Anda di halaman 1dari 37

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : P.56/Menlhk-Setjen/2015
TENTANG
TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN DARI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 100 ayat (3)


Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

Mengingat

: 1.

Undang-Undang
Perlindungan

Nomor

dan

32

Tahun

Pengelolaan

2009

Lingkungan

tentang
Hidup

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009


Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5059);

-2-

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang


Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 333, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5617);

3.

Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang


Kementerian

Lingkungan

Hidup

dan

Kehutanan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015


Nomor 17);
4.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan


Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan
Tata

Kerja

Kementerian

Lingkungan

Hidup

dan

Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun


2015 Nomor 713);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan

: PERATURAN

MENTERI

LINGKUNGAN

HIDUP

DAN

KEHUTANAN TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN


TEKNIS PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN DARI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.

Limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau


kegiatan.

2.

Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya


disingkat B3, adalah zat, energi, dan/atau komponen
lain

yang

karena

sifat,

konsentrasi

dan/atau

jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak


langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak

-3-

lingkungan

hidup,

dan/atau

membahayakan

lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan


hidup manusia dan makhluk hidup lain.
3.

Limbah

Bahan

Berbahaya

dan

Beracun,

yang

selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu


usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
4.

Limbah

B3

cair

adalah

Limbah

cair

yang

mengandung B3 antara lain Limbah larutan fixer,


Limbah kimiawi cair, dan Limbah farmasi cair.
5.

Limbah infeksius adalah Limbah yang terkontaminasi


organisme patogen yang tidak secara rutin ada di
lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah
dan

virulensi

yang

cukup

untuk

menularkan

penyakit pada manusia rentan.


6.

Limbah patologis adalah Limbah berupa buangan


selama kegiatan operasi, otopsi, dan/atau prosedur
medis lainnya termasuk jaringan, organ, bagian
tubuh, cairan tubuh, dan/atau spesimen beserta
kemasannya.

7.

Limbah sitotoksik adalah Limbah dari bahan yang


terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat
sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai
kemampuan

untuk

membunuh

dan/atau

menghambat pertumbuhan sel hidup.


8.

Air Limbah adalah semua air buangan termasuk tinja


yang

berasal

kesehatan

dari
yang

kegiatan

fasilitas

kemungkinan

pelayanan

mengandung

mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif


yang berbahaya bagi kesehatan.
9.

Pengolahan

Limbah

B3

adalah

proses

untuk

mengurangi dan/atau menghilangkan sifat bahaya


dan/atau sifat racun.

-4-

10.

Menteri

adalah

menteri

yang

menyelenggarakan

tugas pemerintahan di bidang perlindungan dan


pengelolaan lingkungan hidup.
BAB II
TUJUAN DAN BATASAN PENGATURAN
Pasal 2
Peraturan

Menteri

ini

bertujuan

untuk

memberikan

panduan bagi Penghasil Limbah B3 dari fasilitas pelayanan


kesehatan dalam mengelola Limbah B3 yang dihasilkan.
Pasal 3
(1)

Fasilitas

pelayanan

kesehatan

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 merupakan fasilitas yang


wajib terdaftar di instansi yang bertanggung jawab
di bidang kesehatan.
(2)

Fasilitas

pelayanan

kesehatan

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi:


a.

pusat kesehatan masyarakat;

b.

klinik pelayanan kesehatan atau sejenis; dan

c.

rumah sakit.
Pasal 4

(1)

Limbah B3 dalam Peraturan Menteri ini meliputi


Limbah:
a.

dengan karakteristik infeksius;

b.

benda tajam;

c.

patologis;

d.

bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa


kemasan;

e.

radioaktif;

-5-

f.

farmasi;

g.

sitotoksik;

h.

peralatan medis yang memiliki kandungan


logam berat tinggi; dan

i.
(2)

tabung gas atau kontainer bertekanan.

Ketentuan mengenai Limbah radioaktif sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan mengenai
ketenaganukliran.
Pasal 5

Pengelolaan Limbah B3 yang timbul dari fasilitas pelayanan


kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi
tahapan:
a.

Pengurangan dan pemilahan Limbah B3;

b.

Penyimpanan Limbah B3;

c.

Pengangkutan Limbah B3;

d.

Pengolahan Limbah B3;

e.

penguburan Limbah B3; dan/atau

f.

Penimbunan Limbah B3.


BAB III
PENGURANGAN DAN PEMILAHAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN
Pasal 6

(1)

Pengurangan

dan

pemilahan

Limbah

B3

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a wajib


dilakukan oleh Penghasil Limbah B3.
(2)

Pengurangan Limbah B3 sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan dengan cara antara lain:

-6-

a.

menghindari

penggunaan

material

yang

mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun


jika terdapat pilihan yang lain;
b.

melakukan tata kelola yang baik terhadap


setiap bahan atau material yang berpotensi
menimbulkan gangguan kesehatan dan/atau
pencemaran terhadap lingkungan;

c.

melakukan

tata

kelola

yang

baik

dalam

pengadaan bahan kimia dan bahan farmasi


untuk menghindari terjadinya penumpukan
dan kedaluwarsa; dan
d.

melakukan

pencegahan

dan

perawatan

berkala terhadap peralatan sesuai jadwal.


(3)

Pemilahan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilakukan dengan cara antara lain:
a.

memisahkan Limbah B3 berdasarkan jenis,


kelompok, dan/atau karakteristik Limbah B3;
dan

b.

mewadahi

Limbah

B3

sesuai

kelompok

Limbah B3.
(4)

Tata cara pengurangan dan pemilahan Limbah B3


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IV
PENYIMPANAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN
Pasal 7

(1)

Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5 huruf b wajib dilakukan oleh
Penghasil Limbah B3.

-7-

(2)

Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan dengan cara antara lain:
a.

menyimpan

Limbah

B3

di

fasilitas

Penyimpanan Limbah B3;


b.

menyimpan Limbah B3 menggunakan wadah


Limbah B3 sesuai kelompok Limbah B3;

c.

penggunaan

warna

pada

setiap

kemasan

dan/atau wadah Limbah sesuai karakteristik


Limbah B3; dan
d.

pemberian simbol dan label Limbah B3 pada


setiap kemasan dan/atau wadah Limbah B3
sesuai karakteristik Limbah B3.

(3)

Warna

kemasan

dan/atau

wadah

Limbah

B3

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c


berupa warna:
a.

merah, untuk Limbah radioaktif;

b.

kuning, untuk Limbah infeksius dan Limbah


patologis;

c.

ungu, untuk Limbah sitotoksik; dan

d.

cokelat,

untuk

Limbah

bahan

kimia

kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan,


dan Limbah farmasi.
(4)

Simbol pada kemasan dan/atau wadah Limbah B3


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
berupa simbol:

(5)

a.

radioaktif, untuk Limbah radioaktif;

b.

infeksius, untuk Limbah infeksius; dan

c.

sitotoksik, untuk Limbah sitotoksik.

Penggunaan label sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) huruf d sesuai dengan peraturan perundangundangan mengenai simbol dan label Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.

-8-

(6)

Penggunaan simbol sebagaimana dimaksud pada


ayat (4) dilakukan di dalam wilayah kerja kegiatan
fasilitas pelayanan kesehatan.

(7)

Ketentuan mengenai simbol sebagaimana dimaksud


pada

ayat

(4)

tercantum

dalam

Lampiran

II

Peraturan Menteri ini.


Pasal 8
(1)

Terhadap

Limbah

Pengurangan
sebagaimana

dan

B3

yang

telah

Pemilahan

dimaksud

dalam

dilakukan

Limbah
Pasal

6,

B3
wajib

dilakukan Penyimpanan Limbah B3.


(2)

Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
a.

Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 4 huruf a, huruf b, dan/atau huruf c,
disimpan di tempat Penyimpanan Limbah B3
sebelum dilakukan Pengangkutan Limbah B3,
Pengolahan

Limbah

B3,

dan/atau

Penimbunan Limbah B3 paling lama:


1.

2 (dua) hari, pada temperatur lebih


besar dari 0oC (nol derajat celsius); atau

2.

90

(sembilan

puluh)

hari,

pada

temperatur sama dengan atau lebih


kecil dari 0oC (nol derajat celsius),
sejak Limbah B3 dihasilkan.
b.

Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 4 huruf d sampai dengan huruf i,
disimpan di tempat penyimpanan Limbah B3
paling lama:
1.

90 (sembilan puluh) hari, untuk Limbah


B3 yang dihasilkan sebesar 50 kg (lima
puluh kilogram) per hari atau lebih;
atau

-9-

2.

180 (seratus delapan puluh) hari, untuk


Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari
50 kg (lima puluh kilogram) per hari
untuk Limbah B3 kategori 1,

sejak Limbah B3 dihasilkan


(3)

Ketentuan

mengenai

Penyimpanan

Limbah

B3

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai


dengan peraturan perundang-undangan mengenai
Pengelolaan

Limbah

B3

untuk

kegiatan

Penyimpanan Limbah B3.


Pasal 9
Dalam

hal

Penghasil

Limbah

B3

tidak

melakukan

Penyimpanan Limbah B3, Limbah B3 yang dihasilkan wajib


diserahkan paling lama 2 (dua) hari sejak Limbah B3
dihasilkan kepada pemegang Izin Pengelolaan Limbah B3
untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 yang tempat
penyimpanan Limbah B3nya digunakan sebagai depo
pemindahan.
Pasal 10
(1)

Pemegang

izin

Pengelolaan

Limbah

B3

untuk

kegiatan Penyimpanan Limbah B3 yang tempat


penyimpanan Limbah B3nya digunakan sebagai
depo pemindahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9, wajib memiliki:
a.

fasilitas pendingin yang memiliki temperatur


sama dengan atau lebih kecil dari 0oC (nol
derajat celsius), apabila Limbah B3 disimpan
lebih dari 2 (dua) hari sejak Limbah B3
dihasilkan;

b.

fasilitas Pengolahan Limbah B3 yang memiliki


Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengolahan Limbah B3; dan/atau

-10-

c.

kerjasama dengan Pengolah Limbah B3 yang


memiliki Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk
kegiatan Pengolahan Limbah B3,
untuk Limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf a, huruf b, dan/atau
huruf c.

(2)

Ketentuan

mengenai

penggunaan

tempat

Penyimpanan Limbah B3 sebagai depo pemindahan


sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1)

harus

dicantumkan dalam Izin Pengelolaan Limbah B3


untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3.
Pasal 11
Tata cara Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 tercantum dalam
Lampiran III Peraturan Menteri ini.

BAB V
PENGANGKUTAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN
Pasal 12
(1)

Pengangkutan Limbah B3 sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5 huruf c dilakukan oleh:
a.

Penghasil Limbah B3 terhadap Limbah B3


yang

dihasilkannya

dari

lokasi

Penghasil

Limbah B3 ke:
1.

tempat Penyimpanan Limbah B3 yang


digunakan sebagai depo pemindahan;
atau

2.

pengolah Limbah B3 yang memiliki izin


Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengolahan Limbah B3; atau

-11-

b.

Pengangkut Limbah B3 yang memiliki Izin


Pengelolaan

Limbah

B3

untuk

Kegiatan

Pengangkutan Limbah B3, jika Pengangkutan


Limbah B3 dilakukan di luar wilayah kerja
fasilitas pelayanan kesehatan.
(2)

Pengangkutan Limbah B3 sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan
kendaraan bermotor:

(3)

a.

roda 4 (empat) atau lebih; dan/atau

b.

roda 3 (tiga).

Ketentuan mengenai kendaraan bermotor roda 4


(empat) atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a sesuai dengan peraturan perundangundangan mengenai Angkutan Jalan.
Pasal 13

(1)

Pengangkutan Limbah B3 menggunakan kendaraan


bermotor roda 3 (tiga) hanya dapat dilakukan oleh
Penghasil Limbah B3 terhadap Limbah B3 yang
dihasilkannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (1) huruf a.

(2)

Pengangkutan Limbah B3 menggunakan kendaraan


bermotor roda 3 (tiga) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi persyaratan meliputi:
a.

kendaraan bermotor milik sendiri atau barang


milik negara;

b.

Limbah B3 wajib ditempatkan dalam bak


permanen

dan

tertutup

pengendara dengan ukuran:

di

belakang

-12-

1.

lebar lebih kecil dari 120 (seratus dua


puluh) sentimeter; dan

2.

tinggi lebih kecil dari atau sama dengan


90 (sembilan puluh) sentimeter terukur
dari

tempat

duduk

atau

sadel

pengemudi;
c.

wadah permanen Limbah B3 sebagaimana


dimaksud pada huruf b dilekati simbol sesuai
karakteristik Limbah B3;

d.

Limbah

B3

wajib

diberi

kemasan

sesuai

persyaratan kemasan Limbah B3; dan


e.

ketentuan mengenai kapasitas daya angkut


Limbah B3 dan spesifikasi alat angkut Limbah
B3 mengikuti peraturan perundang-undangan
mengenai angkutan jalan.
Pasal 14

(1)

Pengangkutan Limbah B3 sebagaimana dimaksud


dalam

Pasal

persetujuan

13

ayat

(2)

Pengangkutan

harus

mendapatkan

Limbah

B3

yang

diterbitkan oleh Kepala Instansi Lingkungan Hidup:


a.

provinsi,
dilakukan

jika

Pengangkutan

lintas

Limbah

kabupaten/kota

B3

dalam

wilayah provinsi; atau


b.

kabupaten/kota, jika Pengangkutan Limbah


B3 dilakukan dalam wilayah kabupaten/kota.

(2)

Untuk

mendapatkan

persetujuan

Pengangkutan

Limbah B3, Penghasil Limbah B3 menyampaikan


permohonan secara tertulis kepada Kepala Instansi
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a atau huruf b dengan melampirkan:

-13-

a.

identitas pemohon;

b.

nama, sumber, karakteristik, dan jumlah


Limbah B3 yang akan diangkut;

c.

nama personel yang:


1.

pernah mengikuti pelatihan Pengelolaan


Limbah B3; atau

2.

memiliki pengalaman dalam Pengelolaan


Limbah B3.

d.

dokumen

yang

menjelaskan

tentang

alat

angkut Limbah B3; dan


e.

tujuan

pengangkutan

Limbah

B3

berupa

dokumen kerjasama antara Penghasil Limbah


B3 dengan:
1.

pemegang Izin Penyimpanan Limbah B3


yang

digunakan

sebagai

depo

pemindahan; dan/atau
2.

pengolah Limbah B3 yang memiliki Izin


Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengolahan Limbah B3.

(3)

Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud


pada ayat (2):
a.

disetujui, Kepala Instansi Lingkungan Hidup


menerbitkan surat persetujuan Pengangkutan
Limbah B3 yang paling sedikit memuat:
1.

identitas Penghasil Limbah B3 yang


melakukan Pengangkutan Limbah B3;

2.

nomor registrasi, nomor rangka, dan


nomor mesin alat angkut Limbah B3;

3.

nama,

sumber,

karakteristik,

dan

jumlah Limbah B3 yang akan diangkut;


4.

tujuan pengangkutan Limbah B3;

-14-

5.
6.

kode manifes Limbah B3; dan


masa

berlaku

persetujuan

Pengangkutan Limbah B3.


b.

ditolak, Kepala Instansi Lingkungan Hidup


menerbitkan surat penolakan disertai dengan
alasan penolakan.

(4)

Masa berlaku persetujuan sebagaimana dimaksud


pada ayat (3) huruf a angka 6 berlaku selama 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang.
Pasal 15

(1)

Pengangkutan Limbah B3 wajib:


a.

menggunakan alat angkut Limbah B3 yang


telah mendapatkan Izin Pengelolaan Limbah
B3 untuk kegiatan Pengangkutan Limbah B3
dan/atau persetujuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (3);

(2)

b.

menggunakan simbol Limbah B3; dan

c.

dilengkapi manifes Limbah B3.

Simbol Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada


ayat

(1)

huruf

perundang-undangan

mengacu
mengenai

pada
simbol

peraturan
Limbah

Bahan Berbahaya dan Beracun.


(3)

Manifes Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) paling sedikit memuat informasi mengenai:
a.

kode manifes Limbah B3;

b.

nama, sumber, karakteristik, dan jumlah


Limbah B3 yang akan diangkut;

c.

identitas Pengirim Limbah B3, Pengangkut


Limbah B3, dan Penerima Limbah B3; dan

d.

alat angkut Limbah B3.

-15-

Pasal 16
Ketentuan mengenai kode manifes Limbah B3, format
manifes Limbah B3, dan tata cara pengisian manifes
Limbah B3 dan tata cara pelekatan simbol Limbah B3 pada
alat angkut Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 dan Pasal 15 tercantum dalam Lampiran IV Peraturan
Menteri ini.
BAB VI
PENGOLAHAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA
DAN BERACUN
Pasal 17
(1)

Pengolahan Limbah B3 sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5 huruf d dilakukan secara termal oleh:
a.

Penghasil Limbah B3 yang memiliki Izin


Pengelolaan

Limbah

B3

untuk

kegiatan

Pengolahan Limbah B3; atau


b.

Pengolah Limbah B3 yang memiliki Izin


Pengelolaan

Limbah

B3

untuk

kegiatan

Pengolahan Limbah B3.


(2)

Pengolahan Limbah B3 secara termal sebagaimana


dimaksud

pada

ayat

(1)

huruf

dilakukan

menggunakan peralatan:
a.

autoklaf tipe alir gravitasi dan/atau tipe


vakum;

(3)

b.

gelombang mikro;

c.

iradiasi frekwensi radio; dan/atau

d.

insinerator.

Pengolahan Limbah B3 secara termal oleh Pengolah


Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b hanya dapat dilakukan menggunakan
peralatan insinerator.

-16-

(4)

Pengolah Limbah B3 yang melakukan Pengolahan


Limbah B3 secara termal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b harus memiliki kerjasama
dengan Penghasil Limbah B3.
Pasal 18

Pengolahan

Limbah

B3

secara

termal

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:


a.

lokasi; dan

b.

peralatan

dan

teknis

pengoperasian

peralatan

Pengolahan Limbah B3 secara termal.


Pasal 19
(1)

Persyaratan lokasi Pengelolaan Limbah B3 untuk


kegiatan Pengolahan Limbah B3 oleh Penghasil
Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
huruf a meliputi:
a.

merupakan daerah bebas banjir dan tidak


rawan bencana alam, atau dapat direkayasa
dengan teknologi untuk perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup; dan

b.

jarak antara lokasi Pengelolaan Limbah B3


untuk

kegiatan

Pengolahan

Limbah

B3

dengan lokasi fasilitas umum diatur dalam


Izin Lingkungan.
(2)

Persyaratan lokasi Pengelolaan Limbah B3 untuk


kegiatan Pengolahan Limbah B3 oleh Pengolah
Limbah B3 yang memiliki Izin Pengelolaan Limbah
B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3 dan
memiliki kerjasama dengan Penghasil Limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b
meliputi:

-17-

a.

merupakan daerah bebas banjir dan tidak


rawan bencana alam, atau dapat direkayasa
dengan teknologi untuk perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;

b.

berada pada jarak paling dekat 30 (tiga puluh)


meter dari:
1.

jalan umum dan/atau jalan tol;

2.

daerah pemukiman, perdagangan, hotel,


restoran,

fasilitas

keagamaan

dan

pendidikan;
3.

garis pasang naik laut, sungai, daerah


pasang surut, kolam, danau, rawa, mata
air dan sumur penduduk; dan

4.

daerah

cagar

dan/atau

alam,

daerah

hutan

lindung,

lainnya

yang

dilindungi.
(3)

Persyaratan jarak lokasi sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) dikecualikan bagi Pengolah Limbah B3
yang berada di dalam kawasan industri.
Pasal 20

(1)

Persyaratan
untuk

peralatan

kegiatan

menggunakan

Pengelolaan

Pengolahan

peralatan

Limbah
Limbah

sebagaimana

B3
B3

dimaksud

dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf


c meliputi:

(2)

a.

pengoperasian peralatan; dan

b.

uji validasi.

Pengoperasian peralatan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a untuk autoklaf tipe alir
gravitasi dilakukan dengan temperatur lebih besar
dari atau sama dengan:

-18-

a.

121OC (seratus dua puluh satu derajat


celsius) dan tekanan 15 psi (lima belas
pounds per square inch) atau 1,02 atm (satu
koma
tinggal

nol
di

dua

atmosfer)

dalam

dengan

autoklaf

waktu

sekurang-

kurangnya 60 (enam puluh) menit;


b.

135OC

(seratus

tiga

puluh

lima

derajat

celsius) dan tekanan 31 psi (tiga puluh satu


pounds per square inch) atau 2,11 atm (dua
koma sebelas atmosfer) dengan waktu tinggal
di dalam autoklaf sekurang-kurangnya 45
(empat puluh lima) menit; atau
c.

149OC (seratus empat puluh sembilan derajat


celsius) dan tekanan 52 psi (lima puluh dua
pounds per square inch) atau 3,54 atm (tiga
koma lima puluh empat atmosfer) dengan
waktu tinggal di dalam autoklaf sekurangkurangnya 30 (tiga puluh) menit.

(3)

Pengoperasian peralatan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a untuk autoklaf tipe vakum
dilakukan dengan temperatur lebih besar dari atau
sama dengan:
a.

121OC (seratus dua puluh satu derajat


celsius) dan tekanan 15 psi (lima belas
pounds per square inch) atau 1,02 atm (satu
koma
tinggal

nol
di

dua

atmosfer)

dalam

dengan

autoklaf

waktu

sekurang-

kurangnya 45 (empat puluh lima) menit;


atau

-19-

b.

135OC

(seratus

tiga

puluh

lima

derajat

celsius) dan tekanan 31 psi (tiga puluh satu


pounds per square inch) atau 2,11 atm (dua
koma sebelas atmosfer) dengan waktu tinggal
di dalam autoklaf sekurang-kurangnya 30
(tiga puluh) menit.
(4)

Pengoperasian peralatan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a untuk gelombang mikro
dilakukan pada temperatur 100OC (seratus derajat
celsius) dengan waktu tinggal paling singkat 30 (tiga
puluh) menit.

(5)

Pengoperasian peralatan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a untuk iradiasi frekwensi radio
dilakukan dilakukan pada temperatur lebih besar
dari 90OC (sembilan puluh derajat celsius).

(6)

Uji validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf

harus

mampu

membunuh

spora

menggunakan peralatan:
a.

autoklaf tipe alir gravitasi dan/atau tipe


vakum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (2) huruf a dilakukan terhadap spora
Bacillus stearothermophilus pada konsentrasi
1 x 104 (satu kali sepuluh pangkat empat)
spora per mililiter yang ditempatkan dalam
vial atau lembaran spora;

b.

gelombang

mikro

sebagaimana

dimaksud

dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b dilakukan


terhadap spora Bacillus stearothermophilus
pada konsentrasi 1 x 101 (satu kali sepuluh
pangkat

satu)

spora

per

mililiter

yang

ditempatkan dalam vial atau lembaran spora;


dan

-20-

c.

iradiasi

frekwensi

radio

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c


dilakukan

terhadap

spora

Bacillus

stearothermophilus pada konsentrasi 1 x 104


(satu kali sepuluh pangkat empat) spora per
mililiter yang ditempatkan dalam vial atau
lembaran spora.
(7)

Hasil

Pengolahan

Limbah

B3

menggunakan

peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


berupa Limbah nonB3.
(8)

Terhadap Limbah nonB3 sebagaimana dimaksud


pada ayat (7) pengelolaannya dilakukan sesuai
peraturan

perundang-undangan

mengenai

Pengelolaan Limbah nonB3.


Pasal 21
(1)

Pengoperasian peralatan autoklaf tipe alir gravitasi


dan/atau tipe vakum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) dilarang digunakan
untuk Limbah:
a.

patologis;

b.

bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau


sisa kemasan;

(2)

c.

radioaktif;

d.

farmasi; dan

e.

sitotoksik.

Pengoperasian

peralatan

gelombang

mikro

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4)


dilarang digunakan untuk Limbah:
a.

patologis;

b.

bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau


sisa kemasan;

c.

radioaktif;

-21-

d.

farmasi;

e.

sitotoksik; dan

f.

peralatan medis yang memiliki kandungan


logam berat tinggi.

(3)

Pengoperasian peralatan iradiasi frekwensi radio


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5)
dilarang digunakan untuk Limbah:
a.

patologis;

b.

bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau


sisa kemasan;

c.

radioaktif;

d.

farmasi; dan

e.

sitotoksik.
Pasal 22

(1)

Persyaratan
untuk

peralatan

kegiatan

Pengelolaan

Pengolahan

Limbah
Limbah

B3
B3

menggunakan insinerator sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d oleh Penghasil
Limbah B3 harus memenuhi ketentuan:
a.

efisiensi

pembakaran

sekurang-kurangnya

99,95% (sembilan puluh sembilan koma


sembilan puluh lima per seratus);
b.

temperatur

pada

ruang

bakar

utama

sekurang-kurangnya 800OC (delapan ratus


derajat celsius);
c.

temperatur pada ruang bakar kedua paling


rendah

1.000 C

(seribu

derajat

celsius)

dengan waktu tinggal paling singkat 2 (dua)


detik;
d.

memiliki

alat

pengendalian

pencemaran

udara berupa wet scrubber atau sejenis;

-22-

e.

ketinggian cerobong paling rendah 14 m


(empat

belas

meter)

terhitung

dari

permukaan tanah atau 1,5 (satu koma lima)


kali

bangunan

tertinggi,

jika

terdapat

bangunan yang memiliki ketinggian lebih


dari 14 m (empat belas meter) dalam radius
50 m (lima puluh meter) dari insinerator; dan
f.

memiliki cerobong yang dilengkapi dengan:


1.

lubang pengambilan contoh uji emisi


yang memenuhi kaidah 8De/2De; dan

2.

fasilitas pendukung untuk pengambilan


contoh uji emisi antara lain berupa
tangga

dan

platform

pengambilan

contoh uji yang dilengkapi pengaman.


(2)

Persyaratan
untuk

peralatan

kegiatan

Pengelolaan

Pengolahan

Limbah
Limbah

B3
B3

menggunakan insinerator sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 17 ayat (3) oleh Pengolah Limbah B3
harus memenuhi ketentuan:
a.

efisiensi pembakaran paling sedikit 99,99%


(sembilan puluh sembilan koma sembilan
puluh sembilan persen);

b.

efisiensi penghancuran dan penghilangan


senyawa

principle

organic

hazardous

constituents (POHCs) dengan nilai paling


sedikit 99,99% (sembilan puluh sembilan
koma sembilan puluh sembilan persen);
c.

dalam hal Limbah B3 yang akan diolah:


1.

berupa

polychlorinated

biphenyls;

dan/atau
2.

yang berpotensi menghasilkan:

-23-

a)

polychlorinated

dibenzofurans;

dan/atau
b)

polychlorinated

dibenzo-p-

dioxins,
efisiensi penghancuran dan penghilangan
harus

memenuhi

nilai

paling

sedikit

99,9999% (sembilan puluh sembilan koma


sembilan

ribu

sembilan

ratus

sembilan

puluh sembilan persen);


d.

temperatur

pada

ruang

bakar

utama

sekurang-kurangnya 800OC (delapan ratus


derajat celsius);
e.

temperatur pada ruang bakar kedua paling


rendah 1.200OC (seribu dua ratus derajat
celsius) dengan waktu tinggal paling singkat
2 (dua) detik;

f.

memiliki

alat

pengendalian

pencemaran

udara berupa wet scrubber atau sejenis;


g.

ketinggian cerobong paling rendah 24 m (dua


puluh

empat

meter)

terhitung

dari

permukaan tanah atau 1,5 (satu koma lima)


kali

bangunan

tertinggi,

jika

terdapat

bangunan yang memiliki ketinggian lebih


dari 24 m (dua puluh empat meter) dalam
radius

50

(lima

puluh

meter)

dari

insinerator;
h.

memiliki cerobong yang dilengkapi dengan:


1.

lubang pengambilan contoh uji emisi


yang memenuhi kaidah 8De/2De; dan

2.

fasilitas pendukung untuk pengambilan


contoh uji emisi antara lain berupa
tangga

dan

platform

pengambilan

contoh uji yang dilengkapi pengaman;


dan

-24-

i.

memenuhi baku mutu emisi melalui kegiatan


uji coba sebagai bagian dari pemenuhan
kelengkapan persyaratan.

(3)

Dalam hal insinerator dioperasikan untuk mengolah


Limbah

sitotoksik,

wajib

dioperasikan

pada

temperatur sekurang-kurangnya 1.200OC (seribu


dua ratus derajat celsius).
(4)

Tata cara permohonan izin Pengelolaan Limbah B3


untuk

kegiatan

Pengolahan

menggunakan

peralatan

berdasarkan

peraturan

Limbah

insinerator

B3

dilakukan

perundang-undangan

mengenai tata cara permohonan izin Pengelolaan


Limbah B3.
Pasal 23
Pengoperasian

peralatan

insinerator

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22 dilarang digunakan untuk:


a.

Limbah B3 radioaktif;

b.

Limbah B3 dengan karakteristik mudah meledak;


dan/atau

c.

Limbah B3 merkuri.

Pasal 24
Tata cara Pengolahan Limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 23 tercantum dalam
Lampiran V Peraturan Menteri ini.

-25-

BAB VII
PENGUBURAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN
Pasal 25
(1)

Penguburan Limbah B3 sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5 huruf e dilakukan oleh Penghasil
Limbah

B3

terhadap

Limbah

B3

yang

dihasilkannya.
(2)

Penguburan Limbah B3 sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk Limbah
B3:

(3)

a.

patologis; dan/atau

b.

benda tajam.

Penguburan

Limbah

B3

patologis

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan antara


lain dengan cara:
a.

menguburkan

Limbah

B3

di

fasilitas

penguburan Limbah B3 yang memenuhi


persyaratan lokasi dan persyaratan teknis
penguburan Limbah B3;
b.

mengisi kuburan Limbah B3 dengan Limbah


B3 paling tinggi setengah dari jumlah volume
total, dan ditutup dengan kapur dengan
ketebalan paling rendah 50 cm (lima puluh
sentimeter) sebelum ditutup dengan tanah;

c.

memberikan sekat tanah dengan ketebalan


paling rendah 10 cm (sepuluh sentimeter)
pada

setiap

lapisan

Limbah

B3

yang

B3

yang

dikubur;
d.

melakukan
dikubur; dan

pencatatan

Limbah

-26-

e.

melakukan

perawatan,

pengamanan,

dan

pengawasan kuburan Limbah B3.


(4)

Penguburan Limbah B3 benda tajam sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan antara
lain dengan cara:
a.

menguburkan

Limbah

B3

di

fasilitas

penguburan Limbah B3 yang memenuhi


persyaratan lokasi dan persyaratan teknis
penguburan Limbah B3;
b.

melakukan

pencatatan

Limbah

B3

yang

dikubur; dan
c.

melakukan perawatan, pengamanan, dan


pengawasan kuburan Limbah B3.

(5)

Penguburan Limbah B3 sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) hanya dapat dilakukan jika pada
lokasi dihasilkannya Limbah patologis dan/atau
Limbah

benda

tajam

tidak

terdapat

fasilitas

Pengolahan Limbah B3 menggunakan peralatan


insinerator Limbah B3.
Pasal 26
Lokasi dan fasilitas penguburan Limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4) harus
memenuhi persyaratan teknis, meliputi:
a.

bebas banjir;

b.

berjarak paling rendah 20 m (dua puluh meter) dari


sumur dan/atau perumahan;

c.

kedalaman kuburan paling rendah 1,8 m (satu koma


delapan meter); dan

d.

diberikan

pagar

pengaman

kuburan Limbah B3.

dan

papan

penanda

-27-

Pasal 27
(1)

Penguburan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 25 harus memperoleh persetujuan penguburan
Limbah B3 yang diterbitkan oleh Kepala Instansi
Lingkungan

Hidup

berkoordinasi

dengan

kabupaten/kota
instansi

yang

setelah

bertanggung

jawab di bidang kesehatan.


(2)

Untuk mendapatkan persetujuan penguburan Limbah


B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penghasil
Limbah B3 menyampaikan permohonan secara tertulis
kepada

Kepala

Instansi

Lingkungan

Hidup

kabupaten/kota dengan melampirkan:


a.

identitas pemohon;

b.

nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah


B3 yang akan dikubur;

c.

nama personel yang:


1.

pernah

mengikuti

pelatihan

Pengelolaan

Limbah B3; atau


2.

memiliki

pengalaman

dalam

Pengelolaan

Limbah B3.
d.

lokasi kuburan Limbah B3 yang memiliki izin


lokasi; dan

e.

dokumen yang menjelaskan tentang kuburan


Limbah B3 dan tata cara penguburan Limbah B3.

(3)

Jika permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat


(2):
a.

disetujui,

Kepala

Instansi

Lingkungan

Hidup

kabupaten/kota menerbitkan surat persetujuan


penguburan
memuat:

Limbah

B3

yang

paling

sedikit

-28-

1.

identitas

Penghasil

Limbah

B3

yang

melakukan penguburan Limbah B3;


2.

nama, sumber, karakteristik, dan jumlah


Limbah B3 yang dikubur;

3.

lokasi dan koordinat kuburan Limbah B3;

4.

isian neraca Limbah B3 yang dikubur; dan

5.

masa

berlaku

persetujuan

penguburan

Limbah B3.
b.

ditolak,

kepala

Instansi

Lingkungan

Hidup

kabupaten/kota menerbitkan surat penolakan


disertai dengan alasan penolakan.
(4)

Masa berlaku persetujuan sebagaimana dimaksud


pada ayat (3) huruf a angka 5 berlaku selama 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang.
Pasal 28

Tata cara penguburan Limbah B3 sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 25 dan Pasal 26, serta pengajuan persetujuan
penguburan

sebagaimana

dimaksud

dalam

Pasal

27

tercantum dalam Lampiran VI Peraturan Menteri ini.


BAB VIII
PENIMBUNAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA
DAN BERACUN
Pasal 29
(1)

Penimbunan

Limbah

B3

sebagaimana

dimaksud

dalam Pasal 5 huruf f dilakukan oleh Penghasil


Limbah B3 terhadap Limbah B3 yang dihasilkannya.
(2)

Penimbunan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilakukan terhadap Limbah B3 berupa:
a.

Abu terbang insinerator; dan

b.

slag atau abu dasar insinerator.

-29-

(3)

Penimbunan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) hanya dapat dilakukan di fasilitas:
a.

penimbunan saniter;

b.

penimbunan terkendali; dan/atau

c.

Penimbusan akhir Limbah B3 yang memiliki Izin


Pengelolaan

Limbah

B3

untuk

kegiatan

Penimbunan Limbah B3.


(4)

Sebelum

dilakukan

sebagaimana

penimbunan

dimaksud

pada

ayat

di
(3)

fasilitas
huruf

dan/atau huruf b, Limbah B3 sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) huruf a dan huruf b, wajib dilakukan:

(5)

a.

enkapsulasi; dan/atau

b.

inertisasi.

Prosedur

enkapsulasi

dan/atau

inertisasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam


Lampiran V Peraturan Menteri ini.
Pasal 30
(1)

Lokasi

dan

fasilitas

Penimbunan

Limbah

B3

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf


a

dan

huruf

sebagaimana

harus

diatur

memenuhi

dalam

peraturan

persyaratan
perundang-

undangan mengenai penyelenggaraan prasarana dan


sarana

persampahan

dalam

penanganan

sampah

rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah


tangga.
(2)

Lokasi dan/atau fasilitas Penimbusan akhir Limbah


B3 sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (3) huruf c
harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur
dalam

peraturan

perundang-undangan

mengenai

Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penimbunan


Limbah B3.

-30-

Pasal 31
(1)

Penimbunan Limbah B3 yang dilakukan di fasilitas


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf
a dan/atau huruf b harus mendapatkan persetujuan
Penimbunan Limbah B3 yang diterbitkan oleh Kepala
Instansi Lingkungan Hidup:
a.

provinsi, jika Penimbunan Limbah B3 dilakukan


lintas kabupaten/kota dalam wilayah provinsi;
atau

b.

kabupaten/kota, jika Penimbunan Limbah B3


dilakukan dalam wilayah kabupaten/kota.

(2)

Untuk mendapatkan persetujuan Penimbunan Limbah


B3, Penghasil Limbah B3 menyampaikan permohonan
secara tertulis kepada Kepala Instansi Lingkungan
Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
atau huruf b dengan melampirkan:
a.

identitas pemohon;

b.

nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah


B3 yang akan ditimbun;

c.

lokasi Penimbunan Limbah B3; dan

d.

dokumen yang menjelaskan tentang tata cara


Penimbunan Limbah B3.

(3)

Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada


ayat (2):
a.

disetujui,

Kepala

menerbitkan

Instansi

surat

Lingkungan

persetujuan

Hidup

penimbunan

Limbah B3 yang paling sedikit memuat:


1.

identitas

Penghasil

Limbah

B3

yang

melakukan penimbunan Limbah B3;


2.

nama, sumber, karakteristik, dan jumlah


Limbah B3 yang akan ditimbun;

-31-

3.

lokasi Penimbunan Limbah B3;

4.

kewajiban

pemegang

surat

persetujuan

Penimbunan Limbah B3; dan


5.

masa

berlaku

persetujuan

Penimbunan

Limbah B3.
b.

ditolak,

Kepala

Instansi

Lingkungan

Hidup

menerbitkan surat penolakan disertai dengan


alasan penolakan.
(4)

Masa berlaku persetujuan sebagaimana dimaksud


pada ayat (3) huruf a angka 5 berlaku selama 10
(sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 32

Setiap orang yang melaksanakan tugas Pengelolaan Limbah


B3 dalam Peraturan Menteri ini harus:
a.

pernah mengikuti pelatihan Pengelolaan Limbah B3;


atau

b.

memiliki pengalaman dalam Pengelolaan Limbah B3.


Pasal 33

(1)

Setiap

Penghasil

Limbah

B3

harus

menjamin

perlindungan personel yang langsung berhubungan


dengan kegiatan Pengelolaan Limbah B3.
(2)

Penjaminan

perlindungan

personel

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi penyediaan antara


lain:
a.

alat pelindung diri;

b.

fasilitas higiene perorangan;

c.

imunisasi;

-32-

d.

prosedur operasional standar pengolahan Limbah


B3;

(3)

e.

pemeriksaan medis khusus secara rutin; dan

f.

pemberian makanan tambahan.

Ketentuan
personel

mengenai

penjaminan

sebagaimana

dimaksud

perlindungan
pada

ayat

(2)

tercantum dalam Lampiran VII Peraturan Menteri ini.


Pasal 34
Setiap personel yang langsung berhubungan dengan unit
operasi

Pengolahan

Limbah

B3

secara

termal

harus

mengikuti pelatihan Pengelolaan Limbah B3.


Pasal 35
Pengolah Limbah B3 yang melakukan Pengelolaan Limbah
B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3 secara termal
wajib

membuat

catatan

dan

menyampaikan

laporan

tentang Pengolahan Limbah B3 secara berkala setiap 6


(enam) bulan sekali kepada Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan

dengan

tembusan

kepada

gubernur

dan

bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya meliputi:


a.

sumber, nama, karakteristik, jumlah timbulan Limbah


B3 dan waktu diterimanya Limbah B3;

b.

sumber,

nama,

karakteristik,

jumlah

dan

waktu

dan

waktu

Limbah B3 yang diolah secara termal; dan


c.

sumber,
timbulan

nama,

karakteristik,

Limbah B3

jumlah

cair dan/atau padat

pengolahan secara termal.

hasil

-33-

Pasal 36
Pengolahan Limbah B3 yang diolah di instalasi pengolahan
air limbah wajib memenuhi baku mutu air limbah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan mengenai baku
mutu air limbah dari usaha dan/atau kegiatan fasilitas
pelayanan kesehatan.
Pasal 37
(1)

Fasilitas

pelayanan

kesehatan

yang

melakukan

Pengolahan Limbah B3 di luar Limbah B3 yang


dihasilkannya sendiri, harus melakukan pembaruan
Izin Lingkungan.
(2)

Pembaruan Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) didasarkan pada dokumen kajian
lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan.
Pasal 38

(1)

Kewajiban memiliki Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk


kegiatan Pengolahan Limbah B3 dikecualikan untuk
Penghasil

Limbah

B3

yang

melakukan

sendiri

Pengolahan Limbah B3 berupa:


a.

kemasan bekas B3;

b.

spuit bekas;

c.

botol infus bekas selain infus darah dan/atau


cairan tubuh; dan/atau

d.
(2)

bekas kemasan cairan hemodialisis.

Pengolahan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilakukan melalui:
a.

pengosongan;

b.

pembersihan;

c.

desinfeksi; dan

d.

penghancuran atau pencacahan.

-34-

(3)

Pengosongan

dan

pembersihan

sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan


dengan cara:
a.

mengeluarkan seluruh sisa B3 dan/atau zat


pencemar;

b.

melakukan pencucian dan pembilasan paling


sedikit

(tiga)

kali

di

fasilitasnya

dengan

menggunakan:
1.

pelarut

yang

sesuai

dengan

sifat

zat

pencemar dan dapat menghilangkan zat


pencemar; atau

2.

teknologi

lain

yang

setara

yang

dapat

dibuktikan secara ilmiah.


(4)

Terhadap sisa pencucian dan pembilasan sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) wajib dilakukan Pengolahan
Limbah B3 dan memenuhi baku mutu air limbah
sesuai

dengan

peraturan

perundang-undangan

mengenai baku mutu air limbah kegiatan fasilitas


pelayanan kesehatan.
(5)

Hasil Pengolahan Limbah B3 menggunakan cara


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
berupa Limbah nonB3.

(6)

Terhadap Limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada


ayat (5) pengelolaannya dilakukan sesuai peraturan
perundang-undangan mengenai Pengelolaan Limbah
nonB3.
Pasal 39

(1)

Penghasil Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 38 wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada

bupati/walikota

pengurangan Limbah B3.

mengenai

pelaksanaan

-35-

(2)

Laporan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) disampaikan secara berkala paling sedikit 1
(satu) kali dalam 6 (enam) bulan sejak pengurangan
Limbah B3 dilakukan.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 40

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, dalam hal


terdapat usaha dan/atau kegiatan yang memiliki Izin
Pengolahan Limbah B3 menggunakan insinerator yang
tidak sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Menteri
ini, usaha dan/atau kegiatan dimaksud harus melakukan
penyesuaian selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak
Peraturan Menteri ini ditetapkan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan
mengenai persyaratan dan ketentuan teknis Pengolahan
Limbah B3 secara termal bagi Limbah B3 infeksius dalam
Keputusan

Kepala

03/BAPEDAL/09/1995

Bapedal
tentang

Nomor:

Kep

Persyaratan

Teknis

Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, tidak


berlaku terhadap Pengelolaan Limbah B3 dari fasilitas
pelayanan kesehatan.

-36-

Pasal 42
Peraturan

Menteri

ini

mulai

berlaku

pada

tanggal

diundangkan.
Agar

setiap

pengundangan

orang

mengetahuinya,

Peraturan

Menteri

memerintahkan
ini

dengan

penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 November 2015
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
SITI NURBAYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 598
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI,

KRISNA RYA

-37-

Anda mungkin juga menyukai