Anda di halaman 1dari 9

I.

Sindrom Down
A. Definisi
Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai
trisomi, karena individu yang mendapat Sindrom Down memiliki kelebihan
satu kromosom. Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang
normal hanya mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom ini akan
mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan
karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi
fisiologi tubuh.13,14,15
Terdapat tiga tipe Sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi
dan mosaik. Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam
tubuh akan mempunyai tiga kromosom 21. Sembilan puluh empat persen
dari semua kasus Sindrom Down adalah dari tipe ini. Tipe yang kedua
adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan berkombinasi dengan
kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier
kromosom yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter penderita
Sindrom Down. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus. Tipe ketiga adalah
mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang mempunyai
kelebihan kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe mosaik ini dan
biasanya kondisi si penderita lebih ringan.
B. Faktor Risiko
Risiko untuk mendapat bayi dengan Sindrom Down didapatkan
meningkat dengan bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita
yang hamil pada usia di atas 35 tahun. Harus diingat bahwa kemungkinan
mendapat bayi dengan Sindrom Down adalah lebih tinggi jika wanita yang
hamil pernah mendapat bayi dengan Sindrom Down, atau jika adanya
anggota keluarga yang terdekat yang pernah mendapat kondisi yang sama.
Walaubagaimanapun kebanyakan kasus yang ditemukan didapatkan ibu dan
bapaknya normal. Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan Sindrom
Down berdasarkan umur ibu yang hamil:
35 tahun: 1 per 385
40 tahun: 1 per 106
45 tahun: 1 per 30
C. Patofisiologi
0

Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ


dan menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat
menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses
hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom Down akan menurunkan
survival prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak
anak yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik,
maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat.
Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan
tampilan fisik yang tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas,
anomali pada ekstremitas atas, dan penyakit jantung kongenital. Hasil
analisis molekular menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21
bertanggungjawab menimbulkan penyakit jantung kongenital pada penderita
Sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang
diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2, adalah sangat terekspresi pada otak
dan jantung dan menjadi penyebab utama retardasi mental dan defek
jantung.16,17
Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolism
thiroid dan malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan
akibat dari respons sistem imun yang lemah, dan meningkatnya insidensi
terjadi kondisi aotuimun, termasuk hipothiroidism dan juga penyakit
Hashimoto.
Penderita

dengan

Sindrom

Down

sering

kali

menderita

hipersensitivitas terhadap proses fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas


terhadap pilocarpine dan respons lain yang abnormal. Sebagai contoh, anak
anak dengan Sindrom Down yang menderita leukemia sangat sensitif
terhadap methotrexate. Menurunnya buffer proses metabolic menjadi faktor
predisposisi terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya resistensi terhadap
insulin. Ini adalah penyebab peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada
penderita Sindrom Down. Anak anak yang menderita Sindrom Down
lebih rentan menderita leukemia, seperti Transient Myeloproliferative
Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia. Hampir keseluruhan anak

yang menderita Sindrom Down yang mendapat leukemia terjadi akibat


mutasi hematopoietic transcription factor gene yaitu GATA1. Leukemia
pada anak anak dengan Sindrom Down terjadi akibat mutasi yaitu trisomi
21, mutasi GATA1, dan mutasi ketiga yang berupa proses perubahan genetik
yang belum diketahui pasti.18
D. Efek Pada Fisik dan Sistem Tubuh
1.
Temuan Fisik
Pasien Sindrom Down mempunyai rangka tubuh yang pendek.
Mereka sering kali gemuk dan tergolong dalam obesitas. Tulang rangka
tubuh penderita Sindrom Down mempunyai ciri ciri yang khas. Tangan
mereka pendek dan melebar, adanya kondisi clinodactyly pada jari
kelima dengan jari kelima yang mempunyai satu lipatan (20%), sendi jari
yang hiperekstensi, jarak antara jari ibu kaki dengan jari kedua yang
terlalu jauh, dan dislokasi tulang pinggul (6%).
Bagi panderita Sindrom Down, biasanya pada kulit mereka
didapatkan xerosis, lesi hiperkeratosis yang terlokalisir, garis garis
transversal pada telapak tangan, hanya satu lipatan pada jari kelima,
elastosis serpiginosa, alopecia areata, vitiligo, follikulitis, abses dan
infeksi pada kulit yang rekuren.
Retardasi mental yang ringan hingga berat dapat terjadi. Intelegent
quatio (IQ) mereka sering berada antara 20 85 dengan rata-rata 50.
Hipotonia yang diderita akan meningkat apabila umur meningkat.
Mereka sering mendapat gangguan artikulasi.
Penderita Sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku yang
spontan, sikap ramah, ceria, cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala
mereka akan menunjukkan perlakuan yang nakal dengan rasa ingin tahu
yang tinggi.
Infantile spasms adalah yang paling sering dilaporkan terjadi pada
anak anak Sindrom Down sementara kejang tonik klonik lebih sering
didapatkan pada yang dewasa.

Tonus kulit yang jelek, rambut yang cepat beruban dan sering
gugur,

hipogonadism,

katarak,

kurang

pendengaran,

hal

yang

berhubungan dengan hipothroidism yang disebabkan faktor usia yang


meningkat,

kejang,

neoplasma,

penyakit

vaskular

degeneratif,

ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu, pikun, dementia dan


Alzheimer dilaporkan sering terjadi pada penderita Sindrom Down.
Semuanya adalah penyakit yang sering terjadi pada orang orang lanjut
usia.
Penderita Sindrom Down sering menderita

Brachycephaly,

microcephaly, dahi yang rata, occipital yang agak lurus, fontanela yang
besar dengan perlekatan tulang tengkorak yang lambat, sutura metopik,
tidak mempunyai sinus frontal dan sphenoid serta hipoplasia pada sinus
maksilaris.
Mata pasien Sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas
(upslanting) karena fissura palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya
lipatan epicanthal, titik titik Brushfield, kesalahan refraksi sehingga
50%,

strabismus

(44%),

nistagmus

(20%),

blepharitis

(33%),

conjunctivitis, ruptur kanal nasolacrimal, katarak kongenital, pseudopapil


edema, dan keratoconus.
Pasien Sindrom Down mempunyai hidung yang rata, disebabkan
hipoplasi tulang hidung dan jembatan hidung yang rata. Apabila mulut
dibuka, lidah mereka cenderung menonjol, lidah yang kecil dan
mempunyai lekuk yang dalam, pernafasan yang disertai dengan air liur,
bibir bawah yang merekah, angular cheilitis, anodontia parsial, gigi yang
tidak terbentuk dengan sempurna, pertumbuhan gigi yang lambat,
mikrodontia pada gigi primer dan sekunder, maloklusi gigi serta
kerusakan periodontal yang jelas. Pasien Sindrom Down mempunyai
telinga yang kecil dan heliks yang berlipat. Otitis media yang kronis dan
kehilangan pendengaran sering ditemukan. Kira kira 6080% anak
penderita Sindrom Down mengalami kemerosotan 15 20 dB pada satu
telinga.19,20,21,22,23,24

2.

Hematologi
Anak penderita Sindrom Down mempunyai risiko tinggi mendapat
Leukemia, termasuklah Leukemia Limfoblastik Akut dan Leukemia
Myeloid. Diperkirakan 10% bayi yang lahir dengan Sindrom Down akan
mendapat klon preleukemic, yang berasal dari progenitor myeloid pada
hati yang mempunyai karekter mutasi pada GATA1, yang terlokalisir
pada kromosom X. Mutasi pada faktor transkripsi ini dirujuk sebagai
Transient Leukemia, Transient Myeloproliferative Disease (TMD), atau
Transient Abnormal Myelopoiesis (TAM).27,28

3.

Penyakit Jantung Kongenital


Penyakit jantung kongenital sering ditemukan pada penderita
Sindrom Down dengan prevelensi 40-50%. Walaubagaimanapun kasus
lebih sering ditemukan pada penderita yang dirawat di RS (62%) dan
penyebab kematian yang paling sering adalah aneuploidy dalam dua
tahun pertama kehidupan. Antara penyakit jantung kongenital yang
ditemukan Ventricular Septal Defect (32%), Secundum Atrial Septal
Defect (ASD) (10%), Tetralogy of Fallot (6%), dan Isolated Patent
Ductus Arteriosus (4%). Lesi yang paling sering ditemukan adalah
Patent Ductus Arteriosus (16%) dan Pulmonic Stenosis (9%). Kira - kira
70% dari endocardial cushion defects adalah terkait dengan Sindrom
Down. Dari keseluruhan penderita yang dirawat, kira kira 30%
mempunyai beberapa defek sekaligus pada jantung mereka.21
a.
Ventricular Septal defect (VSD)
Ventricular Septal Defect kondisi ini adalah spesifik merujuk kepada
kondisi dimana adanya lubang yang menghubungkan dua ventrikel.
Kondisi ini boleh terjadi sebagai anomali primer, dengan atau tanpa
defek kardiak yang lain. Kondisi ini dapat terjadi akibat kelainan
seperti Tetralogy of Fallot (TOF), complete atrioventricular (AV)
canal
b.

defects,

transposition

of

great

arteries,dan

corrected

transpositions.
Secundum Atrial Septal Defect (ASD)
Pada penderita secundum atrial septal defect, didapatkan lubang atau
jalur yang menyebabkan darah mengalir dari atrium kanan ke atrium
4

kiri, atau sebaliknya, melalui septum interatrial. Apabila tejadinya


defek pada septum ini, darah arterial dan darah venous akan
bercampur, yang bias atau tidak menimbulkan sebarang gejala klinis.
Percampuran darah ini juga disebut sebagai shunt. Secara medis,
right-to-left-shunt adalah lebih berbahaya.
c.
Tetralogy of Fallot (TOF)
Tetralogy of Fallot merupakan jenis penyakit jantung kongenital pada
anak yang sering ditemukan. Pada kondisi ini, terjadi campuran darah
yang kaya oksigen dengan darah yang kurang oksigen. Terdapat empat
abnormalitas yang sering terkait dengan Tetralogy of fallot. Pertama
adalah hipertrofi ventrikel kanan. Terjadinya pengecilan atau tahanan
pada katup pulmonari atau otot katup, yang menyebabkan katup
terbuka kearah luar dari ventrikel kanan. Ini akan menimbulkan
restriksi pada aliran darah akan memaksa ventrikel untuk bekerja lebih
kuat yang akhirnya akan menimbulkan hipertrofi pada ventrikel.
Kedua adalah ventricular septal defect. Pada kondisi ini, adanya
lubang pada dinding yang memisahkan dua ventrikel, akan
menyebabkan darah yang kaya oksigen dan darah yang kurang
oksigen bercampur. Akibatnya akan berkurang jumlah oksigen yang
dihantar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala klinis berupa
sianosis.
Ketiga adalah posisi aorta yang abnormal. Keempat adalah pulmonary
valve stenosis. Jika stenosis yang terjadi ringan, sianosis yang minimal
terjadi karena darah masih lagi bisa sampai ke paru. Tetapi jika
stenosisnya sedang atau berat, darah yang sampai ke paru adalah lebih
sedikit maka sianosis akan menjadi lebih berat.
d.
Isolated Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Pada kondisi Patent ductus arteriosus (PDA) ductus arteriosus si anak
gagal menutup dengan sempurna setelah si anak lahir. Akibatnya
terjadi bising jantung. Simptom yang terjadi antara lain adalah nafas
yang pendek dan aritmia jantung. Apabila dibiarkan dapat terjadi
gagal jantung kongestif. Semakin besar PDA, semaki buruk status
kesehatan penderita.

4.

Immunodefisiensi
Penderita Sindrom Down mempunyai risiko 12 kali lebih tinggi
dibandingkan orang normal untuk mendapat infeksi karena mereka
mempunyai respons sistem imun yang rendah. Contohnya mereka sangat
rentan mendapat pneumonia.

2. Sistem Gastrointestinal
Kelainan pada sistem gastrointestinal pada penderita Sindrom
Down yang dapat ditemukan adalah atresia atau stenosis, Hirschsprung
disease (<1%), TE fistula, Meckel divertikulum, anus imperforata dan
juga omphalocele. Selain itu, hasil penelitian di Eropa dan Amerika
didapatkan prevalensi mendapat Celiac disease pada pasien Sindrom
Down adalah sekitar 5-15%. Penyakit ini terjadi karena defek genetik,
yaitu spesifik pada human leukocyte antigen (HLA) heterodimers DQ2
dan juga DQ8. Dilaporkan juga terdapat kaitan yang kuat antara
hipersensitivitas dan spesifikasi yang jelek.

3. Sistem Endokrin
Tiroiditis Hashimoto yang mengakibatkan hipothyroidism adalah
gangguan pada sistem endokrin yang paling sering ditemukan. 25
Onsetnya sering pada usia awal sekolah, sekitar 8 hingga 10 tahun.
Insidens ditemukannya Graves disease juga dilaporkan meningkat.26
Prevelensi mendapat penyakit tiroid seperti hipothirodis kongenital,
hipertiroid primer, autoimun tiroiditis, dan compensated hypothyroidism
atau hyperthyrotropenemia adalah sekitar 3-54% pada penderita sindrom
Down, dengan persentase yang semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya umur.
4. Gangguan Psikologis
Kebanyakan anak penderita Sindrom Down tidak memiliki
gangguan psikiatri atau prilaku. Diperkirakan sekitar 18-38% anak
mempunyai risiko mendapat gangguan psikis. Beberapa kelainan yang

bisa didapat adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD),


Oppositional Defiant Disorder, gangguan disruptif yang tidak spesifik
dan gangguan spectrum Autisme.29,30
5.

Trisomi 21 mosaik
Trisomi 21 mosaik biasanya hanya menampilkan gejala gejala
Sindrom Down yang sangat minimal. Kondisi ini sering menjadi kriteria
diagnosis awal bagi penyakit Alzheimer. Fenotip individu yang mendapat
trisomi 21 mosaik manggambarkan persentase sel sel trisomik yang
terdapat dalam jaringan yang berbeda di dalam tubuh.29

E. Perawatan Medis
Walaupun berbagai usaha sudah dijalankan untuk mengatasi retardasi
mental pada penderita Sindrom Down, masih belum ada yang mampu
mengatasi kondisi ini. Walau demikian usaha pengobatan terhadap kelainan
yang didapat oleh penderita Sindrom Down akan dapat memperbaiki
kualitas hidup penderita dan dapat memperpanjang usianya.
Beberapa pemeriksaan secara reguler dapat dilakukan untuk
memantau perkembangan tingkat kesehatan penderita Sindrom Down, baik
anak ataupun dewasa. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan audiologi, pemeriksaan optalmologi secara berkala sebagai
pencegah keratokonus, opasitas kornea atau katarak. Untuk kelainan kulit
seperti follikulitis, xerosis, dermatitis atopi, dermatitis seboroik, infeksi
jamur, vitiligo dan alopesia perlu dirawat segera. Masalah kegemukan pada
penderita Sindrom Down dapat diatasai dengan pengurangan komsumsi
kalori dan meningkatkan aktivitas fisik.
Skrining terhadap penyakit Celiac juga harus dilakukan, yang ditandai
dengan kondisi seperti konstipasi, diare, bloating, tumbuh kembang yang
lambat dan penurunan berat badan. Selain itu, kesulitan untuk menelan
makanan harus juga diperhatikan, dipikirkan kemungkinan terjadi sumbatan
pada jalan nafas.
Perhatian khusus harus diberikan terhadap proses operasi dikarenakan
tidak stabilnya atlantoaxial dan masalah yang mungkin terjadi pada sistem

respirasi. Selain itu, jangan lupa untuk melakukan skrining untuk


kemungkinan tejadinya penyakit Hipothiroidism dan Diabetes Mellitus.
Jangan dilupakan untuk memberi perhatian terhadap kebersihan yang
berkaitan dengan menstrual, seksual, kehamilan dan sindrom premenstruasi
Kelainan neurologis dapat menyebabkan retardasi mental, hipotonia, kejang
dan stroke. Pastikan juga perbaikan kemampuan berkomunikasi dan terapi
bicara diteruskan, dengan memberi perhatian pada aplikasi bahasa
nonverbal dan kecerdasan otak.
Bagi pasien Sindrom Down, baik anak atau dewasa harus sentiasa
dipantau dan dievaluasi gangguan prilaku, seperti fobia, ketidakmampuan
mengatasi masalah, prilaku streotipik, autisme, masalah makanan dan lain
lain. Tatalaksana terhadap kondisi mental yang timbul pada penderita
Sindrom Down harus dilakukan.
Selain dari aspek medis, harus diperhatikan juga aspek sosial dan
pergaulan. Yaitu dengan memberi perhatian terhadap fase peralihan dari
masa anak ke dewasa. Penting untuk memberi pendidikan dasar juga harus
diberikan perhatian seperti dimana anak itu akan bersekolah dan sebagainya.
Hal hal berkaitan dengan kelangsungan hidup juga perlu diperhatikan,
contohnya

bagaimana mereka akan meneruskan

kehidupan dalam

komunitas.

Anda mungkin juga menyukai