Anda di halaman 1dari 14

ETIKA DAN HUKUM KEPERAWATAN

DILEMA ETIK DAN PENYELESAIANNYA

Tugas Mata Ajar : Etika dan hukum keperawatan


Dosen Pengampu: Safruddin S,kep M,kep

Disusun Oleh:
FITRIANI.B
MARHAWA
HARMILASARI
YENI WAHYUNINGSIH
LYTESSA TRI MENTARI
SRIINDRAWATI ADIA
NUR KHADIJA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKSSAR
2016

Kata Pengantar

Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan karuniaNYa
sehingga kami dapat menyeklesaikan tugas kelompok mata kuliah Etik dan
Hukum. Pada makalah ini kami akan membahas kasus yang ditugaskan dengan
masalah dilema etik.
Pada makalah ini kami akan membahas kasus tentang seorang pasien yang
menginginkan dilakukan tindakan euthanasia pada dirinya. Pasien mengalami
kebutaan akibat Diabetes yang kronis dan juga menjalani dialisis. Keluarga juga
menginginkan hal yang sama terhadap pasien. Sementara itu pihak Rumah Sakit
tidak dapat memenuhi keinginan pasien dan keluarga. Hal ini menimbulkan
dilema etis dimana pasien tidak mendapatkan hak-nya, sementara Rumah Sakit
menyatakan bahwa kehidupan harus dipertahankan.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan pada makalah ini. Untuk itu
kami mengharapkan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah.

makassar, juni 2016


Penulis

Bab I
Pendahuluan

Latar Belakang
Keperawatan merupakan suatu bentuk asuhan yang ditujukan untuk
kehidupan orang lain sehingga semua aspek keperawatan mempunyai komponen
etika. Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan, maka
permasalahan etika kesehatan menjadi permasalahan etika keperawatan pula.
Saat ini masalah yang berkaitan dengan etika (ethical dilemmas) telah
menjadi masalah utama disamping masalah hukum, baik bagi pasien, masyarakat
maupun pemberi asuhan kesehatan. Masalah etika menjadi semakin kompleks
karena adanya kemajuan ilmu dan tehnologi yang secara dramatis dapat
mempertahankan atau memperpanjang hidup manusia. Pada saat yang bersamaan
pembaharuan nilai sosial dan pengetahuan masyarakat menyebabkan masyarakat
semakin memahami hak-hak individu, kebebasan dan tanggungjawab dalam
melindungi hak yag dimiliki. Adanya berbagai faktor tersebut sering sekali
membuat tenaga kesehatan menghadapi berbagai dilema. Setiap dilema
membutuhkan jawaban dimana dinyatakan bahwa sesuatu hal itu baik dikerjakan
untuk pasien atau baik untuk keluarga atau benar sesuai kaidah etik.
Berbagai permasalahan etik yang dihadapi oleh perawat telah
menimbulkan konflik antara kebutuhan pasien (terpenuhi hak) dengan harapan
perawat dan falsafah keperawatan. Contoh nyata yang sering dijumpai dalam
praktek keperawatan adalah euthanasia, penolakan tindakan transfusi darah, dan

penolakan transplantasi organ. Menghadapi dilema semacam ini diperlukan


penanganan yang melibatkan seluruh komponen yang berpengaruh dan menjadi
support system bagi pasien.
Makalah ini akan membahas secara khusus dilema etik yang berkaitan
dengan kasus euthanasia dan penyelesaiannya dengan pendekatan proses
keperawatan.

Tujuan
Tujuan Umum:
Mampu menganalisa pemecahan masalah dilema etik kasus eutanasia

Tujuan Khusus:
1. Dapat mengidentifikasi dan mengembangkan data dasar yang terkait
dengan kasus eutanasia
2. Dapat mengidentifikasi munculnya konflik akibat situasi pada kasus
eutanasia
3. Dapat menentukan tindakan alternatif yang direncanakan dari konsekuensi
tindakan eutanasia
4. Dapat menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat pada kasus
eutanasia
5. Dapat menjelaskan kewajiban perawat menghadapi kasus eutanasia
6. Dapat mengambil keputusan yang tepat dalam menyelesaikan kasus
eutanasia

Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan
dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Teori. Bab III Pembahasan Kasus. Bab
IV Penutup berisi kesimpulan dan saran.

Bab II
Tinjauan Teori

Dilema Etik
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada
alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan
dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau
salah. Untuk membuat keputusan yang etis seseorang harus tergantung pada
pemikiran yang rasional dan bukan emosional (Thomson & Thomson, 1985).
Kerangka pemecahan dilema etik pada dasarnya menggunakan kerangka proses
keperawatan/ pemecahan masalah secara scientific.

Eutanasia
Eutanasia berasal dari bahasa Yunani, eu (mudah, bahagia, baik) dan
thanatos (meninggal dunia) sehingga diartikan meninggal dunia dengan baik atau
bahagia. Menurut Oxfort English Dictionary eutanasia berarti tindakan untuk
mempermudah mati dengan tenang dan mudah.
Dilihat dari aspek bioetis, eutanasia terdiri atas eutanasia volunter,
involunter, aktif dan pasif. Pada kasus eutanasia volunter klien secara suka rela
dan bebas memilih untuk meninggal dunia. Pada eutanasia involunter, tindakan
yang menyebabkan kematian dilakukan bukan atas dasar persetujuan dari klien
dan sering kali melanggar keinginan klien. Eutanasia aktif merupakan suatu

tindakan yang disengaja yang menyebabkan klien meninggal misalnya pemberian


injeksi obat letal. Eutanasia pasif dilakukan dengan menghentikan pengobatan
atau perawatan suportif yang mempertahankan hidup (misalnya antibiotika,
nutrisi, cairan, respirator yang tidak diperlukan lagi oleh klien. Eutanasia pasif
sering disebut sebagai eutanasia negatif dapat dikerjakan sesuai dengan keputusan
IDI.
Di Indonesia tindakan eutanasia tidak dibenarkan menurut undang-undang,
tujuan dari eutanasia aktif adalah mempermudah kematian klien. Sedangkan
eutanasia pasif bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan klien
namun membiarkannya dapat berdampak pada kondisi klien yang lebih berat
bahkan memiliki konsekuensi untuk mempercepat kematian. Batas kedua hal
tersebut kabur bahkan sering kali merupakan hal yang membingungkan bagi
pengambil keputusan tindakan keperawatan (Priharjo, 1995).Eutanasia aktif
merupakan tindakan yang melanggar hukum dan dinyatakan dalam KUHP pasal
338, 339, 345 dan 359.

Hak Individu yang akan meninggal:


1. Hak diperlakukan sebagaimana manusia hidup sampai ajal tiba
2. Hak untuk mempertahankan harapananya, tidak peduli apapun perubahan
yang terjadi
3. Hak untuk mengekspresikan perasaan dan emosinya sehubungan dengan
kematian yang sedang dihadapinya sesuai dengan kepercayaannya.

4. Hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan


perawatannya
5. hak untuk memperoleh perhatian dalam pengobatan dan perawatan secara
berkesinambunagn walaupun tujuan penyembuhannya harus diubah
menjadi tujuan memberikan rasa nyama.
6. Hak untuk tidak meninggal dalam kesendirian
7. Hal untuk bebas dari rasa sakit
8. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur
9. Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk keluarga
yang ditinggal agar dapat menerima kematiannya
10. Hak untuk meninggal dalam keadaan damai dan bermartabat
11. Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak diambil
keputusan yang bertentang dengan kepercayaan yang dianutnya
12. Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya, apapun
artinya bagi orang lain
13. Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan dihormati
setelah yang bersangkutan meninggal.

Bab III
Pembahasan Kasus
Kasus
Tn. C berusia 40 tahun. Seeorang yang menginginkan untuk dapat
mengakhiri hidupnya (Memilih untuk mati. Tn. C mengalami kebutaan,diabetes
yang parah dan menjalani dialisis). Ketika Tn. C mengalami henti jantung,
dilakukan resusitasi untuk mempertahankan hidupnya. Hal ini dilakukan oleh
pihak rumah sakit karena sesuai dengan prosedur dan kebijakan dalam
penanganan pasien di rumah sakit tersebut.
Peraturan rumah sakit menyatakan bahwa kehidupan harus disokong.
Namun keluarga menuntut atas tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit tersebut
untuk kepentingan hak meninggal klien. Saat ini klien mengalami koma. Rumah
sakit akhirnya menyerahkan kepada pengadilan untuk kasus hak meninggal klien
tersebut.
Tiga orang perawat mendiskusikan kejadian tersebut dengan
memperhatikan antara keinginan/hak meninggal Tn. C dengan moral dan tugas
legal untuk mempertahankan kehidupan setiap pasien yang diterapkan dirumah
sakit.
Perawat A mendukung dan menghormati keputusan Tn.C yang memilih
untuk mati. Perawat B menyatakan bahwa semua anggota/staf yang berada
dirumah sakit tidak mempunyai hak menjadi seorang pembunuh. Perawat C
mengatakan bahwa yang berhak untuk memutuskan adalah dokter.
Untuk kasus yang diatas perawat manakah yang benar dan apa landasan
moralnya?

Pemecahan kasus dilema etis


Mengidentifikasi dan mengembangkan data dasar
Mengidentifikasi dan mengembangkan data dasar yang terkait dengan
kasus eutanasia meliputi orang yang terlibat klien, keluarga klien, dokter, dan tiga
orang perawat dengan pendapat yang berbeda yaitu perawat A, B dan C. Tindakan
yang diusulkan yaitu perawat A mendukung keputusan tuan C memilih untuk mati
dengan maksud mengurangi penderitaan tuan C, perawat B tidak menyetujui
untuk melakukan eutanasia karena tidak sesui dengan kebijakan rumah sakit. Dan
perawat C mengatakan yang berhak memutuskan adalah dokter.

Mengidentifikasi munculnya konflik


Penderitaan tuan C dengan kebutaan akibat diabetik, menjalani dialisis dan
dalam kondisi koma menyebabkan keluarga juga menyetujui permintaan tuan C
untuk dilakukan tindakan eutanasia. Konflik yang terjadi adalah pertama,
eutanasia akan melanggar peraturan rumah sakit yang menyatakan kehidupan
harus disokong, kedua apabila tidak memenuhi keinginan klien maka akan
melanggar hak-hak klien dalam menentukan kehidupannya, ketiga adanya
perbedaan pendapat antara perawat A, B dan C.

Menentukan tindakan alternatif yang direncanakan


Adapun tindakan alternatif yang direncanakan dari konsekuensi tindakan
eutanasia adalah

1. Setuju dengan perawat A untuk mendukung hak otonomi tuan C tetapi hal
inipun harus dipertimbangkan secara cermat konsekuensinya, sebab dokter
dan perawat tidak berhak menjadi pembunuh meskipun klien memintanya.
Konsekuensi dari tindakan ini: hak klien terpenuhi, mempercepat kematian
klien, keinginan keluarga terpenuhi dan berkurangnya beban keluarga.
Namun pihak rumah sakit menjadi tidak konsisten terhadap peraturan yang
telah dibuat.
2. Setuju dengan perawat B karena sesuai dengan prinsip moral avoiding
killing. Konsekuensi dari tindakan ini: klien tetap menderita dan kecewa,
klien dan keluarga akan menuntut rumah sakit, serta beban keluarga
terutama biaya perawatan meningkat. Dengan demikian rumah sakit
konsisten dengan peraturan yang telah dibuat
3. Setuju dengan perawat C yang menyerahkan keputusannya pada tim medis
atau dokter. Namun konsekuensinya perawat tidak bertanggung jawab dari
tugasnya. Selain itu dokter juga merupakan staf rumah sakit yang tidak
berhak memutuskan kematian klien.

Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat


Pada kasus tuan C, yang dapat membuat keputusan adalah manajemen
rumah sakit dan keluarga. Rumah sakit harus menjelaskan seluruh konsekuensi
dari pilihan yang diambil keluarga untuk dapat dipertimbangkan oleh keluarga.
Tugas perawat adalah tetap memberikan asuhan keperawatan dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar klien.

Menjelaskan kewajiban perawat


Kewajiban perawat seperti yang dialami oleh tuan C adalah tetap
menerapkan asuhan keperawatan sebagai berikut: memenuhi kebutuhan dasar
klien sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia, mengupayakan suport
sistem yang optimal bagi klien seperti keluarga, teman terdekat, dan peer group.
Selain itu perawat tetap harus menginformasikan setiap perkembangan dan
tindakan yang dilakukan sesuai dengan kewenangan perawat. Perawat tetap
mengkomunikasikan kondisi klien dengan tim kesehatan yang terlibat dalam
perawatan klien Tuan C.

Mengambil keputusan yang tepat


Pengambilan keputusan pada kasus ini memiliki resiko dan
konsekuensinya kepada klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan
pendekatan yang paling tepat dan menguntungkan untuk klien. Namun sebelum
keputusan tersebut diambil perlu diupayakan alternatif tindakan yaitu merawat
klien sesuai dengan kewenangan dan kewajiban perawat. Jika tindakan alternatif
ini tidak efektif maka melaksanakan keputusan yang telah diputuskan oleh pihak
manajemen rumah sakit bersama keluarga klien (informed consent).

Bab IV
Penutup
Kesimpulan
Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang
melibatkan interaksi antara klien dan perawat. Permasalahan bisa menyangkut
penentuan antara mempertahankan hidup dengan kebebasan dalam menentukan
kematian, upaya menjaga keselamatan klien yang bertentangan dengan kebebasan
menentukan nasibnya, dan penerapan terapi yang tidak ilmiah dalam mengatasi
permasalah klien.
Dalam membuat keputusan terhadap masalah dilema etik, perawat dituntut
dapat mengambil keputusan yang menguntungkan pasien dan diri perawat dan
tidak bertentang dengan nilai-nilai yang diyakini klien. Pengambilan keputusan
yang tepat diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan sehingga semua merasa
nyaman dan mutu asuhan keperawatan dapat dipertahankan.
Saran
Perawat harus berusaha meningkatkan kemampuan profesional secara
mandiri atau secara bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan
untuk menyelesaikan suatu dilema etik.

Daftar Pustaka
Kozier, B., Erb G., Berman, A., & Snyder S. J. (2004). Fundamentalsof Nursing
Concepts Process and Practice. (7th ed). New Jerney: Pearson Education
Line.
Priharjo, R. (1995). Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarta: Kanisius.
Suhaemi, M.E. (2004). Etika Keperawatan: aplikasi pada praktik. Jakarta: EGC
Taylor C., & Lemone P. (1997). Fundamentals of Nursing. Philadelphia:
Lippincott.

Anda mungkin juga menyukai