f.

Gagal jantung kiri


Hal ini jarang ditemui pada miokard akut tetapi biasanya terjadi setelah 48 jam
pada gagal jantung selain takikardi bisa terdengar bunyi jantung ketiga, krepitasi
paru yang luas dan terlihat kongesti vena paru.

g.

Gagal ventrikel kanan


Gagal ventrikel kanan ditandai oleh peningkatan tekanan vena jugularis dan sering
di temui pada hari hari pertama sesudah infark akut. Selalu bersamaan dengan
infark dinding inferior.

h.

Emboli paru / edema paru dan infark paru


Emboli paru sering merupakan penyebab kematian infark miokard akut, akhirakhir ini berkurang karena mobilisasi penderita lebih cepat. Dugaan terdapat
edema paru bila timbul hipotensi mendadak atau gagal jantung terutama ventrikel
kiri beberapa saat setelah serang infark miokard.

Daftar Pustaka
Hudak & Gallo. 1995. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. EGC : Jakarta
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Joanne C. McCloskey. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby-Year
Book
Judith M. Wilkinson. 2005. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC
Intervention and NOC Outcomes. Upper Saddle River: New Jersey

. Acute Miocard Infark.


down
load
from

http://www.healthatoz.com/ 12 September 2007


Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach.Edisi VII. Volume II.
Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
Long, B.C. Essential of medical surgical nursing : A nursing process approach. Volume
2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli
diterbitkan tahun 1989)
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarths textbook of medical
surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.Jakarta: EGC;
2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Sylvana, Fransisca dan Gabriela Da. 2005.Infark Miokard Akut. Skripsi tidak diterbitkan.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma.
Keisner, carolin. Cardiac rehabilitation.

Anda mungkin juga menyukai