Anda di halaman 1dari 16

KARAKTERISTIK STRES PADA IKAN

MAKALAH MATA KULIAH FISIOLOGI IKAN


PROGRAM STUDI S1 BUDIDAYA PERAIRAN

Oleh :
VIES MUFID ARYOPUTRO
021402503125004
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA
JAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi
mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan variabel lingkungan
yang dihadapi organisme tersebut (Campbell. 2004; 288). Artinya bahwa setiap organisme
harus mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya. Adaptasi tersebut berupa
respon morfologi, fisiologis dan tingkah laku. Pada lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi
dan biologis berperan dalam pengaturan homeostatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan
reproduksi biota perairan (Tunas. 2005;16).
Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie. 1990; 180).
Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu
(Kanisius. 1992; 22). Menurut Soetjipta (1993; 71), Air memiliki beberapa sifat termal yang
unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat dari pada udara. Selanjutnya
Soetjipta menambahkan bahwa walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripada
di udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama, oleh karena itu mahluk akuatik
sering memiliki toleransi yang sempit.
Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh,
sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya (Hoole
et al, dalam Tunas. 2005; 16). Sebagai hewan air, ikan memiliki beberapa mekanisme
fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan
perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan (Yushinta. 2004:
14). Secara kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa spesies

mampu hidup pada suhu air mencapai 290C, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu air
yang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap suhu umumnya
terbatas(Sukiya. 2005; 9)
Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami
kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius. 1992; 23). Hal tersebut dapat diamati dari perubahan
gerakan operculum ikan. Kisaran toleransi suhu antara spesies ikan satu dengan lainnya
berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu terendah yang dapat menyebabkan kematian
berada tepat diatas titik beku, sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis
ikan (Tunas. 2005; 16-17). Telah diketahui diatas bahwa suhu merupakan faktor abiotik yang
paling berpengaruh pada lingkungan perairan, maka perlu diketahui bagaimana suhu
mempengaruhi aktifitas biologis spesies ikan tertentu melalui gerakan operculum Ikan Mas
Komet (Carassius auratus).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah pada praktikum kali ini adalah:
1. Indikator stress pada ikan
2. Bagaimana cara penanganan stress pada ikan

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini dibuat adalah:
1. Mengetahui stress pada ikan dan penangananya.
2. Mengetahui respon tingkah laku pada saat stress.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Adaptasi Organisme
Adaptasi diartikan merupakan kemampuan individu untuk mengatasi keadaan
lingkungan dan menggunakan sumber-sumber alam lebih banyak untuk mempertahankan
hidupnya dalam relung yang diduduki. Ini bahwa setiap organisme mempunyai sifat adaptasi
untuk hidup pada berbagai macam keadaan lingkungan (Djamal. 1992; 58).
Djamal menambahkan bahwa bahwa ada beberapa jenis adaptasi yakni; adaptasi
morfologis, adaptasi fisiologis dan adaptasi tingkah laku.

2.2 Biologi Ikan


Pisces (Ikan) merupakan superkelas dari subfilum Vertebrata yang memiliki
keanekaragaman sangat besar (Sukiya. 2005; 33). Ikan adalah anggota vertebrata
poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan
merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih
dari 27,000 di seluruh dunia (Fujaya,1999 dalam Dhamadi. 2009).
Secara keseluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air suhu air,
seperti vertebrata poikiloterm lain suhu tubuhnya bersifat ektotermik, artinya suhu tubuh
sangat tergantung atas suhu lingkungan (Sukiya.2005;9-10). Selanjutnya Sukiya
menambahkan bahwa beberapa ikan mempunyai perilaku istimewa seperti ikan Glodok yang
dapat berjalan di atas daratan dan memanjat pohon.

2.3 Fisiologi Respirasi Ikan


Sebagai biota perairan, Ikan merupakan mendapatkan Oksigen terlarut dalam air.
Pada hampir semua Ikan, insang merupakan komponen penting dalam pertukaran gas, insang
terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras, dengan beberapa filamen insang di
dalamnya (Fujaya. 1999; 103).
Menurut Sukiya (2005; 16), Setiap kali mulut dibuka, maka air dari luar akan masuk
menuju farink kemudian keluar lagi melalui melewati celah insang, peristiwa ini melibatkan
kartilago sebagai penyokong filamen ikan. Selanjutnya Sukiya menambahkan bahwa lamella
insang berupa lempengan tipis yang diselubungi epitel pernafasan menutup jaringan vaskuler
dan busur aorta, sehingga karbondioksida darah dapat bertukar dengan oksigen terlarut di
dalam air.
Organ insang pada ikan ditutupi oleh bagian khusus yang berfungsi untuk
mengeluarkan air dari insang yang disebut operculum yang membentuk ruang operkulum di
sebelah sisi lateral insang (Sugiri. 1984; 1966). Laju gerakan operculum ikan mempunyai
korelasi positif terhadap laju respirasi ikan.

2.4 Pengaruh Suhu Air terhadap Ekosistem Perairan


Salah satu faktor fisik lingkungan perairan adalah suhu. Permukaan air peka
terhadap perubahan suhu, perubahan suhu dipengaruhi oleh letak geografisnya, ketinggian
tempat, lama paparan terhadap matahari dan kedalaman badan air (Tunas. 2005;16, 18).
Kenaikan suhu air akan dapat menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut
(Kanisius. 2005; 22-23):

a. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.


b. Kecepatan reaksi kimia meningkat
c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.
d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin
akan mati.
Selanjutnya menurut Munro (1978 dalam Tunas 2005; 18), Peningkatan suhu air
dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas-gas, tetapi meningkatkan solubilitas senyawasenyawa toksik seperti polutan minyak mentah dan pestisida, serta meningkatkan toksisitas
logam berat, sebagai contoh bahwa pada air tawar (salinitas 0%) peningkatan suhu dari 25
menjadi 300C menyebabkan penurunan kelarutan oksigen dari 8,4 menjadi 7,6 mg/liter.

2.5 Pengaruh Suhu Air terhadap Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Ikan
Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang sangat
berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi terhadap penyakit
(Tunas. 2005;16). Selanjutkan Tunas menambahkan bahwa ikan akan mengalami stres
manakala terpapar pada suhu di luar kisaran yang dapat ditoleransi.
Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan
status kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai tubuh lemah, kurus, dan
tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah mengakibatkan ikan menjadi rentan terhadap
infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun (Tunas. 2005;16-17). Pada
dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tingi, tetapi suhu rendah

menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa penurunan laju respirasi dan denyut jantung
sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen.
Penelitihan oleh Kuzmina et al. (1996 dalam Tunas. 2005) menunjukkan bahwa
suhu perairan sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme dan proses-proses biologis ikan.
Ditunjukkan bahwa aktivitas enzim pencernaan karbohidrase sangat dipengaruhi oleh suhu,
aktivitas protease tertinggi dijumpai pada musim panas, adapun aktivitas amilase tertinggi
dijumpai pada musim gugur (Hofer, 1979a ; 1979b dalam Tunas. 2005; 18).
Menurut Kanisius (1992; 23) suhu air yang relatif tinggi dapat ditandai antara lain
dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen.

BAB III
PEMBAHASAN

Stres pada ikan dapat terjadi dalam waktu yang singkat dan tiba-tiba. Stres dalam
kadar yang kecil dan berlangsung singkat hanya memberikan sedikit pengaruh serius pada
kesehatan ikan, tetapi stres yang berlangsung lama atau berat akan berakibat banyak penyakit
dan kematian pada ikan aquarium.
Ada banyak penyebab stres pada ikan aquarium, dibawah ini adalah penyebab yang
paling umum.
1. Kadar amoniak, nitrit, dan nitrat yang tinggi.
Kadar amoniak, nitrit, dan nitrat yang tinggi menyebabkan turunnya tingkat kesehatan
ikan karena dapat menimbulkan stres. Kadar yang tinggi dari zat-zat tersebut dapat
menyebabkan stres yang berat sementara kadar yang tidak terlalu tinggi dapat mengakibatkan
stres yang kronis.
2. Derajat pH yang itdaka sesuai.
Kadar pH yang berubah secara tiba-tiba dapat menyebabkan stres yang akut pada
ikan, peningkatan atau penurunan kadar pH yang terus menerus dapat menyebabkan stres
yang kronis. Banyk ikan yang beratdaptasi pada perubahan yang berlangsung lama, namun
bagaimanapun juga tingkat adaptasi ikan terbatas. Perubahan pH lebih dari 1,5 poin dibawah
atau di atas kadar yang direkomendasikan akan memberikan suatu efek negatif yang lama dan
seharusnya jangan sampai terjadi.
3. Naik turunnya temperatur.

Fluktuasi atau naik turunnya temperatur merupakan sebuah penyebab stres (stressor)
yang terkadang kurang mendapat perhatian. Fluktuasi temperatur yang terlalu besar dan
terlalu sering dapat membuat ikan stres. Memang, di kehidupan alami ikan, fluktuasi
temperatur ini biasa terjadi. Namun dalam kehidupan ini ikan-ikan berada pada suatu wilayah
yang bebas, sehingga ikan dapat mengatasinya dengan baik. lain halnya dengan ikan di
aquarium. Ikan-ikan ini terkurung, sehingga kurang bisa mengatasi fluktuasi temperatur yang
terlalu sering. Namun, bila fluktuasinya kecil dan tidak terlalu sering, justru akan merangsang
perkembangbiakan ikan.
Tangki aquarium yang tidak diset pada temperatur yang tepat akan memiliki
kelebihan fluktuasi temperatur dari batas toleransi fluktuasi, yakni satu derajat dalam satu
periode 24 jam yang dipengaruhi oleh temperatur, cahaya, dan perlengkapan ruangan
aquarium dalam aquarium. Fluktuasi harian yang terlalu tinggi akan menciptakan stres yang
kronis disebabkan terlalu rendah atau terlalu tingginya temperatur didalam tangki aquarium
bagi spesies ikan yang ada.
4. Salinitas yang tidak sesuai.
Ikan-ikan di habitat liar hidup dalam air dengan kadar salinitas yang sangat khusus.
Tubuh mereka bekerja keras memelihara keseimbangan osmotik antara dirinya sendiri dan
lingkungannya. Jika slinitas lingkungannya tidak spesifik terhadap kebutuhan mereka dan
tidak berada pada suatu kadar yang tetap, mereka harus bekerja lebih keras lagi untuk
memelihara gradien (keseimbangan) osmotiknya, yang akan mendorong terjadinya stres
kronis.
5. Kandungan oksigen yang rendah.

Kadar oksigen yang berada dibawah kadar normal dapat menyebabkan ikan bernapas
lebih cepat dari batas optimum dan ini dapat menyebabkan stres yang kronis. Jelas oksigen
yang sangat rendah dapat menyebabkan stres berat yang dapat berlangsung lama dan
kematian.
6. Gangguan dari ikan lain dan kurangnya tempat bersembunyi.
Gangguan dari ikan lain dan kurangnya tempat berlindung bagi ikan tertentu saling
terkait satu sama lain. Seharusnya ada dua tempat bersembunyi yang sesuai untuk setiap ikan
di dalam aquarium, jika tidak akan ada ikan yang tertekan dan terganggu oleh ikan lain. Perlu
diingat, tidak seperti lingkungan mereka di alam liar, ikan-ikan ini terkurung dan tidak dapat
lari dari ikan-ikan yang agresif. Penyerangan dari ikan-ikan lain adalah sebuah masalah nyata
dalam aquarium yang menyebabkan banyak luka, infeksi, dan kematian pada ikan tertentu.
7. Ukuran tangki aquarium yang tidak mencukupi.
Tangki aquarium yang terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah ikan yang ada
didalamnya akan menyebabkan ikan kurang leluasa bergerak dan kekurangan oksigen. Hal ini
sangat potensial menimbulkan stres pada ikan.
8. Terlalu banyak ikan pada tangki aquarium.
Kelebihan ikan dalam sebuah tangki aquarium adalah suatu masalah umum yang
memiliki andil besar terhadap hampir semua stres, dari mulai polusi air hingga kehabisan
oksigen dan gangguan dari ikan lain.
Janganlah berlebihan memasukan ikan kedalam aquarium Anda. Jumlah ikan yang berlebihan
dalam aquarium akan menyebabkan stres yang terus berlanjut pada ikan-ikan tersebut.

9. Pengobatan dan perlakuan terhadap air.


Jika Anda memasukan sesuatu ke dalam air di aquarium dengan masud mengobati
suatu penyakit atau memperbaiki konsidi air, sadarilah bahwa hal itu dapat menjadi penyebab
stres pada ikan Anda. Berusahalah untuk menghindari hal tersebut jika memungkinkan, dan
usahakan selalu menggunakan sebuah aquarium karantina atau aquarium pengobatan.
10. Nutrisi yang tidak tepat.
Nutrisi yang tidak tepat juga merupakan salah satu penyebab stres pada ikan yang pada
umumnya kurang mendapat perhatian. banyak ikan yang dapat hidup dengan tingkat nutrisi
minimal, seperti halnya diberi potongan-potongan makanan yang tua dan basi atau apek,
tetapi nutrisi yang buruk ini adalah sebuah penyebab stres kronis. Berbagai makanan ikan
yang kering dan diawetkan dengan baik serta berbagai makanan ikan yang kering, dingin,
segar, dan dibekukan yang secara khusus didesain untuk spesies ikan sangat diperlukan untuk
mencegah stres kronis karena nutrisi buruk.
11. Gangguan pada aquarium.
Mengganggu aquarium dengan memukul kaca aquarium, membersihkan ikan, atau menyusun
ulang dekorasi aquarium yang dilakukan secara terus menerus dan sering akan menimbulkan
stres pada ikan, padahal hal ini dilakukan bila sangat diperlukan.
12. Pemanenan dan pengapalan ikan.
Barangkali stres yang paling sering dirasakan ikan adalah ketika dipindahkan dari alam liar
atau dari sebuah kolam budidaya ikan, melalui grosir dan kedalam aquarium Anda. Ketika
ikan-ikan itu tiba dirumah Anda, mereka sudah mengalami berbagai macam stres termasuk
perubahan diet, temperatur, pH, kadar amoniak, salinitas, dan kondisi air selama mereka

dipindahkan pada proses penyimpanan. Perlu diperhatikan bahwa ikan yang dipindahkan ke
aquarium Anda sudah mengalami stres. Ini adalah suatu alasan penting mengapa aquarium
harus berada pada kondisi yang ideal dan proses aklimatisasi harus diikuti dengan hati-hati
sehingga tidak terjadi stres lebih jauh pada ikan.
Adalah suatu kenyataan yang tidak menguntungkan bahwa mayoritas kematian ikan terjadi
pada atau menjelang memasuki aquarium baru. Hanya melalui pengenalan terhadap stres dan
efeknya pada ikan yang dapat meminimalisir hal-hal seperti ini.

BAB IV
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pengaruh Lingkungan terhadap Ikan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perubahan suhu air tidak berpengaruh nyata pada perubahan gerakan operkulum
ikan setelah dilakukan analisis data secara Anova one way.
2. Suhu merupakan faktor pembatas bagi kehidupan Ikan, suhu yang tinggi
menurunkan kelarutan gas oksigen dalam air sedangkan suhu yang rendah menaikkan
kelarutan gas oksigen dalam air.
3. Setiap jenis ikan memiliki kisaran toleransi suhu air yang berbeda. Ikan Mas Komet
umumnya dapat bertahan hidup secara normal pada suhu 25oC-30oC.
4. Gerakan operkulum merupakan indikator laju respirasi dan kadar oksigen terlarut
dalam air. Suhu mempengaruhi laju respirasi ikan dan kadar oksigen dalam air.
5. Kenaikkan suhu akan menurunkan oksigen terlarut sedangkan penurunan suhu
meningkatkan oksigen terlarut. Respon ikan terhadap pengaruh suhu dapat diamati dari
perubahan fisiologis dan tingkah laku ikan.
6. Kebutuhan oksigen ikan sangat dipengaruhi oleh umur, ukuran tubuh, dan aktivitas
ikan.
7. Perubahan diet, temperatur, pH, kadar amoniak, salinitas, dan kondisi air sangat
berpengaruh terhadap stress ikan

5.2 Saran
1. Pada praktikum kali ini perlu dipilih ikan-ikan yang mempunyai umur, aktivitas
dan ukuran yang sama agar presisi kebutuhan oksigennya seragam.
2. Hasil yang didapat dalam praktikum kali ini tidak berpengaruh nyata, dan tidak
sesuai dengan teori yang berkembang. Perlu ditetapkan metode praktikum agar tujuan
praktikum dapat berlangsung dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Campbell. 2004. Biologi, Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta. Penerbit Erlangga
Darmadi. 2009. Laporan Praktikum Fisiologi Hewan (Operkulum Ikan).
Bandung. Universitas Padjajaran. http://dharmadharma.wordpress.com/ diakses pada Jumat,
8 April 2011 pukul 19.30 WIB
Djamal, Zoeraini.1992.Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi. Jakarta. Penerbit
P.T Bumi Aksara
Ewusie. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung. Penerbit Institut Teknologi
Bandung
Fujaya, Yushinta. 2004. Fisisologi Ikan. Jakarta. Penerbit P.T Rineka Cipta
Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogjakarta. Penerbis Kanisius
Koesbiono, 1980. Biologi Laut. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.
Mamangkey, Jack j. 2004. Ekologi Ikan Butini (Glossogobius matanensis) di
Danau Matano Daerah Malili Sulawesi Selatan. Makalah Falsafah Sains (pps 702)
program pascasarjana/s3 Institut Pertanian Bogor November 25, 2004 Nolan, Collin.1996.
Ventilation rates for Goldfish Carassius auratus during changes in dissolved oxygen.
Professional Papper. University of Nevada Las Vegas. 12-4-1996
Soetjipta. 1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Yogjakarta. Penerbit Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Sugiri,
Nawangsari. 1984. Zoologi Umum. Jakarta. Penerbit Erlangga
Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata. Malang. Penerbit Universitas Negeri Malang

Tunas, Arthama Wayan. 2005. Patologi Ikan Toloestei. Yogjakarta. Penerbit


Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai