Topik Penyuluhan
Sasaran
Tempat
Hari/ Tanggal
Alokasi Waktu
: 1x30 Menit
Metode
: Ceramah
Media
A. Tujuan Instruksional
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti proses penyuluhan, lansia RW 02 Kelurahan Merjosari memahami
dan mengikuti terkait materi yang disampaikan.
2. Tujuan Khusus
Lansia RW 02 Kelurahan Merjosari:
a. Mengetahui pengertian Kebiasaan Merokok
b. Mengetahui dan menyebutkan Kategori Perokok
c. Mengetahui dan menyebutkan Bahan-Bahan yang Terkandung Dalam Rokok
d. Mengetahui dan menyebutkan Pengaruh rokok terhadap tekanan darah
e. Mengetahui dan menyebutkan Obat antihipertensi
f. Mengetahui dan menyebutkan Tujuan pengobatan
g. Mengetahui dan menyebutkan Dampak ketidakpatuhan minum obat
h. Mengetahui dan menyebutkan Bahaya minum jamu bersamaan dengan obat
hipertensi
B. Materi Pembelajaran
1. Kebiasaan Merokok
2. Kategori Perokok
3. Bahan-Bahan yang Terkandung Dalam Rokok
4. Pengaruh rokok terhadap tekanan darah
5. Obat antihipertensi
6. Tujuan pengobatan
Uraian
1. Pembukaan
2. Pelaksanaan
Kegiatan
Fasilitator
Sasaran
1. Mengucapkan salam
1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan
3. Menjelaskan maksud 3. memperhatikan
dan tujuan
1. Memaparkan subpokok bahasan
2. Menekankan hal
yang penting
1. Memperhatikan
Waktu
5 menit
20 menit
dan
mendengarkan
2. Memperhatikan
dan bertanya
3. Penutup
1. Menjelaskan
kesimpulan
2. Menyampaikan
pertanyaan
3. Mengucapkan
1. Memperhatikan
2. Menjawab
5 menit
pertanyaan
3. Menjawab salam
terimakasih
D. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Peserta hadir di tempat penyuluhan
b. Penyuluhan dilaksanakan di balai RW 2 Kelurahan Merjosari
c. Sarana dan prasana penyuluhan tersedia lengkap sebelum penyuluhan dimulai
d. Penyuluhan dilakukan sesuai rencana yang ditetapkan
2. Evaluasi Proses
a. Lansia antusias dan aktif terhadap kegiatan penyuluhan dari awal sampai akhir
b. Lansia bertanya jika ada yang belum dimengerti
3. Evaluasi Hasil
a. Lansia mengerti tentang materi penyuluhan, dibuktikan dengan bisa menjawab
quisioner / pertanyaan
MATERI PENYULUHAN
1. Merokok
1.1 Kebiasaan Merokok
Seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap minimal 100 batang rokok.
Merokok dapat mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri, banyak
penyakit yang telah terbukti menjadi akibat buruk merokok baik secara langsung maupun
tidak langsung. Tembakau atau rokok paling berbahaya bagi kesehatan manusia. Rokok
secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Rata- rata
merokok yang dilakukan oleh kebanyakan laki-laki dipengaruhi oleh faktor psikologis
meliputi rangsangan sosial melalui mulut, ritual masyarakat, menunjukkan kejantanan,
mengalihkan diri dari kecemasan, kebanggaan diri. Selain faktor psikologis juga dipengaruhi
oleh faktor fisiologis yaitu adiksi tubuh terhadap bahan yang dikandung rokok seperti nikotin
atau juga disebut kecanduan terhadap nikotin (Mangku S., 1997)
1.2 Kategori Perokok
1.2.1 Perokok Pasif
Perokok pasif dalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak merokok
(Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya.
Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok
sigaret kemungkinan besar berbahaya terhadap mereka yang bukan perokok, terutama di
tempat tertutup. Asap rokok yang dihembusan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok
pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak
mengandung tar dan nikotin (Wardoyo, 1996).
1.2.2 Perokok Aktif
Menurut (Bustan,M.N., 2000) rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari
isapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan
langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri
maupun lingkungan sekitar
million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi haemoglobin dalam darah sejumlah
2-16% (Mangku S., 1997).
3. Tar
Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air
diasingkan, beberapa komponen zat kimianya karsinogenik (pembentukan kanker). Tar
adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. Dengan
adanya kandungan bahan kimia yang beracun sebagian dapat merusak sel paru dan
menyebabkan berbagai macam penyakit. Selain itu tar dapat menempel pada jalan
nafas sehingga dapat menyebabkan kanker. Tar merupakan kumpulan dari beribu-ribu
bahan kimia dalam komponen padat asap rokok. Pada saat rokok dihisap, tar masuk
kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi
padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran
pernafasan dan paru-paru Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok,
sementara kadar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Sedangkan bagi rokok yang
menggunakan filter dapat mengalami penurunan 5-15 mg. Walaupun rokok diberi filter,
efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru, ketika pada saat merokok
hirupannya dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang digunakan
bertambah banyak (Mangku S., 1997)
4. Timah Hitam (Pb)
Merupakan Partikel Asap Rokok Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok
sebanyak 0,5 mikro gram. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam
satu hari menghasilkan 10 mikro gram. Sementara ambang batas timah hitam yang
masuk ke dalam tubuh antara 20 mikro gram per hari. Bisa dibayangkan bila seorang
perokok berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok perhari, berapa banyak zat
berbahaya ini masuk ke dalam tubuh. (Mangku S., 1997).
segera setelah isapan pertama. Seperti halnya zat-zat kimia yang lain, dalam asap
rokok nikotin akan diserap oleh pembuluh-pembuluh darah yang amat kecil yang ada
di dalam paru-paru, kemudian diedarkan ke seluruh tubuh oleh aliran darah. Hanya
dalam hitungan detik nikotin sudah mencapai otak. Otak akan bereaksi terhadap
nikotin masuk dalam otak dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan bereaksi menyempitkan
pembuluh darah, karena pembuluh darah otak menyempit maka akan memaksa
jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi
2. Jika pemompaan jantung cukup kuat, dan penyempitan pembuluh darah di otak
akibat reaksi epinefrin juga cukup kuat, maka akan terjadi pembuluh darah otak
menjadi pecah, ini yang akan menyebabkan stoke.
3. Merokok akan mencederai dinding pembuluh darah dan mempercepat pembentukan
pelepasan hormon perkembangan dan menambah asam lemak, gliserol serta laktat,
mengakibatkan penurunan hdl ( high density lipid ) kolesterol, menambah ldl ( low
density lipid ) kolesterol serta trigliserida, juga bertindak sebagai pemicu peningkatan
resistensi insulin serta hipersulinemia yang selanjutnya mengakibatkan kelainan
jantung, pembuluh darah serta hipertensi dan menambah risiko penyakit jantung
koroner ataupun kematian otot jantung
5. tembakau memiliki dampak yang cukup besar. pada prinsipnya dampak tersebut
merupakan penyempitan pembuluh darah, melewati susunan otot pembuluh itu serta
kenaikan tekanan darah.
2. Pengobatan Hipertensi
2.1 Obat antihipertensi
1. Diuretik tiazid
Diuretik tiazid adalah diuretic dengan potensi menengah yang menurunkan
tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal
tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga
mempunyai
efek
vasodilatasi
langsung
pada
arteriol,
sehingga
dapat
diuresis meningkat pada dosis tinggi. Efek tiazid pada tubulus ginjal tergantung pada
tingkat ekskresinya, oleh karena itu tiazid kurang bermanfaat untuk pasien dengan
gangguan fungsi ginjal. Efek samping Peningkatan eksresi urin oleh diuretik tiazid
dapat
mengakibatkan
hipokalemia,
hipo
natriemi,
dan
hipomagnesiemi.
Beta-blocker
Beta blocker memblok betaadrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi
reseptor beta1 dan beta2. Reseptor beta1 terutama terdapat pada jantung
sedangkan reseptor beta2 banyak ditemukan di paruparu, pembuluh darah perifer,
dan otot lurik. Reseptor beta2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor
beta1 juga dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak.
Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan
neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi
reseptor beta1 pada nodus sinoatrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan
kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan
penglepasan rennin, meningkatkan aktivitas system rennin angiotensinaldosteron.
Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan
peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air. Terapi menggunakan
betablocker akan mengantagonis semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan
tekanan darah. Betablocker yang selektif (dikenal juga sebagai cardioselective beta
blockers), misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta1, tetapi tidak spesifik untuk
reseptor beta1 saja oleh karena itu penggunaannya pada pasien dengan riwayat
asma dan bronkhospasma harus hati hati. Betablocker yang nonselektif (misalnya
propanolol) memblok reseptor beta1 dan beta 2. Betablocker yang mempunyai
aktivitas agonis parsial (dikenal sebagai aktivitas simpatomimetik intrinsic), misalnya
acebutolol, bekerja sebagai stimulanbeta pada saat aktivitas adrenergik minimal
(misalnya saat tidur) tetapi akan memblok aktivitas beta pada saat aktivitas adrenergik
meningkat (misalnya saat berolah raga). Hal ini menguntungkan karena mengurangi
bradikardi pada siang hari. Beberapa betablocker, misalnya labetolol, dan carvedilol,
juga memblok efek adrenoseptor alfa perifer. Obat lain, misalnya celiprolol,
mempunyai efek agonis beta2 atau vasodilator. Betablocker diekskresikan lewat hati
atau ginjal tergantung sifat kelarutan obat dalam air atau lipid. Obatobat yang
diekskresikan melalui hati biasanya harus diberikan beberapa kali dalam sehari
sedangkan yang diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai waktu paruh yang
lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari. Betablocker tidak boleh
dihentikan mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada pasien
dengan angina, karena dapat terjadi fenomena rebound.
Efek samping Blokade reseptor beta2 pada bronkhi dapat mengakibatkan
bronkhospasme, bahkan jika digunakan betabloker kardioselektif. Efek samping lain
adalah bradikardia, gangguan kontraktil miokard, dan tangakaki terasa dingin karena
vasokonstriksi akibat blokade reseptor beta2 pada otot polos pembuluh darah perifer.
Kesadaran terhadap gejala hipoglikemia pada beberapa pasien DM tipe 1 dapat
berkurang. Hal ini karena betablocker memblok sistem saraf simpatis yang
bertanggung
jawab
untuk
memberi
peringatan
jika
terjadi
hipoglikemia.
Berkurangnya aliran darah simpatetik juga menyebabkan rasa malas pada pasien.
Mimpi buruk kadang dialami, terutama pada penggunaan betablocker yang larut lipid
seperti propanolol. Impotensi juga dapat terjadi. Betablockers nonselektif juga
menyebabkan peningkatan kadar trigilserida serum dan penurunan HDL.
3. ACE inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat secara kompetitif
pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat
pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angitensin II
merupakan vasokonstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan aktivitas
simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin iI ini akan
menurunkan tekanan darah. Jika sistem angiotensinreninaldosteron teraktivasi
(misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek
antihipertensi ACEi akan lebih besar. ACE juga bertanggungjawab terhadap degradasi
kinin, termasuk bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan
degradasi ini akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat. Beberapa
perbedaan pada parameter farmakokinetik obat ACEi. Captopril cepat diabsorpsi tetapi
mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga bermanfaat untuk menentukan
apakah seorang pasien akan berespon baik pada pemberian ACEi. Dosis pertama
ACEii harus diberikan pada malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak
mungkin terjadi; efek ini akan meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium rendah.
4 Antagonis Angiotensin II
Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan target lainnya.
Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 memperantarai
respon farmakologis angiotensin II, seperti vasokonstriksi dan penglepasan
aldosteron. Dan oleh karenanya menjadi target untuk terapi obat. Fungsi reseptor
AT2 masih belum begitu jelas. Banyak jaringan mampu mengkonversi angiotensin I
menjadi angiotensin II tanpa melalui ACE. Oleh karena itu memblok sistem renin
angitensin melalui jalur antagonis reseptor AT1 dengan pemberianantagonis reseptor
angiotensin
II
mungkin
bermanfaat.
Antagonis
reseptor
angiotensin
II
dugunakan untuk menurunkan heart rate dan mencegah angina Semua CCB
dimetabolisme di hati.
Efek samping Pemerahan pada wajah,
pergelangan kaki sering dijumpai, karena efek vasodilatasi CCB dihidropiridin. Nyeri
abdomendan mual juga sering terjadi. Saluran cerna juga sering terpengaruh oleh
influks ion kalsium, oleh karena itu CCB sering mengakibatkan gangguan gastro
intestinal, termasuk konstipasi
6. Alpha-blocker
Alphablocker (penghambat adrenoseptor alfa1) memblok adrenoseptor
alfa1 perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi karena merelaksaasi otot polos
pembuluh darah. Diindikasikan untuk hipertensi yang resisten. Efek samping Alpha
blocker dapat menyebabkan hipotensi postural, yang sering terjadi pada pemberian
dosis pertama kali. Alphablocker bermanfaat untuk pasien lakilaki lanjut usia karena
memperbaiki gejala pembesaran prostat.
7. Golongan lain
Antihipertensi vasodilator (misalnya hidralazin, minoksidil) menurunkan
tekanan darah dengan cara merelaksasi otot polos pembuluh darah. Antihipertensi
kerj a sentral (misalnya klonidin, metildopa, monoksidin) bekerja pada adrenoseptor
alpha2 atau reseptor lain pada batang otak, menurunkan Obatobat kerja sentral
tidak spesifik atau tidak cukup selektif untuk menghindari efek samping sistem saraf
pusat seperti sedasi, mulut kering dan mengantuk, yang sering terjadi. Metildopa
mempunyai
mekanisme
kerja
yang
mirip
dengan
konidin
tetapi
dapat
memnyebabkan efek samping pada sistem imun, termasuk pireksia, hepatitis dan
anemia hemolitik. aliran simpatetik ke jantung, pembuluh darah dan ginjal, sehingga
efek ahirnya menurunkan tekanan darah. Efek samping Antihipertensi vasodilator
dapat menyebabkan retensi cairan. Tes fungsi hati harus dipantau selama terapi
dengan hidralazin karena ekskresinya melalui hati. Hidralazin juga diasosiakan
dengan sistemiklupus eritematosus. Minoksidil diasosiasikan dengan hipertrikosis
(hirsutism) sehingga kkurang sesuai untuk pasien wanita.
2. Tujuan pengobatan
Tatalaksana hipertensi pada pasien dengan penyakit jantung dan pembuluh
darah ditujukan pada pencegahan kematian, infark miokard, stroke, pengurangan
frekuensi dan durasi iskemia miokard dan memperbaiki tanda dan gejala. Target
tekanan darah yang telah banyak direkomendasikan oleh berbagai studi pada
pasien hipertensi dengan penyakit jantung dan pembuluh darah, adalah tekanan
darah sistolik < 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik < 90 mmHg.
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6
bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat 2.
Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga
kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu :
1. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
2. Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
3. Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada
usia 55 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
4. Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i)
dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
5. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada
pasien
mengenai
terapi
farmakologi
6. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur
Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai
guidelines memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme
tatalaksana hipertensi secara umum, yang disadur dari A Statement by the
American Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension2013;
1.3 Kepatuhan minum obat
Kepatuhan pasien merupakan faktor utama penentu keberhasilan
terapi. Kepatuhan serta pemahaman yang baik dalam menjalankan terapi
dapat mempengaruhi tekanan darah dan secara terhadap mencegah terjadi
komplikasi (Depkes, 2006). Kepatuhan terhadap penggobatan diartikan secara
umum sebagai tingkatan perilaku dimana pasien menggunakan obat, menaati
semua aturan dan nasihat serta dilanjutkan oleh tenaga kesehatan
1.4 Dampak ketidakpatuhan minum obat
1. Terjadinya efek samping obat yang dapat merugikan kesehatan pasieN
2. Membengkaknya biaya pengobatan dan rumah sakit.
3. Menyebabkan komplikasi seperti kerusakan organ meliputi otak, karena
hipertensi yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko stroke kemudian
kerusakan pada jantung, hipertensi meningkatkan beban kerja jantung yang
akan menyebabkan pembesaran jantung sehingga meningkatkan risiko
gagal jantung dan serangan jantung. Selain kerusakan otak dan jantung
karena kondisi hipertensi yang memburuk, gagal ginjal juga merupakan risiko
yang harus ditanggung pasien hipertensi. Ditambah lagi kerusakan pada