FRAKTUR FEMUR
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang normal yang terjadi karena
adanya tekanan yang besar, dimana tulang tidak dapat menahan tekanan tersebut dan
disertai dengan perlukaan jaringan sekitarnya .
Fraktur merupakan suatu keadaan diskontinuitas jaringan structural pada tulang
(Sylvia Anderson Price, 1985).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang-tulang rawan (Purnawan Junaidi,
1982).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).
Fraktur femur adalah terputusnya kontuinitas pada tulang paha sebagai akibat
sebuah cedera.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer & Bare, 2001). Sedangkan Fraktur femur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang terbesar dan terkuat pada tubuh (Brooker, 2001)
B. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
Melalui kepala femur (capital fraktur)
Hanya di bawah kepala femur
Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang
C. ETIOLOGI
Smeltzer & Bare (2001) menyebutkan penyebab fraktur adalah dapat dibagi menjadi
tiga yaitu :
a. Cidera Traumatik
Cidera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintan dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung bearti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progesif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai sebagai salah satu proses yang progesif, lambat dan nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan oleh kegagalan absorbs Vitamin D
atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebakan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum,
pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan
dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla.
Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap
hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast)
yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam
jaringan ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi
profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan
tulang (Smelter & Bare, 2001).
Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan
oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase
hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan
fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulangtulang saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang
menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Kedalam
hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudianjuga tumbuh sel jaringan mesenkin yang
bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk
kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mulamula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap
selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus
fibrosa berubah menjadi kalus tulang.
Fraktur terjadi karena trauma yang dialami oleh tulang. Trauma yang terjadi bisa
didapat secara langsung, yaitu benturan pada tulang dan trauma tidak langung (titik
tumpuan benturan dan fraktur berjauhan).
Trauma yang terjadi pada tulang bisa menyebabkan dekontinuitas tulang. Karena
dekontinuitas yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan kerusakan mobilitas fisik,
gesekan fragmen tulang, serta fraktur tulang.
Fraktur yang terjadi pada tulang dapat di bagi menjadi dua yaitu fraktur terbuka
(fragmen terbuka) dan fraktur tertutup. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang terjadi hingga
fragmen tulang tersebut menembus kulit. Hal ini menyebabkan luka yang terhubung
langung dengan udara luar sehingga jika tidak ditanggani dengan benar dapat
menyebabkan gangguan pada intergritas kulit. Sedangkan pada fraktur tertutup
mengakibatkan fragmen tulang menembus jaringan lunak di dalamnya (perubahan
struktur jaringan). Hal ini bisa menyebabkan penyebaran oksigen dan energi ke jaringan
nerkurang sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan. Fraktur terbuka dan fraktur
tertutup, jika tidak ditanggani dengan baik dapat menyebabkan terjadinya resiko infeksi
pada tubuh dan juga nyeri.
E. MANISFESTASI KLINIS
1. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan
2. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
Diberikan untuk mengurangi rasa sakit yang timbul akibat trauma. Nyeri yang
timbul dapat menyebabkan pasien gelisah sampai dengan shock yang biasanya di
kenal dengan shock analgetik.
Quality of Paint
Region
Time
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang paha, pertolongan
apa yang telah didapatkan, apakah sudah berobat ke dukun? Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti Kanker Tulang dan penyakit Pagets yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,
penyakit Diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya Osteomyelitis
akut maupun kronik dan juga Diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit patah tulang paha adalah
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik.
d. Riwayat Psikososial Spiritual
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga / masyarakat.
e. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body
image).
Pengkajian pasien fraktur menurut Doenges, et al (1999) meliputi:
a. Aktivitas/istirahat
Tanda : keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda : hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau
ansietas) atau hipotensi di karenakan kehilangan darah, takikardia (respon stress,
hipovolemia), penurunan atau tak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian
kapiler yang lambat, pucat pada bagian yang terkena.
c. Neurosensori
1) Gejala : hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, kebas atau kesemutan
(parastesis)
2) Tanda : Deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit), spasme otot terlihat kelemahan/hilang fungsi, agitasi mungkin
berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang dapat berkurang pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat
kerusakan syaraf, spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
e. Integritas ego
1) Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, factor-faktor stres multiple,
2)
simpatis
f. Keamanan
1) Gejala : alergi/sensitivitas terhadap obat, makanan, plester, dan larutan, defisiensi
imun (peningkatan resiko infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan),
munnculnya kanker, riwayat keluarga tentang hipertermi malignant/reaksi
anastesi dan riwayat transfuse darah atau reaksi transfuse
2) Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam
g. Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi batuk yang kronis, merokok
h. Makanan
Gejala: insufisiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia atau ketoasidosis,
malnutrisi termasuk obesitas), membrane mukosa yang kering (pembatasan
pemasukan atau periode puasa pra operasi)
i. Penyuluhan
Gejala : lingkungan cidera, aktivitas perawatan diri, dan perawatan dirumah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentyang
masalah pasien dan perkembangannya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui
tindakan keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur menurut
Doenges et al (1999) meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi,
penurunan sensasi di buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrotis.
3. Gangguan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas dan penurunan kekuatan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tekanan,
prosedur invasive dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
5.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/ mengingat, salah
interpretasi informasi.
6. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan itegritas tulang
7.
(fraktur)
Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan
8.
thrombus.
Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan aliran
darah/emboli lemak.
C. PERENCANAAN/INTERVENSI
Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang di laksanakan
untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnose keperawatan yang telah di tentukan
dengan tujuan terpenuhi kebutuhan klien .
Intervensi keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur menurut Doenges et
al (1999) meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
a) Pasien tampak tenang
b) Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang
Intervensi:
a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4
Rasional: Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
b. Atur posisi immobilisasi pada paha
Rasional: Immobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen
tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha.
c. Ajarkan relaksasi:
Immobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang
menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha.
Rasional: Akan melancarkan peredaran, darah sehingga kebutuhan O2 oleh
jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
d. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
Rasional: Mengalihkan perhatian nyerinya dengan hal-hal menyenangkan.
e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian
analgetik untuk menguji keefektifannya. Serta setiap 1-2 jam setelah tindakan
perawat selama 1-2 hari.
Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif
f.
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar pada
area kulit yang normal lainnya.
d. Tugaskan petugas yang cukup untuk membalik pasien hindari penggunaan papan
abduksi untuk membalik pasien dengan gips.
Rasional : gips panggul atau multiple dapat membuat berat dan tidak praktis
secara ekstrem. Kegagalan untuk menyokong ektremitas yang di gips dapat
menyebabkan gips patah.
e. Evaluasi pembebat ekstermitas terhadap resolusi edema.
Rasional : pembebat koaptasi (contoh jepitan jones sugar) mungkin diberikan
untuk
memberikan
imobilisasi
fraktur
dimana
pembengkakan
jaringan
untuk
menentukan
tingkat
aktivitas
dan
kebutuhan
perubahan/tambahan terapi
.
7. Resiko tinggi terhadap neurovaskuler perifer berhubungan dengan peniruan aliran
darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan dan pembentukan thrombus.
Tujuan : Resiko tinggi terhadap neurovaskuler tidak menjadi actual
Kriteria hasil : Mempertahankan perfusi jaringan di buktikan oleh terabanya nadi,
kulit hangat/kering, sensasi biasa, sensasi normal, tanda-tanda vital stabildan
haluaran urin adekuat untuk situasi individu.
Intervensi :
a. Lepaskan perhiasaan dari ekstremitass yang sakit
Rasional : dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
b. Evaluasi adanya/kualitas nadi periver distal terhadap cedera melalui palpasi.
Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit.
Rasional : penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskulerdan
perlunya evaluasi medic segera terhadap status sirkulasi.
c. Kaji aliran kapiler, warna kulit dan pada fraktur
Rasional : kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih
menunjukkan gangguan arterial sianosis diduga ada gangguan vena.
d. Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan adanya perubahan fungsi
motor/sensori. Minta pasien untuk melokalisasi nyeri/ketidaknyaman.
b. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan ini tidak tercapai secara maksimal, sehingga
perlu dicari penyebabnya dan cara mengatasinya.
c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukkan kemajuan sama sekali
bahkan timbul masalah baru.
Evaluasi keperawatan untuk pasien fraktur merujuk pada evaluasi secara umum
menurut Doenges et al (1999) meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
DAFTAR PUSTAKA