Chapter I PDF
Chapter I PDF
Chapter I PDF
PENDAHULUAN
white spot di permukaan gigi yang menandakan adanya demineralisasi. Daerah ini
dapat menjadi berwarna coklat dan membentuk lubang. Bila lubang sudah terbentuk
maka struktur yang rusak tidak dapat diregenerasi.1 Walaupun demikian, penyakit ini
dapat dihentikan pada stadium yang sangat dini karena adanya kemampuan
remineralisasi.
Berdasarkan data di atas dan dampak karies yang telah dijabarkan, dapat
disimpulkan bahwa pencegahan terhadap karies perlu dilakukan. Salah satu usaha
untuk mencegah karies adalah dengan melakukan pengukuran risiko karies. Dalam
pengukuran risiko karies, seseorang akan diukur tingkat risiko kariesnya, kemudian
diidentifikasi, dievaluasi,dan dianalisis faktor penyebab dan faktor risikonya.
Pengukuran risiko karies harus mengevaluasi seluruh faktor yang terlibat dalam
proses terjadinya karies.4,5
Pengukuran risiko karies dapat dilakukan untuk mengidentifikasi pasien yang
berisiko karies tinggi sebelum menjadi individu dengan karies yang aktif.4,5 Selain
itu, pengukuran risiko karies juga dilakukan untuk melindungi pasien berisiko karies
rendah serta untuk memonitor perubahan status penyakit pada pasien dengan karies
aktif. Pengukuran yang teratur sangat dibutuhkan sehingga dapat diberikan tindakan
pencegahan yang tepat jika lesi karies berkembang. Oleh karena itu, dalam upaya
menjalankan pencegahan, perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana status risiko
karies yang bersangkutan sehingga dapat ditentukan apakah berisiko tinggi atau
rendah. Setelah itu, dapat ditentukan diagnosa dan rencana perawatan sesuai dengan
kondisi pasien sehingga diharapkan tidak timbul lagi karies di masa yang akan
datang.5
Secara sederhana, pemeriksaan faktor risiko karies dapat dilakukan dengan
anamnesis dan pemeriksaan intraoral. Pada anamnesis, hal yang ditanyakan meliputi
riwayat kesehatan gigi, diet sehari-hari, asupan fluor dan berkaitan dengan cara
menjaga kebersihan rongga mulut, sedangkan pada pemeriksaan intraoral, meliputi
pemeriksaan kebersihan rongga mulut, plak gigi dan saliva pasien.5
Saliva mempengaruhi proses terjadinya karies karena saliva selalu membasahi
gigi geligi sehingga mempengaruhi lingkungan dalam rongga mulut.11,14,18 Selain itu,
saliva juga memiliki komposisi dan konsentrasi yang berbeda-beda yang dapat
mempengaruhi kondisi sekresi saliva sehingga lingkungan rongga mulut juga
berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi dan konsentrasi saliva
antara lain laju aliran saliva, volume, pH dan kapasitas buffer saliva.4
Dalam saliva terdapat bakteri yang menyebabkan terjadinya karies, yaitu
Streptococcus mutans (S.mutans) sebagai flora normal. Oleh sebab itu, jumlah
S.mutans dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menentukan risiko karies
seseorang. Caranya adalah melalui uji S.mutans untuk menghitung jumlah S.mutans
dengan membiakkan saliva pada media.5 Selain itu, pengukuran S.mutans juga dapat
dilakukan dengan uji immunochromatography, yaitu tes yang menggunakan antibodi
monoklonal yang akan berikatan dengan bakteri yang bersangkutan sehingga
menimbulkan perubahan warna sesuai banyaknya jumlah bakteri yang berikatan
dengan antibodi tersebut. Uji S.mutans dengan teknik pembiakan, risiko karies
dikatakan tinggi apabila diperoleh jumlah S.mutans sebanyak lebih dari 106,
sedangkan dengan teknik immunochromatography, hasilnya menunjukkan risiko
karies tinggi apabila ada garis merah yang terlihat pada alat tes.4
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Najat terhadap 312 orang pada tiga
kelompok umur, yaitu umur 6-11 tahun, 12-17 dan 18-40 tahun, diperoleh rata-rata
laju aliran saliva 0,73 mL/menit dengan pH rata-rata saliva 7,12 pada keadaan saliva
yang tidak distimulasi (unstimulated saliva).6 Miravet melalui penelitian yang
dilakukannya di University of Valencia, menemukan bahwa rata-rata DMF-T pada
usia remaja (15-16 tahun) adalah 3,88 dengan rata-rata gigi yang decayed 1,21 dan
missing 0,04 serta filling 2,63. Selain itu, dari hasil penelitian tersebut diketahui pula
bahwa rata-rata laju aliran saliva yang telah distimulasi (stimulated saliva) pada
kelompok umur remaja 0,7 mL/menit dan pH saliva rata -rata > 6 dengan frekuensi
mengemil sekitar 4 sampai 5 kali sehari.7
Penelitian dilakukan pada murid kelas X SMA NEGERI 4 MEDAN yang berusia
15-16 tahun. Kelompok umur ini merupakan kelompok umur yang direkomendasikan
oleh WHO untuk diperiksa karena pada kelompok umur ini semua gigi permanen
sudah tumbuh dan terekspos dengan lingkungan mulut selama 3-9 tahun.6 Selain itu,
anak usia 11-15 tahun senang mengonsumsi makanan-makanan yang manis sehingga
kemungkinan berisiko tinggi terhadap karies.4,8 Pada penelitian ini, subjek penelitian
akan diberikan paraffin wax (lilin parafin) dengan tujuan untuk melihat pengaruh
stimulasi pengunyahan terhadap sekresi saliva yang dipengaruhi oleh laju aliran
saliva, volume saliva, pH dan kapasitas buffer saliva serta jumlah S.mutans yang
terkandung dalam saliva.4,9
aliran
Pengalaman
karies
Perilaku terhadap
kesehatan rongga
mulut
pH saliva
Kapasitas
Buffer saliva
Uji S.mutans
1.5 Hipotesis
Hipotesis untuk penelitian ini adalah :
1. Ada perbedaan keadaan saliva (laju aliran saliva, volume dan pH saliva)
sebelum dan sesudah distimulasi.
2. Ada hubungan keadaan saliva (laju aliran saliva, pH saliva, kapasitas bufer
saliva dan jumlah S.mutans) dengan risiko karies.