Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar belakang
Pada tahun 2004, world Health Organization (WHO) memperoleh data
gangguan mental pada penduduk dunia adalah sebesar 4,3% , dan diprediksi pada
tahun 2030 menjadi 6,2%. (WHO, 2004)
Laporan WHO menyebutkan satu dari empat orang akan menderita
gangguan mental atau neuroligis pada suatu saat dalam kehidupanya. Artinya,
hampir setiap orang berisiko menderita gangguan jiwa (Erlina,dkk, 2010 )
Berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007,
memperoleh data status kesehatan jiwa di Indonesia yang dilakukan oleh badan
penelitian pengembangan kesehatan Depertemen Kesehatan yang menunjukan
prevalensi
Umur

Prevalensi nasional Gangguan Mental Emosional Pada Penduduk

15 Tahun adalah 11,6% (berdasarkan Self Reported Questionnarie).

(Riskesdas, 2007)
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang paling berat. Resiko
seumur hidup sekitar 0,5-1%, dan karena awitannya dini dan kecendrungan untuk
kronik menyebabkan prevalensi penyakit ini relative tinggi. Ketidak mampuan
terutama disebabkan oleh gejala negative dan defisit kognitif, merupakan
gambran yang memiliki dampak yang lebih besar pada fungsi jangka panjang
dibandingkan dengan waham dan halusinasi yang dramatis serta sering
menyebabkan kekambuhan. Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit tersebut
cukup besar, dan dampak pada penderita dan keluarga mereka cukup buruk.
(Stefan M,dkk, 2002)
Jauh sebelum didiagnosis skizofrenia, keluarga dari seseorang dengan
gangguan tersebut mungkin mulai merasa stres. Prodromal, atau tanda-tanda awal
skizofrenia dapat muncul beberapa tahun sebelum diagnosis dibuat. Anggota
keluarga mungkin mulai melihat perubahan relatif perilaku mereka. Perubahan
1

perilaku dapat menyebabkan banyak kecemasan, kekhawatiran, atau rasa bersalah


bagi anggota keluarga dari seseorang dengan skizofrenia. (Veague HB, 2007)
Salah satu cara untuk mengetahui adanya gangguan mental emosional
pada seseorang yang memberikan data yang cukup baik dengan cara yang relatif
murah, mudah dan efektif adalah dengan menggunakan alat ukur Self Reporting
Questionnaire (SRQ). Dikatakan murah karena dapat dilakukan dalam waktu
yang cukup singkat serta tidak memerlukan sumber daya manusia khusus untuk
menilainya. Self Reporting Questionnaire efektif karena memiliki validitas yang
cukup baik dalam hal sensitivitas dan spesifitasnya. (WHO, 1994)
Self Reporting Questionnaire adalah kuesioner yang dikembangkan oleh
WHO untuk penyaringan gangguan psikiatri dan keperluan penelitian yang telah
dilakukan diberbagai negara. Self Reporting Questionnaire banyak digunakan di
negara-negara yang sedang berkembang dan tingkat pendidikan penduduknya
masih rendah. Selain itu SRQ juga sangat cocok digunakan di negara yang
kebanyakan penduduknya berasal dari tingkat sosioekonomi rendah. Self
Reporting Questionnaire terdiri dari 20 pertanyaan, apabila minimal menjawab 6
jawaban ya, maka responden dinilai memiliki gangguan mental emosional.
(WHO, 1994)
Ibu adalah individu yang pertama yang mempunyai hubungan paling
dekat dengan anaknya sejak dikandungan, dan ibu juga mempunyai peranan
paling penting dan paling terlibat dalam pengasuhan, prilaku anak mulai dari
kehamilan, menyusui dan membesarkan anak. Berdasarkan hal tersebut maka
pada penelitian ini yang di jadikan subjek penelitian adalah ibu dari pasien
skizofrenia .(Notosoedirjo, 2005)
1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan masalah penelitian


sebagai berikut: Gambaran gangguan emosional pada ibu dari pasien skizoprenia
berdasarkan tingkat pendidikan, status pekerjaan, status sosioekonomi.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran ganggun mental emosional pada ibu dari pasien
skizofrenik.
b. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui gambaran gangguan mental emosional pada ibu

dari pasien skizofrenik berdasarkan tingkat pendidikan.


Untuk mengetahui gambaran gangguan mental emosional pada ibu

dari pasien skizofenik berdasarkan status pekerjaan.


Untuk mengetahui gambaran gangguan mental emosional pada ibu
dari pasien skizofenik berdasarkan sosioekonomi.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


a. Bagi peneliti
Sebagai pengalaman baru peneliti dalam melakukan penelitian dan dapat
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari kampus dengan
keadaan di masyarakat.
b. Bagi institusi akademik
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk pembuatan Karya
Tulis Ilmiah lebih lanjut dan dapat digunakan sebagai masukan bagi rekanrekan dan peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian.
c. Bagi institusi Dinas Kesehatan
Dengan diperolehnya gambaran gangguan mental emosional pada ibu dari
pasien skizofrenik dapat memberikan masukan ke pada tenagan kesehatan
untuk dapat mengantisipasi dan melakukan penanganan atau pengobatan pada
ibu pasien skizofenik yang mengalami gangguan mental emosional agar tidak
semkin berat dan bisa meningkatkan kualitas hidup ibu pasien skizofernik.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Gangguan mental emosional
2.1.1. Defenisi
Gangguan mental emosional merupakan perubahan atau gangguan mood dan afek
yang berpengaruh juga terhadap fisik seseorang karena aspek biologis (fisik), psikis
(salah satu emosi) dan social. Sehingga aspek fisik dan mental saling mempengaruhi

terhadap gangguan mental emosional seseorang. (TESIS GANGGUAN


EMOSIONAL PADA LANSIA)
Gangguan mental ditandai dengan perubahan dalam berpikir, perilaku atau suasana
hati terkait dengan tekanan yang bermakna dan gangguan fungsi selama jangka waktu
tertentu. Gejala gangguan mental bervariasi dari ringan sampai parah, tergantung
pada jenis gangguan mental, individu, keluarga dan lingkungan sosio ekonomi.
Dalam perjalanan seumur hidup, setiap individu mengalami perasaan isolasi,
kesepian, tekanan emosional atau pemutusan. Ini biasanya normal, reaksi jangka
pendek terhadap situasi sulit, dari pada gejala penyakit mental. Orang belajar untuk
mengatasi perasaan sulit hanya saat mereka belajar untuk mengatasi situasi sulit.
Pada beberapa kasus, durasi dan intensitas perasaan menyakitkan atau pola
membingungkan dari pikiran dapat serius mengganggu kehidupan sehari- hari. (A
REPORT ON MENTAL ILLNES IN CANADA 2002)
2.1.2. Epidemiologi
Pada tahun 2004, world Health Organization (WHO) memperoleh data
prevalensi gangguan mental pada penduduk dunia adalah sebesar 4,3% , dan
diprediksi pada tahun 2030 menjadi 6,2%. (WHO 2004) Sedangkan pada NegaraNegara berkembang prevalensinya lebih tinggi. Prevalensi di Negara Brazil (22,7%),
Chili (26,7%), Pakistan (28,8%).(PATEL, POVERTY AND COMMON MENTAL
DISORDER 2003).
Sedangkan menurut RISKESDAS prevalensi nasional ganggua mental
emosional pada Penduduk Umur 15 Tahun adalah 11,6% (berdasarkan Self Reported
Questionnarie). Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi Gangguan Mental
Emosional Pada Penduduk Umur 15 Tahun diatas prevalensi nasional, yaitu
Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Papua Barat.
Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Gangguan Mental
Emosional tertinggi adalah Luwu Timur (33,7%), Manggarai (32,4%), Aceh Selatan
(32,1%), Purwakarta (32,0%), Belitung Timur (31,0%), Banjarnegara (30,5%),
Boalemo (29,9%), Cirebon (29,9%) dan Kota Malang (29,6%). Sedangkan 10
kabupaten/kota dengan prevalensi Gangguan Mental Emosional terendah adalah
Yahukimo (1,6%), Pulang Pisau (1,7%), Karimun (1,9%), Jayapura (1,9%), Sidoarjo

(1,9%), Tabalong (2,1%), Maluku Tengah (2,4%), Kota Baru (2,4%), Kudus (2,4%),
dan Muaro Jambi (2,4%).
Prevalensi gangguan mental emosional meningkat sejalan dengan
pertambaahan usia. Berdasrkan umur, tinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas
(33,7%). Kelompok yang rentan mengalami gangguan mental emosional adalah
kelompok dengan jenis kelamin perempuan (14,0%), kelompok yang memiliki
pendidikan rendah (paling tinggi pada kelompok tidak sekolah, yaitu 21,6%),
kelompok yang tidak bekerja (19,6%), tinggal di pedesaan (12,3%), serta pada
kelompok tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita terrendah (pada kuintil
1:12,1%). (DEPKES RI
Gangguan mental dan prilaku yang tidak eksklusif untuk kelompok tertentu,
gangguan mental di temuka pada semua orang dari semua daerah, semua Negara dan
semua masyarakat. Sekitar 450 juta orang menderita gangguan mental menurut
perkiraan WHO di berikan dalam Laporan Kesehatan Dunia 2001. Satu dari 4 orang
akan mengembangkan satu atau lebih gangguan mental atau prilaku selama hidup
mereka. Gangguan mental dan prilaku terjadi pada setiap tituk waktu pada sekitar
10% dari populasi orang dewasa di seluruh dunia. Seperlima dari remaja di bawah
usia 18 tahun mengalami masalh perkembangan, emosional atau prilaku, satu dari
delapanya memiliki gangguan mental, sedangkan pada anak yang kurang beruntung
angka ini dalh satu dari lima. Lima dari sepuluh penyebab utama kecacatan di
seluruh dunia adalah kondisi kejiwaan, termasuk depresi, penggunaan alcohol,
skizofrenia dan kompulsif. (WHO, PROVENTION OF MENTAL DISORDER )
skizofrenia harus diakui sebagai salah satu masalah utama kesehatan dunia
yang belum terpecahkan. Skizoprenia bukanlah penyakit langka , dengan 100.000
kasus baru setiap tahun menerima perawatan (tingkat kejadian sekitar 5/1000) di
Amerika Serikat. Prevalensi masyarakat di berbagai negara memberikan perkiraan
jumlah kasus pada setiap titik waktu (titik prevalensi) berkisar antara 0,5% sampai
3,0%. (skizoprenia , jhon s. strauss, M.D, & WILLIAM t hal 69).
Di Indonesia sendiri angka penderita skizofrenia 25 tahun yang lalu (PJPT I)
di perkirakan 1/1000 penduduk, dan proyeksi 25 tahun mendatang mencapai 3/1000
penduduk(PENDEKATAN HOLISTIK PADA GANGGUAN JIWA, SKIZOPRENIA.
HAL Xiii)

2.1.3.Gejala-gejala
Penyakit mental berdasarkan jenis dan tingkat keparahannya. Beberapa jenis
utama adalah depresi, kecemasan skizoprenia,
gangguan mood, gangguan
kepribadaian dan gangguan makan.
Gangguan mental yang paling umum adalah gangguan ansietas dan depresi.
Dimana seseorang mengalami perasaan ketegangan, ketakutan, atau kesedihan yang
kuat dalam waktu bersamaan, gangguan mental timbul ketika perasaan itu menjadi
begitu mengganggu dan luar biasa, bahwa seseorang memiliki kesulitan besar
mengatasinya pada kegiatan hari-hari, seperti bekerja, menikmati waktu luang, dan
mempertahankan hubungan.(AUSTRALIA GOVERNMENT DEPERTEMENT OF
HEALTH AND AGING.)
DSM IV mempunyai katagori diagnostic gangguan mental untuk orang
dewas yaitu paranoid, perubahan suasana hati, ansietas, gangguan panic, gangguan
makan, skizoprenia, mania, gangguan belajar, gangguan konsep diri, gangguan
memori, gangguan seksual, gangguan tidur, gangguan psikososial dan lain-lain.
(mental illness, hazelden hal, 4-7 dan Kaplan synopsis pskiatri )

2.1.4 Hubungan dengan factor pendidikan, pekerjaan, dan sosioekonomi


a. Hubungan tingkat pekerjaan dengan terjadinya gangguan mental emosional
Orang yang tidak bekerja akan lebih mudah menjadi stress yang berhubungan
dengan tingginya kadar hormone stress (kadar cathecholamine) dan mengakibatkan
ketidak berdayaan, karena orang bekerja memiliki rasa optimis terhadap masa depan
dan lebih memiliki semangat hidup yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang
tidak bekerja
c. Hubungan pendidikan dengan terjadinya gangguan mental emosional
Buta huruf atau miskin pendidikan merupakan factor resiko yang konsisten
untuk gangguan mental umum. Beberapa penelitian juga menunjukan
hubungan antara tingkat pendidikan dan resiko terjadinya gangguan mental.
Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan factor, karena
pendidikan dasar terjadi dianak usia dini ketika gangguan mental yang tidak
umum terjadi. Hubungan antara tingkat pendidikan rendah dan gangguan
mental mungkin di kacaukan atau dijelaskan oleh sejumlah jalur : ini termasuk

status gizi buruk yang mana dapat merusak perkembangan intelektual, yang
mengarah ketingkat yang buruk dan buruknya perkembangan psikososial.
Risiko yang berhubungan dengan penghasilan rendah untuk gangguan mental
oada usia anak merupakan factor terkuat untuk gangguan prilaku, ini adalah
terkait dengan kegagalan sekolah dan gangguan mental yang umum dimasa
dewas. Konsekuensi social dari pendidikan yang buruk adalah jelas yaitu
kurangnya pendidikan merupakan berkurangnya kesempatan. (TESISI G. M
EMOSIONAL PD IBU SKIZOFRENIA )
d. Hubungan sosioekonomi dengan terjadinya gangguan mental emosional
Menurut beberapa penelitian tingkat sosioekonomi keluarga juga
mempengaruhi salah satu factor yang menentukan gangguan emosional,
semakin tinggi sumber ekonomi keluarga akan mendukung stabilitas dan
kebahagiaan keluarga. Apabila status ekonomi pada tahap yang sangat rendah
sehinggan kebutuhan dasar saja tidak terpenuhi inilah yang akan
menimbulkan konflik dalam keluarga yang menyebabkna gangguan mental
emosional.( GANGGUAN EMOSIONAL PADA LANSIA )
Definisi kemiskinan bervariasi tergangtung pada sisitem social, budaya dan
pollitik di daerah tertentu dan sesuai dengan pengguna data. Definisi orang
miskin mengungkapkan bahwa kemiskinan adalah sebuah fenomena social
multidimensi. Dari perspektif epidemiologi, kemiskinan berarti status social
ekonomi rendah (di ukur dengan kelas social atau pendapatan), penganguran
dan tingkat pendidikan yang rendah.
Di cina perubahan social (termasuk meningkatnya prevalensi kerugian
ekonomi utama bagi individu, peningkatan biaya perawatan kesehatan,
melemahkan ikatan keluarga, migrasi kedaerah perkotaan untuk sementara
atau untuk kerja musiman, dan ketidak setaraan pendapatan ) di duga
menyebabkan meningkatnya angka bunuh diri, sebagian karena pengaruhnya
pada tingkat peningkatan gangguan depresi yang sebagian besar tidak di
obati. ( TESIS GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL PD IBU PASIEN
SKIZOFRNIA )
2.2 Skizoprenia
Skizofrenia merupakan sebuah sindroma kompleks yang mau tak mau
menimbulakan efek merusak pada kehidupan penderita maupun anggota- anggota
keluarganya. Gangguan ini dapat mengganggu persepsi, pikiran, pembicaraan dan

gerakan seseorang. Nyaris semua aspek fungsi sehari- harinya terganggu.


(PSIKOLOGI ABNORMAL, edisi ke 4, V. MARK DURAND dan DAVID
BARLOW)
2.2.1. Gejala- gejala skizofrenia
Penderita skizofrenia tidak semuanya menunjukan gejala- gejala yang sama
jenisnya. Gejala- gejala bervariasi dari orang ke orang dan mungkin bersifat siklikal.
Gejala- gejala yang lazim terlihat termasuk:
a. Delusi
Keyakinan yang tidak realities dan ganjil yang tidak dimiliki oleh
orang-orang lain di budayanya.
Bias berupa delusi kebesaran ( merasa bahwa dirinya adalah ibu
Theresia atau Napoleon) atau delusi persekusi (pembalab sepeda
yang yakin bahwa pesaingnya sedang beusaha mensabotnya
dengan menaburan paku-paku dijalan)
b. Halusinasi
Kejadian- kejadian sensorik yang tidak berdasrkan kejadian
eksternal apapun( mendengar suara, melihat orang yang sudah
meninggal)
Banyak yang memiliki halusinasi pendengaran.
c. Pembicraan yang terdisorganisasi
Melompat dari satu topic ke topic lanya
Pembicaraanya tidak logis (tidak menjawab pertanyaan langsung,
member jawaban yang menyimpang dari pertanyaan)
Berbicara dengan kata- kata atau kalimat yang tidak dapat
dimengerti
d. Masalah- masalah prilaku
Bergerak dengan gaduh, agitasi liar
Imobilitas katatonik
Waxy flexibility (mempertahanka sikap tubuh pada posisi yang
sama ketika orang lain berusaha menggerakanya)
Cara berpakian yang tidak pas dengan situasinya( memaki baju
hangat di musim panas, memaki celana pendek di musim dingin )
Afek yang tidak pas
Tidak memperdulikan hygiene pribadi
e. Menarik diri

10

Kurang atau tidak memiliki respons emosional ( cara bicara yang


datar, sedikit perubahan pada ekspresi wajah)
Apati (minat yang sangat terbatas terhadap aktivitas sehari-hari)
Kehilangan perasaan senag dalam kegiatan- kegiatan yang
menyenagkan
(makan,
sosialisasi,
seks)
(PSIKOLOGI
ABNORMAL, V MARK DAN DAVID BARLOW, HAL 271)

2.2.2. Keluarga pasien skizofrenia


Skizofrenia adalah penyakit yang menahun, cenderung kambuh dan mempunyai
stigma sehingga menimbulkan banyak masalah bagi pasien maupun bagi keluarga.
Keluarga pasien skizoprenia biasanya merasa cemas, depresi, bersalah atau bingung.
Sebuah penelitian yang dilakukan di India, yang budaya dan keadaan ekonominya
berbeda dengan Negara Barat menemukan bahwa mempunyai anggota keluarga yang
mengalami gangguan psikiatrik akan menjadikan beban terhadap yaitu berdampak
buruk terhadap kesehatan mereka, beban keuangan, gangguan aktivitas keluarga serta
menghasilkan gejala- gejala stress. (TESIS, KECENDERUNGAN DEPRESI PADA
KELUARGA PASIEN SKIZOFRENIA)
Pada buku psychologicsl disordrer juga di tulis bahwa anggota keluarga dari
penderita skizofernia mengalami banyak stress setiap hari. Pasien skizofrenia menjadi
prioritas. Anggota keluarga selalu khawatir akan kekambuhan dan berusaha menjaga
orang yang mereka cintai agar tetap sehat. Sayangnya, keluarga juga harus khawatir
tentang keuangan mereka karena karena mereka mungkin membiayai rumah sakit
atau biaya pengobatan yang tinggi. Keluaraga dari pasien skizofrenia selalu waspada
untuk setiap perubahan dalam prilaku pasien. Karena terbebani dan khawatir tentang
orang yang di cintai, anggota keluarag pasien skizofrenia dapat mengabaikan
kebutuhan mereka sendiri dan menjadi depresi dan cemas. Dalam rangka untuk
mencegah pengasuh yang kelelahan maka penting bahwa anggota keluarga
menemukan dukungan untuk mereka sendiri.
Untuk menghindari kewalahan dengan tangguang jawab dari merawat seseorang
dengan skizofrenia, pengasuh mendesak untuk bergabung dengan kelompok
pendukung. Sebuah kelompok pendukung menyediakan forum untuk anggota keluara
untuk berbagi perasaan mereka tentang memiliki serorang keluara penderita
skizofrenia. Selain itu, pengasuh didorong untuk mendapatkan waktu pribadi jauh
dari keluarga mereka. Latiahan, kunjungan rutin keluar dari rumah, dan bahkan
bepergian pada akhir pecan dapat memberikan hiburan yang baik dari stress karena
berurusan dengan seseorang dengan penyakit mental. Ironisnya, merawat seorang

11

kelurga penderita skizofrenia dapat meningkatkan kemingkinan seseorang pengasuh


akan mengembangkan gejala penyakit mental. Depresi, kecemasan, penyalagunaan
alcohol, dan obat adalah biasa untuk oeng yang merawat keluaraga dengan
skizofrenia. (PSICOLOGICAL DISORDER, VEAGUE HB, 2007 )

2.3. Self Reporting Questionnaire (SRQ)


2.3.1 Latar belakang
Penelitian menunjukan gangguan mental umum terjadi diantara pasien medis umum
tapi sering tidak teridentifikasi, tidak diobati dan tidak dirujuk. Diperkirakan
Setidaknya 500 juta orang di dunia menderita gangguan mental, dan hanya sedikit
yang mendapatkan penanganan yang baik.
2.3.2 skoring
Self Reporting Questionnaire (SRQ) terdiri dari 20 pertanyaan yang harus di jawab
dengan ya atau tidak. Ini bisa diisi sendiri atau dilakukan dengan wawancara
kepada responden. Berbagai pertanyaan tambahan telah dilakukan dengan SRQ 20,
untuk menyaring gangguan psikotik dan penyalahgunaan zat.
Masing- masing dari 20 butir di beri skor 0 atau 1. Skor 1 menyatakan bahwa gejalagejala itu ada dalam sebulan terakhir, skor 0 menyatakan gejala tersebut tidak ada.
Skor maksimum adalah 20 pada Self Reporting Questionnaire(SRQ) mengandung
butir pertanyaan mengenai gejala yang lebih mengalah kepada neurosis. Gejala
depresi terdapat pada butir nomor 6, 9,10, 14,15,16,17. Gejala ansietas terdapat pada
butir nomor 3,4,5. Gejala somatic pada butir nomor 1,2,7,19. Gejala kognitif pada
butir nomor 8, 12, 13 dan gejala penurunan energy pada butir nomor
8,11,12,13,18,20.
2.3.3 Validitas
Uji validasi terhadap SRQ yaitu pada tahun 1995 yang dilakukan oleh hartono. Beliau
melakukan uji validasi terhadap penggunaan SRQ dengan cut off point / nilai batas
pisah 6 yang kemudian digunakan pada RISKESDAS 2007. Pengguanaan SRQ pada
Riskesdas 2007 bertujuan untuk mendapatkan gambaran status kesehatan mental/
gangguan mental emosional yang ada dimasyarakat. Pertanyaan SRQ di berikan
kepada anggota rumah tangga (ART0 yang berusia 15 tahun. Ke 20 pertanyaan

12

tersebuat mempunyai jawaban ya atau tidak dengan cut off point 5/6 artinya jika
responden menjawab 6 jawaban ya dari pertanyaan yang diajukan meka
responden tersebut diindikasikan mengalami gangguan mental emosional. SRQ
memiliki keterbatasan karena n anda gangguan jiwa yang spesifik.
Daftar pertanyaan SRQ yang ditanyakan ke responden yaitu :
1. Apakah anda sering menderita sakit kepala ?
2. Apakah anda tidak nafsu makan ?
3. Apakah anda sulit tidur ?
4. Apakah anda mudah takut ?
5. Apakah anda merasa tegang, cemas dan kuatir ?
6. Apakah tangan anda gemetar ?
7. Apakah pencernaan anda terganggu / buruk ?
8. Apakah anda sulit untuk berpikir jernih ?
9. Apakah anda merasa tidak bahagia ?
10. Apakah anda menangis lebih sering ?
11. Apakah anda merasa sulit untuk menikmati kegiatan sehari hari ?
12. Apakah anda sulit mengambil keputusan ?
13. Apakah pekerjaan anda sehari- hari terganggu ?
14. Apakah anda tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup ?
15. Apakah anda kehilangan minat pada berbagai hal ?
16. Apakah anda merasa tidak berharga ?
17. Apakah anda mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup ?
18. Apakah anda merasa lelah sepanjang waktu ?
19. Apakah anda mengalami rasa tidak enak di perut ?
20. Apakah anda murah lelah ?

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Peneliti

13

T in g k a t P a s ie n G a n g g u a n m e n t a l
P e n d id i S k iz o fr e e m o s io n a l ib u p a s ie n
k a n n ia s k iz o fr e n ia
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Variabel dan Definisi Operasional


3.2.1 Variabel Dependen
Variable Dependen ( variable terkait ) dalam kasus ini adalah gambaran
gangguan mental emosional pada ibu dari pasien skizofrenia.
3.2.2. Variabel independen
Variable Independen ( variable bebas ) dalam kasus ini adalah status ekonomi,
pendidikan, dan status sosioekonomi .
3.2.3. Variabel Antara
Variable antara ( variable penghubung ) dalam kasus ini adalah skizofrenia
3.2.4 Definisi Operasional
No
1

Variabel
Definisi Operasional
Gangguan mental
Gangguan mental
emosional pada ibu dari emosional merupakan
pasien skizofrenia
perubahan atau
gangguan mood dan
afek yang berpengaruh
juga terhadap fisik
seseorang karena aspek
biologis (fisik), psikis
(salah satu emosi) dan

Cara ukur
Wawancara

Alat ukur
Kuestioner
Kesehatan ( SRQ

14

Tingkat pendidikan

Pekerjaan

Status Sosioekonomi

social. (TESIS
GANGGUAN
EMOSIONAL PADA
LANSIA) Kesehatan
mental ini dapat dinilai
dengan Self Reporting
Questionnaire (SRQ )
yang terdiri 20
pertanyaan criteria
adanya gangguan
mental emosional
adalah apabila
responden menjawab
ya minimal 6
pertanyaan.
Pendidikan tertinggi
yang dicapai oleh
responden

Aktifitas rutin yang


dilakukan responden
untuk menghasilkan
pendapatan secara
ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan
hidup sehari- hari
Sosioekonomi dilihat
dari pasien berobat
dengan menggunakan
jamkesmas dll, atau
pasien umum

Wawancara /
transformasi data

Kuestioner
Keterangan
anggota ruamah
tangga

Wawancara /
transformasi data

Kuesioner
keterangan anggo
rumah tangga

Wawancara /
transformasi data

Kuestioner anggo
rumah rumah
tangga

15

BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian bersifat analitik dengan metode potong lintang (cross sectinonal )
4.2. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian direncanakan dilakukan mulai bulan ------ sampai dengan ----- atau
sampai jumlah sempel memenuhi target di poloklinik Pskiatri Rumah Sakit Umum
dokter Pirngadi Medan.
4.3. Populasi dan Sample
4.3.1. Populasi
Ibu dari penderita skizofrenia yang sudah di tegakkan diagnosanya oleh
Satuan Medis Fungsional Pskiatri RSU Pirngadi Medan, yang sedang mengadakan
pengobatan rawat inap atau rawat jalan.
4.3.2. Smple
Sample atau subyek penelitian ini adalah ibu dari pasien skizofrenia yang sedang
mengadakan pengobatan atau rawat inap di RSU Pirngadi Medan, dan memenuhi
syarat sesuai criteria penelitian.
4.3.2.1. Syarat penelitian sample

Ibu kandung dari pasien Skizofrenai


Umur 17 tahun
Mampu membaca dan menulis huruf latin dan mengerti bahasa Indonesia
Tinggal satu rumah dengan pasien selama minimal 1 tahun terakhir
Tidak menderita gangguan jiwa berat
Tidak menderita penyakit medic kronik lain

16

Daftar Pustaka

17

1.

Erlina, Soewadi, Pramono (2010). Determinan terhadap timbulnya


skizofrenia pada pasien rawat jalan di rumah sakit jiwa prof. HB Saanin

Padang Sumatra Barat : Berita kedokteran masyarakat. Vol 26 : (71- 80)


2. Notosoedirjo M, Latipun (2005). Kesehatan mental konsep dan penerapan.
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, pp (171-184)
3. Depertemen Kesehatan RI. Laporan hasil riset kesehatan dasar 2007. Jakarta:
Depkes RI; 2008. Pp: 18
4.

Stefan M, Travis M, Murray RM. Atlas of schizophrenia. 1sted. London: The

Parthenon Publishing Group; 2002.p.8


5. Veague HB. Psychological Disorders: Schizophrenia. Collins C ed. Ed 1. New
York: Infobase Publishing; 2007; 75-8
6. World Health Organization. The global burden of disease: (2004) update.
Geneva: WHO Library Cataloguing-in-Publication Data; 2008, pp: 40-51
7. World Health Organization. User guides to the self reporting questionnaire
(SQR). Geneve: WHO Division of mental health; 1994

Anda mungkin juga menyukai