Osteoarthritis
Oleh:
Dr. Aditya Nugroho
Pendamping:
Dr. Fera Novisarlita
Wahana:
Puskesmas Tanjung Enim
Osteoarthritis
Oleh:
dr. Aditya Nugroho
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan
program internship dokter Indonesia di wahana Puskesmas Tanjung Enim periode 14
Maret 10 Juli 2016.
Tanjung Enim,
Juni 2016
Pembimbing,
PORTOFOLIO
Kasus-2
Topik: Osteoarthritis
Tanggal (Kasus): 09 Juni 2016
Tanggal Presentasi: Juni 2016
Tempat Presentasi: Puskesmas Tanjung Enim
Objektif presentasi :
Keilmuan
Ketrampilan
Penyegaran
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
D
ewasa
Deskripsi : Lansia, Laki-laki, usia 56 tahun, Osteoarthritis
Tujuan :
Tinjauan Pustaka
Istimewa
Lansia
Bumil
1. Penegakkan Diagnosa
2. Penatalaksanaan
Tinjauan
Bahan bahasan:
Cara membahas:
Data pasien :
Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Diskusi
Presentasi dan diskusi
E-mail
Pos
Nama: Tn. DM
No registrasi: Usia: 56 tahun
Alamat: Lingga, Tanjung Enim
Agama: Islam
Bangsa: Indonesia
Data utama untuk bahan diskusi:
Diagnosis/Gambaran Klinis:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keadaan umum tampak sakit sedang, dengan keluhan utama nyeri pada lutut kiri yang semakin
memberat sejak 1 pekan yang lalu.
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien sudah pernah berobat beberapa kali sebelumnya ke tukang urut dan ke puskesmas,
diberikan obat anti nyeri dan vitamin keluhan hilang sesaat namun kambuh kembali.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit
Kisaran 6 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul nyeri pada lutut kiri yang semakin memberat,
nyeri seperti berdenyut dan ditusuk-tusuk disertai bunyi gemeretak ketika digerakan. Bengkak
tidak ada. Kemerahan tidak ada. Nyeri tidak berkurang saat dikompres, nyeri semakin memberat
saat pasien melipat lutut dan menggerakan lututnya namun berkurang dengan istirahat.
Pasien sudah pernah berobat beberapa kali sebelumnya ke tukang urut dan ke puskesmas,
diberikan obat anti nyeri dan vitamin keluhan hilang sesaat namun kambuh kembali.
Kisaran 1 pekan yang lalu, pasien mengeluh keluhan semakin memberat dan lutut kaki kiri terasa
kaku terutama muncul pagi hari ketika bangun tidur sehingga pasien membutuhkan waktu
beberapa menit sebelum dapat menggerakan lututnya. Keluhan juga dirasakan menghambat
aktivitas pasien sehari-hari. Pasien lalu berobat ke poli lansia puskesmas tanjung enim.
3
Kebiasaan berjalan ke tempat kerja dan mengangkat barang berat saat bekerja dahulu ada.
Kebiasaan merokok ada, sehari 1 bungkus rokok.
Daftar Pustaka
Arissa, M.I., 2012, Pola Distribusi Kasus Osteoartritis di RSU Dokter Soedarso Pontianak Periode
1 Januari 2008-31 Desember 2009, Naskah Publikasi, Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura, Pontianak.
Felson, D.T. & Zhang, Y., 2008, An Update on the Epidemiology of Knee and Hip Osteoarthritis
with a View to Prevention, Arthritis Rheumatology, 41: 13431355.
Koentjoro, S.L., J. Adji Suroso, J. A. & Suntoko, B., 2010, Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh
(BMI) dengan Derajat Osteoartritis Lutut Menurut Kellgren dan Lawrence, Skripsi,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Martin, K.R., Shreffler, J. & Callahan, L.F., 2013, The role of pain intensity and pain limitation as
mediators in the relationship between arthritis status and seven psychosocial health
outcomes. Abstract presented at American College of Rheumatology Annual Scientific
Meeting, San Francisco, October 25-29.
Nainggolan, O., 2009, Prevalensi Dan Determinan Penyakit Rematik Di Indonesia, Puslitbang
Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI.
Shu, C.J.Y. & Yea, Y.L., 2003, Influence Of Social Support On Cognitive Function In The
Elderly. Journal BioMed Central Health service research, 3, 9.
Susanti, A.D., 2010, Hubungan Antara Karakteristik Klinis dengan Tingkat Nyeri Penderita
Osteoartritis Nyeri, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Osteoarthritis
2. Tatalaksana Osteoarthritis
RANGKUMAN PEMBELAJARAN
1. Subjektif :
Kisaran 6 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul nyeri pada lutut kiri yang semakin
memberat, nyeri seperti berdenyut dan ditusuk-tusuk disertai bunyi gemeretak ketika digerakan.
Bengkak tidak ada. Kemerahan tidak ada. Nyeri tidak berkurang saat dikompres, nyeri semakin
memberat saat pasien melipat lutut dan menggerakan lututnya namun berkurang dengan istirahat.
Pasien sudah pernah berobat beberapa kali sebelumnya ke tukang urut dan ke puskesmas,
diberikan obat anti nyeri dan vitamin keluhan hilang sesaat namun kambuh kembali.
Kisaran 1 pekan yang lalu, pasien mengeluh keluhan semakin memberat dan lutut kaki kiri
terasa kaku terutama muncul pagi hari ketika bangun tidur sehingga pasien membutuhkan waktu
beberapa menit sebelum dapat menggerakan lututnya. Keluhan juga dirasakan menghambat
aktivitas pasien sehari-hari. Pasien lalu berobat ke poli lansia puskesmas tanjung enim.
2. Objektif :
Status Generalikus
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Laju pernapasan
Suhu
Berat Badan
Tinggi Badan
BMI
Status Gizi
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis (-), scar (-), keringat
umum(-), keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), pertumbuhan rambut
normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula serta tidak
ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, dan deformasi (-).
Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera
ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak ditemukan
penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung(-).
Telinga
Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrofi papil (-), gusi berdarah (-), stomatitis
(-), rhageden (-), bau pernapasan khas (-), faring tidak ada kelainan.
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH 2 0, kaku kuduk (-).
Dada dan punggung
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-).
Paru-paru
I : Statis, dinamis simetris kanan = kiri,
P : Stemfremitus normal.
P : Sonor pada kedua lapangan paru.
A : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis tidak teraba, thrill (-)
P : batas jantung sulit dinilai
A: HR = 80x/menit, murmur (-), gallop (-)
6
Perut
I : Datar dan tidak ada pembesaran, venektasi(-)
P : Lemas, nyeri tekan (-), hepar-lien tidak teraba, turgor kulit normal.
P : timpani
A: BU(+) normal
Extremitas atas :
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), pigmentasi normal,
acral hangat, jari tabuh (-), turgor kembali cepat, clubbing finger (-).
Extremitas bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan lutut kiri terbatas, kekuatan +5, edema pretibial (-/-), pigmentasi
normal, clubbing finger (-), turgor kembali cepat, tofus (-), perabaan hangat pada lutut (-),
kemerahan (-), nyeri tekan sendi lutut kiri (+), krepitasi sendi lutut kiri (+)
Laboraturium
Gula darah sewaktu: 120 mg/dl
Kolesterol: 219 mg/dl
Asam urat: 5,6
-
Assessment:
Seorang laki-laki, berumur 56 tahun datang ke Puskesmas Tanjung Enim pada tanggal 09 juni
2016 pukul 09.00 WIB dengan keluhan utama nyeri pada lutut kiri yang semakin memberat sejak 1
pekan yang lalu.
Kisaran 6 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul nyeri pada lutut kiri yang semakin
memberat, nyeri seperti berdenyut dan ditusuk-tusuk disertai bunyi gemeretak ketika digerakan.
Bengkak tidak ada. Kemerahan tidak ada. Nyeri tidak berkurang saat dikompres, nyeri semakin
memberat saat pasien melipat lutut dan menggerakan lututnya namun berkurang dengan istirahat.
Pasien sudah pernah berobat beberapa kali sebelumnya ke tukang urut dan ke puskesmas,
diberikan obat anti nyeri dan vitamin keluhan hilang sesaat namun kambuh kembali.
Kisaran 1 pekan yang lalu, pasien mengeluh keluhan semakin memberat dan lutut kaki kiri
terasa kaku terutama muncul pagi hari ketika bangun tidur sehingga pasien membutuhkan waktu
beberapa menit sebelum dapat menggerakan lututnya. Keluhan juga dirasakan menghambat
aktivitas pasien sehari-hari. Pasien lalu berobat ke poli lansia puskesmas tanjung enim.
Pasien memiliki riwayat penyakit tekanan darah tinggi diketahui sejak kisaran 5 tahun yang
7
lalu teratur minum obat. Riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis di keluarga ada. Dahulu
pasien bekerja sebagai buruh dan memiliki kebiasaan berjalan ke tempat kerja dan mengangkat
barang berat saat bekerja, pasien juga memiliki kebiasaan merokok sehari 1 bungkus rokok.
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg dan BMI = 25,3
(overweight). Pemeriksaan tanda vital lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik spesifik
regio genu sinistra didapatkan gerakan terbatas, perabaan hangat pada lutut (-), nyeri tekan sendi
lutut kiri (+), krepitasi sendi lutut kiri (+). Pemeriksaan radiologi tidak dilakukan.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik maka diagnosis mengarah ke penyakit yang
mengenai sendi yaitu osteoarthritis, gout arthritis dan reumatoid arthritis, pada pasien ini diagnosis
lebih mengarah ke osteoarthritis. Kriteria menurut American College of Rheumatology dibutuhkan
3 dari 6 kriteria untuk dapat ditegakan bahwa seseorang menderita osteoarthritis. Pada anamnesis
didapatkan berumur > 50 tahun, nyeri sendi lutut kiri dan kaku lutut pada pagi hari kurang dari 30
menit dan pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan dan krepitasi sendi lutut kiri, sehingga
terdapat 5 dari 6 kriteria maka dapat ditegakan bahwa psaien menderita osteoarthritis. Selain itu hal
yang mendukung diagnosis adalah faktor resiko yang ada pada pasien yaitu status gizi overweight,
mempunyai riwayat pekerjaan membawa barang berat dan kebiasaan berjalan ke tempat kerja.
3. Plan:
Diagnosis: Osteoarthritis
Penatalaksanaan :
Umum
Edukasi tentang penyakit osteoarthritis agar pasien memahami tentang penyakit yang
dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar
persendiaanya tetap terpakai
Terapi fisik atau rehabilitasi dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat
dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
Berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan penurunan
berat badan.
Terapi farmakologis
Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga
untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari
hari.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad fungtionam
: dubia ad bonam
OSTEOARTHRITIS
A. Pendahuluan
Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro
yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita
osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan
(Koentjoro, 2010). Osteoarthritis ialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai oleh
adanya kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. Tulang
rawan (kartilago) adalah bagian dari sendi yang melapisi ujung dari tulang, untuk
memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang
bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri dan pembatasan
gerakan pada sendi (Nainggolan, 2009).
American College of Rheumatology (2011) mengartikan osteoarthritis sebagai
sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi. Penyakit ini
ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru yang
irreguler pada permukaan persendian. Nyeri merupakan gejala khas pada sendi yang
mengalami osteoarthritis. Rasa nyeri semakin berat bila melakukan aktivitas dengan
penggunaan sendi dan rasa nyeri diakibatkan setelah melakukan aktivitas dengan
penggunaan sendi dan rasa nyeri semakin ringan dengan istirahat (Susanti, 2010).
9
Kejadian osteoarthritis banyak pada orang yang berusia di atas 45 tahun. Laki-laki
di bawah umur 55 tahun lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan dengan wanita
pada umur yang sama. Namun, setelah umur 55 tahun prevalensi osteoarthritis lebih
banyak wanita dibandingkan pria. Hal ini diduga karena bentuk pinggul wanita yang lebar
dapat menyebabkan tekanan yang menahun pada sendi lutut. Osteoartritis juga sering
ditemukan pada orang yang kelebihan berat badan dan mereka yang pekerjaanya
mengakibatkan tekanan yang berlebihan pada sendi-sendi tubuh (Nainggolan, 2009).
B. Epidemiologi
Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di
dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda
radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum dijumpai
pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010) menemukan bahwa
orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% . Pada pria dengan
kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut kanan, sementara
16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang
terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut
kiri sebanyak 24,7.
C. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai faktor risiko osteoarthritis lutut antara lain
usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras/etnis, genetik, kebiasaan merokok,
konsumsi vitamin D, obesitas, osteoporosis, diabetes melitus, hipertensi, hiperurisemi,
histerektomi, menisektomi, riwayat trauma lutut, kelainan anatomis, kebiasaan bekerja
dengan beban berat, aktivitas fisik berat dan kebiasaan olah raga. Terjadi peningkatan dari
angka kejadian osteoarthritis selama atau segera setelah menopause karena faktor hormon
seks (Shu, 2003).
Menurut Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal yang disusun oleh Helmi tahun
2012, terdapat beberapa faktor resiko yang terdiri dari :
1) Peningkatan usia.
10
6) Faktor genetik.
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis, adanya mutasi dalam
gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti
kolagen dan proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada
osteoartritis.
7) Kelainan pertumbuhan tulang
Pada kelainan kongenital atau pertumbuhan tulang paha seperti penyakit perthes
dan dislokasi kongenital tulang paha dikaitkan dengan timbulnya osteoarthrtitis paha pada
usia muda (Shu, 2003)
8) Pekerjaan dengan beban berat.
Bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih dari 10 tahun dan kondisi
geografis berbukit-bukit merupakan faktor resiko dari osteoarthritis lutut (Maharani,
2007). Dan orang yang mengangkat berat beban 25 kg pada usia 43 tahun, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadinya osteoarthritis dan akan meningkat tajam pada usia
setelah 50 tahun (Martin, 2013).
9) Tingginya kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis, hal ini mungkin terjadi akibat tulang yang
lebih padat atau keras tak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh
tulang rawan sendi (Nainggolan, 2009).
10) Gangguan metabolik menyebabkan kegemukan.
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada
sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan
ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban,
tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang
berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit jantung koroner, diabetes
melitus dan hipertensi (Susanti, 2010).
D. Klasifikasi
12
E. Patofisiologi
Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan matriks rawan
sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks tulang rawan sehingga
fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan sendi terutama
terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen. Perkembangan perjalanan penyakit
osteoarthritis dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut :
1) Fase 1
13
3) Fase 3
Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons inflamasi pada
sinovia. Produksi magrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis factor-alpha
(TNF-), dan metalloproteinase menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik
pada kartilago dan secara langsung memberikan dampak adanya destruksi pada kartilago.
Molekul-molekul pro-inflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini
memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi dan memberikan dampak terhadap
pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan stress inflamasi
memberikan pengaruh pada permukaan artikular menjadi kondisi gangguan yang progresif.
14
F. Manifestasi Klinik
Menurut Australian Physiotherapy Association (APA) (2003) dalam Nainggolan (2009)
penyakit osteoarthritis mempunyai gejala-gejala yang biasanya menyulitkan bagi kehidupan
penderitanya. Adapun gejala tersebut antara lain:
1) Nyeri sendi (recurring pain or tenderness in joint)
Keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang sering-kali membawa penderita ke dokter,
walaupun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya. Biasanya nyeri sendi
bertambah dikarenakan gerakan dan sedikit berkurang bila istirahat. Pada gerakan tertentu (misal
lutut digerakkan ke tengah) menimbulkan rasa nyeri. Nyeri pada osteoarthritis dapat menjalar
kebagian lain, misal osteoarthritis pinggang menimbulkan nyeri betis yang disebut sebagai
claudicatio intermitten. Korelasi antara nyeri dan tingkat perubahan struktur pada
osteoarthritis sering ditemukan pada panggul, lutut dan jarang pada tangan dan sendi apofise
spinalis.
2) Kekakuan (stiffness)
Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul setelah duduk lama di kursi, di mobil,
bahkan setelah bangun tidur. Kebanyakan penderita mengeluh kaku setelah berdiam pada posisi
tertentu. Kaku biasanya kurang dari 30 menit.
3) Hambatan gerakan sendi (inability to move a joint)
Kelainan ini biasanya ditemukan pada osteoarthritis sedang sampai berat. Hambatan
gerak ini disebabkan oleh nyeri, inflamasi, sendi membengkok, perubahan bentuk. Hambatan
gerak sendi biasanya dirasakan pada saat berdiri dari kursi, bangun dari tempat berbaring,
menulis atau berjalan. Semua gangguan aktivitas tergantung pada lokasi dan beratnya kelainan
sendi yang terkena.
4) Bunyi gemeretak (krepitasi)
Sendinya terdengar berbunyi saat bergerak. Suaranya lebih kasar dibandingkan dengan
artritis reumatoid dimana gemeretaknya lebih halus. Gemeretak yang jelas terdengar dan kasar
merupakan tanda yang signifikan.
5) Pembengkakan sendi (swelling in a joint)
Sendi membengkak / membesar bisa disebabkan oleh radang sendi dan bertambahnya
cairan sendi atau keduanya.
15
G. Diagnosis Banding
OSTEOARTHRITIS
Inflamasi
Idiopatik
ETIOLOGI
GEJALA
PREDILEKSI
SIMETRISITAS
GAMBARAN
RADIOLOGI
REUMATOID
ARTHRITIS
Faktor genetik
Autoimun
GOUT
ARTHRITIS
Metabolik:
penimbunan kristal
monosodium
urat
monohidrat
Gejala cenderung di
Gejala cenderung pada
Onset
nyeri
pagi hari, kaku di pagi
malam hari, kaku di pagi
persendian sewaktuhari berlangsung > 60
hari berlangsung < 30 menit
waktu
menit
Cenderung
sendi
Sendi-sendi kecil: PIP,
bagian
proximal:
Sendi penyangga berat MCP,
pergelangan
MTP 1, olecranon,
tubuh: coxae, genu, vertebre siku,
pergelangan
tendon achiles dan
kaki, dll
jari-jari tangan
Asimetris
Simetris, bilateral
Asimetris
Celah sendi:
baik hingga
menyempit
Celah sendi:
H. Diagnostis
16
Susanti (2010) menyatakan bahwa kriteria diagnosis untuk osteoarthritis lutut, koksa dan
tangan digunakan kriteria menurut American College of Rheumatology, yaitu :
Diagnosis osteoarthritis selain berdasarkan gejala klinis juga didasarkan pada hasil
radiologi. Namun pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali masih normal.
Pemeriksaan Radiologik
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang terkena
sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik (Soeroso, 2006). Gambaran
Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung
beban seperti lutut).
b. Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).
c. Kista pada tulang
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur anatomi sendi.
17
I. Penatalaksanaan
Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya OA yang
diderita (Soeroso, 2006). Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
1. Terapi non-farmakologis
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar
penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai
18
2. Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul,
mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis
dari ketidakstabilan sendi (Felson, 2006).
a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid (AINS), Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), dan
Asetaminofen
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS
(Ibuprofen, Meloxicam, Piroksikam, Na Diclofenak) dan Inhibitor COX-2 (Celecoxib, Refecoxib,
Valdecoxib, Parecxib) dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena
risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat
pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak
toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan menggunakan
inhibitor COX-2, namun dalam penggunaannya inhibitor COX-2 menimbulkan resiko pada
sistem kardiovaskular sehingga kebanyakan ditarik dari pasaran.
Kontraindikasi
hipersensitivitas
penggunaan
terhadap
asetaminofen
asetaminofen,
penyakit
adalah
G6PD
bila
dan
seseorang
gangguan
memiliki
fungsi
hati.
b. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat obatan yang termasuk
dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya ( Felson, 2006 ).
3. Terapi pembedahan
19
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi
rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang
mengganggu aktivitas sehari hari.
Setelah nilai didapat, maka bandingkan nilai tersebut dengan tabel klasifikasi BMI di
berikut ini :
20
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dan orang gemuk cenderung lebih sering
mengeluh tentang besarnya rasa nyeri yang dialami pada lutut mereka dibandingkan dengan
orang lain yang kurang gemuk (Soeroso, 2006). Berdasarkan penelitian lain yang dilakukan
Thumboo (2002) didapati bahwa pasien OA lutut dengan obesitas mengalami peningkatan rasa
nyeri pada daerah persendian lutut dibandingkan dengan pasien yang kurang obesitas.
Berdasarkan dua hal tersebut dapat dikatakan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor yang
meningkatkan intensitas rasa nyeri yang dirasakan pada lutut pasien OA.
21