Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka penderita diabetes selama 50 tahun terakhir meningkat pesat
seiring dengan meningkatnya angka kegemukan. Pada tahun 2010,
diperkirakan ada 285 juta orang mengalami penyakit ini, dibandingkan
hanya ada 30 juta pasien pada tahun 1985. Komplikasi jangka panjang
yang mungkin terjadi akibat kadar glukosa darah tinggi antara lain penyakit
jantung, stroke, retinopati diabetes yang mempengaruhi penglihatan mata,
gagal ginjal yang memerlukan dialisis, dan kurangnya sirkulasi darah di
bagian tungkai yang mengharuskan dilakukannya amputasi. Komplikasi
akut berupa ketoasidosis, yang merupakan salah satu ciri diabetes tipe 1,
jarang terjadi. Namun pasien dapat mengalami koma hiperosmolar
nonketotik.
Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak
menyadari dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut penyakit
gula atau kencing manis. Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi
masyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejalanya.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan
seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala
kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam
hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita
penyakit diabetes mellitus tipe 1.
Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka
tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak
mengetahui telah menderita kencing manis.
Dampak dramatis dari diabetes mellitus terhadap kesehatan seseorang
sangatlah kompleks. Diabetes mellitus dan penyakit turunannya telah
menjadi ancaman serius. Penyakit ini membunuh 3,8 juta orang per tahun
dan dalam setiap 10 detik seorang penderita akan meninggal karena
sebab-sebab yang terkait dengan diabetes.
Pada makalah ini, kami akan membahas tentang penyakit diabetes
mellitus tipe 2 tentang faktor -faktor penyebabnya dan cara pencegahan
dan pengobatannya.

B. Tujuan
Tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk bahan pertimbangan
perawatan DNM di ruang HCU

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Diabetes Militus adalah keadaan kronik,yang berkarakteristik penyakit
progresif oleh ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang menuju pada hiperglikemia(peningkatan gula
darah). Diabetes militus mengacu sebagai gula yang tinggi oleh pasien
dan penyedia perawatan kesehatan. (Jane Hokanson Hawks.2005.Buku
Ajar:MEDICAL SURGICAL NURSING,EDISI 8,VOL 1,hal:1062.)
Diabetes melitus tipe 2 yang dahulu disebut diabetes melitus tidak
tergantung insulin (non-insulin-dependent diabetes melitus/NIDDM) atau
diabetes onset dewasa merupakan kelainan metabolik yang ditandai
dengan kadar glukosa darah yang tinggi dalam konteks resistensi insulin
dan defisiensi insulin relatif. Penyakit diabetes melitus jenis ini merupakan
kebalikan dari diabetes melitus tipe 1, yang mana terdapat defisiensi
insulin mutlak akibat rusaknya sel islet di pankreas. Gejala klasiknya antara
lain haus berlebihan, sering berkemih, dan lapar terus-menerus. Diabetes
tipe 2 berjumlah 90% dari seluruh kasus diabetes dan 10% sisanya
terutama merupakan diabetes melitus tipe 1 dan diabetes gestasional.
Kegemukan diduga merupakan penyebab utama diabetes tipe 2 pada
orang yang secara genetik memiliki kecenderungan penyakit ini. (Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)
Diabetes militus tipe 2,biasanya disebut NIDDM,adalah kerusakan
genetik dan faktor lingkungan. DM tipe 2 adalah tipe paling umum dari
diabetes militus yang meliputi
90% dari semua populasi diabetes.
Biasanya didiagnosa setelah umur 40 tahun dan umumnya menyerang
orang dewasa, orang yang gemuk dan pastinya populasi etnik dan ras.
(Jane Hokanson Hawks.2005.Buku Ajar:Medical Surgical Nursing,edisi 8,Vol
1,hal:1064.)
Diabetes militus tipe 2,dulunya disebut NIDDM(non-insulin-dependent
diabetes militus),terdiri dari 90%-95% dari contoh diabetes. Dimulai
dengan perlawanan insulin,sebuah situasi dimana sel tidak seluruhnya
menggunakan
insulin.
Sebagai
kebutuhan
untuk
meningkatkan
insulin,pankreas
berlangsung
kehilangan
kemampuan
untuk

memproduksinya. DM tipe 2 mempunyai kecenderungan mempertahankan


hidup dari padaa tipe 1 dan tidak menimbulkan diabetes ketoasidosis.
(Susan C. Dewit.2007.Buku Ajar : Medical Surgical Nursing.hal : 910)

B. Etiologi
Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan
lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang
juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang
berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi,
tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras Hispanik,
Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita
diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi risiko
menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan aktivitas fisik kita seharihari. Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang untuk
menderita diabetes tipe 2.

Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau kakak
atau adik)
Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg)
Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi
(>150mg/dl) atau kadar kolesterol HDL <40mg/dl
Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa
Terganggu (GDPT)

Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi


dengan berat lahir lebih dari 4.500 gram

Makanan tinggi lemak, tinggi kalori


Gaya hidup tidak aktif (sedentary)
Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat badan
ideal)
Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada usia 45
tahun
Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana terjadi juga
resistensi insulin

C. Patofisiologi

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang


berhubungandengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika
sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas dari
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes
tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonkotik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliura, polidipsia, luka pada kulit yang lama tak
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur.
Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%) penyakit diabetes tipe II
yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat
pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu
konskuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun
adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan
mata, neuropati, perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi
sebelum diagnosa ditegakkan.
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat
badan. Karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan

merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektifitas insulin.


Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak
berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat oral
dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga
tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat digunakan. Sebagian pasien
memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stress fisiologik
yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan. (Brunner & Suddart.
2002 : 1223)

D. Klasifikasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes
melitus berdasarkan perawatan dan simtoma yaitu Diabetes tipe 2, yang
diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan
sindrom resistansi insulin.

Diabetes melitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesityrelated diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM)
merupakan tipe diabetes melitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio
insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan
metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk
yang mengekspresikan disfungsi sel , gangguan sekresi hormon insulin,
resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10
dengan kofaktor hormonresistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama
pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan
penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula
darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi padakromosom 19 yang
merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan
hormon resistin yang tinggi, peningkatan laju metabolismeglikogenolisis
dan glukoneogenesis pada hati, penurunan laju reaksi oksidasi dan
peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.
NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia, lipodistrofi, dan sindrom
resistansi insulin. Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah
berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan
meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi
dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap

insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin


parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan
insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan
penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas
sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap
insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu
kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa. Obesitas ditemukan di
kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2
kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga,
walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk
memengaruhi anak remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis.
Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas
fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan
lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan
hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,,
sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika
itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika
perlu,,
perawatan
dengan
lisan
[[
antidiabetic
drugs.
[Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada
awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng
tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin ( e.g.,
sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang
glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf
tertentu ( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan
hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan
hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau
dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang
cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama
sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin,
baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes
melitus tipe 2. Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain,
sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun
kanker.
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia
adalah defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondriapada otot
lurik. Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam
mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V,

meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan


spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif, sedang hormon
melatonin akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta
meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan
IV. Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang
mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik. Di sisi lain,
metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi
risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis,
diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedahbypass
usus. Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon
inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metoda ini
dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan
homeostasis glukosa.
Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin
dan naringin, diketahui menyebabkan:

peningkatan mRNA glukokinase,


peningkatan ekspresi GLUT4 pada hati dan jaringan
peningkatan pencerap gamma proliferator peroksisom
peningkatan rasio plasma hormon insulin, protein C dan leptin
penurunan ekspresi GLUT2 pada hati
penurunan rasio plasma asam lemak dan kadar trigliserida pada hati

penurunan rasio plasma dan kadar kolesterol dalam hati, antara lain
dengan menekan 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme reductase, asilKoA, kolesterol asiltransferase
penurunan oksidasi asam lemak di dalam hati dan aktivitas karnitina
palmitoil, antara lain dengan mengurangi sintesis glukosa-6 fosfatase
dehidrogenase dan fosfatidat fosfohidrolase
meningkatkan laju lintasan
glikolisis dan/atau menurunkan laju lintasan glukoneogenesis sedang
naringin
sendiri,
menurunkan
transkripsi
mRNA
fosfoenolpiruvat
karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.
E.

Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan

karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot


(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan
pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi

F.

Komplikasi
1. Akut
Hipoglikemia
Diabetik ketoasidosis (KTA)
Sindrom non ketotik hiperosmolar hiperglikemia (SNKHH).
2.

Kronis
a. Mikrovaskular ;
Retinopati.
Nefropati.
Neuropati.

b. Makrovaskular ;
Kardiovaskular ;
c. Serangan jantung
Kadar gula darah tak terkendali membuat darah mengental
serta menyebabkan pengerasan dan penyempitan pembuluh darah.
Sumbatan pembuluh darah mudah terjadi, jantung kurang darah,
akhirnya otot jantung berhenti (infark).

Hipertensi

Infeksi.
Gangguan pada fungsi ginjal
Ginjal dipacu bekerja lebih berat dan penyempitan pembuluh darah
kapiler dalam ginjal.
Gangguan mata hingga kebutaan
Kadar gula darah tak terkendali menyebabkan penebalan selaput
jala dan kelainan bentuk sel. Mudah terjadi perdarahan di retina,
kecembungan lensa terganggu, glukoma dan juga katarak.
Impotensi

Kadar gula yang tinggi merusak sarafterutama yang mengontrol alat


seks.
Luka dengan kesembuhan yang lama
Kekebalan penderita umumnya menurun sehingga mudah
terkena infeksi. Abses akibat infeksi akan menekan pembuluh darah
lainnya sehingga aliran darah yang membawa makan dan oksigen
berkurang. (Jane Hokanson Hawks.2005.Buku Ajar:Medical Surgical
Nursing,edisi 8,Vol 1.)
G. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium ;

o Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang, > 200 mg/dL.


Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
darah meningkat di bawah kondisi stress.

Gula darah puasa (FBS) ; >140 mg/dl


Kadar glukosa sewaktu (GDS) ; >200 mg/dl
Urinolisa positif terhadap glukosa dan keton.

Pada respon terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah


menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk energi.selama perubahanini
asam lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi
ditujukkan oleh ketonuria.glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal
terhadap reabsorbsi glukosa tercapai.
Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat, menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya ateroskerosis.
Essei hemoglobin glikosilat di atas rentang normal. Tes ini mengukur
presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat
pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah 56%.
Pemeriksaan penunjang untuk DM . pemeriksaan penyaring dapat di
lakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu , kadar glukosa darah
puasa , kemudian diikuti dengan tes toleransi glukosa oral standar. Untuk
kelompok resiko tinggi DM , seperti usia dewasa tua , hipertensi , obesitas ,
dan riwayat keluarga , dan menghasilkan hasil pemeriksaan negative .
perlu pemeriksaan penyaring setiap tahun., bagi beberapa paisen .

Cara pemeriksaan TTGO , adalah :

Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.


Kegiatan jasmani sementara cukup , tidak boleh terlalu banyak.
Pasien puasa selama 10-12 jam
Berikan glukosa darah puasa
Berikan glukosa 75 gr yang di larutkan dalam air 250 ml, lalu minum
dalam waktu 5 menit .
Periksa glukosa darah 1 jam sesudah beban glukosa .

Selama pemeriksaan , pasien di periksa tetap istirahat


merokok

dan tidak

Penatalaksanaan
1.

Perencanan Makan (Meal Planning)


Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah
ditetapkan bahwa standart yang diajurkan adalah santapan dengan
komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%) protein (10-15%) dan
lemak (20-25%). Apabila diperlukan santapan karbohidrat sampai 70-75%
juga memberikan hasil yang baik. Terutama untuk golongan ekonomi
rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal,
jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hr. Jumlah kandungan serat + 25
g/hr, diutamakan jenis serat larut, konsumsi garam dibatasi bila terdapat
hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.

2.

Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama + 0,5
jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Progresive,
Endurance Trainning). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti,
otot-otot berkonsentrasi dan relaksasi secara teratur, selang-seling antara
gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit kelatihan yang lebih
berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang
dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda
dan berdayung.

3.

Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

a.

Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara

Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.


Menurunkan ambang sekresi insulin.

Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsang an glukosa.

Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan
orang tua karena resiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga
glibenklamid, untuk orang tua dianjurkan preparat dengan waktu kerja
pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada pasien DM
dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan.
b.

Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan
untuk pasien gemuk (indeks masa tubuh / IMT >30) sebagai obat tunggal.
Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27-30) dapat dikombinasikan dengan
obat golongan sulfonilurea.

c.

Inhibitor dan glukosidase


Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim dan
glukosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca prandial.

d. Insulin sensitizing agent


Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi
masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin
tanpa menyebabkan hipoglikemia. (Arif Mansjoer. 2001 : 585)

H.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Diagnosa Keperawatan
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan masukan oral, mual,
anoreksia, peningkatan metabolisme protein dan lemak
Devisit volume cairan dean elektrolit b/d diuresis osmotic
Intoleransi aktivitas b/d penurunan simpanan energi
Gangguan integritas kulit b/d gangren
Gangguan citra diri b/d ekstremitas gangren
Resiko injuri b/d gangguan penglihatan
Resiko gangguan volume cairan lebih

Intervensi

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d meningkatnya kadar asam lambung
ditandai dengan Mual, muntah, makan sedikit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :

Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat


BB stabil, nilai lab normal

Intervensi :
a.

Timbang berat badan tiap hari atau sesuai dengan indikasi


Rasional :

Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat

b.
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien
Rasional :
terapeutik
c.

Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan

Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient) dan


elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui
pemberian cairan melalui oral
Rasional :
Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar
dan fungsi gastroisntetinal baik

d. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aseton, pH, dan


HCO3
Rasional : Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan
dan terapi insulin terkontrol.
e. Kolaborasi dengan ahli diet
Rasional :
Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
2. Devisit volume cairan dan elektorlit b/d diuresis osmotic
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.

Kriteria hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh
tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler
baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas
normal.
Intervensi :
a.

Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD orotstatik

Rasional
takikardia.

Hipovelemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan

b. Ukur berat badan setiap hari


Rasional :
Memberikan hasil pengkajian yang terbaik di status cairan yang
sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
c.

Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa

Rasional :
Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi
yang adekuat
d.
Pantau pemeriksaan lab seperti : Hematoksit (Ht), BUN (kreatinin) dan
Osmulalitas darah, Natrium, kalium
Rasional :

Ht
Mengkaji tingkat hidrasi dan sering kali meningkat akibat
homokonsentrasi yang terjadi setelah dieresis osmotik

BUN
:
Peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel karena
dehidrasi atau tanda awitan kegagalan ginbjal.

Osmolalitas darah :
dan dehidrasi

Meningkat sehubungan dengan adanya hiperglikemia

Natrium
:
Mungkin menurun yang dapat mencerminkan
perpindahan cairan dari intra sel (dieresis osmotik)


Kalium
pada asodisis

3.

Awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam breepons

Intoleransi aktivitas b.d penurunan simpanan energi

Tujuan
produksi energi
Kriteria hasil :

Pada pasien tidak terjadi kelelahan dengan penurunan

Mengungkapkan peningkatan tingkat energy

Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas


yang diinginkan
Intervensi :
a.
Diskusi dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Membuat jadwal
perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan
kelelahan.
Rasional
:
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan
tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
b.
Beri aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa
diganggu.
Rasional :

Mencegah kelelahan yang berlebihan.

c.
Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan TD sebelum / sesudah melakukan
aktivitas.
Rasional
fisiologi.

Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara

d. Mendiskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat.


Rasional
:
Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan
penurunan kegiatan akan pada energi pada setiap kegiatan.
e. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional :
Meningkatkan kepercayan diri / harga diri positif sesuai tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.

4.

Gangguan integritas kulit b/d gangren

Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam
diharapkan integritas kulit dapat membaik.
Kriteria hasil :

Mempertahankan integritas kulit

Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit.

Intervensi :
a.
Lihat kulit, area sirkulasinya terganggu / pigmentasi atau kegemukan /
kurus
Rasional :
Kulit beresiko karena gangguan sirkulasinya perifer, imobilitas
fisik dan gangguan status nutrisi.
b.

Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk

Rasional :

Mengidentifikasi pathogen dan terapi pilihan

c.
Rendam kaki dalam air steril pada suhu kamar dengan larutan betadine
tiga kali sehari selama 15 menit
Rasional :

Germisidal lokal efektif untuk luka permukaan

d. Balut luka dengan kasa kering steril. Gunakan plester kertas


Rasional :
Menjaga kebersihan luka / meminimalkan kontaminasi silang.
Plester adesif dapat membuat abrasi terhadap jaringan mudah rusak.
e.
Berikan dikloksasi 500 mg per oral setiap 6 jam, mulai jam 10 malam
amati tanda-tanda hipersensitivitas, seperti : pruritus, urtikaria, ruam
Rasional
:
Pengobatan infeksi / pencegahan komplikasi. Makanan yang
mengganggu absorbsi obat memerlukan penjadwalan sekitar jam makan.
Meskipun tidak ada riwayat reaksi penicilin tetapi dapat terjadi kapan saja.
5.

Gangguan citra diri b/d ekstremitas gangren

Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam
pasien dapat menerima keadaannya yang sekarang.
Kriteria hasil :

Pasien menerima keadaannya yang sekarang


Menunjukkan pandangan yang realistis dan pemahaman diri dalam
situasi.
Intervensi :
a.

Dengarkan dengan aktif masalah dan ketakutan pasien

Rasional : Menyampaikan perhatian dan dapat lebih efektif mengidentifikasi


kebutuhan dan masalah dan juga strategi koping pasien dan seberapa efektif.
b.

Dorong pengungkapan perasaan, penerima apa yang dikatakannya

Rasional
:
Membantu pasien / orang terdekat untuk memulai menerima
perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi atau gaya
hidup.
c.
Diskusikan pandangan klien terhadap citra diri dan efek yang ditimbulkan
dari penyakit
Rasional
:
Persepsi pasien mengenai pada perubahan citra diri mungkin
terjadi secara tiba-tiba atau kemudian atau menjadi proses halus yang secara
terus menerus.
d. Bantu pasien atau orang terdekat dengan menjelaskan hal-hal yang
diharapkan dan hal-hal tersebut mungkin diperkukan untuk dilepaskan atau
diubah.
Rasional : Memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep
dan mulai melihat pilihan-pilihan, meningkatkan orientasi realita.
e.
Rujuk pada dukungan psikiatri atau group terapi, pelayanan sosial sesuai
petunjuk
Rasional :
Mungkin dibutuhkan untuk membantu pasien / orang terdekat
untuk mencapai kesembuhan optimal.
6.

Resiko injuri b/d gangguan penglihatan

Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam
diharapkan tidak terjadi injuri pada pasien
Kriteria hasil :

Mengidentifikasi faktor-faktor resiko injuri


Memodifikasi lingkungan sesuai petunjuk untuk meningkatkan keamanan
dan penggunaan sumber-sumber secara tepat.
Intervensi :
a.

Hindarkan alat-alat yang dapat menghalangi aktivitas pasien

Rasional :

Untuk meminimalisir terjadinya cedera

b. Gunakan bed yang rendah


Rasional :
c.

Meminimalkan resiko cedera

Orientasikan untuk pemakaian alat bantu penglihatan ex. Kacamata

Rasional :

Membantu dalam penglihatan klien

d. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi


Rasional :
7.

Agar tidak terjadi injuri

Resiko gangguan volume cairan lebih dari kebutuhan b.d kerusakan ginjal

Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume
cairan dari tubuh kembali normal / seimbang.
Kriteria hasil
paru

Tidak mengalami peningkatan BB cepat, edema, kongesti

BAB III
PENGKAJIAN

A. FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Ruang

: HCU

No. Medical Record :


Tgl Pengkajian
Pukul

:
:

B. DATA DASAR
Identitas Pasien
Nama (inisial klien)

:x

Usia

: 57 tahun

Status Perkawinan

: menikah

Pekerjaan

: wiraswasta

Agama

: islam

Pendidikan

: SD

Suku

: jawaBarat

Bahasa yang di gunakan


Alamat rumah
Sumber biaya
Tanggal masuk RS

: indonesia
:
: Jamkesmas
: 24/09/2013

Diagnosa medis saat pengkajian

: Diabetes Militus

Sumber Informasi ( Penanggung Jawab )


Nama

: Tuminem

Usia

: 56 tahun

Hubungan Dengan Klien

: istri

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat kesehatan masuk RS :

Pasien baru datang ke UGD dalam keluhan luka pada kakinya , sejak 1 bulan
yang lalu.

Riwayat kesehatan saat pengkajian / Riwayat penyakit sekarang .


Keluhan utama

Penyebab

: infeksi luka pada kaki

: tertusuk tulang sapi

Hal yang memperberat

: Luka DM

Hal yang memperingan

: tidak ada

Kapan terjadinya

Keluhan penyerta

: 1 bulan yang lalu

: tidak ada

Riwayat Kesehatan dahulu :


Riwayat alergi

: tidak ada

Riwayat kecelakaan

: Pernah tetapi hanya luka-luka ringan

Riwayat perawatan di RS
sakit DM

: pernah di rawat di RS dengan keluhan

Riwayat penyakit berat / kronis

: tidak ada

Riwayat pengobatan

: ada

Riwayat operasi

: tidak ada

Riwayat Kesehatan Keluarga :


Pasien mengatakan dalam keluarga nya tidak ada yang mempunyai penyakit
keturunan.

Riwayat Psikososial Spiritual


Konsep Diri

Support System
Komunikasi

:
:

System nilai kepercayaan :


-

Sebelum sakit

: 5 x/ hari

Saat sakit

: 1 x/hari

Lingkungan
Rumah

Kebersihan

: Cukup

Polusi

: tidak ada

Bahaya

: tidak ada

Pekerjaan

Kebersihan

: kurang

Polusi

: ada

Bahaya

: ada

Pola Kebiasaan Sehari-hari sebelum dan saat sakit .


Pola Nutrisi dan Cairan (Sebelum dan Saat Sakit)
Pola Nutrisi

Asupan

:(

Frekwensi Makan

Saat sakit

) enteral

) TPN

Sebelum sakit : 3 x/ hari

Sebelum sakit : Baik

: kurang

Diit

Makanan tambahan

: 3 x/ hari

Nafsu makan
Saat sakit

) oral

: tidak ada
: ubi talas

Makanan yang tidak disukai/ alergi/ pentangan : tidak boleh memakan


makanan yang manis-manis.
Pola Eliminasi (Sebelum dan Saat Sakit)
BAK

Frekwensi

: Sebelum Sakit: 4 x/hari

Saat sakit

: 5 sampai 6 x/hari

Waktu

: pagi dan sore

Jumlah

: 50 cc/hari

Warna

: Sebelum sakit : kuning

Saat sakit

: kuning seperti warna teh

Bau

: khas

Keluhan yang berhubungan dengan BAK : tidak ada


BAB

Frekwensi

: Sebelum Sakit

Saat sakit

Waktu

: Pagi

Warna

: Sebelum Sakit

Saat sakit

: 2 x/hari

: 1 x/hari

: kuning

: kuning

Bau

: khas

Konsistensi

: keras

Keluhan

: susah BAB , karena keras

Pola Personal Hygiene ( Sebelum dan Saat Sakit )


Mandi

Frekwensi

Saat sakit

: Sebelum Sakit

: 2 x/hari

: 2 x/hari tetapi hanya di lap

Oral hygiene :

Frekwensi

: Sebelum Sakit

Saat sakit

: 2 x/hari

: pagi dan sore

Waktu

: 2 x/hari

Cuci rambut

Frekwensi

: Sebelum Sakit : 2 x/hari

Saat sakit

: 1 x/hari

Pola Istirahat dan tidur (Sebelum dan Saat Sakit)

Lama tidur

Waktu

Siang

: 3 jam

Malam

: 10 jam

: 7 jam
Kebiasaan sebelum tidur / pengantar tidur :

) penggunaan obat tidur

) kegiatan lain , jelaskan :

Kesulitan dalam hal tidur

) menjelang tidur

) sering/ mudah terbangun

) merasa tidak puas setelah bangun tidur

Jelaskan alasannya :
Pola aktivitas dan latihan (sebelum dan saat sakit)

Jenis pekerjaan

: berdagang

Waktu pekerjaan

: pagi sampai sore

Kegiatan waktu luang

: istirahat/santai

Keluhan dalam beraktivitas

: tidak ada

Olahraga

Jenis

: tidak ada

Frekwensi

: tidak ada

Keterbatasan dalam hal

) mandi

) menggunakan pakaian

) berhias
Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Merokok

:(

) Ya

) Tidak

Frekwensi

Jumlah

: 1 bungkus

Lama pemakaian : 1 hari


Minuman Keras

:(

) Ya

) Tidak

Jumlah

: tidak ada

Lama pemakaian

: tidak ada

Ketergantungan obat
(

) Ya

) Tidak
Jika Ya , Jelaskan :
Pengkajian Fisik
Pemeriksaan Umum

Kesadaran

: Compos Mentis

TD

: 130/90 mmHg

Nadi

: 80 x/mnt

RR

: 20 x/mnt

Suhu

: 37,3 C

TB/BB

: 170 cm , 40 kg.

Pemerksaan Fisik Per System

Sistem Penglihatan

Posisi mata

:(

) Simetris

) Asimetris

Kelopak Mata

: normal

Pergerakan bola mata : normal

Konjungtiva

: tidak ada

Kornea

: normal

Sklera

: normal

Lapang pandang

: kurang

Ketajaman penglihatan : kurang

Tanda-tanda radang

Pemakaian alat bantu penglihatan : tidak ada alat bantu

: tidak ada

Keluhan lain
sesuatu yang lebih dari 1 meter

: penglihatan kurang jelas , apabila melihat

Sistem Pendengaran

Kesimetrisan

: simetris

Karakter serumen

: tidak ada

Tanda radang

: tidak ada

Cairan dari telinga

: tidak ada

Fungsi pendengaran

: baik

Pemakaian alat bantu : tidak ada alat bantu

Sistem Wicara

Kesulitan / gangguan wicara : tidak ada (normal)


Sistem Pernafasan

Jalan nafas

:normal

Keluhan

) Sesak

Bila sesak

) Setelah aktivitas

) Tanpa aktivitas

) Saat aktivitas

Bila nyeri

: tidak ada

Frekwensi

: 20 x/mnt

Irama

) Nyeri

) teratur

) tidak teratur

Kedalaman

:(

Suara Nafas

: normal

Batuk

:(

Palpasi dinding dada

Perkusi dada

Penggunaan otot bantu nafas : tidak ada

) Dalam

) Ya

) Dangkal

) Tidak

: normal
: normal

Sistem Kardiovaskuler
Sirkulasi perifer

Nadi

Irama

:(

) teratur

Denyut

:(

) Lemah (

) Tidak teratur
) Kuat

Distensi vena jugularis : tidak ada

Temperatur kulit

: (

) Hangat

) Dingin

Warna kulit

: (

) pucat

) cyanosis

) kemerahan
Pengisian kapiler

: normal

Edema

: tidak ada

Sirkulasi jantung

Kecepatan denyut apical

: 80 x/mnt

Irama

: (

Bunyi jantung abnormal

: tidak ada

Kelainan bunyi jantung

: tidak ada

) Teratur

Sistem Neurologi

Galslow coma scale

Tanda-tanda peningkatan intracranial : tidak ada

Gangguan neurologis : ( N I N XII ) :

Pemeriksaan reflek
Patologis

: 15, E = 4

M= 6

: tidak ada

Fisiologis : tidak ada

Tanda iritasi menigen

: tidak ada

Kekuatan otot/status motorik : tidak ada


Sistem Pencernaan

Keadaan mulut

: baik

Kesulitan menelan

: tidak ada

Muntah

: tidak pernah

Nyeri daerah perut

Bising usus

:12 x/mnt

Asites

: tidak ada

Luka post operasi

: tidak ada

Sistem Immunology

: tidak ada

V=5

) tidak teratur

Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada


Sistem Endokrin

Nafas berbau keton

:(

) Ya

) Tidak

Luka

:(

) Ya

) Tidak .

jika ya , jelaskan

Exopthalmus

:(

) Ya

) Tidak

Tremor

:(

) Ya

) Tidak

Pembesaran kelenjar tyroid

Tanda-tanda peningkatan gula darah :


(

) Polidipsi (

) poliuri (

: (

) Ya

) Tidak

) polifagi

Sistem Urogenital

Distensi kandung kemih

: tidak ada nyeri tekan

Nyeri tekan

: tidak ada

Nyeri perkusi pada CVA

) anuria

: tidak ada

) nocture

) hematuria

) oliguria

Penggunaan kateter

: tidak ada

Penggunaan irigasi

: tidak ada

Keadaan genital

: baik

Keadaan integumen
Keadaan rambut

Kekuatan

: baik

Warna

: putih

Kebersihan

: cukup

Kebersihan kuku

) disuria

) poliuria

Kekuatan

: kuat

Warna

: putih bening

Kebersihan

: cukup

Keadaan kulit

Kekuatan

: baik

Warna

: coklat

Kebersihan

: cukup

Tanda-tanda radang pada kulit :

Luka

: ada , di telapak kaki

Dekubitus

Pruritus

Tanda-tanda pendarahan : tidak ada


Sistem Muskuloskeletal

Keterbatasan dalam pergerakan

: tidak ada

Sakit pada tulang dan sendi

: tidak ada

Tanda-tanda fraktur

Lokasi

Kontraktur pada persendian ekstremitas : tidak ada

Tonus otot

Kelainan bentuk tulang dan otot

: tidak ada

Tanda-tanda radang pada sendi

: tidak ada

Penggunaan alat bantu

Rentang gerak sendi ( aktif/ pasif )

: tidak ada
: tidak ada

:(

) kuat

) lemah

: tidak ada alat bantu


: aktif

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Diabetes Militus adalah keadaan kronik,yang berkarakteristik penyakit progresif
oleh ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein yang menuju pada hiperglikemia(peningkatan gula darah). Diabetes
militus mengacu sebagai gula yang tinggi oleh pasien dan penyedia
perawatan kesehatan.

Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan


lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang
juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang berhubungan
dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi
(hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki
kecenderungan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor
lingkungan yang mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah
makanan dan aktivitas fisik kita sehari-hari.

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungandengan


insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe
II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Anda mungkin juga menyukai