Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

MENINGITIS

Pembimbing
dr. Neimy Novitasari, Sp. S

Disusun Oleh :
Wahyu Hari Prasetyo 201520401011137
Mega Mawitia Putrie 201520401011146

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
MENINGITIS

Referat dengan judul Meningitis telah diperiksa dan disetujui sebagai salah
satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di
bagian Ilmu Penyakit Saraf.
Surabaya, 12 Februari 2016
Pembimbing

dr. Neimy Novitasari, Sp. S

DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan...................................................................................................
2
Daftar Isi....................................................................................................................
3
Kata Pengantar ..........................................................................................................
4
Bab 1 Pendahuluan ...................................................................................................
5
1.1 Latar Belakang.............................................................................................
5
2.1 Tujuan Penulisan..........................................................................................
6
Bab 2 Tinjauan Pustaka..............................................................................................
7
2.1 Definisi.........................................................................................................
7
2.2 Anatomi........................................................................................................
8
2.3 Epidemiologi................................................................................................
9
2.4 Etiologi.........................................................................................................
11
2.5 Patofisiologi..................................................................................................
12
2.6 Manifestasi Klinis.........................................................................................
13
2.7 Diagnosis......................................................................................................
15
2.8 Penatalaksanaan............................................................................................
20

2.9 Komplikasi...................................................................................................
24
2.10 Prognosis....................................................................................................
25
Bab 3 Kesimpulan......................................................................................................
26
Daftar Pustaka............................................................................................................
27

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat
dengan judul Menigitis. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas
yang penulis laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF Ilmu
Penyakit Saraf RSU Haji Surabaya.
Penulis mengucapkan terima kepada Cr. Neimy Novitasari selaku
dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas referat ini, terima kasih atas
bimbingan dan waktunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga referat ini dapat memberikan
manfaat pada pembaca. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini

masih

jauh

dari

kesempurnaan.

Dalam

kesempatan

ini

penulis

mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun demi kesempurnaan


laporan ini.

Surabaya, 12 Februari 2015

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeki masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.
Diantaranya adalah meningitis purulenta yang juga merupakan penyakit
infeksi perlu perhatian kita. Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai
radang yang mengenai piameter, arakhcoid, dan dalam derajat yang lebih
ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superfisial.

Sedang yang dimaksud meningitis purulenta adalah infeksi akut selaput otak
yang disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan reaksi purulent pada cairan
otak. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa
(Harsono, 2009)
Disamping angka kematian yang tinggi, banyak penderita yang
menjadi cacat akibat keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan.
Meningitis purulenta merupakan keadaan gawat darurat. Pemberian
antibiotika yang cepat dan tepat serta dengan dosis yang memadai penting
untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah terjadinya cacat (Markam,
2012).
Kuman mikobakterium tuberkulosa paling sering menyebabkan infeksi
paru-paru, tetapi infeksi pada susunan saraf pusat adalah yang paling
berbahaya. Kekerapan meningitis tuberkulosa sebanding dengan prevalensi
infeksi dengan mikrobkterium tuberkulosa pada umumnya, jadi bergantung
paada keadaan social ekonomi dan kesehatan masyarakat (Handayani, 2006)
Penyakit ini dapat terjadi pada segala umur, tetapi jarang dibawah 6
bulan. Yang tersering adalah pada anak-anak umur 6 bulan sampai 5 tahun
Pada anak, meningitis tuberkulosa merupakan komplikasi infeksi
primer dengan atau tanpa penyebaran milier. Pada orang dewasa penyakit
ini dapat merupakan bentuk tersendiri atau bersamaan dengan tuberkulosa
ditempat lain. Penyakit ini juga dapat menyebabkan kematian dan cacat bila
pengobatan terlambat (Mansjoer et al, 2008)
1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,


klasifikasi, patofisiologi, diagnosis, gejala klinis, terapi, komplikasi dan
prognosis meningitis.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Meningitis adalah inflamasi yang mengenai selaput otak (meningen),
yang melindungi otak dan medulla spinalis. Sering disebabkan oleh infeksi
(bakteri, virus, atau jamur), tetapi bisa dikarenakan iritasi kimia, perdarahan
subaraknoid, tumor, dan kondisi lainnya (WHO, 2013)
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan
yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis

purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang
meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling
sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta
atau meningitis bakteri adalah meningitisa yang bersifat akut dan
menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri
spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis
purulenta yang paling sering terjadi (Markam, 2012)
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung degan
penderita dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus,
cairan bersin, dan cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port
dentree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan
pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi
tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam
cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga
menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak (Handayani, 2006)
2.2 Anatomi
2.2.1 Lapisan selaput otak/meningens
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meningens. Lapisan
luarnya adalah pachymeninnx atau durameter dan lapisan dalamnya,
leptomeninx, dibagi menjadi arachnoidea dan piameter (Waugh & Grant,
2011)
1. Durameter
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus
otak, sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah.
Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput
tulang tengkorak (periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal)

meliputi permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium


dan diafrgama sella. (Waugh & Grant, 2011)
2. Arachnoidea
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang
memisahkan durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau
balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan
diantara durameter dan arachnoidea disebut dengan ruangan subdural yang
berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini
terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan system otak
dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal. (Waugh & Grant,
2011)
3. Piameter
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan
pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang
banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus
dari otak. Ruangan antara arachnoidea dan piameter disebut sub arachnoid.
Pada reaksi randang ruangan ini berisi sel radang. Disini menglair cairan
serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang. (Waugh & Grant,
2011)
2.3 Epidemiologi Meningitis
2.3.1 Distribusi frekuensi meningitis
a. Orang/manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya
meningitis.

Penyakit

ini

lebih

banyak

ditemukan

pada

laki-laki

dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat lebih nyata pada bayi.


Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena
sistem kekebalan belum terbentuk sempurna (Lewis, 2008)
Puncak insidensi kasus meningitis karena H. influenza di negara
berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di

Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum tahun 1990
atau sebelum adanya vaksin untuk H influenza tipe b di Amerika Serikat,
kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur <5
tahun. Insidens Rate pada usia <5 tahun sebesar 40-100 per 100.000. setelah
10 tahun penggunaan vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000. Di
Uganda (2001-2002) Insidens Rate meningitis Hib pada usia <5 tahun
sebesar 88 per 100.000 (Lewis, 2008)
b. Tempat
Resiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio
ekonomi rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara
dan jemaah haji), dan penyakit ISPA. Penyakit meningitis banyak terjadi
pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju
(Lewis, 2008).
Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the African
Meningitis belt, yang luas wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke
Ethiopia meliputi 21 negara. Kejadian penyakit ini terjadi secara sporadic
dengan insidens rate 1-20 per 100.000 penduduk dan diselingi dengan KLB
besar secara periodic. Di daerah Malawi, Afrika pada tahun 2002 insidens
rate meningitis yang disebabkan oleh H influenza 20-40 per 100.000
penduduk (Lewis, 2008).
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas diman
kasus-kasus infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan
Amerika Utara insidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim
dingin dan musim semi sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi
pada musim kering (Lewis, 2008).

10

Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika


sering terjadi selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering
terpapar agen pengantar virus. Di Amerika Serikat pada tahun 1981 insidens
rate meningitis virus sebesar 10,9 per 100.000 penduduk dan sebagian besar
kasus terjadi pada musim panas
2.4 Etiologi Meningitis
Kebanyakan kasus meningitis bacterial disebabkan oleh infeksi
meningen oleh satu dari tiga organisme tersebut (Ginsberg, 2008):
- Neisseria meningitides (meningikokus)
- Haemophilus influenza (tipe b)
- Streptococcus pneumoniae (pneumokokus)
Organisme lainnya, terutama Mycobacterium tuberculosis, dapat
ditemukan pada kelompok beresiko yang spesifik, misalnya pasien
immunicomprimised (Ginsberg, 2008)
H. influenza merupakan isolate yang paling umum dari kasus
meningitis bacterial di Amerika Serikat. Hampir semua kasus yang
melibatkan anak di bawah usia 6 tahun, dan lebih dari 90% disebabkan oleh
strain kaspsuler tipe b. Isolasi dari organisme ini dari kelompok usia yang
lebih muda harus menunjukkan adana factor predisposisi tertentu, termasuk
sinusitis, epiglottitis, pneumonia, otitis media, trauma kepala dengan
kebocoran CSF, diabetes mellitus, alkoholisme dan defesiensi imun (AIDS)
(Isselbacher et al, 2012)
Meningitis yang disebabkan oleh N. meningitides paling sering
ditemukan pada anak dan dewasa muda dan dapat terjadi pada epidemic.
Meningitis meningokokus epidemic biasanya disebabkan oleh serogrup A
atau C, meskipun ada resiko untuk penyebaran epidemic dari

setiap

serogrup. Meningitis pneumokokus merupakan agen yang paling sering

11

mengenai orang dewasa di atas usia 30 tahun dan myebabkan sekitar 15


persen dari kasus total meningitis di Amerika Serikat. Angka mortalitas
tetap tinggi, dalam kisaran 19 sampai 30 persen (Isselbacher et al, 2012).
Enterovirus terhitung sebagai kasus terbanyak yang menyebabkan
meningitis viral pada anak-anak, tetapi jumlah kasus West Nile virus dan
HSV-2 lebih banyak mengenai orang dewasa. Enterovirus tersebar melalui
oral-fekal atau melalui saluran pernapasan. Infeksi dapat terjadi selama
musim panas atau gugur di wilayah tropis. HSV terhitung menyebabkan 0,53% kasus dari meningitis viral; sering terjadi bersamaan dengan infeksi
genitalia primer dan jarang terjadi rekurensi. HSV-1 adalah penyebab
ensefalitis, sedangkan HSV-2 lebih sering menyebabkan meningitis (Jaijakul
et al, 2012)
2.5 Patofisiologi Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit
di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus/bakteri menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak. Penyebaran bakteri/virus dapat pula
secara perkontinuitatum dari peradangan organ ataujaringan yang ada dekat
selaput otak, misalnya abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis
sinus kavernosus dan sinusitis. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang sub
araknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, cairan
serebrospinal dan system ventrikulus (Suwono, 2010)
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran
sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subaraknoid, kemudian
terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan

12

histosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk
terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear
dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag (Suwono, 2010).
Proses radang selain pada arteri juga terjdai pada vena-vena di
korteks dan dapat menyebabkan thrombosis, infark otak, edema otak dan
degenerasi neuron-neuron. Thrombosis serta organisasi eksudat perineural
yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kranial. Pada meningitis yang
disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan
yang disebabkan oleh bakteri (Suwono, 2010).
2.6 Manifestasi Klinis Meningitis
Trias gejala klasik dari meningitis bakteri terdiri dari demam, sakit
kepala dan kaku kuduk positif. Gejala tersebut timbul dalam beberapa jam
atau dalam 1-2 hari. Studi yang dilakukan pada 696 kasus pada orang
dewasa dengan meningitis bakteri, Van de Beek et al mendapatkan pada
95% pasien memiliki 2 gejala dari 4 gejala: demam, sakit kepala, kaku
kuduk, dan status mental yang berubah (Van de Beek et al, 2006). Adapun
gejala lain yang muncul seperti nausea, fotofobia, malaise, confusion,
delirium dan koma. Ketika meningitis bakteri berlangsung, pasien dari
segala usia mungkin akan kejang (30% pada dewasa dan anak-anak, 40%
pada neonatus dan bayi). Pada pasien yang yang telah diberi antibiotic,
kejang akan jadi satu-satunya gejala yang muncul, demam dan perubahan
status mental jarang terjadi pada sebagian meningitis yang diobati daripada
yang tidak diobati (Berkhout, 2008)
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang
jernih. Meningitis yang disebabkan oleh mumpsvirus ditandai dengan gejala
anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjar parotid

13

sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat (Jaijakul, 2012). Meningitis


yang disebabkan oleh echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala,
muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya
ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan
ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu
tampak lesi vesikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap
lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan
nyeri punggung (Harsono, 2015)
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau
stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak
seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat
subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang,
murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola
tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa
terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu
makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah
(Issebaecher et al, 2012)
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu
dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri
kepala yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anakanak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat
menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun
menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal
ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada

14

stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga Minggu bila
tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya. (Issebaecher et al, 2012)
2.7 Diagnosis
Anamnesis
- sakit kepala

- anoreksia

- demam mendadak

- kejang

- mual muntah

- penurunan kesadaran

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan meningeal sign: kaku kuduk, kernig, bruzinski I- IV
a. Kaku kuduk
Pasien tidur terlentang tanpa bantal, kepala digerakkan ke samping
kiri/kanan terlebih dahulu, akan ada tahanan pada pasien meningitis.
Selanjutnya kaku kuduk tidak dapat dilakukan.
b. Brudzinski I
Bersamaan dengan pemeriksaan kaku kuduk, sekaligus melihat
gerakan flexi pada kedua kaki.
c. Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang
difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas difleksikan pada
sendi panggul. Akan timbul gerakan reflektorik berupa fleksi tungkai
kolateral pada sendi lutut dan panggul
d. Brudzinski III

15

Penekanan pada kedua pipi tepat dibawah ossa xygomatikus, akan


disusul gerakan fleksi reflektorik berupa fleksi pada kedua siku dan
gerakan reflektorik sejenak dari kedua lengan.
e. Brudzinski IV
Penekanan pada simphisis pubis akan disusul timbulnya gerakan
reflektorik pada kedua tungkai pada sendi lutut dan panggul
f. Kernigs sign
Pada posisi awal fleksikan tungkai atas pada sudut 900 terhadap
badan dan fleksikan tungkai bawah 900 terhadap tungkai atas, setelah
itu kita ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut. Kurang dari 1350
pasien mengeluh nyeri atau ada tahanan atau terdapat fleksi
tungkaikolateral. Pada pasien tidak sadar, responhanya berupa ada
tahanan.
Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Lengkap
Untuk menunjukan leukositosis polimorfonuklear
b. BUN kreatinin
Untuk indikasi CT scan
c. Pungsi Lumbal
Punksi lumbal adalah tindakan memasukkan jarum LP ke dalam
kandung dura lewat processus spinosus L4-L5 / L5-S1 untuk mengambil
cairan otak (liquor Cerebro Spinalis).

Indikasi :

16

a. Urgent : ( suspek)
-

Meningitis bacterial / TBC.

Perdarahan subarahnoid.

Febris dengan kesadaran menurun (sebab tak jelas).

b. Biasa : ( suspek )
-

Tumor mielum : sebelum dan sesudah mielografi / caudiografi.

Sindroma GuillainBarre (bila perlu diulang-ulang + satu


minggu).

Kelumpuhan yang tidak jelas penyebabnya.

Kontra Indikasi :
a. Ada tanda peningkatan tekanan intrakranial (pemeriksaan fundus
okuli)
b. Ada infeksi kulit / luka bernanah sekitar tempat LP.
c. Ada deformitas corpus vertebrae di tempat punksi.
d. Ada kelainan soal hemophilia.
e. Tidak ada inform consent dari pasien / keluarga.
Alat dan bahan:
Jarum LP nomor 20 G/ 22G ( 1-2 biji).
Larutan disenfektan (betadine & alkohol 70 %).
Kain penutup (dock) steril berlubang (kalau ada ).
Sarung tangan steril.
Reagen Nonne pandy dalam tabung khusus.
Botol bersih dan kering (2 - 3 buah).
Kasa steril, lidi kapas steril dan plester.
17

Bila ada Lidocain / xylocain 2 %.


Prosedur:
Alat dipersiapkan oleh perawat dan pasien diberitahu.
Pasien tidur miring dengan posisi fleksi maksimal pada sendi lutut,
panggul dan lumbal. Untuk mengatur dan mempertahankan posisi, perlu
dibantu oleh perawat.
Tentukan tempat LP dengan cara : dari atas tarik ke dawah sampai
memotong kolumna vertebralis. Titik perpotongan adalah tempat LP
(L4-L5). Apabila pada tempat tersebut mengalami kesulitan, dapat
dikerjakan antara L3-L4.
Setelah liquor keluar, ambil pemeriksaan :
a. Nonna dan Pandy masing-masing tabung 4 5 tetes.
b. Sel, protein, glokosa, dalam botol sebanyak kurang lebih
30 tetes.
Bila liquor keluar bercampur darah lakukan test 3 tabung.
Dokter membuat surat permintaan cito pemeriksaan liquor ke
laboratorium
Pasien diobservasi dalam keadaan tidur tengkurap paling sedikit 2 jam
sambil menunggu pemeriksaan liquor.
Apabila tidak terdapat efek samping LP (sakit kepala, pusing dll),
setelah observasi 2 jam, pasien diperbolehkan pulang ditemani oleh
keluarga.
Pengukuran Tekanan LCS

18

Ukur tekanan LCS dengan cara mengukur tinggi cairan yang


mengisi manometer dalam satuan milimeter air. Normal tekanan LCS
adalah 50-200mm.
Analisis LCS
-

Nilai kejernihan dan warna. Normal LCS jernih.


Mengukur kadar protein
1. Uji Pandy
LCS diteteskan ke dalam tabung reaksi yang telah diisi 1 ml carbolic
acid.
Intepretasi:
Bila kadar protein tinggi didapatkan perubahan warna putih keruh.
2. Uji Nonne
Masukan 0,5 ml LCS ditetskan ke dalam tabung reaksi yang diisi
dengan 1 ml larutan ammonium sulfat.
Intepretasi:
Kadar protein tinggi bila didapati cincin putih pada perbatasan antara

cairan ammonium sulfat dan LCS tersebut.


Sel
Jumlah sel meningkat ( mononuclear atau polinuclear )
Glukosa
Glukosa menurun pada infeksi TBC dan kokus (bakteri). Pada
infeksi virus glukosa normal

Profil cairan serebrospinal pada infeksi SSP (Davis, 2005)


Opening

White Blood

Predominate

Protein

Glucose

Pressure

Cells

WBC Type

(mg/dL)

(mg/dL)

(WBCs)/mm3

19

Meningitis
Viral

20-1000

Mononuclear

(<200mg/dl) N

Bacterial

N or

50-5000

Neutrophils

(200-

Low

500mg/dl)
Tuberculosis

50-10.000

or Fungal

Neutrophils

(100-

and

200mg/dl)

Low

lymphocytes
2.8 Penatalaksanaan
1. Terapi umum
a. tirah baring total, cegah dekubitus
b. pemberian cairan yang adekuat, terutama pasien shock
c. terapi 5B
Blood: tensi dipertahankan normal
Brain: apabila TIK meningkat diberi manitol/kortikosteroid
Breathing: pernaafasan harus bebas
Bowel: kalori harus dipertahankan sesuai keadaan pasien
Bladder: hindari infeksi kandung kemih
d. Terapi simptomatik: antikonvulsan, analgesik
2. Terapi Spesifik
a. Meningitis Bakterial
Pemberian antibiotik dosis adekuat, larut dalam lemak, dapat menembus
BBB, aktif dalam CSS bersifat asam dan diberikan secara intravena.

20

21

b. Meningitis TB
o INH: 10mg/kgBB/hari (maksimum 300mg) selama 6-9 bulan
o Rifampisin: 15-20mg/kgBB/hari (maksimum 600mg) selama 6-9
bulan
o Pirazinamid: 35mg/kgBB/hari (maksimum 2000mg) selama 2 bulan
pertama
o Etambutol: 15-25mg/kgBB/hari (maksimum 2500mg) atau
o Streptomisin: 30-50mg/kgBB/hari (maksimum 1g) selama 2 bulan
c. Meningitis Virus
- Herpes simplex meningitis: asiklovir dengan dosis 10mg/kgBB
-

diberikan tiap 8 jam.


Cytomegalovirus meningitis: Ganciclovir 5mg/kgBB/IV setiap 12

jam.
d. Meningitis Fungal
- Cryptococcal meningitis: Amphotericin B 0,7-1 mg/kgBB/hari IV
dengan atau tanpa pemberian Flucytosin 100mg/kgBB oral. Pasien

22

dengan renal dysfunction diberikan amphotericin B liposome 3-

4mg/kgBB/hari.
Coccidiodes Immitis: Fluconazole 400mg/hari.
Histoplasma
Capsulatum:
Liposomal

amphotericin

5mg/kgBB/hari IV.
- Candida species: Amphotericin B 0,7-1 mg/kgBB/hari IV
- Sporothrix schenckii: itraconazole 200mg/hari
2.9 Komplikasi
a. Syok septik
b. Kejang
c. Edem serebral
- Pada infark serebri terjadi pembengkakan sel endotel dan poliferasi
ke dalam lumen pembuluh darah, serta infiltrasi dinding pembuluh
darah oleh sel-sel inflamasi. secara umum ini disebabkan oleh
trombosis pembuluh darah, vena lebih sering dibandingkan dengan
arteri.
d. Hidrosefalus
e. Defisit intelektual
f. Kelumpuhan N.cranial
- Kelumpuhan saraf kranial serta terganggunya aliran darah,
merupakan sekunder dari adanya peningkatan intrakranial.
g. Gangren (Sindrom Waterhouse-Friderichsen)
2.10 Prognosis
Buruk terutama penyebabnya adalah bakteri apabila tidak ditangani
secara tepat dan adekuat.

23

BAB 3
KESIMPULAN
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter, arakhcoid, dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan
otak dan medulla spinalis yang superfisial.
Trias gejala klasik dari meningitis bakteri terdiri dari demam, sakit
kepala dan kaku kuduk positif.
Penyakit infeki masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.
Penatalaksanaan harus tepat dan adekuat sesuai dengan penyebab
terjadinya meningitis.

24

DAFTAR PUSTAKA
Berkhout B. 2008. Infectious diseases of the nervous system: pathogenesis
and worldwide impact. IDrugs. 11(11):791-5
Ginsberg L. 2008. Lecture Notes: Neurologi. Edisi Kedelapan. Penerbit
Erlangga. Jakarta. Hal. 122
Handayani S. 2006. Karier meningitis meningokokus pada jemaah haji
Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol. 34. Jakarta. Hal 30-36.
Harsono. 2015. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi Keenam. Gadjah Mada
Press, Yogyakarta
Harsono. 2009. Kapita selekta neurologi, Edisi Kedua. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Isselbacher KJ et al. 2012. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam
Vol. 5 Ed. 13; alih bahasa Andry Hartono et al; editor edisi bahasa
Indonesia, Ahmad H. EGC. Jakarta. Hal. 2532-33
Jaijakul S et al. 2012. Toscana meningoensefalitis: a comparison to other
viral central nervous system infections. J Clin Virol. 55(3):204-8
Lewis R, et al. 2008. Action for Child Survival Elimination of Haemophilus
Influenzae Type b Meningitid\s in Uganda. Bulletin of the World
Haealth Organization. Vol. 86. No. 4:292-301, Uganda
Mansjoer A, et al. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius
Supriadi. Jakarta
Markam S. 2012. Penuntun Neurologi. Binarupa Aksara, Jakarta
Soegijanto S. 2006. Ilmu penyakit anak: diagnose dan penatalaksanaan.
Salembia Medika. Jakarta
Suwono W. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, Fisiologi,
Tanda, Gejala Ed 4. EGC. Jakarta
Waugh A, Grant A. 2011. Dasar-dasar anatomi dan fisiologi Ross & Wilson
Ed 10. Salemba Medika. Jakarta.

25

Van de Beek D, de Gans J, Spanjaard L, Weisfelt M, Reitsma JB,


Vernemeulen M. 2006. Clinical features and prognostic factors in
adults with bacterial meningitis, N Engl J Med.; 351 (18): 1849-59.

26

Anda mungkin juga menyukai