Anda di halaman 1dari 10

Shagnez Dwi Putri

04011181520015
BETA 2015
I. Learning Issue
A. Thalassemia
a) Pengertian
Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik
yang menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen utama
molekul hemoglobin (Hb).
Talasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan.
Pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali
antara 1925-1927. Kata Talasemia dimaksudkan untuk mengaitkan
penyakit tersebut dengan penduduk Mediterania, dalam bahasa Yunani
Thalasa berarti laut. (Permono, & Ugrasena, 2006)
b) Epidemiologi
Talasemia 0 ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kepulauan
Mediterania, Talasemia + tersebar di Afrika, Mediterania, Timur Tengah,
India dan Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 40-80%. (Permono, &
Ugrasena, 2006)
Talasemia memiliki distribusi sama dengan Talasemia . Dengan
kekecualian di beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di
Mediterania dan bervariasi di Timur Tengah, India dan Asia Tenggara.
HbE yang merupakan varian Talasemia sangat banyak dijumpai di India,
Burma dan beberapa negara Asia Tenggara. Adanya interaksi HbE dan
Talasemia menyebabkan Talasemia HbE sangat tinggi di wilayah ini.
Tingginya frekuensi Talasemia mempengaruhi kekebalan HbE ini terhadap
malaria plasmodium falsiparum yang berat. Hal ini membuktikan penyakit
ini disebabkan oleh mutasi baru dan penyebarannya dipengaruhi oleh
seleksi lokal oleh malaria. Kenyataan bahwa mutasi tersebut berbeda di
setiap populasi, menunjukkan seleksi ini baru terjadi dalam beberapa ribu
tahun (Permono, & Ugrasena, 2006).
c) Etiologi
Talasemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang
diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen
yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11
(Tamam, 2009).
d) Klasifikasi
Menurut Permono dan Ugrasena (2006), Talasemia adalah grup
kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat pengurangan
produksi satu atau lebih rantau globin. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan produksi rantai globin. Ada 3 tingkat klasifikasi
Talasemia. Secara klinis bisa dibagi menjadi 3 grup kerna ia memiliki
implikasi klinis diagnosis dan penatalaksanaan:
1. Talasemia mayor sangat tergantung kepada transfusi
2. Talasemia minor/ karier tanpa gejala
3. Talasemia intermedia
Talasemia juga bisa diklasifikasikan secara genetik menjadi -, -,
- atau Talasemia- sesuai dengan rantai globin yang berkurang
produksinya. Pada beberapa Talasemia sama sekali tidak terbentuk

rantai globin disebut o atau o Talasemia, bila produksinya rendah


+ atau + Talasemia. Sedangkan Talasemia bisa dibedakan
menjadi ()o dan ()+ dimana terjadi gangguan pada rantai dan
(Permono, & Ugrasena, 2006).
Bila Talasemia timbul pada populasi di mana variasi hemoglobin
struktural ada.
Seringkali di turunkan gen talasemia dari satu orang tua
dan gen varian hemoglobin
dari
orang tua lainnya. Lebih jauh lagi,
mungkin pula didapatkan Talasemia-
dan bersamaan. Interaksi dari
beberapa gen ini menghasilkan gambaran klinis yang bervariasi mulai dari
kematian dalam rahim sampai sangat ringan (Permono, &
Ugrasena,
2006).
Talasemia diturunkan berdasarkan hukum mandel, resesif atau
kodominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan
heterozigot
gejalanya lebih berat dari Talasemia atau (Permono, &
Ugrasena, 2006)
e) Patofisiologi
Pada Talasemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali
produksi rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis
salah satu jenis rantai globin (rantai- atau rantai-) menyebabkan
sintesis rantai globin yang idak seimbang. Bila pada keadaan normal
rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai dan rantai , yakni
berupa 22, maka pada Talasemia-0, di mana tidak disintesis sama
sekali rantai , maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai yang
berlebihan (4). Sedangkan pada Talasemia-0, di mana tidak disintesis
sama sekali rantai , maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai
yang berlebihan (4) (Atmakusuma, & Setyaningsih, 2009).
a) Talasemia Beta
Kelebihan rantai mengendap pada membran sel eritrosit dan
prekursornya. Hal ini menyebabkan pengrusakan prekursor eritrosit yang
hebat intra meduler. Kemungkinan melalui proses pembelahan atau
proses oksidasi pada membran sel prekursor. Eritrosit yang mencapai
darah tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan pengrusakan di
lien dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dan denaturasi
hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada
Talesemia disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan
umur eritrosit (Permono, & Ugrasena, 2006).
Sebagian kecil prekursor eritrosit tetap memiliki kemampuan membuat
rantai , menghasilkan HbF extra uterine. Pada Talesemia sel ini sangat
terseleksi dan kelebihan rantai lebih kecil karena sebagian bergabung
dengan rantai membentuk HbF. Sehingga HbF mengikat pada talesemia
. Seleksi seluler ini terjadi selama masa fetus, yang kaya HbF. Beberapa
faktor genetik mempengaruhi respons pembentukan HbF ini. Kombinasi
faktor-faktor ini mengakibatkan peningkatan HbF pada talesemia .
Produksi rantai tidak terpengaruh pada Talesemia , sehingga HbA2
meningkat pada heterozigot (Permono, & Ugrasena, 2006).
Kombinasi anemia pada Talesemia dan eritrosit yang kaya HbF
dengan afinitas oksigen tinggi, menyebabkan hipoksia berat yang
menstimulasi prosuksi eritropoetin. Hal ini mengakibatkan peningkatan
masa eritroid yang tidak efektif dengan perubahan tulang, peningkatan
absorpsi besi, metabolisme rate yang tinggi dan gambaran klinis

talesemia mayor. Penimbunan lien dengan eritrosit abnormal


mengakibatkan pembesaran limpa. Juga diikuti dengan terperangkapnya
eritrosit, leukosit dan trombosit di dalam limpa, sehingga menimbulkan
gambaran hipersplenisme (Permono, & Ugrasena, 2006).
Beberapa gejala ini bisa dihilangkan dengan transfusi yang bisa
menekan eritropoesis, tapi akan meningkatkan penimbunan besi. Hal ini
bisa dimengertikan dengan memahami metabolisme besi. Di dalam tubuh
besi terikat oleh transferin, dalam perjalanan ke jaringan,besi ini segera
diikat dalam timbunan molekul berat rendah. Bila berjumlah banyak bisa
merusak sel. Pada pasien dengan kelebihan zat besi, timbunan ini bisa
dijumpai di semua jaringan, tapi sebagian besar di sel retikuloendothelial,
yang relatif tidak merusak. Juga di miosit dan hepatosit yang bisa
merusak. Kerusakan tersebut diakibatkan terbentuknya hidroksil radikal
bebas dan kerusakan akibat oksigen (Permono, & Ugrasena, 2006).
Normalnya ikatan besi pada transferin mencegah terbentuknya radikal
bebas. Pada orang dengan kelebihan besi, transferin menjadi tersaturasi
penuh, dan fraksi besi tidak terikat transferin bisa terdeteksi di dalam
plasma. Hal ini mengakibatkan terbentuknya radikal bebas dan
meningkatnya jumlah besi di jantung, hati dan kelenjar endokrin.
Mengakibatkan kerusakan dan gangguan fungsi organ (Permono, &
Ugrasena, 2006).
Gambaran klinis tersebut bisa dikaitkan dengan gangguan produksi
globin, dan kelebihan rantai pada maturasi dan umur eritrosit. Dan akibat
penumpukan zat besi akibat peningkatan absorpsi dan transfusi.
Sehingga mudah dimengerti mengapa ada bentukan lebih ringan dari
yang lain. Gambaran klinis ini dipengaruhi jumlah ketidakseimbangan
rantai globin. Termasuk Talesemia , Talesemia minor dan segregasi
gen yang mengakibatkan peningkatan HbF (Permono, & Ugrasena, 2006).
b) Talasemia Alfa
Dengan adanya HbH dan Barts, patologi seluler Talesemia berbeda
dengan Talesemia . Pembentukan tetramer ini mengakibatkan
eritropoesis yang kurang efektif. Tetramer HbH cenderung mengendap
seiring dengan penuaan sel, menghasilkan inclusion bodies. Proses
hemolitik merupakan gambaran utama kelainan ini. Hal ini semakin berat
karena HbH dan Barts adalah homotetramer, yang tidak mengalami
perubahan allosterik yang diperlukan untuk transpor oksigen. Seperti
mioglobin, mereka tidak bisa melepaskan oksigen pada tekanan fisiologis.
Sehingga tingginya kadar HbH dan Barts sebanding dengan beratnya
hipoksia (Permono, & Ugrasena, 2006).
Patofisiologi Talesemia sebanding dengan jumlah gen yang terkena.
Pada homozigot (-/-) tidak ada rantai yang diproduksi. Pasien memiliki
Hb Barts yang tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb nya
cukup, karena hampir semua merupakan Hb Barts, fetus tersebut sangat
hipoksik. Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia
intrauterin. Bentuk heterozigot talesemia o dan + menghasilkan
ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan
dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia
hemolitik, adaptasi terhadap anemianya sering tidak baik, karena HbH
tidak berfungsi sebagai pembawa oksigen (Permono, & Ugrasena, 2006).

Bentuk heterozigot Talasemia o (-/) dan delesi homozigot


Talesemia + (-/-) berhubungan dengan anemia hipokromik ringan,
mirip Talesemia . Meskipun pada Talesemia o ditemukan eritrosit
dengan inklusi, gambaran ini tidak didapatkan pada Talesemia +. Hal ini
menunjukkan diperlukan jumlah kelebihan rantai tertentu untuk
menghasilkan 4 tetramer. Yang menarik adalah bentuk heterozigot non
delesi talasemia (T/T) menghasilkan rantai yang lebih sedikit,
dan gambaran klinis penyakit HbH (Permono, & Ugrasena, 2006).
f) Manifestasi Klinis
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus,
bervariasi, dan tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan
(Atmakusuma, 2009).
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya
bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan
jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita
mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam,
2009) Talasemia- dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang
baru ditentukan, yakni
(1) Talasemia- minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik
hipokrom.
(2) Talasemia- mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada
transfusi darah.
(3) Talasemia- intermedia: gejala di antara Talasemia mayor dan
minor. Terakhir merupakan pembawa sifat tersembunyi Talasemia (silent carrier) (Atmakusuma, 2009).
Empat sindrom klinik Talasemia- terjadi pada Talasemia-,
bergantung pada nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah
rantai- yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah pembawa
sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier), Talasemia- trait
(Talasemia- minor), HbH diseases dan Talasemia- homozigot (hydrops
fetalis) (Atmakusuma, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia- mayor,
penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel
darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat,
perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning
(jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat, lesu,
sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan
mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah.
Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah
yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang,
terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah
dan mudah patah. Anakanak yang menderita talasemia akan tumbuh
lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan
anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan
seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul
dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa
menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2009).
g) Diagnosis
Terdapat empat diagnosis utama jika seseorang menderita talasemia.
Pertama, terdapat gambaran sel darah merah mikrositik yang banyak

sehingga nilainya jatuh kepada diagnosis anemia. Kedua, dari anamnesa


terdapat riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama. Ketiga,
gambaran sel darah merah yang abnormal yakni mikrositik, acanthocytes
dan terdapat sel target. Keempat, untuk Talasemia beta, terdapat
peningkatan hemoglobin 2 atau F (Linker, 1996).

h) Pemeriksaan Laboratorium
1) Talasemia
Pasien dengan gen dua globin- menderita anemia ringan, dengan nilai
hematokrit antara 28% sehingga 40%. MCV rendah yaitu antara 60-75 fL
dan hitung darah tepi selalunya normal. Hapusan darah tepi
menunjukkan abnormalitas yang ringan yaitu terdapat gambaran
mikrosit, hipokromia, target sel, dan acantocytes (sel yang mempunyai
bentuk yang irregular). Hitung retikulosit dan nilai besi dalam batas
normal. Hemoglobin electrophoresis menunjukkan tiada peningkatan
pada hemoglobin A2 atau F dan tiada hemoglobin H.
2) Hemoglobin H disease
Pasien ini menderita anemia hemolotik yang berat, dengan nilai
hematokrit antara 22% sehingga 32%. Nilai MCV yang rendah yaitu
antara 69-70 fL. Hapusan darah tepi menunjukkan abnormalitas dengan
hipokrom, mikrositosis, sel target dan poikilositosis. Hitung retikulosit
meningkat.
Hemoglobin
electrophoresis
menunjukkan
terdapat
hemoglobin H sebanyak 10-40% dari hemoglobin total.
3) Talasemia minor
Seperti pasien yang mempunyai Talasemia-, pasien dengan
talasemia- juga menderita anemia ringan. Nilai hematokrit antara 2840%. MCV sekitar 55-75 fL dan hitung sel darah merah normal. Hapus
darah tepi sedikit abnormal dengan terdapat gambaran hipokrom,
mikrositosis dan ada sel target. Bedanya dengan penderita Talasemia-,
pasien dengan Talasemia- dijumpai basophilic stippling. Hitung
retikulosit dalam batas normal atau nilainya sedikit meningkat.
Hemoglobin
electrophoresis
menunjukkan
terdapat
peningkatan
hemoglobin A yaitu 4-8% dan peningkatan hemoglobin F yaitu 1-5%.
4) Talasemia mayor
Pasien dengan Talasemia mayor menderita anemia yang berat
sehingga mengancam nyawa. Jika tidak ditransfusi, hematokrit akan jatuh
sehingga dibawah 10%. Hapusan darah tepi yang aneh menunjukkan
adanya poikilocytosis yang berat, hipokrom, mikrositosis, basophilic
stippling, dan ada nukleus pada sel darah merah. Hemoglobin A
menunjukkan nilai yang sedikit atau tiada. Hemoglobin yang banyak
adalah hemoglobin F (Linker, 1996).
B. Sistem Organ
Ada tiga jenis sel darah, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah
putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Sel darah merah dan sel
darah putih disebut jugakorpuskel.
Sel Darah Merah
Sel darah merah berbentuk piringan pipih yang menyerupai donat.

45% darah tersusun atas sel darah merah yang dihasilkan di sumsum
tulang. Dalam setiap 1 cm kubik darah terdapat 5,5 juta sel. Jumlah
sel darah merah yang diproduksi setiap hari mencapai 200.000 biliun.
Dalam keadaan normal, sel darah merah atau eritrosit mempunyai
waktu hidup 120 hari didalam sirkulasi darah, Jika menjadi tua, sel
darah merah akan mudah sekali hancur atau robek sewaktu sel ini
melalui kapiler terutama sewaktu melalui limpa. penghancuran sel
darah merah bisa dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti :genetik,
kelainan membran, glikolisis, enzim, dan hemoglobinopati, sedangkan
faktot ekstrinsik : gangguan sistem imun, keracunan obat, infeksi
seperti akibat plasmodium Jika suatu penyakit menghancurkan sel
darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang
berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel
darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan normal. Jika
penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka
akan terjadi anemia hemolitik.
Sel darah merah mengandung hemoglobin yang kaya akan zat besi.
Warnanya yang merah cerah disebabkan oleh oksigen yang diserap
dari paru-paru. Pada saat darah mengalir ke seluruh tubuh,
hemoglobin melepaskan oksigen ke sel dan mengikat karbon
dioksida.
Sel darah merah yang tua akhirnya akan pecah menjadi partikelpartikel kecil di dalam hati dan limpa. Sebagian besar sel yang tua
dihancurkan oleh limpa dan yang lolos dihancurkan oleh hati. Hati
menyimpan kandungan zat besi dari hemoglobin yang kemudian
diangkut oleh darah ke sumsum tulang untuk membentuk sel darah
merah yang baru. Persediaan sel darah merah di dalam tubuh
diperbarui setiap empat bulan sekali.
Struktur sel darah merah pada penderita thalasaemia di tandai
dengan kondisi sel darah merah yang mudah rusak, yaitu 3-4 kali lebih
cepat dibandingkan sel darah merah normal, sebab umurnya lebih
pendek dari sel darah merah normal. Pada Studi hematologi terdapat
perubahan perubahan struktur pada sel darah merah penderita
thalasemia, diantaranya yaitu bentuk hipokromia, poikilositosis dan sel
target.
Hipokromia
Hipokromia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi hemoglobin
kurang dari normal sehingga sentral akromia melebar (>1/2 sel).
Pada hipokromia yang berat lingkaran tepinya sangat tipis disebut
dengan eritrosit berbentuk cincin (anulosit).
Poikilsitosin
Poikilsitosin adalah kondisi dimana suatu sel darah merah
memiliki bermacam-macam varian bentuk dan struktur yang
berbeda.
Sel Target
Sel Target adalah eritrosit berbentuk tipis atau ketebalan kurang
dari normal dengan bentuk seperti target ditengah.
sumsum tulang
Sumsum tulang membentuk lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan
dan perkembangan sel induk. Sumsum tulang tersusun atas sel stroma dan

jaringan mikrovaskuler. Sel stroma meliputi sel lemak (adiposa), fibroblas,


sel retikulum, sel endotel dan makrofag. Sel-sel tersebut mensekresi
molekul ekstraseluler seperti kolagen, glikoprotein (fibronektin dan
trombospondin), serta glikosaminoglikan (asam hialuronat dan derivat
kondroitin) untuk membentuk suatu matriks ekstraseluler. Selain itu, sel
stroma mensekresi beberapa faktor pertumbuhan yang diperlukan bagi
kelangsungan hidup sel induk.
Pembentukan Sel Darah Pada Sumsum Tulang dan Embrio (Eritropoesis) Sel darah merah merupakan komponen sel darah yang memiliki presentase
paling banyak. Setiap sentimeter kubik (cm3) darah manusia mengandung
5-6 juta sel ini dan sekitar 25 triliun sel dalam 5 L darah dalam tubuh
manusia. Sel tersebut bertanggung jawab dalam pengangkutan oksigen dari
sistem respirasi ke seluruh sel tubuh. Namun, sel yang begitu berguna ini
tidak memiliki inti sel dan mitokondria. Hal ini merupakan penyesuaian
terhadap fungsi sel darah merah itu sendiri. Sel darah merah mengandung
33% senyawa hemoglobin, suatu protein yang berperan dalam pengikatan
oksigen. Hemoglobin mengikat oksigen dengan membentuk senyawa oksihemoglobin. Selain itu, hemoglobin juga akan mengikat limbah karbon
dioksida dengan membentuk karbamino-hemoglobin, namun hanya sedikit
karbondioksida yang diikat oleh hemoglobin. Sebagian besar karbondioksida
dibawa oleh plasma darah dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3-). Ikatan
karbonmonoksida dengan hemoglobin membentuk karboksihemoglobin,
memiliki ikatan yang lebih kuat dan menetap dibanding dengan oksigen.
Oleh karena itu akan mengganggu proses pengangkutan oksigen ke dalam
tubuh. Ukuran sel darah merah sangat kecil, sel darah merah memiliki
diameter sekitar 12m (1= 10-6m). Dengan ukuran yang sangat kecil ini
akan memaksimalkan pengikatan oksigen. Semakin kecil ukuran sel darah
merah maka akan semakin banyak oksigen yang dapat diangkut. Sel darah
merah memiliki bentuk bikonkaf, mencekung pada bagian tengah yang
membuat luas permukaan sel meningkat.
Keabsenan nukleus pada sel membuat sel darah merah kehilangan
kemampuan dalam bereproduksi. Pembentukan sel darah merah terjadi
melalui proses eritropoesis yang berlangsung di dalam sumsum tulang. Sel
ini memiliki masa hidup yang pendek, sekitar 120 hari, maka sel akan
beredar di dalam pembuluh darah, kemudian dirombak oleh makrofag.
limpa/spleen

Limpa adalah organ dalam perut yang terletak pada perut bagian kiri atas. Limpa
manusia berwarna merah kecoklatan. Organ limpa dapat diingat dengan rumus
1x3x5x7x9x11, yakni berukuran 1 x 3 x 5 inci (1 inci= 2,54 cm) , memiliki berat 7
oz (200 gram), dan terletak di antara sela iga kiri ke 9 dan 11.
Meskipun terletak di dalam rongga perut, limpa tidak berperan pada sistem
perncernaan makanan. Limpa adalah organ tubuh yang berfungsi menjalankan fungsi
peredaran darah dan sistem pertahanan tubuh. Fungsi limpa adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai tempat cadangan darah. Limpa mampu membendung
darah sehingga saat tubuh mengalami perdarahan berat, limpa akan
menyuplaikan darah tersebut;
2.
Menghancurkan sel darah merah yang sudah tua;
3.
Mengatur siklus zat besi yang merupakan komponen sel darah
merah;

4.
Tempat penyimpanan sel monosit yakni komponen sel darah putih
yang berfungsi penting dalam melawan kuman, bakteri, dan zat asing
yang masuk ke dalam tubuh.

Operasi pengangkatan limpa atau hilangnya fungsi limpa akibat suatu hal tidak
akan mengancam nyawa seseorang. Limpa bukan organ vital untuk kelangsungan
kehidupan. Namun peneliti pernah mengamati dampak hilangnya fungsi limpa pada
seseorang sebagai berikut:
1.
akibat
2.
3.

Terjadi peningkatan jumlah sel darah putih dan keping sel darah
hilangnya fungsi penyimpanan darah limpa;
Terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi;
Tidak responnya beberapa jenis vaksin.

Metabolisme Gangguan Fungsi Hati dan Ginjal Thalasemia Mayor.

Penderita thalasemia mayor mengalami kelainan pada gen globin


menyebabkan produksi hemoglobin berkurang dan sel darah merah mudah
rusak/berumur lebih pendek dari sel darah merah normal. Kerusakan sel
darah merah pada penderita thalasemia mengakibatkan zat besi akan
tertinggal di dalam tubuh. Manusia normal, zat besi yang tertinggal dalam
tubuh digunakan untuk membentuk sel darah merah yang baru. Penderita
thalasemia, zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak akan
menumpuk dalam organ tubuh seperti hati dan dapat mengganggu fungsi
organ tubuh. Zat besi paling banyak terakumulasi di hati karena fungsi hati
sebagai sintesis ferritin (simpanan besi) dan transferin (protein pengikat besi)
juga tempat penyimpanan terbesar cadangan besi dalam bentuk ferritin dan
hemosiderin. Penderita thalasemia mayor harus mendapat suplai darah terus
menerus dari darah transfusi untuk mengatasi anemia sehingga akan
menambah penumpukan zat besi di dalam hati. Penumpukan zat besi ini
harus dikeluarkan karena akan sangat membahayakan dan dapat berujung
pada kematian
Penumpukan zat besi juga terdapat di ginjal. Kelebihan zat besi dapat
dikurangi dengan terapi kelasi besi berupa obat yang diberikan secara oral
maupun lewat infus. Fungsi ginjal diantaranya sebagai ekskresi sisa
metabolik dan bahan kimia asing juga produk akhir pemecahan hemoglobin.
Obat khelasi besi selain bermanfaat namun juga berbahaya karena
mengandung bahan kimia. Sebagian besar zat besi diekskresikan melalui
feses dan < 10 % lewat urin, dengan cara mengeliminasi atau mengurangi
ikatan serum non transferin besi. Obat khelasi besi ini diabsorbsi dan
bersirkulasi selama beberapa jam. Jangka waktu yang lama maka menambah
beban ginjal sebagai ekskresi yang dapat mengakibatkan kerusakan ginjal.
Ginjal juga berfungsi sebagai pengatur produksi sel darah merah, ginjal
menyekresikan eritropoetin yang merangsang pembentukan sel darah
merah. 90 % dari seluruh eritropoetin dibentuk dalam ginjal. Penderita
thalasemia mayor pembentukan sel darah merah lebih cepat sehingga ginjal
akan lebih sering menyekresikan eritropoetin untuk pembentukan sel darah
merah baru, lama kelamaan dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal
II.
1.
2.
3.

Analisis Masalah
Sistem organ apa yang terkait pada kasus ?
Bagaimana struktur dan fungsi organ yang terkait
Apa Penyebab dari thalasemia?

Thalassemia adalah penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif.


Penyakit ini
diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta
yang terletak pada
kromosom 11
4. Apa saja faktor resiko thalasemia
Faktor predisposisi
a. Penyakit thalasemia disebabkan oleh adanya kelainan atau perubahan
mutasi pada gen globinalpha atau beta sehingga produksi rantai globin
tersebut kurang atau tidak ada.Akibat produksi Hbberkurang dan eritrosit
mudah sekali rusak atau umumnya lebih pendek dari eritrosit normal.
b. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut gen globin beta. Pada
manusia kromosomditemukan berpasangan. Jika hanya sebelah saja akan
mengalami kelainan disebut thalassemia carrier
(pembawa sifat
thalassemia). Jika kelainan terjadi di kedua kromosom, dinamakan
penderitathalassemia mayor atau heterozigot. Gen ini didapat dari kedua
orangtuanya yang membawa sifatthalassemia (carrier ).
Faktor Presipitasi1.
a. Gizi buruk, gizi buruk dapat memperparah keadaan penderita
thalassemia yang seharusnyamembutuhkan nutrisi yang cukup.
b. Konsumsi makanan yang mengandung banyak zat besi, zat besi dapat
mengakibatkan limfa dan hatimembesar karena penderita diberi transfusi
maka penderita jangan diberi makanan yangmengandung zat besi.3.
c. Melakukan aktivitas yang terlalu berat, dapat menyebabkan penderita
bertambah lelah
d. Personal hygiene yang kurang, kebersihan diutamakan, karena penderita
mudah terkena penyakityang sebabkan oleh virus, protozoa, atau bakteri.
e. Taraf ekonomi yang rendah, sebagian penderita thalassemia berasal dari
keluarga ekonomi rendah,tidak ada biaya merupakan salah satu faktor
karena untuk mentransfusi darah dibutuhkan danayang tidak sedikit
4. Apa Saja klasifikasi thalasemia ?
Secara klinis bisa dibagi menjadi 3 grup kerna ia memiliki implikasi klinis
diagnosis dan penatalaksanaan:
a)
Talasemia mayor sangat tergantung kepada transfusi
b)
Talasemia minor/ karier tanpa gejala
c)
Talasemia intermedia
5. Apa parameter dari pemeriksaan di atas yang
thalassemia?
(Learning issue : thalassemia pemeriksaan laboratorium)

mengidentifikasi

6. Apa hubungan usia, etnik dan jenis kelami terhadap thaalassemia?


III. Tinjauan Pustaka
Guyton, Arthur C. 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta : EGC
Luberty, Stryer. Biokimia Edisi 4 Vol. 1. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai