TONSILITIS KRONIS
Oleh :
TANNIA RIZKYKA IRAWAN
H1A012059
Pembimbing :
dr. I Gusti Ayu Trisna Ariani, Sp.THT-KL
Daftar Isi
Daftar Isi...
Bab I. Pendahuluan...
Bab II. Tinjauan Pustaka...
2.1 Embriologi Tonsil
2.2 Anatomi Tonsil.......
2.3 Tonsilitis Kronis ........
2.3.1 Definisi..
2.3.2 Etiologi..
2.3.3 Faktor Predisposisi....
2.3.4 Patologi .....
2.3.5 Manifestasi Klinis......
2
3
4
4
5
5
6
6
11
11
12
13
14
15
16
17
2.3.6 Diagnosis ..
2.3.7 Tatalaksana ................................................................................
2.3.8 Prognosis .................................................................................
2.3.9 Komplikasi...
2.3.10 Pencegahan..
Bab III. Laporan Kasus.
Bab IV. Pembahasan.
Daftar Pustaka...
18
25
26
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsilitis kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya
merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang dari tonsil.1 Kelainan ini merupakan
penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit tenggorok berulang dan
merupakan kelainan tersering pada anak di bidang THT. Di Indonesia infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan
mortalitas pada anak. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi
(Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik 36 kasus/1000 anak
sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaringitis akut (4,6%). Data morbiditas pada
anak menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak
laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun yang paling sering terjadi.
Secara umum, penatalaksanaan tonsilitis kronis dibagi dua, yaitu konservatif
dan operatif. Terapi konservatif dilakukan untuk mengeliminasi kausa, yaitu infeksi,
dan mengatasi keluhan yang mengganggu. Bila tonsil membesar dan menyebabkan
sumbatan jalan napas, disfagia berat, gangguan tidur, terbentuk abses, atau tidak
berhasil dengan pengobatan konvensional, maka operasi tonsilektomi perlu
dilakukan.2
Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan dapat
mempengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai mengenai
tonsilitis kronis diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang tepat dan
rasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 EMBRIOLOGI TONSIL
Tonsila palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong
faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian
dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus
branchial kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan
12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan
ketiga, tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.
Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau
trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel
germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan
interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai stadium).9
Tonsillares yang berjumlah 6-20 kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla
terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis
jaringan fibrosa yang disebut capsula tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan
tonsilla lingualis.
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah:2
Anterior
Posterior
Superior
Inferior
Medial
Lateral
: arcus palatoglossus
: arcus palatopharyngeus
: palatum mole
: 1/3 posterior lidah
: ruang orofaring
: kapsul yang dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior
Vaskularisasi
Inervasi tonsil bagian atas berasal dari serabut saraf v melalui ganglion
sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf glossofaringeus (N. IX). Pemotongan
pada n. IX menyebabkan anastesia pada semua bagian tonsil.5
Fungsi Tonsil Terhadap Sistem Imun
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2 %
dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada
tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-57%:15-30%. Pada tonsil terdapat
system imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membrane), makrofag, sel dendrite
dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen
ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis immunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel
limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG.1
Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan
asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T
dengan antigen spesifik. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh, maka akan timbul
inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsilitis (tonsillolith). Aktivitas
imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 10 tahun.6
Gambar 4. Adenoid
2.3 TONSILITIS KRONIS
2.3.1 Definisi
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang
terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada
anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang
keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan
yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus. 10
10
11
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut
yang berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan
(odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan
bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis
yang mungkin tampak, yakni :
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke
jaringan sekitar, kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen
atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang
seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripta yang
melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur
jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua
tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi : 10
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
12
3. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan
apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan
derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus
viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus. 10
2.3.7 Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan
tonsil (Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejalagejala.
Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama,
irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris
dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan
dengan infeksi kronis atau berulang-ulang.
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh
Celsus dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga
merupakan tindakan pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah
oleh Lague dari Rheims (1757).
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology Head
and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan : 2,9
a) Indikasi absolut:
i) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia
menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.
ii) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial
14
iii) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media
supuratif.
iv) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi
v) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)
b) Indikasi relatif :
i) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat
ii) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis
tidak responsif terhadap terapi
iii) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang
resisten terhadap antibiotik betalaktamase
iv) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma
c) Kontra indikasi :
i) Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
ii) Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak
mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
iii) Infeksi saluran nafas atas yang berulang
iv) Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.
v) Celah pada palatum
2.3.8
Prognosis
15
2.3.9 Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke
daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.
Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut : 10
1. Komplikasi sekitar tonsila
Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus
dan abses.
Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi
berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi,
menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening
atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus
paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.
Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi
pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih
berisi kelenjar limfe.
Kista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan
fibrosa dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna
putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan
2.
16
2.3.10 Pencegahan
Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu
penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah
terpapar dari penderita tonsilitis, atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Orangorang yang merupakan karier tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka
untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain. Selain itu, menghindari kejadian
tonsilitis kronis juga dapat dilakukan dengan menghindari kontak dengan faktor
predisposisi yang memperberat gejala, seperti inhalan asap rokok.6
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama pasien
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Tanggal Pemeriksaan
: An. PT
: 8 tahun
: Perempuan
: Mataram
: Pelajar
: 28 Juni 2016
17
3.2. Anamnesis
Keluhan utama
Pasien mengeluh rasa tidak nyaman di tenggorokan
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh tidak nyaman di tenggorokannya sejak 3 tahun lalu. Sejak
saat itu, pasien mengaku menderita batuk pilek berulang. Ibu pasien
mengeluhkan anaknya muncul batuk dan pilek hilang timbul setiap sebulan
selama 1 tahun terakhir. Jika terjadi batuk dan pilek kadang tenggorokan
dirasakan sakit. Saat ini pasien tidak merasakan adanya nyeri menelan atau
tenggorokannya sakit. Anak sering mengorok ketika tidur, dan hal ini muncul
sekitar 6 bulan yang lalu. Saat ini pasien tidak mengalami demam, dan batuk
pilek.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien sejak 1 tahun terakhir sudah sering dirawat di poli THT RSUP
Pemeriksaan
Telinga kanan
Telinga kiri
18
.
1.
2.
Telinga
Tragus
Daun telinga
3.
Liang telinga
furunkel (-), edema (-), otorhea furunkel (-), edema (-), otorhea
(-)
4.
Membran timpani
(-)
Retraksi
(-),
bulging
(-), Retraksi
(-),
bulging
(-),
hiperemi
(-),
edema
(-), hiperemi
(-),
edema
(-),
Pemeriksaan hidung
Pemeriksaan Hidung
Hidung kanan
Hidung luar
Bentuk (normal), hiperemi
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi
Hidung kiri
Bentuk (normal), hiperemi
deformitas (-)
deformitas (-)
19
Cavum nasi
mengkilat (-).
mengkilat (-).
Edema (-), mukosa hiperemi Edema (-), mukosa
Septum nasi
(-)
hiperemi (-)
Deviasi (-), perdarahan (-), Deviasi (-), perdarahan (-),
ulkus (-)
ulkus (-)
Pemeriksaan Tenggorokan
20
Bibir
Mulut
Geligi
Lidah
Uvula
Palatum mole
Faring
sekret (-)
Kanan
T4
Tonsillaris hiperemi (-)
Tonsila palatine
Fossa
Kiri
T4
hiperemi (-)
Laboratorium
Parameter
17/03/2016
Nilai Normal
HB
RBC
HCT
MCV
MCH
MCHC
WBC
EO
PLT
12,5
5,00
38,3
76,6
25,0
32,6
13,54
0,47
435
11,5 16,5g/dl
4,5-5,5 x 106 /L
40 - 50 %
82-92 fl
27-31 pg
32-37 g/dl
4-11 x 103/L
0-1 10^3/uL
150-400 103/L
3.4. Diagnosis
Tonsilitis Kronis
3.5. Deferential Diagnosis
Adenotonsilitis Kronis
3.6. Rencana Terapi Medikamentosa dan Diagnostik
Pro Tonsilektomi
Pro Foto Rontgen Toraks
21
Follow up
Hari/Tanggal
Keadaan Pasien
Terapi
Rabu, 29 Juni Pasien menjalani tindakan operasi,ditemukan Obs. Vital sign dan tanda
2016
jam
Pemeriksan Fisik:
jam
RR : 20 x/m
T: 36.7 oC
X
X
X
T0
T0
22
Jumat,
2016
Sabtu,
2016
jam
Pemeriksan Fisik:
Nadi : 96 x/m
jam
RR : 22 x/m
T: 36.2 oC
Juli Post operasi hari ke IV
Keluhan : pasien tidak memiliki keluhan
Pasien
direncanakan
Pulang
Pemeriksan Fisik:
Nadi : 100 x/m
RR : 20 x/m
T: 36.0 oC
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Perubahan
diet
bubur
menjadi
makanan
lunak
dengan
mempertimbangkan kondisi luka operasi. Dalam 5-7 hari biasanya luka operasi sudah
dapat mengering, pada saat itu pasien sudah dapat mengkonsumsi makanan padat.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Rubin MA, Gonzales R, Ford LC. Sore Throat, Earache and Upper Respiratory
Symptoms. In: Harrisons Principle of Internal Medicine. 19th ed. McGraw Hill.
New York: 2015; pp. 225-242.
2. Rusmarjono, & Soepardi EA. Penyakit dan kelainan tonsil dan Faring. Dalam :
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher edisi
keenam. FKUI. Jakarta: 2007; hal. 195-203.
3. Nave H, Gebert A, Pabst. 2001. Morphology and immunology of the human
palatine tonsil. Anatomy Embryology 2004: 367-373.
4. Grevers G. Pharynx and Esophagus. In: Basic Otorhinolaryngology. Thieme.
New york: 2006; pp. 98-120.
5. Vanputte CL, Regan JL, Russo AF. The Special Sense. In: Seeleys Anatomy &
Physiology, 10th ed. Mc Graw Hill. New York; 2014: pp 526-538.
6. Nurjanna Z. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2007-2010, E-Journal FK USU, 2010:2(10);1-3.
7. Amarudin, Tolkha et Anton Christanto. 2005. Kajian Manfaat Tonsilektomi,
Cermin Dunia Kedokteran.
8. Dedya, et. Al. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)
Pada Anak. Bagian/Smf Ilmu Penyakit THT FK UNLAM. 2009.
9. Derake A, Carr MM. Tonsillectomy. Dalam : Godsmith AJ, Talavera F, Allen Ed.
EMedicine.com.inc.2002 : 1 10.
10. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6 Th
Ed. Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001; 263-368
25