Isi Tgas B.indo
Isi Tgas B.indo
PENDAHULUAN
C. Tujuan
Tujuan dari dilakukannya penulisan makalah ini selain sebagai
tugas mata kuliah Bahasa Indonesia, Institut Seni Indonesia Yogyakarta,
Fakultas Seni Rupa, Jurusan Kriya Seni, Juga untuk:
1. Mengetahui pengertian seni batik
2. Mengetahui ciri- ciri batik Yogyakarta yang bersumber dari keraton
Yogyakarta
3. Mengetahui bentuk dan fungsi seni batik Yogyakarta
BAB II
PEMBAHASAN
abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda)
percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores,
Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area
yang dipengaruhi oleh agama Hindu tetapi batik adalah salah satu unsur
kebudayaan Indonesia yang sudah ada di bumi Indonesia sebelum
pengaruh Hindu. (http://pesonabatik.site40.net/Sejarah_Batik.html)
Secara etimologis istilah batik berasal dari kata yang berakhiran
tik, berasal dari kata menitik yang berarti menetes. Dalam bahasa jawa
krama batik disebut seratan, dalam bahasa jawa ngoko disebut tulis, yang
dimaksud adalah menulis dengan lilin. Menurut terminologinya, Batik
adalah gambar yang dihasilkan dengan menggunakan alat canting dengan
bahan lilin sebagai penahan masuknya warna. Jadi batik adalah gambaran
atau hiasan
proses tutup- celup dengan lilin yang kemudian diproses dengan cara
tertentu. (A. N. Suyanto, 2002: 2)
Membatik merupakan menorehkan malam batik ke kain mori,
dimulai dari nglowong (menggambar garis-garis di luar pola) dan isen-isen
(mengisi pola dengan berbagai macam bentuk). Peralatan yang digunakan
untuk membatik antara lain:
1. Canting
Canting adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil
cairan, terbuat dari tembaga dan bambu sebagai pegangannya. Canting
ini dipakai untuk menuliskan pola batik dengan cairan malam. Saat
ini, canting menggunakan bahan tembaga, kuningan, maupun teflon.
2. Kompor
Kompor adalah alat untuk membuat api. Kompor yang biasa
digunakan adalah kompor berbahan bakar minyak. Namun terkadang
kompor ini bisa diganti dengan kompor gas kecil, anglo yang
menggunakan arang, dan lain-lain. Kompor ini berfungsi sebagai
perapian
dan
pemanas
bahan-bahan
yang
digunakan
untuk
kotoran.
Jika
malam
tidak
disaring,
kotoran
dapat
9. Nglorod
Nglorod merupakan tahapan akhir dalam proses pembuatan sehelai
kain batik tulis maupun batik cap yang menggunakan perintang warna
(malam). Dalam tahap ini, pembatik melepaskan seluruh malam (lilin)
dengan cara memasukkan kain yang sudah cukup tua warnanya ke
dalam air mendidih. Setelah diangkat, kain dibilas dengan air bersih
dan kemudian diangin-arginkan hingga kering. (Puspita Setiawati,
2008: 30) dan ( http://batikindonesia.com/tag/macam-macam-batik)
B. Ciri- ciri batik Yogyakarta yang Bersumber dari Keraton Yogyakarta
Seni
batik
tradisional
Surakarta
dan
Yogyakarta
dari
Paku
Buana
III
dan
Ksultanan
Yogyakarta
dibawah
tampuk
blimbing
19. Motif batik kawung beton
20. Motif batik kembang
gendereh
5. Motif batik parang jenggot
6. Motif batik parang kusumo
7. Motif batik semen gedhe
cengkeh
21. Motif batik cakra kusuma
22. Motif batik ceplok manggis
23. Motif batik grompol
24. Motif batik ganggong lerep
25. Motif batik ganggong
sawat gurdha
8. Motif batik semen gedhe
sawat lar
9. Motif batik cakar ayam
10. Motif batik purbonegoro
11. Motif batik truntum
12. Motif batik ceplok koci
13. Motif batik dara gelar
14. Motif batik keyongan
paningran
26. Motif batik sekar kacang
27. Motif batik banji
28. Motif batik tunjung korobban
29. Motif batik riti- riti
10
Selain dari segi bentuk atau motif batik Yogyakarta memiliki banyak
fungsional yang di gunakan dalam kehidupan sehari- hari baik oleh masyarakat
umum maupun orang- orang yang ada di lingkungan keraton, baik dari fungsi
tradisional maupun modern, di bawah ini merupakan penjelasan dari fungsi
dari seni batik, yaitu:
1. Bentuk dan Fungsi Batik Tradisional
Sebagai cabang seni rupa warisan generasi lampau, batik memiliki
berbagai bentuk dan fungsi sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada
zamannya. Peran utamanya adalah sebagai bahan busana, sedangkan
bentuknya disesuaikan dengan kegunaannya. Dalam perjalanannya batik
digunakan untuk pakaian sehari- hari, busana keprabon, pakaian upacara
daur hidup, dan untuk pasowanan, baik sebagai pakan peria maupun
wanita, yaitu berbentuk bebet atau tapih, kampuh (dodot), kemben,
slendang, dhestar (iket atau udeng), dan sarung. Dibawah ini merupakan
uraian macam- macam bentuk dan fungsi batik tradisional.
a. Bebet, tapih (bahasa jawa ngoko), atau sinjang (bahasa jawa madya),
atau nyamping (bahasa jawa krama inggil) adalah kain panjang yang
biasa digukan oleh kaum peria dan wanita. Bebet istilah kain yang
digunakan oleh peria, sedangkan tapih digunakan oleh kaum wanita.
Ukuran yang digunakan pada bebet biasanya 2 atau 2,5 kacu atau
saputangan dengan lebar 105 cm, bila ukuran nyamping 2 kacu berarti
ukuran panjang kain yang digunakan untuk bebet tersebut kurang lebih
210 cm.
b. Dodot (bahasa jawa ngoko), atau kampuh (bahasa jawa krama inggil),
adalah sejenis kain batikbangsawan dan abdi dalem.
dalam wujud
ukuran yang dasar. Kain dodot digunakan untuk pakaian kebesaran bagi
bangsawan dan abdi dalem. Ukuran kain dodot biasanya adalah 7 kacu
atau berupa kain panjang berupa 3,5 kacu, yang biasanya disebut
sepasang yang kemudian dua sisi panjangnya dijahit. Ada dua jenis
dodot, yaitu:
1) Dodot blenggen
Adalah dodot yang salah satu ujungnya dibalenggi atau diurai
sepanjanng 20 cm, sehingga membentuk rumbai- rumbai yang
kemudian diikat dengan model tertentu yang disebut kembang
suruh.
2) Dodot lugas
Adalah dodot yang pada ujungnya dijahit biasa.
c. Iket (bahasa jawa ngoko), atau udeng (bahasa jawa ngoko), atau dhester
(bahasa jawa krama inggil), adalah kain batik yang dipakai untuk ikat
kepala. Bentuknya bujursangkar berukuran satu kacu atau 105 cm x 105
cm.
d. Kemben (bahasa jawa ngoko), atau semekan (bahasa jawa krama
inggil), adalah kain batik yang berfungsi sebagai penutup dada wanita.
Kemben biasanya digunakan para putri dan abdi dalem keraton sebagai
pengganti kebaya. Pada zaman dahulu kainkemben panjangnya hingga
5 kacu, 2,5 kacu x 0,5 kacu atau 260,5 cm x 52,5 cm.
e. Selendang atau slendhang (bahasa jawa ngoko dan krama), adalahkain
batik yang digunakan juga untuk wanita sebagai kain hias di bagian
bahu. Disamping itu fungsi slendang juga untuk menggendong anak,
bakul, dan barang- barang lainnya. Ukuran kain yang digunakan untuk
slendang adalah 210 cm x 55 cm.
f. Sarung (bahasa jawa ngoko) atau sande (bahasa krama), adalah kain
batik yang kedua ujungnya dijahit sehingga bentuknya menyerupai
tabung yang tidak berujung pangkal, dikenakan secara melingkar di
badan bagian bawah dengan dikencangkan pada bagian pinggang.
Ukuran kain yang digunakan untuk sarung adalah 2,5 kacu atau 260,5
cm x 105 cm
(A. N. Suyanto, 2002: 31)
2. Bentuk dan Fungsi Batik Modern
Tradisi membuat batik tradisional teah berlangsung dalam kurun
waktu yang panjang dan hingga kini tetap lestari. Di sisi lain, masyarakat
bentuk
tradisi
yang berfungsi sebagai taplak meja, sarung bantal, korden, dan hiasan
dinding. Batik jenis ini pada umumnya dikonsumsi olehmasyarakat
Belandadan masyarakat Eropa yang tinggal di Yogyakarta dan kotakota wilayah Pulau Jawa. banyak pembinaan yang menyeponsori
pembinaan batik, di antaranya adalah Sarekat Dagang Islam.
(A. N. Suyanto, 2002: 122)
2. Masa pemerintahan Sultan Hamengku Buana VIII
Sultan mengambil kebijakan yang agak berbeda dengan
ayahnya. Karena terjadi kemerosotan kewibawaan atas menyempitnya
aspek politik dan ekonomi kesultanan, maka Sultan berpaling untuk
memajukan bidang seni budaya dan Jawa. Salah satu prestasi dari
Sultan Hamengku Buana VIII, yaitu telah memproduksa pertunjukan
wayang wong secara besar- besaran yang dipentaskan sebanyak
sebelas kali. Di samping itu, pada tahun 1927, Sultan Hamengku
Buana VIII mengeluarkan undang- undang tentang penggunaan
busana keprabon, termasuk peraturan penggunaan busana batik di
dalamnya. Bntunk motif batik yang selalu digunakan sebagai busana
keprabon adalah parang rusak, (barong, gendereh, dan klithik), semen
gedhe sawut gurdha, semen gedhe sawut lar, udan, dan riris.
Di luar keraton, tradisi membatik masih dipegang oleh kalangan
wanita. Batik mengalami kemajuan, tidak hanya dilakukan oleh
benduduk pribumi, Cina, dan Belanda, namun juga di lakukan oleh
orang Jepang. Batik tradisional meliputi produk batik yang berfungsi
dan jas), elemen interior (dinner set, taplak meja, sprei, korden),
cinderamata (kipas, dompet, tas, dan hiasan dinding), dan lukisan. Di
sini banyak terjadi perubahan bentuk dan fungsi batik. Jika dulu
bentuk batik adalah persegi panjang, bujur sangkar, dan segitiga
dengan ornamental tradisional, namun sekarang sangat bervareasi jika
dilihat dari bentuk dan seni hiasannya. Demikian pula jika dilihat dari
fungsinya, dulu batik tradisional berfungsi sebagai busana saja, tetapi
sekarang berkmbang menjadi elemen interior, cindramata, dan sebagai
media ekspresi. (A. N. Suyanto, 2002: 124)
4. Masa pemerintahan Sultan Hamengku Buana X
Pada masa ini juga banyak mengalami perubahan, salah
satunya dibuka keraton untuk masyarakat luas. Secara umum jika
dibandingkan denan para pengahulunya, Sultan Hamengku Buana X
merupakan sosok yang terkesan lebih sederhana dan merakyat.
Sebagai contoh, cara ngabekten dalam rangkaian upacara grebek
syawal, yang dilakukan hari kedua setelah grebek ini, diselenggarakan
silaturahmi. Padahal, jika dilihat tradisi dari pendahulunya di masa
lalu, acara tersebut mestinta dilakukan di dalam keraton.
Acara penerimaan tamu agung pada dasarnya tidak menalami
perubahan. Untuk menerima tamu agung yang berkebudayaan sama
atau yang lebih tinggi, maka Sultan mengenakan busana keprabon.
Mengenakan nyampig batik bermotifkan parang rusak barong,
memakai kuluk kanigoro dengan nyamat dari logam. Diluar keraton,
terjadi perubahan entuk dan fungsi batik. Jika di masa sebelumnya
selalu enggunakan bahan dasar mori, namun saat ini ada produk seni
batik yang menggunakan bahan dasar kulit dan kayu. Bentuk
modelnya tidak hanya berbentuk dua dimensi seperti wayang klithik,
tetapi ada yang berbentuk tiga dimensi, diantaranya ada topeng,
tempat kosmetik, dan lemari kompeni. Walaupun demikian saat ini
produk- produk batik yang konvensional masih tetap ada dan lestari.
(A. N. Suyanto, 2002: 125)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Batik adalah gambar tau hiasan yang dihasilkan melalui
prosestutup- celup dengan lilin, yang menggunakan alat canting untuk
menggoreskannya. Seni batik tradisional Surakarta dan Yogyakarta dari
perkmbngannya keduanya sangatlah kental dengan aturan norma- norma,
aturan adat, dan kesesuaian dengan budaya keraton sebagai pusat
perkmbangannya. Warna pada batik klasik atau tradisional menurut filsafat
jawa yang kental dilingkungan keraton dengan budaya dan adat istiadat
yang masih tetap terjaga, memiliki arti atau makna sebagai penggambaran
yang menggambarkan sifat atau watak dari manusia.
Batik tradisional dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni batik
keraton dan batik pesisiran. Selain dari segi bentuk atau motif batik
Yogyakarta memiliki banyak fungsional yang di gunakan dalam kehidupan
sehari- hari baik oleh masyarakat umum maupun orang- orang yang ada di
lingkungan keraton. fungsi tradisional tradisional meliputi pakaian seharihari, busana keprabon, pakaian upacara daur hidup, dan untuk pasowanan,
baik sebagai pakan peria maupun wanita, yaitu berbentuk bebet atau tapih,
kampuh (dodot), kemben, slendang, dhestar (iket atau udeng), dan sarung.
Sedangkan fungsi modern berupa kemeja, rok, blus, jas, elemen interior
(dinner set, taplak meja, sprei, korden), cinderamata (kipas, dompet, tas,
dan hiasan dinding), dan lukisan.
Perubahan yang terjadi dalam bentuk dan fungsi batik di
Yogyakarta dari akhir abad ke XIX hingga akhir abad XX, baik tradisional
maupun kebutuhan modern dikarenakan munculnya beberapa penyebab
baik langsung maupun tidak langsung. Di samping itu, faktor internal atau
pelaku dalam keraton dan faktor eksternal juga memberikan pengaruh
yang kuat dalam proses perubahan itu dari masa ke masa. masa
pemerintahan Sultan Hamengku Buana VII- X
B. Saran
Melihat dari realita dari masa- ke masa baik dalam keraton maupun
luar keraton batik selalu mengalami perubahan baik dari segi fungsional
maupun bentuk. Perlu kita cermati suatu faktor yang sangat pesat
mempengaruhi budaya bangsa ini adalah faktor yang timbul dari budayabudaya barat yang masuk ke celah- celah budaya indonesia. Alangkah
lebih baiknya jika ada budaya- budaya asing atau budaya- budaya baru
tidak harus kita terima maupun kita gunakan, namun kita harus
menyaringnya dan kita harus berfikir dua kali untuk menerimanya, karena
budaya- budaya baru kadang ada yang memberi faktor baik dan kadang
ada yang memberi faktor tidak baik terhadap bangsa ini.
Untuk melestarikan budaya- budaya tradisional sebaiknya adatistiadat yang sering dilakukan sebaiknya tetap terus di adakan agar tetap
lestari. Untuk perkembangan seni batik Yogyakarta perlu adanya
kepedulian sosial untuk kelangsungan budaya batik Indonesia. Upaya yang
mungkin dapat dilakukan dapat berupa pelatihan, maupun pembinaan,
baik untuk masyarakat maupun lembaga- lembaga pendidikan guna
memberikan pengetahuan pentingya melestarikan batik agar tetaplestari
dan budaya bangsa ini tidak dicuri oleh negara tetangga seperti kejadian
tahun- tahun sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
A. N. Suyanto. 2002. Sejarah Batik Yogyakarta. Yogyakarta: Rumah
Penrbitan Merapi
Setiawati, Puspita. 2008. Kupas Tuntas Teknik Membatik. Yogyakarta:
Absolut
Utoro, bambang; kuwat. 1979. Pola- Pola Batik dan Pewarnaan. Jakarta:
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan
http://pesonabatik.site40.net/Sejarah_Batik.html, diakses 13 April 2014,
pukul 17.30
http://batikindonesia.com/tag/macam-macam-batik, diakses 13 April 2014,
pukul 18.01