Anda di halaman 1dari 20

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Gingiva (Basis) Tiruan

Gingiva tiruan adalah tempat melekatnya gigitiruan. Daya tahan, penampilan dan sifat
sifat dari suatu gingiva tiruan sangat dipengaruhi oleh bahan yang digunakan untuk
membuatnya.. Berbagai bahan telah digunakan untuk membuat gingiva tiruan, namun
belum ada satupun bahan yang dapat memenuhi semua persyaratan yang diperlukan
suatu gingiva tiruan.
(Noort R, 2007)

2.1.1 Persyaratan
Berdasarkan International Organizational for Standardization (ISO), syarat syarat
bahan gingiva tiruan yang ideal adalah :
1. Biokompatibel : tidak toksik dan non iritan
2. Karakteristik permukaan : permukaan halus, keras dan kilat
3. Warna : transulen dan warna merata, bila perlu mengandung serat secara merata
4. Stabilitas warna : tidak boleh menunjukkan lebih dari sedikit perubahan dalam
warna yang hanya dapat dilihat bila diperhatikan
5. Translusensi : dapat dilihat dari sisi lawan lempeng uji spesimen
6. Bebas dari porositas : tidak boleh menunjukkan rongga kosong
7. Kekuatan lentur : tidak kurang dari 60 65 Mpa
8. Modulus elastisitas : paling sedikit 2000 Mpa untuk polimer yang dipolimerisasi
dengan panas

Universitas Sumatera Utara

18

9. Tidak ada monomer sisa


10. Tidak menyerap cairan
11. Tidak dapat larut
(Combe. EC, 1986)

2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi gingiva tiruan berdasarkan bahan yang digunakan secara umum terdiri atas
bahan logam, kombinasi logam polimer dan polimer.
2.1.2.1 Logam
Keuntungan logam sebagai bahan basis gigitiruan :
a. Penghantar suhu yang baik, sehingga setiap perubahan suhu yang
terjadi akan langsung disalurkan ke jaringan di bawahnya.
b. Ketepatan dimensi, mampu mempertahankan bentuk tanpa terjadi
perubahan selama pemakaian dalam mulut.
c. Kebersihan, logam adalah bahan yang tahan abrasi sehingga
permukaannya tetap licin dan mengkilat
d. Kekuatan maksimal dengan ketebalan minimal, basis logam dapat
dibuat lebih tipis dari pada resin, tetapi cukup kuat dan kaku
Kerugian logam sebagai bahan basis gigi tiruan :
a. Basis logam tidak mungkin dilapis atau dicekat kembali
b. Warna basis logam tidak harmonis dengan warna jaringan sekitarnya
c. Relatif lebih berat
d. Teknik pembuatannya lebih rumit dan mahal
e. Mudah korosi

Universitas Sumatera Utara

19

Gambar 2.1 Gingiva tiruan dari logam


(Nirwana Soekartono, 2005)
2.1.2.2 Kombinasi logam polimer
Gingiva kombinasi logam polimer ini ini berupa rangka dari logam,
dilapisi resin untuk tempat perlekatan elemen tiruan dan bagian yang
berkontak dengan mulut. Tujuan pemakaian basis kombinasi logam
polimer adalah memanfaatkan keuntungan masing masing bahan.

Gambar 2.2 Gingiva tiruan dari kombinasi logam polimer


(Nirwana Soekartono, 2005)
2.1.2.2 Polimer
Keuntungan polimer sebagai bahan gingiva tiruan :
a. Warnanya harmonis dengan jaringan sekitarnya
b. Dapat dilapisi dan dicekat kembali
c. Relatif lebih ringan

Universitas Sumatera Utara

20

d. Teknik pembuatan dan pemolesannya mudah


e. Biaya murah
Kerugian polimer sebagai bahan gingiva tiruan :
a. Mudah fraktur
b. Porositasnya mudah terbentuk
c. Elastisitasnya tinggi

Gambar 2.3 Gingiva tiruan dari polimer


(Nirwana Soekartono, 2005)

2.2

Resin Akrilik Polimerisasi Panas

Pada tahun 1937, resin akrilik terutama poli metil metakrilat (PMMA) telah
diperkenalkan dan dengan cepat menggantikan bahan sebelumnya dalam pembuatan
bahan gingiva. Resin akrilik memiliki sifat yang menguntungkan yaitu estetis, warna
dan tekstur mirip dengan gingiva asli sehingga estetik di dalam mulut baik, daya serap
air relatif rendah dan perubahan dimensi kecil.
(Malcolm, P.S, 2001)
Poli metil metakrilat (PMMA) adalah bahan yang sangat luas penggunaannya
untuk di luar maupun di dalam ruangan, karena tahan terhadap cuaca luar. Pembuatan
poli metil metakrilat (PMMA) berlangsung secara radikal bebas dengan kondisi
suspensi. Poli metil metakrilat merupakan hasil polimerisasi monomer metakrilat
(MMA). Monomer ini adalah bahan plastis dan polimer ini dicampur untuk
mendapatkan konsistensi yang lebih mudah. Reaksinya berjalan secara berantai.

Universitas Sumatera Utara

21

Jenis jenis resin akrilik adalah :


1. Akrilik (dough type)
Bahan ini merupakan bahan gingiva tiruan yang paling sering digunakan karena
diperoleh dari penyatuan dari liquid dengan powder. Dengan nama lain adalah
poli metil metakrilat.
2. Akrilik (gel type)
Bahan ini merupakan hasil uraian unsur berbentuk gel yang dihasilkan dengan
cara mencampur liquid dengan powder.
3. Akrilik (puor type)
Bahan ini terbentuk dari liquid dengan powder saja.
4. Akrilik (high impact strenght)
Bahan ini memiliki kekuatan tekan pada bahan yang dihasilkan dengan cara
menguraikan cabang rubber like polimer butadiena styrene menjadi molekul
akrilik.
5. Akrilik (rapid heat polymerized)
Bahan ini hampir sama dengan tipe dough hanya bebeda pada proses modifikasi
saja. Terkhusus pada proses polimerisasi hibridnya yaitu dengan panas dan
kimia.
6. Polyrethane resins
Bahan ini memiliki polimerisasi dari resin dengan proses memancarkan
spektrum cahaya pada daerah biru dengan panjang gelombang antara 450 490
nm.
(Anion. J, 1993)

2.2.1 Reaksi Polimerisasi


Sembarang zat dapat dikonversi menjadi suatu polimer. Pada contoh penelitian ini
adalah Poli Metil Metakrilat (PMMA). Poli Metil Metakrilat (PMMA) adalah bahan
yang sangat luas penggunaanya untuk di luar maupun di dalam ruangan, karena tahan
terhadap cuaca luar. Bahan ini digunakan antara lain dalam industri otomotiv, monitor,
filing listrik, bahan pelapis untuk material pada pesawat terbang dan juga pada bahan
gingiva tiruan pada bidang kedokteran gigi.

Universitas Sumatera Utara

22

Poli metil metakrilat (PMMA) merupakan hasil polimerisasi monomer metil


metakrilat (MMA). Reaksi polimerisasi dari poli metil metakrilat adalah :

Gambar 2.4 Reaksi polimerisasi Polimetil metakrilat


(From: Powers JM, Wataha JC. Dental Materials Properties and Manipulation. 9th Ed.
Missouri : Mosby Elsevier 2008 : 291)

2.2.2 Komposisi
Resin akrilik polimerisasi panas tersedia dalam bentuk bubuk dan cairan.
1. Bubuknya mengandung komposisi komposisi :
a. Polimetil metakrilat sebagai polimer
b. Benzoil peroksida sebagai inisiator untuk mengaktifkan reaksi polimerisasi
c. Merkuri sulfit atau cadmium sulfit sebagai zat pigmen yang tercampur di
dalam partikel polimer
d. Dibutil pthalat sebagai plasticizer
2. Cairannya mengandung komposisi komposisi :
a. Metil metakrilat sebagai monomer
b. Hydroqinone sebagai inhibitor atau stabilizer untuk mencegah polimerisasi
selama penyimpanan
c. Dibutil

pthalat

sebagai

platcizer

untuk

meningkatkan

kelunakan/flexibelitasnya
d. Glikol dimetakrilat sebagai bahan memicu ikatan silang
(Manappallil, 1998)

2.2.3 Manipulasi
Manipulasi bahan gingiva tiruan resin akrilik polimerisasi panas meliputi :

Universitas Sumatera Utara

23

1. Perbandingan bubuk dan cairan


Perbandingan yang umum digunakan adalah 3,5 : 1 satuan volume atau 2,5 : 1
satuan berat. Bila cairan terlalu sedikit maka tidak semua bubuk sanggup
dibasahi oleh cairan akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan
bergranul dan adonan tidak akan mengalir saat dipress ke dalam mold.
Sebaliknya, cairan juga tidak boleh terlalu banyak karena dapat menyebabkan
terjadinya kontraksi pada adonan akrilik, maka pengerutan selama polimerisasi
akan lebih besar ( dari 7% menjadi 21% satuan volume) dan membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk mencapai konsistensi dough dan dapat
menimbulkan porositas pada bahan gingiva tiruan.
( Combe, 1992)
2. Pencampuran
Setelah perbandingannya tepat, maka bubuk dan cairan dicampur dalam tempat
yang tertutup lalu dibiarkan beberapa menit hingga mencapai fase dough.
Adonan atau campuran akrilik ini akan mengalami empat fase, yaitu :
a. Sandy stage
Mula mula terbentuk campuran yang menyerupai pasir basah.
b. Sticky stage
Bahan menjadi merekat ketika bubuk mulai larut dalam cairan.
c. Dough stage
Terbentuknya adonan yang halus, homogen dan konsistensinya tidak melekat
lagi dan mudah diangkat, dimana tahap ini merupakan saat yang tepat untuk
memasukkan adonan ke dalam mold dalam waktu 10 menit.
d. Rubbery hard stage
Bila adonan dibiarkan terlalu lama, maka akan terbentuk adonan menyerupai
karet dan menjadi kaku (rubbery hard) sehingga tidak dapat dimasukkan ke
dalam mold.
(Anusavice, 2003)
3. Pengisian
Sebelum pengisian, dinding mould diberi bahan separator untuk mencegah
merembesnya

cairan

ke

bahan

mould

dan

berpolimerisasi

sehingga

Universitas Sumatera Utara

24

menghasilkan permukaan yang kasar, merekatnya dengan bahan tanam gips dan
mencegah air dari gips masuk ke dalam resin akrilik.
Pengisian adonan ke dalam mould harus diperhatikan agar terisi penuh dan saat
di press terdapat tekanan yang cukup pada mould. Setelah pengisian adonan ke
dalam mould penuh kemudian dilakukan press pertama sebesar 1000 psi
ditunggu selama 5 menit agar mould terisi padat dan kelebihan resin dibuang
kemudian dilakukan press terakhir dengan tekanan 2200 psi ditunggu selama 5
menit. Selanjutnya kuvet dipasang mur dan dilakukan proses kuring.
(Craigh, 2000)
4. Kuring
Salah satu teknik kuring mencakup proses pembuatan bahan gingiva tiruan
dalam water bath bertemperatur konstan yaitu 70 0C selama 8 jam atau dengan
cara dipanaskan pada suhu 700C selama 1 jam 30 menit kemudian meningkatkan
temperatur smapai 1000C dipertahankan selama 1 jam.
(Anusavice, 2003)
Pemanasan pada suhu 1000C penting dilakukan untuk mendapatkan kekuatan
dan derajat polimerisasi resin akrilik yang tinggi dan juga akan mengurangi sisa
monomer yang tertinggal.
(Toeti. MWG, 1981)
Kuvet yang di dalamnya terdapat mold yang telah diisi resin akrilik kemudian
dipanaskan di dalam water bath. Suhu dan lamanya pemanasan harus dikontrol.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama proses kuring, yaitu :
a. Bila bahan mengalami kuring yang tidak sempurna, gingiva tiruan
kemungkinan mengandung monomer sisa yang tinggi.
b. Kecepatan peningkatan suhu tidak boleh terlalu besar. Monomer mendidih
pada suhu 100,30C. Resin hendaknya tidak mencapai suhu ini sewaktu masih
terdapat sejumlah bagian monomer yang belum bereaksi. Reaksi polimerisasi
adalah bersifat eksotermis. Maka apabila sejumlah besar massa akrilik yang
belum dikuring tiba tiba dimasukkan ke dalam air mendidih, suhu resin
bisa naik di atas 100,30C sehingga menyebabkan monomer menguap. Hal ini
menyebabkan gaseous porosity.

Universitas Sumatera Utara

25

Setelah proses kuring, kuvet dibiarkan dingin secara perlahan. Pendinginan


dilakukan hingga suhu mencapai suhu kamar. Selama proses ini, harus dihindari
pendinginan secara tiba tiba karea selaman pendinginan terdapat perbedaan
kontrasi antara gips dan akrilik yang menyebabkan timbulnya stress di dalam
polimer. Bila pendinginan dilakukan secara perlahan, maka stress diberi
kesempatan keluar akrilik oleh karena plastic deformation. Selanjutnya resin
dikeluarkan dari cetakan dengan hati hati untuk mencegah patahnya gingiva
tiruan, kemudian dilakukan pemolesan resin akrilik.
(Mc Cabe JF, 1985)

2.2.4 Sifat sifat


Beberapa sifat resin akrilik polimerisasi panas antara lain :
1. Kekuatan tensil (Tensile strength)
Kekuatan tensil resin akrilik polimerisasi panas adalah 55 Mpa. Kekuatan tensil
yang rendah ini merupakan salah satu kekurangan utama resin akrilik.
(Polyzois GL, 1996)
(2.1)
Dengan :

= kekuatan tensil (Mpa)


F = gaya / beban (N)
l = lebar batang uji (mm)
t = tebal batang uji (mm)

2. Kekuatan impak (Impac strength)


Kekuatan impak resin akrilik polimerisasi panas adalah 1 cm kg/cm. Resin
akrilik memiliki kekuatan impak yang relatif rendah dan apabila gingiva tiruan
akrilik jatuh ke atas permukaan yang keras kemungkinan besar akan terjadi
fraktur.
(El Sheikh AM, 2006)
Kekuatan impak didapat menggunakan sampel dengan ukuran tertentu diletakkan
pada alat penguji kekuatan impak dengan lengan pemukul yang dapat diayun.
Perhitungan kekuatan impak menggunakan rumus :

Universitas Sumatera Utara

26

Kekuatan impak =
Dengan :

(2.2)

E = energi (J)
b = lebar batang uji (mm)
d = tebal batang uji (mm)

3. Kekerasan (Hardness vickers)


Nilai kekerasan resin akrilik polimerisasi panas adalah 20 VHN atau 15 kg/mm2 .
Nilai kekerasan tersebut menunjukkan bahwa resin akrilik relatif lunak dan
mengakibatkan resin akrilik cenderung menipis. Penipisan tersebut disebabkan
makanan yang abrasif dan terutama pasta gigi pembersih yang abrasif. Kekerasan
suatu bahan dinyatakan dengan persamaan :

(2.3)
Dengan :

HV = kekerasan (kg/mm2)
F = gaya (kgf)
d1= panjang diagonal 1 (mm)
d2= panjang diagonal 2 (mm)

(Norman E, 1999)
4. Monomer sisa
Meskipun proses kuring akrilik sudah dilakukan secara benar, masih terdapat
monomer sisa sebesar 0,2 sampai 0,5 %. Hal ini mempengaruhi berat molekul
rata rata resin akrilik. Kuring pada suhu yang terlalu rendah dan dalam waktu
singkat akan menghasilkan monomer sisa yang lebih besar. Monomer sisa dapat
menyebabkan iritasi jaringan mulut serta menyebabkan sifat sifat resin akrilik
seperti lebih fleksibel dan kekuatannya menurun.
(Craig RG, 2000)
5. Porositas (Porosity)
Porositas terjadi akibat penguapan monomer yang tidak bereaksi serta polimer
berberat molekul rendah bila temperatur resin mencapai atau melebihi titik didih
bahan tersebut. Hal ini mengakibatkan timbulnya gelembung permukaan dan di
bawah permukaan yang dapat mempengaruhi sifat dan kebersihan gingiva tiruan.

Universitas Sumatera Utara

27

Porositas juga dapat berasal dari pengadukan yang tidak tepat antara komponen
bubuk dan cairan dan karena tekanan yang tidak cukup saat polimerisasi.
(Craig RG, 2000)
Porositas dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga
yang ada. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 %
sampai 90 % tergantung dari jenis dan aplikasinya. Porositas suatu bahan
dinyatakan dengan persamaan :

(2.4)
Dengan : P = porositas (%)
massa awal sampel setelah dikeringkan di dalam oven (g)
massa setelah direbus dalam air (g)
massa digantung dalam air (g)
massa kawat penggantung sampel (g)
(ASTM C 373)
6. Absorpsi air (Water absorption)
Resin akrilik menyerap air relatf kecil ketika ditempatkan ditempat pada
lingkungan basah, namun air yang terserap ini menimbulkan efek yang nyata
pada sifat mekanis dan dimensi polimer. Nilai penyerapan air sebesar 0,69
mg/cm2 atau sekitar 2 %. Umumnya mekanisme penyerapan air yang terjadi
adalah difusi. Difusi adalah berpindahnya suatu substansi melalui rongga yang
menyebabkan ekspansi pada resin yang mempengaruhi kekuatan rantai polimer.
Absorpsi air suatu bahan dinyatakan dengan persamaan :

(2.5)
Dengan :

WA = Water Absorption (%)


massa setelah direbus dalam air (g)
massa awal sampel setelah dikeringkan di dalam oven (g)

(Polat TN, 2003)


7. Densitas (Density)

Universitas Sumatera Utara

28

Resin akrilik memiliki massa jenis yaitu sekitar 1,2 g/cm3. Hal ini disebabkan
resin akrilik terdiri dari kumpulan atom atom ringan, seperti karbon, oksigen
dan hidrogen.
(Polat TN, 2003)
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering
didefenisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam
hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut :
(2.6)
Dengan :

densitas (g/cm3)
massa sampel (g)

v = volume sampel (cm3)


(MM. Ristic, 1979)
8. Kekuatan tekan (Compressive strength)
Kuat tekan suatu material didefenisikan sebagai kemampuan material dalam
menahan beban atau gaya mekanis sampai terjadinya kegagalan (failure). Resin
ini memiliki sifat strenght yang khas. Compressive strenghtnya adalah 75 Mpa.
Secara umum bahan resis ini memiliki strenght yang rendah. Efek yang
mempengaruhi kekuatan antara lain : komposisi, teknik pemprosesan, absorsi air.
Persamaan untuk pengujian kuat tekan dengan menggunakan Universal Testing
Machine adalah sebagai berikut :
=
Dengan :

(2.7)
F = beban maksimum (N)
A = luas bidang permukaan (mm2)

(Norman E, 1999)
9. Kekuatan transversal (Transverse strength)
Kekuatan transversal atau flexural adalah beban yang diberikan pada sebuah
benda berbentuk batang yang ditumpu pada kedua ujungnya dan beban tesebut
diberikan di tengah-tengahnya, selama batang ditekan maka beban akan
meningkat secara beraturan dan berenti ketika batang uji patah.
Kekuatan transversal ditentukan melalui formula :

Universitas Sumatera Utara

29

(2.8)
Dengan :

W = fracture load
l = jarak antara 2 penyokong
b = lebar sampel
d = ketebalan sampel

10. Stabilitas Warna


Stabilitas warna adalah kemampuan suatu bahan mempertahankan warna atau
perubahan sedikit warna dari warna asalnya. Lebih sedikit perubahan terjadi pada
suatu bahan maka semakin baik pula stabilitas warna bahan tersebut. Warna
merupakan salah satu sifat bahan restorasi gigi yang cukup penting. Suatu basis
gigitiruan yang ideal seharusnya memiliki warna yang mendekati warna alami
jaringan lunak rongga mulut. Resin akrilik polimerisasi panas menunjukkan
stabilitas warna yang baik. Dari ketiga bahan yaitu nilon, silikon serta resin
akrilik, menunjukkan bahwa resin akrilik nilai yang paling rendah setelah
direndam dalam larutan kopi.
Persamaa untuk pengujian analisa warna dengan menggunakan Color Difference
Meter sebagai berikut :
(2.9a)

(2.9b)

(2.9c)
Dengan :

x = ordinat Blue
y = ordinat Red
z = ordinat Green

(Yulin Lai dkk, 2003)

Universitas Sumatera Utara

30

2.3

Penambahan Serat

2.3.1 Kaca
2.3.1.1 Pengertian
Serat kaca ditambahkan untuk memperbaiki sifat fisik dan mekanik resin akrilik.
Serat kaca merupakan material yang sangat halus dari kaca. Serat kaca dapat
beradhesi dengan matriks polimer di dalam resin akrilik sehingga memiliki
kekuatan yang ikatan yang baik dengan resin akrilik, oleh karena itu serat kaca
menjadi pilihan untuk ditambahkan ke dalam resin akrilik sebagai bahan penguat.
(Jagger D, 1999)
2.3.1.2

Komposisi

Serat kaca mengandung bahan kimia antara lain :


a. SiO2
b. Al2O3
c. B2O3
d. MgO
e. CaO
f. K2O
g. Na2O3, Fe2O3 dan F2 masing masing
Tabel 2.1 Komposisi yang biasa digunakan untuk produksi serat (nilanya wt %)
Tipe E

Tipe C

Tipe S

SiO2

52,4

64,4

64,4

Al2O2, Fe2O3

14,4

4,1

25,0

CaO

17,2

13,4

MgO

4,6

3,3

10,3

Na2O2K2O

0,8

9,6

0,3

Ba2O3

10,6

4,7

BaO

0,9

(OBrein WJ, 1989)


2.3.1.3 Bentuk
a. Batang

Universitas Sumatera Utara

31

Serat kaca berbentuk batang terbuat dari serat kaca continuous unidirectional
yang terdiri atas 1000 - 200000 serabut serat kaca. Diameternya berkisar antara
3 - 25 m. Walaupun beberapa penelitian menyatakan bahwa penggabungan
serat kaca berbentuk batang dengan gingiva tiruan poli metil metakrilat akan
meningkatkan kekuatannya secara signifikan, tetapi terdapat beberapa
kekurangan dari proses ini yaitu penanganan yang lebih sulit dan penyerapan
serat dengan resin yang tidak adekuat. Vallitu (1996) menyatakan, serat kaca
berbentuk batang yang ditambahkan ke dalam resin akrilik polimerisasi panas
dapat menyebabkan perubahan dimensi yang signifikan.
(Lee SI, Lim YJ, 2001)

Gambar 2.5 Serat kaca bentuk batang


b. Anyaman
Serat kaca berbentuk anyaman sesuai sebagai bahan penguat karena bentuk
ini memiliki ukuran yang bervariasi. Serat kaca berbentuk anyaman juga
lebih baik dan mudah untuk dibasahi oleh monomer. Serat kaca bentuk
anyaman juga memiliki kekurangan yaitu penempatannya pada mold yang
lebih sulit. Ratwita dan Mahalistiyani (2007) menyatakan bahwa resin
akrilik yang ditambah serat kaca bentuk anyaman mengalami perubahan
dimensi terbesar bila resin akrilik ditambah tiga lembar serat kaca.
(Uzun G, 2001)

Universitas Sumatera Utara

32

Gambar 2.6 Serat kaca bentuk anyaman


c. Potongan kecil
Penggunaan serat kaca berbentuk potongan kecil telah banyak dilakukan
dalam beberapa penelitian. Serat kaca bentuk ini memiliki banyak kelebihan
diantaranya kemudahan penggunaannya di klinik. Hal ini disebabkan proses
pencampuran antara serat kaca dan resin yang lebih sederhana serta ukuran
serat yang kecil memudahkan untuk dimanipulasi dan dimasukkan ke dalam
adonan resin akrilik. Stipho (1998) menyatakan bahwa kekuatan transversal
tertinggi diperoleh dari penambahan serat kaca sebanyak 1 % dari total berat
polimer dan monomer. Lee, dkk (2001) menyatakan bahwa resin akrilik
polimerisasi panas yang ditambah dengan serat kaca berbentuk potongan
kecil meningkatkan kekuatan transversal resin akrilik. Penambahan serat
kaca pada resin akrilik juga dapat mengurangi absorpsi air resin akrilik. Hal
ini disebabkan serat kaca mengurangi kuantitas air yang dapat diserap oleh
polimer.
(Stipho HD, 1998)

Universitas Sumatera Utara

33

Gambar 2.7 Serat kaca potongan kecil

2.4

Analisa Mikrostruktur

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop elektron yang banyak


digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM banyak digunakan karena memiliki
kombinasi yang unik, mulai dari persiapan spesimen yang simpel dan mudah,
kapabilitas tampilan yang bagus serta fleksibel.
SEM digunakan pada sampel yang tebal dan memungkinkan untuk analisis
permukaan. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan di
difraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola pola
difraksi. Pola pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan ukuran
sel satuan dari sampel. SEM juga dapat digunakan untuk menyimpulkan data data
kristalografi, sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau
senyawa.

Gambar 2.8 Diagram SEM


Prinsip kerja SEM dapat dilihat pada Gambar 2.8. Dua sinar elektron deigunakan secara
simultan. Satu strike specimen digunakan untuk menguji dan strike yang lain adalah
CRT (Cathode Ray Tube) memberi tampilan yang dapat dilihat oleh operator. Akibat
tumbukan pada spesimen dihasilkan satu jenis elektron dan emisi foton. Sinyal yang
terpilih dikoleksi, dideteksi dan dikuatkan untuk memodulasi tingkat keterangan dari
sinar elektron yang kedua, maka sejumlah besar sinar akan menghasilkan bintik gelap.
SEM menggunakan prinsip scanning, maksudnya berkas elektron di arahkan dari titik
ke titik pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik ke titik yang lain pada suatu

Universitas Sumatera Utara

34

daerah objek menyerupai gerakan membaca. Gerakan membaca ini disebut dengan
scanning.
Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, electron column dan display
console. Electron column merupakan model electron beam scanning. Sedangkan display
console merupakan elektron skunder yang di dalamnya terdapat CRT. Pancaran elektron
energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua tipenya berdasar pada
pemanfaatan arus. Yang pertama pistol termionik dimana pancaran elektron tercapai
dengan pemanasan tungsen atau filamen katoda pada suhu 1500 K sampai 3000 K.
Katoda adalah kutub negatif yang dibutuhkan untuk mempercepat tegangan Eo ke
anoda yang di gorundkan, sehingga elektron yang bermuatan negatif dipercepat dari
katoda dan meninggalkan anoda dengan energi Eo kali elektron volt (KeV). Pistol
termionik sangat luas penggunaanya karena relatif aman untuk digunakan dalam tabung
vakum 10-9 Torr, atau lebih kecil dari itu.
Sumber alternatif lain dari pistol field emission dimana ujung kawat wolfram
yang tajam dihubungkan tertutup dengan anoda ekstraksi dan diterapkan potensional
sampai beberapa ribu volt. Elektron yang keluar dari kawat wolfram tidak
membutuhkan pemanasan yang dapat dilakukan pada suhu kamar, menuju tabung
vakum yang dipercepat seperti pada pistol termionik ke arah anoda. Pistol field
emission tergantung dari permukaan emitter yang secara otomatis bersih, sehingga
harus bekerja pada operasi kevakuman yang ultra tinggi kira kira 10-9 Torr, namun
jika lebih besar maka akan lebih baik. Jarak panjang dari emitter electron column.
Pemancaran elektron dari elektron column pada chamber harus dipompa cukup vakum
menggunakan oil difussion, turbo molecular, atau pompa ion.
(Chan, 1993)

2.5

Analisa Struktur Atom

Energi-dispersif spektroskopi sinar X (EDS atau EDX) adalah sebuah teknik analisis
yang digunakan untuk elemen analisis ataukarakterisasi kimia sampel. Ini adalah salah
satu varian darifluoresensi sinar-X spektroskopi yang bergantung pada penyelidikan

Universitas Sumatera Utara

35

sampel melalui interaksi antara radiasi elektromagnetik dan materi, menganalisis sinarX yang dipancarkan oleh materi dalam menanggapi dipukul dengan partikel bermuatan.
Kemampuan karakterisasi karena sebagian besar prinsip dasar bahwa setiap
elemen memiliki unik struktur atomyang memungkinkan sinar-X yang merupakan ciri
khas dari struktur atom suatu unsur untuk diidentifikasi secara unik dari satu sama
lain. Untuk merangsang emisi sinar-X karakteristik dari spesimen, sinar energi tinggi
partikel bermuatan seperti elektron atau proton, atau sinar X-ray, difokuskan ke dalam
sampel yang sedang dipelajari. Pada saat istirahat, atom dalam sampel mengandung
keadaan dasar (atau tereksitasi) elektron di tingkat

energi diskrit

atau kulit

elektron terikat inti. Balok insiden dapat membangkitkan sebuah elektron dalam shell
batin, mengeluarkannya dari shell sementara menciptakan lubang elektron di mana
elektron itu. Elektron dari luar, energi yang lebih tinggi shell kemudian mengisi lubang,
dan perbedaan energi antara energi yang lebih tinggi shell dan shell energi yang lebih
rendah mungkin akan dirilis dalam bentuk sinar-X. Jumlah dan energi dari sinar-X
dipancarkan dari spesimen dapat diukur oleh spektrometer energi dispersif. Sebagai
energi dari sinar-X karakteristik dari perbedaan energi antara dua cangkang, dan
struktur atom unsur dari mana mereka dipancarkan, ini memungkinkan komposisi unsur
dari spesimen yang akan diukur.

Gambar 2.9 Skema EDX

X,

Ada empat komponen utama dari setup EDS yaitu sumber sinar, detektor sinarprosesor pulsa, dan analisa. Mikroskop elektron scanning dilengkapi

dengan katoda dan magnetik lensa untuk membuat dan fokus sinar elektron, dan sejak
1960-an mereka telah dilengkapi dengan kemampuan analisis unsur. Sebuah detektor
digunakan untuk mengkonversi sinar-X energi ke tegangan sinyal, informasi ini dikirim
ke prosesor pulsa, yang mengukur sinyal dan melewati mereka ke sebuah analyzer
untuk menampilkan data dan analisis. Akurasi dari EDS spektrum dapat dipengaruhi

Universitas Sumatera Utara

36

oleh banyak faktor. Jendela di depan detektor dapat menyerap energi rendah sinar-X
(yaitu EDS detektor tidak dapat mendeteksi unsur-unsur dengan nomor atom kurang
dari 4, yaitu H, Dia, dan Li). Over-voltage di EDS mengubah puncak ukuran meningkatkan over-tegangan pada SEM pergeseran spektrum ke energi yang lebih
besar, membuat energi yang lebih tinggi dan lebih rendah lebih besar puncak-puncak
energi yang lebih kecil. Juga banyak unsur akan memiliki puncak yang tumpang tindih
(misalnya, Ti K dan VK, Mn dan Fe K K ). Keakuratan spektrum juga dapat
dipengaruhi oleh sifat sampel. Sinar-X dapat dihasilkan oleh setiap atom dalam sampel
yang cukup gembira dengan berkas yang masuk. Sinar-X dipancarkan ke segala arah,
sehingga mereka mungkin tidak semua lolos sampel. Kemungkinan sinar-X melarikan
diri spesimen, dan dengan demikian yang tersedia untuk mendeteksi dan mengukur,
tergantung pada energi X-ray dan jumlah dan kepadatan bahan itu harus melewati. Hal
ini dapat mengakibatkan akurasi berkurang dalam sampel homogen dan kasar.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai