Mekanisme Seluler Dalam Patogenesis Asma Dan Rinitis - Ok PDF
Mekanisme Seluler Dalam Patogenesis Asma Dan Rinitis - Ok PDF
PENDAHULUAN
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.1-3 Rinitis alergi adalah kumpulan gejala pada hidung setelah
terpajan alergen menyebabkan inflamasi yang dimediasi oleh immunoglobulin
(Ig)E. Terdapat tiga gejala utama yaitu bersin, hidung tersumbat dan mucous
discharge.3
Mukosa hidung dan bronkus memiliki banyak kemiripan. Kebanyakan
pasien asma mempunyai gejala rinitis yang mendukung konsep one airway one
disease. Akan tetapi tidak semua pasien rinitis menderita asma.4 Penelitian
epidemiologis menunjukkan bahwa asma dan rinitis sering terjadi bersamaan
pada setiap negara. Prevalensi penderita asma tanpa rinitis kurang dari 2%
sedangkan penderita asma dengan rinitis berkisar antara 10%-40%. Pasien
dengan rinitis persisten lebih banyak menderita asma.5
Anak dan dewasa yang menderita asma dan rinitis secara bersamaan
lebih banyak pergi ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan lebih lanjut
dibanding menderita asma saja. Suatu penelitian menemukan pasien tersebut
lebih banyak tidak masuk kerja dan menurunkan produktivitasnya tetapi dalam
penelitian lain tidak menemukan hal tersebut.6
Terdapat beberapa perbedaan dan persamaan antara mukosa hidung dan
bronkus dalam patogenesis asma dan rinitis. Kebanyakan pasien asma
mempunyai riwayat rinitis tetapi hanya sedikit pasien rinitis menderita asma
meskipun kebanyakan mempunyai riwayat hiperreaktivitas bronkus. Interleukin
(IL)-5 dan vascular endothelial growth factor merupakan sitokin penting dalam
terjadinya hiperreaktivitas bronkus pada pasien rinitis alergi. Jumlah yang rendah
IL-4
dan
IL-13
berhubungan
dengan
ketiadaan
gejala
asma
dengan
mempunyai hiperreaktivitas
bronkus terhadap metakolin atau histamin, terutama selama dan beberapa saat
setelah musim serbuk sari (pollen season).8 Pasien dengan perennial rhinitis
memiliki reaktivitas bronkus yang lebih tinggi dibanding pasien seasonal
rhinintis.9
HYGIENE HYPOTHESIS
Hubungan antara awal kehidupan dan perkembangan alergi sudah
banyak diteliti. Strachan merupakan orang yang pertama kali mengemukakan
teori hygiene hypothesis. Teori tersebut mengatakan infeksi dan kontak dengan
lingkungan yang tak higienis dapat melindungi diri dari perkembangan alergi.10
Hipotesis tersebut berdasarkan pemikiran
didominasi oleh sitokin T helper (Th)2. Setelah lahir pengaruh lingkungan akan
mengaktifkan respons Th1 sehingga akan terjadi keseimbangan Th1/Th2.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa insidensi asma menurun akibat infeksi
tertentu (M. tuberculosis, measless atau hepatitis A) dan penurunan penggunaan
antibiotik. Ketiadaan kejadian tersebut menyebabkan keberadaan Th2 menetap.
Sehingga keseimbangan akan bergeser kearah Th2, merangsang produksi
antibodi IgE untuk melawan antigen lingkungan seperti debu rumah dan bulu
kucing.11 Untuk lebih jelasnya faktor yang menentukan keseimbangan sitokin tipe
Th1 dan Th2 dapat dilihat dalam gambar 1 di bawah.
Sel Th1 dan Th2 menghambat perkembangan satu sama lain. Produksi
IgE pada penderita atopi meningkat sehingga mempengaruhi keseimbangan Th2
dan Th1. Perkembangan sekresi Th2 memerlukan IL-4. Sitokin ini dihasilkan oleh
plasenta untuk mencegah penolakan imunologis janin. Menetapnya Th2 plasenta
berhubungan dengan perubahan nutrisi sehingga tidak terbentuk Th1, ini
merupakan faktor utama peningkatan prevalensi penyakit alergi dalam 30 40
tahun terahir. Faktor lain adalah turunnya infeksi berat pada bayi dan interaksi
antara alergen dan polusi udara yang cenderung untuk terjadi sensitisasi. Infeksi
akan
menyebabkan
peningkatan
respons
Th1
dan
akan
menurunkan
Sel efektor imun utama yang bertanggung jawab terhadap reaksi alergi
baik di hidung maupun paru adalah sel mast, limfosit T dan eosinofil. Setelah
seseorang mengalami sensitisasi, IgE disintesis kemudian melekat ke target sel.
Pajanan alergen mengakibatkan reaksi yang akan melibatkan sel-sel tersebut di
atas. Sitokin atau kemokin yang berperan dalam perkembangan, recruitment dan
aktivasi eosinofil adalah IL-3, IL-4, IL-5, IL-13, granulocyte-machrophage colony
stimulating factor (GM-CSF), eotaksin dan regulation on activation normal T cell
expressed and secreted (RANTES).7
masuk ke
saluran napas melalui pengaruh beberapa kemokin dan sitokin seperi RANTES,
eotaksin, monocyte chemotactic protein (MCP)-1 dan macrofag inflamatory
protein (MIP)-1 yang dilepas oleh sel epitel. Eosinofil teraktivasi melepaskan
mediator inflamasi seperti leukotrien dan protein granul untuk menciderai saluran
napas. Survival eosinofil diperlama oleh IL-4 dan GM-CSF, mengakibatkan
inflamasi saluran napas yang persisten.14 Untuk keterangan lebih jelas tentang
proses inflamasi saluran napas dapat dilihat pada gambar di bawah.
MEDIATOR
RINITIS
HISTAMIN
ASMA
BRONKOKONSTRIKSI, EKSUDASI
PROTEIN PLASMA, SEKRESI
MUKUS
BRONKOKONSTRIKSI, EKSUDASI
PROTEIN PLASMA, SEKRESI
MUKUS
KININS
OBSTRUKSI
BRONKOKONSTRIKSI, BATUK
PROSTAGLANDINS
OBSTRUKSI
ENDOTELIN
BRONKOKONSTIKSI
Dikutip dari 12
dengan pajanan alergen oleh antigen presenting cell (APC) ke sel Th2CD4,
selanjutnya terjadi pengeluaran sitokin yaitu IL-3, IL-5 dan GM-CSF. Interleukin 5
dan GM-CSF menyebabkan penarikan dan aktivasi eosinofil. Eosinofil yang
teraktivasi
mengeluarkan
berbagai
growth
factor,
enzim
elastase
dan
Sel basofil memainkan peranan penting reaksi tipe lambat ini pada
saluran napas atas tapi tidak pada saluran napas bawah. Meskipun demikian
respons tipe lambat baik pada saluran napas atas maupun bawah diwujudkan
oleh masuknya sel inflamasi terutama sel eosinofil ke dalam saluran napas dan
peningkatan reaktifitas saluran napas.19 Infiltrasi eosinofil pada rinitis alergi dan
asma dapat timbul akibat pelepasan berbagai mediator dan sitokin dari sel mast,
limfosit T, sel epitel dan kalau dari saluran napas dari sel otot polos. Kerusakan
jaringan baik pada rinitis maupun asma dimediasi oleh eosinofil.20
Manfaat leukotrien sebagai kemoatraktan untuk eosinofil dan mediator
yang dihasilkan oleh eosinofil adalah terbatas. Leukotrien mempunyai banyak
cara kerja biologis yang penting dalam menyebabkan patofisiologi asma dan
rinitis. Salah satunya adalah mempunyai kemampuan menyebabkan atau
meningkatkan kontraksi otot polos, sekresi mukus, permeabilitas pembuluh
darah dan infiltrasi sel. Enzim 5-Lipooxygenase (5-LO) merupakan enzim penting
dalam menghasikan leukotrien. Inhibisi kerja 5-LO atau antagonis kerja cysteinyl
leukotrien pada receptornya (cysteinil LT1) mempunyai efek yang bermakna
pada penderita rinitis dan asma.7
Mekanisme aktivasi eosinofil pada saluran napas atas dan bawah masih
belum banyak diketahui tetapi mekanisme utamanya tampak sama dan
9
10
Faktor lain yang menyebabkan perbedaan respons pada hidung dan paru
adalah ukuran saluran napas, suplai darah permukaan dan pajanan lingkungan.
Perbedaan penting lainnya adalah lamanya sel inflamasi, mediator dan sitokin
tinggal dan mekanisme perbaikan epitel setelah proses inflamasi. Terdapat
waktu tinggal sel inflamasi dan perbaikan kerusakan epitel yang lebih lama pada
saluran napas bawah dibanding atas setelah terpajan antigen.7
Perbedaan epitel saluran napas atas dan bawah adalah dalam hal
epithelial shedding dan heterogenitas epitel. Epithelial shedding pada asma lebih
sering terjadi daripada rinitis alergi. Epitel saluran napas bawah menghasilkan
zat yang menyebabkan bronkokonstriksi antara lain mediator lipid, endotelin dan
sitokin yang akan menyebabkan perburukan gejala. Hal tersebut tidak terjadi
pada saluran napas atas. Heterogenitas epitel saluran napas bawah yang lebih
besar daripada atas akan menyebabkan durasi inflamasi yang lebih lama.7
Perbedaan penting lainnya adalah keterlibatan otot polos. Otot polos
saluran napas merupakan sel sekresi yang merupakan bagian dari proses
autokrin. Saluran napas atas mempunyai sedikit otot polos berakibat terdapat
perbedaan gejala rinitis alergi dan asma. Otot polos saluran napas dapat
menghasilkan RANTES, eotaksin, GM-CSF dan prostaglandin E2 (PGE2) yang
bisa berperan dalam bronkokonstriksi maupun bronkodilatasi.7
11
12
Sitokin sering berpengaruh terhadap sintesis dan efek sitokin yang lain.
Efek sitokin dapat lokal maupun sistemik. Sinyal luar mengatur ekspresi reseptor
sitokin atau respons sel terhadap sitokin. Efek sitokin
13
Berikut ini akan dibahas peran dari masing-masing sitokin tersebut di atas.
1. Sitokin Th2
Di antara sitokin yang dihasilkan oleh Th2, IL-4 dan IL-5 mempunyai
peranan yang paling penting.13
Interleukin-4
Interleukin-4 merupakan sitokin utama dalam patogenesis respons alergi.
Hal tersebut berhubungan dengan sekresi IgE oleh limfosit B. Respons imun
yang dimediasi oleh IgE ditingkatkan oleh IL-4 melalui kemampuannya
memperbaiki reseptor IgE di permukaan sel. Reseptor tersebut antara lain
reseptor IgE yang dengan afinitas rendah (FcRI, CD23) pada limfosit B dan sel
mononuklear, serta reseptor IgE dengan afinitas tinggi terhadap sel mast dan
basofil. Aktivasi sel mast tergantung IgE yang dirangsang oleh IL-4 ini
mempunyai peran yang penting dalam perkembangan reaksi alergi tipe cepat.
Mekanisme lain dimana IL-4 menyebabkan obstruksi saluran napas adalah
melalui induksi gen musin dan hipersekresi mukus. Interleukin-4 meningkatkan
ekspresi eotaksin dan sitokin inflamasi yang lain dari fibroblas yang akan
menyebabkan inflamasi dan airway remodelling.23
Aktivitas IL-4 yang penting dalam merangsang inflamasi pada pasien
asma adalah melalui rangsangan vascular cell adhesin molecule (VCAM)-1
pada endotel vaskuler.24 Melalui interaksi VCAM-1, IL-4 secara langsung
menyebabkan migrasi limfosit T, monosit, basofil dan eosinofil ke daerah
inflamasi. Interleukin-4 juga menghambat apoptosis eosinofil dan menyebabkan
inflamasi eosinofilik dengan merangsang kemotaksis dan aktivasi eosinofil
melalui peningkatan ekspresi eotaksin.25
Aktivitas biologis IL-4 yang penting dalam perkembangan inflamasi alergi
adalah kemampuannya mengendalikan diferensiasi sel limfosit T helper tipe Th0
menjadi Th2. Sel Th2 ini bisa mensekresikan IL-4, IL-5, IL-9 dan IL-13 tetapi tidak
bisa mensekresikan IFN-.26
14
Interleukin -5
Peran utama IL-5 adalah dalam hal maturasi eosinofil di sumsum tulang
dan pelepasannya ke darah. Interleukin-5 pada manusia bekerja hanya pada
eosinofil dan basofil yang akan menyebabkan maturasi, pertumbuhan, aktivasi
dan kemampuan hidupnya.13 Pasien asma atopi mempunyai peningkatan
ekspresi sitokin tipe Th2 (IL-2, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF) pada cairan
bronchoalveolar lavage (BAL) maupun biopsi bronkus dibanding dengan orang
normal, tetapi tidak ada perbedaan dalam ekspresi sitokin Th1. Pasien asma
atopi berhubungan dengan aktivitas IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.28 Gen mRNA
IL-5 juga ditemukan pada eosinofil dan sel mast jaringan yang teraktivasi pada
pasien dermatititis alergi, rinitis alergi dan asma. Hal ini meningkatkan dugaan
bahwa IL-5 terdapat pada pasien atopi.13
Interleukin-5 merupakan sitokin utama yang mengaktifkan eosinofil pada
respons tipe lambat setelah pajanan antigen. Interleukin-5 merupakan sitokin
penting dalam recruitment dan survival eosinofil. Sebaliknya IL-5 tidak penting
dalam respons inflamasi tipe cepat pada pasien asma. Interleukin-5 tidak
didapatkan di cairan BAL pada pasien asma ringan segera setelah terpajan
alergen. Interleukin-5 juga berperan penting dalam recruitment eosinofil dari
darah ke jaringan. Hal ini dibuktikan dengan pemberian lokal recombinant human
IL-5 di hidung pada pasien rinitis alergi merangsang akumulasi eosinofil dalam
mukosa hidung. Interleukin-5 juga merangsang aktivasi eosinofil yang berada di
jaringan yang mengalami inflamasi.28
Interleukin-13
Kadar IL-13 juga meningkat pada pasien asma dan mempunyai aktivitas
biologis yang sangat mirip dengan IL-4. Hal ini bisa dilihat dari struktur
reseptornya. Terdapat bukti bahwa kloning DNA terhadap IL-13 yang
memperlihatkan bahwa reseptor IL-4 rantai merupakan komponen reseptor IL13. Pemberian antagonis reseptor IL-4 dapat menghambat reseptor IL-4 maupun
IL-13.29 Peran IL-13 terhadap asma diantaranya adalah :
15
Interleukin-9
Interleukin-9 dihasilkan oleh Th2 dan eosinofil. Interleukin-9 merangsang
proliferasi sel T yang telah teraktivasi, meningkatkan produksi IgE dari sel B,
merangsang proliferasi dan diferensiasi sel mast dan merangsang ekspresi
kemokin CC di sel epitel paru. Interleukin-9 berperan dalam hiperplasia sel
goblet dan perkembangan sel mast.30 Pengaruh IL-9 terhadap asma adalah
sebagai berikut :30
1. Merangsang proliferasi sel T yang teraktivasi.
2. Meningkatkan produksi imunoglobulin E
3. Mengatur rantai pada reseptor FcRII
4. Meningkatkan ekspresi IL-5, deferensiasi dan survival eosinofil
5. Merangsang proliferasi dan deferensiasi sel mast
6. Merangsang ekspresi kemokin CC pada epitel paru.
16
2. Sitokin proinflamasi
Sitokin lain yang berperan dalam patogenesis asma adalah sitokin
proinflamasi yaitu TNF- dan IL-1. Pengaruh TNF- diantaranya recruitment
leukosit melalui pengaturan molekul adhesi pada sel endotel vaskuler dan
merangsang sintesis sitokin dan kemokin. Sitokin TNF- juga bisa merangsang
sel mesenkim seperti fibroblas atau sel otot polos. Hal ini akan menyebabkan
airway remodelling. Inhalasi TNF- pada orang sehat menyebabkan peningkatan
hiperresponsivitas saluran napas dan jumlah neutrofil sputum.31`
Bukti menunjukkan bahwa TNF- merupakan elemen penting dalam
menentukan derajat keparahan asma. Sampel sputum dan biopsi dari pasien
asma berat menunjukkan peningkatan jumlah neutrofil. Salah satu perangsang
utama dalam recruitmen neutrofil adalah pajanan endotoksin. Keparahan gejala
asma berhubungan dengan endotoksin dalam debu rumah dibanding alergen.
Penelitian pada hewan menunjukkan efek yang dimediasi endotoksin terjadi
karena terlepasnya TNF- endogen.32 Serangan asma akut juga dipengaruhi
oleh jumlah TNF-. Penelitian terhadap cairan BAL pasien asma terpasang
ventilator karena asma berat terdapat peningkatan kadar neutrofil dan sitokin
pro-inflamasi seperti TNF-.33
Sitokin GM-CSF merupakan salah satu colony stimulating factor (CSF)
yang bekerja dalam mengatur pertumbuhan, diferensiasi dan aktivasi sel
hematopoetik termasuk sel inflamasi seperti eosinofil dan neutrofil. Sitokin GMCSF dihasilkan oleh beberapa sel saluran napas yaitu makrofag, eosinofil, sel T,
fibroblas, sel epitel, sel endotel dan sel otot polos saluran napas. Sitokin tersebut
juga bisa memperlama daya tahan hidup sel eosinofil. Sitokin GM-CSF dapat
merangsang pelepasan anion superoksid dan cys-LTs dari eosinofil. Sitokin GMCSF dapat merangsang sintesis dan pelepasan beberapa sitokin lain termasuk
IL-1 dan TNF- dari monosit. Ekspresi gen GM-CSF pada epitel tikus dengan
menggunakan vektor adenovirus menyebabkan akumulasi eosinofil dan
makrofag yang berhubungan dengan fibrosis yang irreversibel. Hal ini
17
Imunomodulatory cytokine
Inflamasi saluran napas tidak hanya dirangsang oleh peningkatan
ekspresi sitokin Th2 tetapi juga oleh penurunan ekspresi sitokin yang
berlawanan. Immunomodulatory cytokines penting yang terlibat adalah IL-12,
IL-18, interferon gamma (IFN-) dan IL-10.1
IgE
yang
tergantung
IL-4.
Hal
tersebut
akan
menghambat
Interleukin-10
Interleukin-10
merupakan
sitokin
yang
mempunyai
potensi
untuk
menurunkan proses inflamasi yang diatur oleh Th1 maupun Th2. Interleukin-10
juga mempunyai efek yang menguntungkan dalam airway remodelling. Sitokin
18
IL-10 menurunkan sintesis kolagen tipe I dan proliferasi otot polos vaskuler.37
Efek IL-10 terhadap respons saluran napas masih kontradiksi.13 Satu penelitian
menunjukkan bahwa IL-10 menurunkan respons saluran napas,34 tetapi
penelitian lain mendapatkan bahwa IL-10 menaikkan respons saluran napas
yang dinduksi alergen meskipun terdapat penurunan recruitment eosinofil.39
Dari keterangan terebut di atas dapat disimpulkan bahwa kejadian asma
tidak hanya dipengaruhi oleh peningkatan sitokin Th2 tapi juga oleh penurunan
immunomodulatory cytokine.13 Untuk lebih jelasnya peran sitokin dalam
patogenesis asma dapat dilihat pada gambar 9.
3. Growth factor
Asma kronik berhubungan dengan airway remodeling dengan terjadi
fibrosis (terutama dibawah epitel), penebalan lapisan otot polos saluran napas,
peningkatan jumlah mucus-secreting cell dan angiogenesis. Perubahan ini
sebagai akibat growth factor yang disekresikan oleh sel inflamasi dan sel saluran
napas.35 Growth factor yang berperan yaitu platelet-derived growth factor (PDGF)
dan trasnsforming growth factor (TGF)-.
19
epitel saluran napas dan sel otot polos vaskuler. Beberapa rangsangan seperti
IFN- dari makrofag alveoli, hipoksia, basic fibroblast growth factor (bFGF), stres
mekanik sel endotel, TNF, IL-1 dan TGF- fibroblas dapat merangsang
pelepasan PDGF. Jumlah reseptor PDGF diatur oleh TGF- yang dapat
meningkatkan ekspresi resptor PDGF kulit manusia. Platelet-derived growth
factor mengaktivasi fibroblas untuk berproliferasi dan mensekresi kolagen pada
otot
saluran
napas.
Kemampuannya
mengekspresikan
TGF-
dapat
fibrosis
untuk
meningkatkan
sintesis
dan
sekresi
matriks
34
untuk memproduksi sitokin lain seperti TNF-, TGF dan PDGF-B dan IL-1.
Sitokin TGF- mempunyai cara kerja kompleks pada sistem imun. Sitokin
TGF-1 menghambat sel T dan B. Sitokin TGF- menghambat proliferasi IL-1dependent lympocyte, menghalangi perangsangan resptor IL-2 di sel T yang
dimediasi IL-2, menghambat proliferasi sel otot polos saluran napas.34
20
Limfokin
Pengaruh
*IL-2
*IL-3
*IL-4
*IL-5
Maturasi eosinofil
Menurunkan apoptosis eosinofil
Hiperreaktivitas bronkus meningkat
*IL-13
Mengativasi eosinofil
Menurunkan apoptosis eosinofil
Menaikkan IgE
*IL-15
Seperti IL-2
*IL-16
Migrasi eosinofil
Growth factor dan kemotaksis sel T (CD4)
Sitokin proinflamasi
*IL-1
*TNF-
*IL-6
21
*IL-11
*GM-CSF
*SCF
Sitokin inhibisi
*IL-10
*IL-Ira
*IFN-
*IL-18
Growth factor
*PDGF
*TGF-
22
Proliferasi fibroblas
Kemoaktraktan monosit, fibroblas dan sel mast
Menurunkan proliferasi otot polos saluran napas
4. Kemokin
Kemokin merupakan sitokin kemotaksis yang berperan dalam menarik sel
inflamasi ke jaringan. Recruitment sel inflamasi ke dalam mukosa saluran napas
memerlukan kerjasama dengan aktivitas imunoregulasi sel Th2, ekspresi molekul
adhesi pada endotel vaskuler dan aktivitas kemokin. Berdasar jumlah dan letak
sistein dalam urutan asam amino, kemokin dikategorikan sebagai C, CC, CCX
atau CX3C. Kemokin CXC atau kemokin- berfungsi menarik neutrofil sehingga
berhubungan dengan proses inflamasi akut. Saat ini yang menjadi perhatian
dalam proses inflamasi alergi terfokus pada kemokin CC atau kemokin-.
Kemokin tersebut mempunyai aktifitas kemotaktik terhadap eosinofil, sel dendrit,
limfosit T, basofil dan monosit. Beberapa kemokin CC melekat pada reseptor
CCR3, seperti RANTES, MCP-3, MCP-4 dan ligan spesifik CCR3 yaitu eotaksin.
Pelepasan eotaksin berhubungan dengan derajat hiperresponsivitas bronkus.
Blokade reseptor CCR3 menggunakan antibodi monoklonal atau modifikasi
protein RANTES seperti Met-RANTES atau AOP-RANTES terbukti efektif pada
percobaan binatang.13
KESIMPULAN
1. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya.
2. Rinitis alergi adalah kumpulan gejala pada hidung setelah terpajan alergen
sehingga merangsang inflamasi yang dimediasi IgE.
3. Asma dan rinitis alergi mendukung konsep one airway one disease.
4. Terdapat persamaan dan perbedaan mukosa hidung dan bronkus dalam
patogenesis asma dan rinitis alergi.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma pedoman, diagnosis dan penatalaksaan di
Indonesia. Jakarta : Balai penerbit UI, 2003.
2. Boushey HA, Corry DB, Fahy JV. Asthma. In: Murray JF, Nadel JA, Mason RJ, Boushey HA,
th
24
17. Jay WH. Eosinophil-dependent bromination in the pathogenesis of asthma. J Clinic Invest
2000; 105: 1331-2.
18. Millos F, Snezana C. The role of eosinophil in asthma. Medicine and biology 2001; 8: 6-10.
19. Iliopoulos O, Proud J F, Adkinson PS, Norman A, Kagey-Sobotka LM, Naclerio RM.
Relationship between the early, late and rechallenge reaction to nasal challenge with antigen:
observations on the role of inflammatory mediators and cells. J Allergy Clin Immunol 1999;
86: 85161.
20. Kroegel C, Virchow JC, Luttmann W, Walker C, Warner JA. Pulmonary immune cells in
health and disease: the eosinophil leukocyte. Eur Respir J 1998; 7: 51943.
21. Shaver JR., Zangrilli JG, Cho SK, Cirelli RA, Pollice M, Hastie J et al. Kinetics of the
development and recovery of the lung from IgE-mediated inflammation: dissociation of
pulmonary eosinophilia, lung injury, and eosinophil-active cytokines. Am J Respir Crit Care
Med 1997; 155: 4428.
22. Flood PT. Role of eosinophil and asthma airway remodeling. Am J Respir Crit Care Med
2003; 167: 199-204.
23. John M S, Hirst J, Jose PJ, Robichaud A, Berkman N, Witt C, Twort HC et al. Human
airwaysmooth muscle cells express and release RANTES in response to Thelper 1 cytokines:
regulation by T helper 2 cytokines and corticosteroids..J Immunol 1999; 158:18417.
24. John WS, Larry B. Th2 cytokines and asthma Interleukin-4: its role in the pathogenesis of
asthma, and targeting it for asthma treatment with interleukin-4 receptor antagonists.
Respiratory Research 2001; 2: 66-70.
25. Moser R, Fehr J, Bruijnzeel PL. IL-4 controls the selective endothelium driven transmigration
of eosinophils from allergic individuals. J Immunol 1992 ;149: 1432-8.
26. Hoontrakoon R, Kailey J, Bratton D. IL-4 and TNF- synergize to enhance eosinophil survival
J Allergy Clin Immunol 1999;103: 239-41.
27. Seder RA, Paul WE, Davis MM, Fazekas GB. The presence of interleukin 4 during in vitro
+
priming determines the lymphokine-producing potential of CD4 T cells from T cell receptor
transgenic mice. J Exp Med 1992; 176:1091-8.
28. Scott G, Shelby PU, Francis MC, Richard WC, Robert WE. Th2 cytokines and asthma The
role of interleukin-5 in allergic eosinophilic disease. Respir Res 2001; 2(2): 719.
29. Humbert M, Durham SR, Kimmitt P, et al. Elevated expression of messenger ribonucleic acid
encoding IL-13 in the bronchial mucosa of atopic and nonatopic subjects with asthma. J
Allergy Clin Immunol 1997; 99: 65765.
30. Yuhong Z, Michael M, Roy CL. Th2 cytokines and asthmaInterleukin-9 as therapeutic target
for asthma. Respir Res 2001;2:804
25
31. Amrani Y, Panettieri RA Jr, Frossard N, Bronner C. Activation of the TNF Alpha-P55 receptor
induces myocyte proliferation and modulates agonist-evoked calcium transients in cultured
human tracheal smoothmuscle cells. Am J Respir Cell Mol Biol 1996; 15: 5563.
32. Jatakanon A, Uasuf C, Maziak W, Lim S, Chung KF, Barnes PJ. Neutrophilic inflammation in
severe persistent asthma. Am J Respir Crit Care Med 1999; 160: 15329.
33. Tillie-Leblond I, Pugin J, Marquette CH. Balance between proinflammatory cytokines and
their inhibitors in bronchial lavage from patients with status asthmaticus. Am J Respir Crit
Care Med 1999; 159: 48794.
34. Peter JB, Fan CK, Clive PP. Inflammatory mediators of asthma: An update. The American
society for pharmacology and experimental therapeutics 1999; 50: 515-96
35. Kips JC, Brusselle GJ, Joos GF. Interleukin-12 inhibits antigen-induced airway hyperresponsiveness in mice. Am J Respir Crit Care Med 1996; 153: 5359.
36. Kodama T, Matsuyama T, Kuribayashi K. IL-18 deficiency selectively enhances allergeninduced eosinophilia in mice. J Allergy Clin Immunol 2000; 105: 4553.
37. Koulis A, Robinson DS. The anti-inflammatory effects of interleukin-10 in allergic disease.
Clin Exp Allergy 2000; 30: 74750.
38. Tournoy KG, Kips JC, Pauwels RA. Endogenous interleukin-10 suppresses allergen-induced
airway inflammation and nonspecific airway responsiveness. Clin Exp Allergy 2000; 30: 775
83.
39. Scott MR, Justice JP, Bradfield JF, Enright E, Sigounas A, Sur S. IL-10 reduces Th2 cytokine
production and eosinophilia but augments airwayreactivity in allergic mice. Am J Physiol Lung
Cell Mol Physiol 2000; 278: 66774.
26