Kelompok 4 :
1. Dwi Hartanto
2. Franciska Ni PutuR ( 123131026
3. Erick Wijayanto(
4. Adrian
PENDAHULUAN
Industri minyak memiliki karakteristik yang unik dibanding industrilainnya. Salah satunya
adalah mengenai aktivitas pencarian (eksplorasi) minyak dan gas bumi yang bersifat
gambling atau untung-untungan. Sejak tahun 1994 hingga tahun 2011 akuntansi minyak dan
gas bumi di Indonesia telah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 29
(revisi 1994): Akuntansi Minyak dan Gas Bumi. Pernyataan tersebut mengatur akuntansi
untuk kegiatan eksplorasi, pengembangan, produksi, pengolahan, transportasi, pemasaran dan
lain-lain.
PSAK No. 29 diadopsi dari United States Generally Accepted Accounting Principles (US
GAAP) yang memperbolehkan perusahaan untuk mengikuti baik metode Successful Efforts
(SE) maupun Full Cost (FC) dalam menetapkan perlakuan akuntansi terhadap biaya
eksplorasi minyak dan gas bumi.
International Financial Reporting Standards (IFRS) telah dijadikan kiblat standar akuntansi
baru bagi banyak negara. Tujuan dari diterapkannya IFRS ini adalah untuk meningkatkan
transparansi dan komparabilitas laporan keuangan di seluruh dunia. Sejak tahun 2008
Indonesia mulai melakukan kovergensi IFRS sebagai wujud kesepakatan pemerintah
Indonesia atas hasil pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC. Salah satu
standar akuntansi keuangan yang dikonvergensi terhadap IFRS adalah standar mengenai
minyak dan gas bumi. Oleh karena itulah pada 1 Januari 2012 PSAK No. 29 (revisi 1994)
yang berlandaskan US GAAP dicabut dan diganti dengan PSAK No. 64 (2011): Aktivitas
Eksplorasi dan Evaluasi pada Pertambangan Sumber Daya Mineral yang telah mengadopsi
IFRS 6: Exploration for and Evaluation of Mineral Resources.Perbedaan mendasar antara
PSAK No. 64 (2011) dengan PSAK No. 29 (revisi 1994) terletak pada ruang lingkupnya.
PSAK No. 29 (revisi 1994) mencakup ruang lingkup yang lebih luas, yaitu mengenai
perlakuan akuntansibagi industri minyak dan gas bumi mulai dari aktivitas eksplorasi,
pengembangan,produksi, pengolahan, transportasi, hingga pemasaran, sedangkan PSAK No.
64(2011) hanya mencakup aktivitas eksplorasi dan evaluasi saja. Hal tersebut dikarenakan
semua pengaturan dalam PSAK No. 29 (revisi 1994) saat ini telah mengacu pada Standar Ak
untansi Keuangan yang relevan sehingga dirasa tidak perlu untuk dikemukakan kembali
karena hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan Standar Akuntansi Keuangan sendiri, yaitu
membuat standar yang dapat digunakan dan diterima oleh umum, bukan industri-industri
tertentu saja. Selain itu perbedaan juga terletak pada pengakuan biaya eksplorasi dan
evaluasi. PSAK No. 64 mengakui biaya eksplorasi dan evaluasi sebagai aset, sedangkan
PSAK No. 29 mengakui biaya tersebut sebagai aset dengan negarasebagai pusat biaya
(metode Full Cost) dan sebagai aset bagi sumur yang memiliki cadangan terbukti (metode
Successful Efforts). Perlakuan akuntansi tersebut akan diterapkan terhadap biaya eksplorasi
dan biaya evaluasi mulai dari tahap pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan.
PSAK No. 64 (2011) cenderung menyajikan pernyataan secara general.
Hal tersebut merupakan konsekuensi dari diadopsinya IFRS yang menganut principle based,
bukan lagi rule based sebagaimana yang dianut US GAAP. Pernyataan yang tidak eksplisit
tersebut menyebabkan terjadinya permasalahanpermasalahan dalam praktik yang berkaitan
dengan perlakuan akuntansi bagi biaya eksplorasi dan evaluasi.
Tinjauan Pustaka
Pengertian minyak bumi yang lebih lengkap dapat dibaca dalam Pasal 1 ayat (1) Undangundang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UUMigas).
Usaha Minyak dan Gas Bumi adalah Kegiatan usaha minyak dan gas bumi (migas) dibagi
menjadi dua macam, yaitu kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir, ini terdapat di dalam
Pasal 5 UU Migas, tetapi pada kesempatan kali ini akan dibahas lebih mendalam tentang
kegiatan usaha hulu.
Kegiatan Usaha Hulu
Kegiatan usaha hulu diatur dalam pasal 1 angka 7, pasal 5 dan 6, pasal 9 sampai dengan pasal
22 UU Migas. Dimana kegiatan usaha hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau
bertumpu pada kegiatan usaha, yaitu usaha eksplorasi dan usaha eksploitasi. Tujuan kegiatan
eksplorasi adalah :
1. memperoleh informasi mengenai kondisi geologis,
2. menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi,
3. tempatnya diwilayah kerja yang ditentukan. Wilayah kerja tertentu adalah daerah
tertentu di dalam wilayah hokum pertambangan Indonesiauntuk melaksanakan
eksplorasi. Wilayah hokum pertambangan Indonesia adalah seluruh wilayah :
1. daratan,
2. perairan,
3. landas kontinen Indonesia
tujuan kegiatan eksploitasi adalah untuk menghasilkan migas dari wilayah kerja yang
ditentukan, yang terdiri atas :
1. pengeboran dan penyelesaian sumur,
2. pembangunan sarana pengangkutan,
3. penyimpanan,
4. pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi dilapangan, serta
5. kegiatan lain yang mendukungnya.
Biaya Eksplorasi
Menurut Jennings, dkk (2000: 64), biaya eksplorasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
dalam mengidentifikasi daerah yang mungkin memerlukan pemeriksaan lebih lanjut dalam
mencari cadangan minyak dan gas dan melakukan pemeriksaan terhadap daerah tertentu yang
mungkin mengandung cadangan minyak dan gas, termasuk pengeboran sumur eksplorasi dan
eksplorasi-sumur tes stratigrafi.
Jenis biaya utama yang pada umumnya terdapat dalam tahap eksplorasi, dikategorikan dalam
Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) No. 19 paragraf 17 sebagai berikut
(Gallun dan Wright, 2002:65):
1.
Biaya-biaya penyelidikan topografi, geologi, dan geofisika, biaya hak untuk mengolah
properti yang terkait dengan penyelidikan (topografi, geologi, dan geofisika), gaji dan
biaya-biaya lainnya untuk para ahli geologi, petugas geofisik, dan biaya-biaya lain yang
terkait dengan penyelidikan tersebut. Biaya-biaya tersebut secara keseluruhan disebut
sebagai biaya geologi dan geofisika (biaya G&G).
2.
4.
Biaya pemboran dan peralatan sumur eksplorasi. 5. Biaya pemboran exploratory type
stratigraphic test well (sumur tes stratigrafi).
tanah dan pengelolaan lingkungan hidup yang sudah ada pengaturannya dalam SAK lain
yang mengacu ke IFRS.
Ketentuan Pencabutan
PSAK 33: Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
pada Pertambangan Umum dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal efektif Pernyataan ini.
Pernyataan ini berlaku untuk semua entitas yang menerapkan PSAK 33: Aktivitas
Pengupasan Lapisan Tanah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pertambangan Umum.
Pengaturan untuk transaksi dan peristiwa lainnya yang ada dalam PSAK 33: Aktivitas
Pengupasan Lapisan Tanah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pertambangan Umum
mengacu ke SAK lain yang relevan.
Ketentuan Transisi
Dengan dikeluarkannya Pernyataan ini, entitas menerapkan SAK lain terkait, yang
prinsip di dalamnya menggantikan prinsip-prinsip PSAK 33: Aktivitas Pengupasan Lapisan
Tanah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pertambangan Umum, secara retrospektif.
Tanggal Efektif
Pernyataan ini berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau
setelah 1 Januari 2014.
ISAK 29: Biaya Pengupasan Lapisan Tanah dalam Tahap Produksi pada Tambang
Terbuka mengatur, ketika entitas pertambangan akan menambang pada suatu daerah tertentu,
dan harus memindahkan material tanah yang menutupi tambang. ISAK ini memberikan
panduan terkait biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan meterial tanah penutup,
apakah diakui sebagai aset atau dibebankan langsung. Bagaimana entitas harus mencatat
seluruh pengeluaran atas aktivitas pengupasan lapisan tanah jika terkait dengan persediaan
tambang atau jika tidak terkait dengan persedian tambang? Apa kriteria pengeluaran yang
boleh dikapitalisasi sesuai dengan ISAK ini? ISAK ini memberikan panduan atas pertanyaanpertanyaan tersebut.
Interpretasi ini mengatur biaya pemindahan material yang timbul dalam aktivitas
penambangan terbuka selama tahap produksi (biaya pengupasan lapisan tanah pada tahap
produksi). Beberapa isu terkait dengan biaya pengupasan lapisan tanah menjadi bahasan
dalam Interpretasi ini, di antaranya:
A. Pengakuan biaya pengupasan lapisan tanah pada tahap produksi sebagai aset;
B. Pengukuran awal aset aktivitas pengupasan lapisan tanah; dan
C. Pengukuran selanjutnya aset aktivitas pengupasan lapisan tanah.
Pengakuan Biaya Pengupasan Lapisan Tanah pada Tahap Produksi Sebagai Aset
Sepanjang manfaat dari aktivitas pengupasan lapisan tanah direalisasikan dalam
bentuk produksi persediaan, entitas mencatat biaya aktivitas pengupasan lapisan tanah sesuai
dengan prinsip-prinsip dalam PSAK 14: Persediaan. Sepanjang manfaat tersebut adalah
peningkatan akses menuju material, entitas mengakui biaya tersebut sebagai aset tidak lancar,
jika kriteria terpenuhi. Interpretasi ini merujuk aset tidak lancar tersebut sebagai aset
aktivitas pengupasan lapisan tanah.
Entitas mengakui aset aktivitas pengupasan lapisan tanah jika dan hanya jika seluruh kriteria
berikut terpenuhi :
1. Besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomik masa depan (peningkatan akses
menuju bijih mineral) yang terkait dengan aktivitas pengupasan lapisan tanah akan
mengalir kepada entitas;
2. Entitas dapat mengidentifkasi komponen bijih mineral yang aksesnya telah
ditingkatkan; dan
3. Biaya yang terkait dengan aktivitas pengupasan lapisan tanah dengan komponen
tersebut dapat diukur secara andal.
Aset aktivitas pengupasan lapisan tanah dicatat sebagai penambahan atau peningkatan
aset yang telah ada. Dengan kata lain, aset aktivitas pengupasan lapisan tanah akan dicatat
sebagai bagian dari aset yang telah ada.
Pengukuran Awal Aset Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah
Pada saat pengakuan awal entitas mengukur aktivitas pengupasan lapisan tanah pada
biaya perolehan, biaya ini merupakan akumulasi dari biaya-biaya yang secara langsung
terjadi untuk melakukan aktivitas pengupasan lapisan tanah yang meningkatkan akses
terhadap komponen mineral teridentifkasi, ditambah alokasi biaya overhead yang dapat
diatribusikan secara langsung.
Beberapa aktivitas insidentil mungkin terjadi pada saat yang bersamaan dengan
aktivitas pengupasan lapisan tanah, namun aktivitas insidentil tersebut tidak harus ada untuk
melanjutkan aktivitas pengupasan lapisan tanah sebagaimana direncanakan. Biaya yang
terkait dengan aktivitas insidentil tersebut tidak dapat dimasukkan sebagai biaya perolehan
aset aktivitas pengupasan lapisan tanah.
Ketika biaya perolehan aset aktivitas pengupasan lapisan tanah dan persediaan yang
dihasilkan tidak dapat diidentifkasi secara terpisah, maka entitas mengalokasikan biaya
pengupasan lapisan tanah pada tahap produksi antara persediaan yang dihasilkan dan aset
aktivitas pengupasan lapisan tanah menggunakan basis alokasi berdasarkan ukuran produksi
yang relevan. Ukuran produksi tersebut dihitung untuk komponen mineral teridentifkasi, dan
digunakan sebagai patokan untuk mengidentifkasi sejauh mana aktivitas tambahan yang
menciptakan manfaat di masa depan telah terjadi.
Contoh pengukuran termasuk di antaranya :
1. Biaya persediaan yang produksi dibandingkan dengan biaya ekspektasian;
2. Volume limbah yang diekstrak dibandingkan dengan volume ekspektasian, untuk
setiap volume produksi mineral; dan
3. Kandungan mineral yang diekstrak dibandingkan dengan kandungan mineral
ekspektasian, untuk setiap jumlah yang dihasilkan.
Pengukuran Selanjutnya Aset Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah
Setelah pengakuan awal, aset aktivitas pengupasan lapisan tanah dicatat menggunakan
biaya perolehan atau jumlah revaluasian dikurangi penyusutan atau amortisasi dan rugi
penurunan nilai, dengan cara yang sama seperti aset yang telah ada yang mana aset tersebut
merupakan bagiannya.
Aset aktivitas pengupasan lapisan tanah disusutkan atau diamortisasi menggunakan
dasar yang sistematis, selama masa manfaat ekspektasian dari komponen mineral yang
teridentifkasi yang menjadi lebih mudah diakses sebagai akibat dari aktivitas pengupasan
lapisan tanah. Metode unit produksi diterapkan kecuali ada metode lain yang lebih tepat.
Masa manfaat ekspektasian dari komponen mineral teridentifkasi yang digunakan
untuk menyusutkan atau mengamortisasi aset aktivitas pengupasan lapisan tanah akan
berbeda dengan masa manfaat ekspektasian yang digunakan untuk menyusutkan atau
mengamortisasi pertambangan itu sendiri dan masa manfaat dari aset tambang yang terkait.
Pengecualian terhadap hal ini adalah dalam kondisi terbatas ketika aktivitas pengupasan
lapisan tanah memberikan peningkatan akses menuju sisa mineral yang belum ditambang.
Sebagai contoh, hal ini mungkin terjadi menjelang akhir masa manfaat tambang ketika
komponen yang teridentifkasi komponen akhir dari mineral (ore body) yang akan diekstraksi.
Tanggal Efektif dan Ketentuan Transisi
Entitas menerapkan Interpretasi ini untuk tahun buku yang dimulai pada atau setelah
tanggal 1 Januari 2014. Entitas menerapkan Interpretasi ini untuk biaya pengupasan lapisan
tanah pada tahap produksi yang terjadi pada atau setelah permulaan dari periode sajian
terawal.
Pada permulaan dari periode sajian terawal, setiap saldo aset yang sebelumnya telah
diakui yang dihasilkan dari aktivitas pengupasan lapisan tanah selama tahap produksi (aset
pengupasan lapisan tanah terdahulu) diklasifkasikan kembali sebagai bagian dari aset yang
telah ada yang terkait dengan aktivitas pengupasan lapisan tanah, sejauh aset pengupasan
lapisan tanah terdahulu tersebut dapat dikaitkan dengan komponen mineral tersisa yang
teridentifkasi. Saldo tersebut disusutkan atau diamortisasi selama masa manfaat ekspektasian
dari komponen mineral utama yang teridentifkasi yang terkait dengan setiap saldo aset
pengupasan lapisan tanah terdahulu.
Jika tidak ada komponen mineral utama yang teridentifkasi yang terkait dengan aset
pengupasan lapisan tanah terdahulu, maka entitas mengakuinya dalam saldo laba awal dari
periode sajian terawal.
Case ISAK 29
PT. BAYAN RESOURCES Tbk.
DAN ENTITAS ANAK
LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
31 DESEMBER 2013,20121 JANUARI DAN 2012
b.
PSAK 29: biaya eksplorasi dan evaluasi diakui sebagai aset di dalam suatu
negara sebagai pusat biaya (full cost) dan diakui sebagai aset untuk sumur
yang mempunyai cadangan terbukti (successful efforts).
c.
PSAK 33: biaya eksplorasi dan evaluasi diakui sebagai aset jika terdapat
cadangan terbukti dan belum terdapat
Sebagian berpendapat bahwa tidak perlu dilakukan adopsi atas IFRS 6 dengan alasan
sebagai berikut:
a.
b.
Sebagian berpendapat bahwa perlu dilakukan adopsi atas IFRS 6 dengan alasan
sebagai berikut:
a.
Sehingga, hal ini dianggap tidak akan memberikan dampak yang signifikan
terhadap perlakuan akuntansi yang telah ada.
b.
Pengecualian yang diatur dalam IFRS 6 merupakan hal yang tidak relevan
untuk diadopsi ke dalam PSAK 64 karena hal ini akan mengakibatkan tidak
ada manfaatnya mengadopsi IFRS 6 jika mengadopsi juga bagian yang
dianggap kontroversial. Hal tersebut bukan merupakan alasan valid untuk
tidak mengadopsi IFRS 6.
Deskripsi
Tujuan
PSAK 64 tidak mengatur aspek akuntansi lain dari entitas yang melakukan
eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral [par.4].
Ruang
lingkup
B. Konsep Utama
1. Cakupan eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral
Seperti dikutip dari ED PSAK 64, IFRS 6 merupakan standar akuntansi yang bersifat
sementara. Saat ini masih terus dilakukan kajian oleh IASB untuk menentukan apakah
kegiatan pertambangan memerlukan standar akuntansi keuangan tersendiri atau bisa
menggunakan standar akuntansi keuangan yang ada.
Definisi eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral di dalam Lampiran PSAK 64 adalah
pencarian sumber daya mineral, termasuk barang tambang, minyak, gas alam, dan sumber
daya alam lain yang tidak dapat diperbarui.
Setelah entitas memperoleh hak kontraktual untuk mengeksplorasi pada suatu wilayah
tertentu,sebagaimana telah ditetapkan dalam kelayakan teknis dan kelangsungan usaha
komersial atas penambangan sumber daya mineral. Jika terjadi pengeluaran yang
dilakukan entitas terkait dengan eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral sebelum
dapat dibuktikan kelayakan teknis dan komersil atas penambangan sumber daya mineral,
pengeluaran ini disebut pengeluaran eksplorasi dan evaluasi.
Paragraf 9 PSAK 64 memberikan contoh pengeluaran yang termasuk dalam pengukuran
awal aset eksplorasi dan evaluasi (tidak terbatas hanya pada daftar berikut), yaitu:
1.
2.
3.
pengeboran eksplorasi;
4.
parit;
5.
Aktivitas yang terkait dengan evaluasi kelayakan teknis dan kelangsungan usaha
komersial atas penambangan sumber daya mineral.
Pengertian sumber daya mineral di dalam Lampiran PSAK 64 tidak dapat dilepaskan dari
pengertian yang ada di dalam dua undang-undang, yaitu:
a.
b.
Pengertian minyak, gas bumi, mineral, dan batubara terlihat pada Tabel II.11.
Bagaimanapun juga, pengusahaan sumber daya mineral dalam bentuk minyak dan gas
bumi mengacu pada UU No.22/2001, sedangkan pengusahaan mineral dan batubara
tunduk pada UU No. 4/2009.
Tabel II.11 Jenis dan Pengertian Sumber Daya Mineral
Jenis
Pengertian
Minyak atau Hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan
minyak
temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral
bumi
atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak
termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang
diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan
Gas Bumi
Gas Bumi
Hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan
temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan
Mineral
Batubara
Sumber: Pasal 1 angka 1 s.d. 3 UU No. 22/2001 dan Pasal 2 dan 3 UU No. 4/2009.
2. Cakupan kegiatan eksplorasi dan evaluasi pada pertambangan mineral dan batubara.
Kegiatan utama pertambangan mineral dan batubara terlihat pada uraian di bab
sebelumnya. Setiap kegiatan pertambangan harus berdasarkan izin. Ada tiga bentuk izin
pertambangan yang berlaku, yaitu IUP (Izin Usaha Pertambangan), IPR (Izin
Pertambangan Rakyat), dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus). Selain ketiga izin
tersebut, masih ada dua izin lainnya yang berasal dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Kedua izin pertambangan
tersebut adalah kontrak karya dan perjanjian karya perjanjian karya pengusahaan
pertambangan batubara (PKP2B).
Pasal 169 UU 4/2009 di antaranya menjelaskan bahwa pada saat UU 4/2009 mulai
berlaku,yaitu 12 Januari 2009, kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan
pertambangan batubara (PKP2B) yang telah ada sebelum berlakunya UU 4/2009 tetap
diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian. Ketentuan yang
tercantum dalam pasal kontrak karya dan PKP2B disesuaikan selambat-lambatnya 1 (satu)
tahun sejak UU 4/2009 diundangkan kecuali mengenai penerimaan negara.
Jika dikaitkan antara definisi eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral dengan
kegiatan utama pertambangan mineral dan batubara di dalam Tabel II.11, PSAK 64
diterapkan untuk kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Ketiga
tahapan tersebut harus berdasarkan IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi. IPR sepertinya
tidak relevan dengan penerapan PSAK 64 karena pemegang IPR terdiri dari penduduk
setempat, baik orang perseorangan maupun kelompok masyarakat, serta koperasi.
C. Perlakuan Akuntansi
Perlakuan akuntansi dalam Tabel II.12 dikutip dari paragraf-paragraf di dalam PSAK 64 yang
dicetak dengan huruf tebal dan miring yang mengatur prinsip-prinsip utama. Meskipun
demikian, ada beberapa paragraf yang hurufnya tidak dicetak tebal dan miring juga, tetapi
tetap dikutip untuk lebih memperjelas perlakuan akuntansinya.
Tabel II Perlakuan Akuntansi Aset Eksplorasi dan Evaluasi Menurut PSAK 64
Perihal
Pengakuan
Deskripsi
Ketika mengembangkan kebijakan akuntansinya, entitas mengakui aset
eksplorasi dan evaluasi menggunakan PSAK 25 (Revisi 2009): Kebijakan
Pengukuran
Komponen
biaya
perolehan
Pengukuran
Setelah
Pengakuan
Perubahan
Kebijakan
Akuntansi
Penyajian
Penurunan nilai aset eksplorasi dan evaluasi diuji ketika fakta dan
kondisi menyatakan bahwa jumlah tercatat aset eksplorasi dan
evaluasi melebihi jumlah terpulihkan. Ketika fakta dan kondisi
menyatakan bahwa jumlah tercatat aset eksplorasi dan evaluasi
melebihi jumlah terpulihkan, entitas mengukur, menyajikan dan
mengungkapkan setiap rugi penurunan nilai sesuai dengan PSAK 48
(revisi 2009): Penurunan Nilai Aset, kecuali seperti yang disajikan
dalam paragraf 21 [par.18].
Secara umum ringkasan pengaturan dalam ED PSAK 64 : Eksplorasi dan Evaluasi Sumber
Daya Mineral adalah sebagai berikut :
Perihal
Perlakuan Akuntansi
Ruang Lingkup
Pengukuran selanjutnya
Penurunan Nilai
Contoh Kasus
Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi
dapat disimpulkan bawa PT. Antam P(Persero), Tbk pengakuan atas biaya eksplorasi
dan eikploitasi sudah sesuai.
3.
Contoh Kasus :
Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi
Par 9 : Pengeluaran yang terkait dengan pengembangan sumber daya mineral tidak diakui
sebagai aset eksplorasi dan evaluasi. Kerangka dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan dan PSAK 19 (revisi : 2010) : Aset Tak Berwujud memberikan
panduan pengakuan aset yang timbul dari pengembangan.
Laporan Keuangan
Note :
(b) kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui
karena:
(i) tidak terdapat kemungkinan besar entitas mengeluarkan sumber daya yang mengan
dung manfaat ekonomis (selanjutnya disebut sebagai sumber daya) untuk
menyelesaikan kewajibannya; atau
(ii) jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.
Pengukuran
1. Estimasi terbaik
Jumlah yang diakui sebagai provisi adalah hasil estimasi terbaik pengeluaran yang
diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban kini pada akhir periode pelaporan. (par
36)
2. Risiko dan Ketidakpastian
Jumlah yang diakui sebagai provisi adalah hasil estimasi terbaik pengeluaran yang
diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban pg yg kini pada akhir periode pelaporan.
(par 42)
3. Nilai Kini
Jika dampak nilai waktu uang cukup material maka jumlah Jika dampak nilai waktu
uang cukup material, maka jumlah provisi adalah nilai kini dari perkiraan pengeluaran
yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban. (par 45)
4. Peristiwa Masa Depan
Peristiwa masa depan yang dapat mempengaruhi jumlah yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu kewajiban harus tercermin dalam jumlah provisi jika ada bukti
obyektif bahwatercermin dalam jumlah provisi jika ada bukti obyektif bahwa
peristiwa itu akan terjadi. (PSAK 57 par 48)
5. Rencana Pelepasan Aset
Keuntungan sehubungan dengan rencana pelepasan aset tidak boleh dipertimbangkan
dalam menghitung suatu provisi (PSAK 57 par 51)