Anda di halaman 1dari 2

MANNERS BEFORE KNOWLEDGE

Di sekolah sekolah di Jepang, murid murid tidak mendapatkan ujian hingga mereka
berumur sepuluh tahun, atau bila di Indonesia, kurang lebih hingga para murid
kelas 4 SD. Mengapa? Karena tujuan dari 3 tahun awal sekolah mereka adalah untuk
memantapkan perilaku yang baik dan mengembangkan karakter para murid.
Baca dahulu paragraf di atas, pahami, dan bayangkan.
Omotenashi, keramah tamahan Jepang, sebuah perilaku, yang dikembangkan oleh
penduduk Jepang. Tidak hanya ke pada turis, melainkan ke sesama penduduknya.
Perilaku yang paling sederhana, ketika salah satu penduduknya terserang flu, yang
mereka lakukan adalah mengenakan masker agar tidak menular ke orang lain.
Simpel, sederhana. Bisa anda cek sendiri tentang hal ini di internet.
Yang ingin saya bahas di sini adalah sistem pendidikan di Jepang, yang tidak hanya
mengutamakan ilmu, namun juga perilaku manusianya. Tentunya akan sangat
nyaman bila kita hidup di lingkungan yang ramah, yang tidak perlu memunculkan
konflik konflik tidak penting kan?
Saya jadi berandai-andai, andai saja sistem pendidikan tadi diberlakukan dan
semakin dimatangkan di Indonesia. Apakah yang akan terjadi di Indonesia 50 tahun
mendatang? Konsep dimana perilaku lebih diutamakan ketimbang ilmu
pengetahuan, bukan berarti ilmu pengetahuan di kesampingkan.
Semasa menjadi siswa, nilai adalah suatu tuntutan dari orang tua saya, oleh karena
itu dahulu saya menghalalkan segala cara, termasuk mencontek. Saat saya
mencontek saya masa bodoh, yang penting nilai saya baik. Apakah hanya saya
yang demikian? Saya rasa tidak, pasti pembaca juga pernah mencontek, apakah
ada yang merasa bersalah setelah mencontek? Kalau itu saya tidak tahu.
Tapi mari kita pikirkan, bila saja kita dididik bahwa nilai bukan hal utama, melainkan
sikap kita. Sikap tidak mencontek (mencuri) didahulukan. Apakah yang mungkin
akan terjadi? Prediksi saya, KPK mungkin akan sepi pekerjaan. Upss.
Lanjut.
Selama ini, pendidikan di Indonesia sangat mendewakan nilai. Buktinya UN
(walaupun sejak menterinya ganti, UN sudah bukan patokan lagi). Nilai ujianmu
100, artinya guru berhasil mentransfer ilmunya. Masalah selesai. Padahal, kalau
soal ilmu (nilai), menurut saya ilmu bisa diraih dalam semalam (target nilai). Bukan
bermaksud sombong, saya adalah lulusan cumlaude, namun saya tidak merasa
orang cerdas, selama masa ujian, saya pakai cara SKS (sistem kebut semalam).
Belajar tidak tidur, pagi ujian, ujian dapat A, selesai ujian tidak tahu apa yang
dipelajari selama satu semester. Nol besar, tak ada transfer ilmu.

Maksud saya, nilai bisa diraih dengan mudah, ilmu bisa dipelajari sedikit demi
sedikit. Karena ilmu selalu berkembang, selalu ada yang baru. Namun, perilaku
akan sulit dirubah bila telah menjadi kebiasaan. Kebiasaan akan menjadi karakter.
Karakter adalah cerminan kita. Andai saja, selembar kertas putih ditulis dengan rapi
akan menghasilkan tulisan yang enak di baca. Dan mungkin akan menghasilkan
karya tulis yang luar biasa. Berbeda dengan selembar kertas putih yang ditulis
dengan tulisan dokter.
Manners before knowledge, jika dilakukan, akan sulit dan banyak tantangan.
Karena, pendidiknya, generasi kita sedikit yang mannernya bagus. Namun, bila
dilakukan secara perlahan dan konsisten hasilnya akan dinikmati cucu dari cicit kita.
Ingin Indonesia berubah?

Mari kita renungkan.

Anda mungkin juga menyukai