Bab Vi
Bab Vi
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini membahas hasil-hasil penelitian yang telah didapat dan
membandingkannya dengan kajian literatur, hasil-hasil penelitian terdahulu serta
implikasi penelitian untuk pelayanan dan penelitian
A.
Keterbatasan data/hasil
Penelitian tentang hubungan antara usia, paritas, riwayat perdarahan
antepartum dan anemia dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di
RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2014 memiliki beberapa keterbatasan
antara lain:
1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional atau desain
potong lintang yang hanya menggambarkan variabel yang diteliti, baik
independen maupun dependen pada waktu yang sama, sehingga
kelemahan penelitian cross sectional yang dikutip dari (Saryono, 2010)
adalah sebagai berikut: sulit untuk menentukan sebab akibat karena
pengambilan data, resiko dan efek dilakukan pada saat yang
bersamaan, dibutuhkan jumlah subjek yang cukup banyak.
2. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dilakukan dengan
menggunakan status pasien, sehingga kualitas data sangat tergantung
dari catatan rekam medik status kesehatan responden yang terdapat di
rekam medik RSUD Kabupaten Bekasi.
53
54
3. Sample yang digunakan dalam penelitian ini hanya terbatas pada bayi
baru lahir yang mengalami asfiksia di RSUD Kabupaten Bekasi. Maka
hasil penelitian ini tidak dapat menggeneralisasi atau menggambarkan
seluruh bayi baru lahir secara keseluruhan.
B.
Pembahasan
a)
Retensio Plasenta
Distribusi Frekuensi Sampel menurut kejadian Retensio
plasenta pada ibu bersalin di RSUD Bekasi Tahun 2014
menunjukkan bahwa dari 66 responden yang telah diteliti, yang
mengalami Retensio plasenta pada ibu bersalin adalah 33 orang
(50%) dan yang tidak mengalami adalah 33 orang (50%).
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta
selama setengah jam setelah persalinan bayi (Manuaba, 2010: 399).
Sedangkan pengertian retensio plasenta menurut Saifuddin (2006:
178) adalah tertahannya plasenta hingga melebihi waktu 30 menit
setelah bayi lahir. Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta
belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir (Mochtar 2012:
206).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Priyani Pangistuti
didapatkan dari 84 responden di Rumah sakit Umum Kabupaten
Pringsewu pada tahun 2013, yaitu 21 (25%) ibu bersalin mengalami
Retensio plasenta, dan 63 (75%) ibu bersalin tidak mengalami
retensio plasenta.
55
retensio
plasenta
di
Indonesia
masih
sangat
Usia
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 66 responden
yang telah diteliti, yang mengalami Retensio Plasenta pada ibu
bersalin yang usia ibu memiliki resiko adalah 45 orang (31,8%) dan
yang tidak resiko adalah 21 orang (68,2%).
Hasil penelitian ini memiliki hasil yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Devlitasari (2012) tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan retensio plasenta di RSU
Jenderal A Yani Metro dengan hasil bahwa terdapat 15,58% (24 ibu
bersalin) dengan usia berisiko mengalami retensio plasenta.
Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada
usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian
56
57
Riwayat Kuretase
Berdasarkan table 5.3 menunjukkan bahwa dari 66
responden yang telah diteliti, yang mengalami Retensio Plasenta
pada ibu bersalin yang tidak memiliki riwayat kuretase adalah 9
orang (13,6%) dan yang memiliki Riwayat kuretase adalah 57 orang
(86,4%).
Pada wanita dengan riwayat kuretase terjadi penipisan
endometrium dan decidua sehingga tejadi pelekatan plasenta yang
abnormal (Oxorn, 2010 : 489). Pembentukan decidua sering
terganggu di segmen bawah uterus pada bagian jaringan parut yang
timbul akibat kuretase uterus. Angka kejadiannya yang dilaporkan
oleh Fox (1972) dari 622 kasus retensio plasenta adalah hampir
d)
58
pada ibu bersalin yang bekerja adalah 24 orang (32,6%) dan yang
tidak bekerja adalah 42 orang (67,4%).
Aktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja
otot dan peredaran darah. Begitu juga bila terjadi pada seorang ibu
hamil,dimana peredaran darah dalam tubuh dapat terjadi perubahan
seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akibat adanya tekanan
daripembesaran Rahim, sehingga tidak memungkinkan ibu hamil
terjadi retensio plasenta.
e)
Paritas
Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan
viable (hidup) oleh seorang ibu. Dalam hal ini paritas ibu dikategorikan
menjadi 2 kategori yaitu paritas yang beresiko (Multipara &
Grandemultipara) dan paritas yang tidak beresiko (Primipara).
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 66 responden
yang telah diteliti, yang mengalami retensio plasenta pada ibu bersalin
yang memiliki paritas resiko adalah 23 orang (34,8%) dan memiliki
paritas tidak resiko adalah 43 orang (34,2%).
Teori yang menyatakan bahwa pada ibu dengan paritas
primipara atau > 3 anak mengalami peningkatan risiko kejadian retensio
plasenta karena pada ibu dengan paritas yang rendah (paritas satu),
ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama
merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam
59
60
61
dinding uterus lebih dalam lagi sehingga dapat terjadi plasenta adhesiva
sampai perkreta.
Berdasarkan hasil tersebut maka diperlukan upaya dari tenaga kesehatan
yang menolong persalinan untuk memberikan asuhan kebidanan yang
lebih komprehensif pada ibu dengan usia yang berisiko tinggi agar
terhindar dari kejadian retensio plasenta, serta upaya dari ibu sendiri guna
mengatur kehamilannya serta bagi ibu yang mengalami kehamilan pada
usia yang berisiko hendaknya melakukan pemeriksaan kehamilan secara
rutin guna mengetahui secara awal kemungkinan terjadinya komplikasi
dalam kehamilan dan persalinan khususnya retensio plasenta serta anjuran
untuk mengurangi aktivitas dan istirahat cukup pada akhir triwulan kedua
atau awal triwulan ketiga.
Umur muda (<20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis
(organ reproduksi) maupun secara mental. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang mempunyai hubungan
yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (>35), secara
fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan
tersebut memberikan presdisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta
plevia, rupture uteri, solution plasenta yang dapat berakhir dengan
terjadinya asfiksia bayi baru lahir. (Purnamaningrum, 2010)
62
63
64
65
plasenta
dengan OR: 6,63 dan p value: 0,003. Hasil penelitian Oktasia (2001)
tentang hubungan anemia, paritas dan penolong persalinan dengan
kejadian retensio plasenta di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
dengan hasil bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan retensio
plasenta dengan p value: 0,032.
Hasil ini juga memiliki kesesuaian dengan teori yang menyatakan bahwa
pada ibu dengan paritas Multipara atau > 3 anak mengalami peningkatan
risiko kejadian retensio plasenta karena pada ibu dengan paritas yang
rendah/ primi (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi
persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu
hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan,
persalinan dan nifas, sedangkan pada paritas > 3 disebabkan karena pada
setiap kehamilan, jaringan fibrosa menggantikan serat otot didalam uterus;
hal ini akan menurunkan kontraktilitasnya dan pembuluh darah menjadi
lebih sulit dikompresi (Fraser, 2011 : 510)
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan grande multipara dengan
implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesiva, plasenta akreta,
plasenta inkreta, dan plasenta perkreta (Manuaba, 2010: 402). Sedangkan
66
berencana
bagi
kesejahteraan
ibu
dan
keluarga,
guna