Desain Jembatan Cable Stayed PDF
Desain Jembatan Cable Stayed PDF
Latar Belakang
Jembatan Malangsari terletak di jalur jalan lintas selatan Jawa Timur antara
Kendeng Lembu dan batas Jember STA 20+900 (dari Glenmore), wilayah kecamatan
Kalibaru kabupaten Banyuwangi (Gambar 1.1). Kondisi berbukit-bukit, bantaran
sungai memiliki lereng yang cukup curam dengan sungai yang berada di bawah 20
m, panjang dari sisi satu ke lainnya 100 m. Sisi kiri (dilihat searah aliran sungai)
merupakan lereng yang hampir tegak, sedangkan di sisi kanan kemiringan lereng 4560. Lokasi ini berada di wilayah lahan perkebunan milik PTPN XII Kebun
Malangsari kabupaten Banyuwangi. Jembatan melintasi sungai Kali Malangsari, 20
km dari ruas jalan Jember dan 80 km dari ibukota kabupaten Banyuwangi.
Berdasarkan pengamatan secara visual pada lokasi jembatan tidak terjadi erosi yang
membahayakan. Dilihat searah aliran sungai, tanah asli berupa :
Sebelah kiri
: lempung, pasir halus, kelanauan
Sebelah kanan : lempung, pasir halus, kelanauan
Berdasarkan kondisi tersebut diatas, maka kedudukan konstruksi Jembatan
Malangsari cukup dibangun diatas puncak tebing yang tetap mempertahankan unsur
kekuatan dan unsur estetika. Sehingga timbul ide untuk merancang Jembatan
Malangsari berupa konstruksi cable stayed dengan two vertical planes system, dengan
spesifikasi sebagai berikut :
Stuktur Pylon dari konstruksi beton bertulang berjumlah dua, masingmasing berada di daratan puncak lereng ( dari sisi ruas jalan Kendeng
Lembu dan sisi ruas jalan Jember), karena :
- Aliran sungai cukup kecil, sehingga tidak terganggu oleh bangunan
jembatan
- Jurang cukup dalam 20 m
- Kemiringan lereng curam 45- 60
Bentang jembatan 231 m : bentang/span tengah 135 m (jarak antar
struktur pylon) dan bentang/span tepi masing-masing 48 m (jarak ke
Abutment) dan lebar jembatan 11,2 m.
Gelagar memanjang (box girder dan ribs), melintang dari baja serta lantai
kendaraan dari elemen komposit antara pelat baja gelombang compodeck
dengan beton bertulang.
Lebar jalan diatas jembatan 7 m (2/2UD).
: Hendri
3107 100 518
: Teknik Sipil FTSP-ITS
: Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo, MS
Abstrak
Jembatan cable stayed adalah salah satu dari beberapa tipe jembatan bentang
panjang. Jembatan jenis ini memiliki karakteristik yang menguntungkan
dibandingkan dengan tipe jembatan bentang panjang yang lain baik dari segi teknis,
ekonomis, maupun estetika.
Tugas akhir ini membahas Desain Jembatan Cable-Stayed MalangsariBanyuwangi dengan Two Vertical Planes System yang menghubungkan antara jalan
lintas selatan ruas Kendeng Lembu dengan ruas Jember melintasi kali Malangsari,
Glenmore, kabupaten Banyuwangi, propinsi Jawa Timur. Jembatan ini memiliki
bentang total sepanjang 231 m terbagi dalam dua bentang tepi masing-masing 48 m
dan satu bentang tengah sepanjang 135 m, dengan lebar lantai kendaraan 11.2 m
(2/2UD), konfigurasi kabel arah melintang dengan two vertical planes system dan
memanjang berupa radial system. Material yang menyusun lantai kendaraan berupa
pelat komposit dan profil baja WF serta struktur pylon berupa beton bertulang.
Sedangkan untuk kabel dan angkernya digunakan VSL 7-wire strand.
Perencanaan ini dibantu dengan menggunakan program komputer
MIDAS/Civil v7.0.1 untuk menganalisa perilaku struktur utama secara keseluruhan
serta SAP2000 v11 dan HILTI Profis untuk menganalisa struktur sekunder. Program
MIDAS dapat menganalisa tahapan metode pelaksanaan sekaligus dalam satu kali
eksekusi program. Dimana hasil analisa pada saat servis/analisa statis dibandingkan
dengan hasil analisa pada saat pelaksanaan konstruksi/staging analysis.
Hasil dari perencanaan ini adalah didapatkan dimensi struktur lantai
kendaraan, kabel dan angker, pylon, serta pondasi, dengan menggunakan acuan
peraturan RSNI T-02-2005, RSNI T-03-2005, Pd T-04-2004-B, Pd T-12-2005-B, BMS
92, dan SNI 03-2847-2002. Selain itu stabilitas jembatan terhadap angin juga
dikontrol menggunakan analisa dinamis yang meliputi analisa stabilitas aerodinamis
yaitu vortex-shedding (yang berkaitan langsung dengan efek psikologis), flutter dan
gempa dinamis.
Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan utama diatas, maka perlu perincian masalah secara
mendetail supaya dapat diketahui skala prioritas dan urutan kerjanya, yang meliputi :
1. Bagaimana preliminary design dari konfigurasi susunan kabel, gelagar
(box girder, ribs, melintang dan kantilever), kabel, dan struktur pylon.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Batasan Masalah
Pada penyusunan Tugas Akhir ini, karena keterbatasan kemampuan dan waktu
pengerjaan, jadi untuk menentukan tipe jembatan penulis tidak meninjau sampai
analisa dampak lingkungan, menghitung pondasi baik untuk pondasi pylon maupun
pondasi abutmen, kestabilan lereng, analisa anggaran biaya dan metode pelaksanaan
secara keseluruhan.
MULAI
STUDI DATA AWAL
STUDI LITERATUR
Not OK
PRELIMINARY DESAIN :
Konfigurasi susunan kabel, Dimensi
gel.melintang+kantilever, Dimensi gel.memanjang
(ribs+box), Dimensi kabel+angker dan Dimensi pylon
KONTROL KAPASITAS
BOX, KABEL dan
STR.PYLON
GELAGAR RIBS
GEL MELINTANG
AS SA
DESAIN ANGKER
KABEL di GELAGAR
& PYLON
KANTILEVER
ABUTMEN
PERLETAKAN
BLOK
ANGKER
ITERASI
KEBUTUHAN
KABEL
PENULANGAN
STR.PYLON
FREKUEN
SI ALAMI
EFEK VORTEX
SHEDDING
EFEK
FLUTTER
B
STABILITAS
DINAMIS
JEMBATAN
OK
SELESAI
GEMPA
DINAMIS
KONTROL
KAPASITAS
STR.PYLON
Not OK
1.
2.
l CL / 2 = 135 15m / 2
4
= 15 m ..15ma25m..ok!
dimana : : jarak angker kabel pada gelagar,
n : jumlah kabel
Tinggi Pylon (h) L/6 - L/8 (Troitsky 1977 hal 33)
231/6 h 231/8
38.5 m h 28.875 m
Atau : (h) 0.465x n x a (Troitsky 1977 hal 181)
h 0.465 x 4 x 15
= 27.9 m dipakai h = 40 m
Kelandaian arah memanjang sebesar 1 %.
Pada konfigurasi demikian maka tinggi bebas tertinggi bawah jembatan adalah
27 m dan terendah adalah 8 m.
3. PRELIMINARY DESAIN
3.1 Konfigurasi susunan kabel
Konfigurasi kabel arah melintang berupa Two Vertical Planes System,
sedangkan arah memanjang jembatan berupa Fan System. Plan design sebagai berikut
:
Panjang bentang :
L 2l1 l 'CL
Dimana : L (panjang jembatan), l ' (panjang bentang
dalam),
l (panjang bentang Middle), l1 (panjang bentang
samping)
Closure (CL) = 15 m
Panjang jembatan (L) = 231 m
l1 0.4l '
tf = 34 mm
tw = 18 mm
w = 286 kg/m
L 1.7
= 0.28 m
6
6
Dipilih WF 300.150.5,5.8
d = 298 mm
bf = 149 mm
r = 13 mm
tf = 8 mm tw = 5.5 mm
w = 32 kg/m
Mutu baja WF : BJ-41 fy = 250 Mpa
fu = 410 Mpa
Baut tipe tumpu (normal) : f1 = 410 MPa ; f2 = 310 MPa
; r2 = 1.9
Mutu Las : FE90 fu = 90 ksi
Jarak antar balok melintang sebesar 7.5 m
3.3 Dimensi gelagar memanjang
Box girder
Menurut Podolny (1976) dalam bukunnya Contruction & Design of CableStayed Bridges, bahwa perbandingan tinggi gelagar dengan bentang jembatan
bervariasi antara 1/40 s/d 1/100.
1
1
Lh
L
40
100
1
1
x135m h
x135m
40
100
L 7.8
= 0.87 m
9
9
Dipilih WF 900.300.18.34 :
d = 912 mm
bf = 302 mm
tf
tw
r = 28 mm
bf
Ribs (rusuk-rusuk)
Tinggi ribs (d)
fu
a
L 7.5
= 0.625 m
12 12
Dipilih WF 700.300.13.24
d = 700 mm
bf = 300 mm
r = 28 mm
tf = 24 mm
tw = 13 mm
w = 185 kg/m
Mutu baja WF : BJ-41 fy = 250 Mpa
fu = 410 Mpa
Asc0 =
= 1678 mm2
Kabel tipe 1 ( = 15.2 mm; As = 140 mm2)
Asc
(2293.67) cos 67
(1488000) sin( 2 x67) / 2 77.01x15
Asc 0 1678
11.99 12 strand
As
140
Asc
No.
( o)
(m)
(kN)
(mm2)
kabel
(mm2)
s4
38
48
4253.67
4667
37
5180
s3
39
45
2293.67
2461
19
2660
s2
49
30
2293.67
2049
19
2660
s1
67
15
2293.67
1678
12
1680
m1
67
15
2293.67
1678
12
1680
m2
49
30
2293.67
2049
19
2660
m3
39
45
2293.67
2461
19
2660
m4
32
60
2293.67
2929
31
4340
Dalam pelaksanaan, kabel akan mengalami lendutan akibat berat sendiri. Tetapi
dalam analisa dapat digunakan kabel yang lurus dengan koreksi pada nilai modulus
elastisitasnya, sebagai berikut (Munaf dan Ryanto, 2004):
(W P) cos
(0.8 f u ) sin 2 / 2 .a
E eq
Dimana:
Asc = Luas penampang kabel
W = Beban mati dan hidup merata
P
= Beban terpusat
E
( .l ) 2
1
E
12. 3
Dimana :
Eeq
= Modulus elastisitas ekivalen
E
= Modulus elastisitas kabel
= 200000 MPa
= a b c
Perhitungan modulus elastisitas ekivalen masing-masing kabel diberikan
contoh kabel s1, kemudian untuk kabel yang lain ditabelkan sebagai berikut:
- Kabel s1:
a1 = 15 m ; b = 2 m, c1 = 31m
2
l 15 2 2 2 312 = 34.50 m
200000
E eq
6
(77.01x10 x34500) 2
1
x 200000
12 x1488 3
= 200000 Mpa
Tabel 4.3 Perhitungan modulus elastisitas ekivalen
( .l ) 2
E
12. 3
ai
ci
(m)
(m)
(m)
s4
48
37
60.64
1.0000
200000
s3
45
35
57.04
1.0000
200000
s2
30
33
44.64
1.0000
200000
s1
15
31
34.50
1.0000
m1
15
31
34.50
m2
30
33
m3
45
35
m4
60
37
No.
Eeq
Tabel 4.4 Perhitungan gaya aksial pada pylon
(MPa)
()
( kN )
Ts1
23
2293.67
Ts2
41
2293.67
200000
Ts3
51
2293.67
1.0000
200000
Ts4
51
4253.67
44.64
1.0000
200000
Tm1
23
2293.67
57.04
1.0000
200000
Tm2
41
2293.67
Tm3
51
2293.67
Tm4
58
2293.67
No.
kabel
70.52
1.0000
200000
Dari Tabel 4.3 dapat diamati bahwa koreksi modulus elastisitas yang terjadi
sangat kecil (kurang dari 0.5%) sehingga dapat diabaikan. Hal ini berarti lendutan
kabel yang terjadi akibat berat sendiri sangatlah kecil sehingga dapat dianggap
sebagai kabel lurus.
T=
20309.36
Gaya aksial total (T) = 20309.36 kN
b = lebar penampang ; h = tinggi penampang = 2 b
A perlu
T
20309.36
A
10154.69
= 71.26 cm 150 cm
2
2
h = 2 x 150 = 300 cm
co m p o d eck
DL+SDL+PLL+LL
DL+SDL+PLL+LL
= DL = Beban sendiri
= LL = Beban truk
40
d3=200
160
Dari hasil analisa diperoleh desain lantai kendaraan seperti gambar berikut :
0 ,05
50
A sp al
P ro fil rib s
P O T O N G A N I-I
0 ,17
C o m p o d eck
10 - 2 00
D 19 - 1 00
cov er = 4 0m m
d 4 = 50 m m
d 3 = 20 0 m m
1 60m m
5 0m m
D 1 9 - 200
S = b 1 - b f = 2.4 m
beton
aspal
comp
fc
fy
fyc
Cover
= 25 kN/m3
= 22 kN/m3
= 77 kN/m3
= 25 MPa
= 400 Mpa
= 550 Mpa
= 40 mm
Tabel 4.1 Rekapitulasi pembebanan lantai kendaraan
Jenis Beban
Nilai
LF
Total
Beban mati (DL)
Beban pelat beton
6.25 kN/m
1.3
8.125 kN/m
Beban compodeck
0.096 kN/m
1.1
0.106 kN/m
Beban superimpose (SDL)
Beban aspal
2.2 kN/m
2.0
4.4 kN/m
Beban pelaksanaan (PLL)
Beban pelaksanaan
2 kN/m
1.25
2.5 kN/m
Beban hidup (LL)
1.8
Beban truk
112.5 kN
263.25 kN
DLA=30%
C om po deck
t = 1 mm
b 1 = 2.6 m
Beban aspal
5.28 kN/m
2.0
10.56 kN/m
Beban pelaksanaan (PLL)
Beban pelaksanaan
2 kN/m
1.25
2.5 kN/m
Beban hidup (LL)
Beban UDL
13.75 kN/m
1.8
24.75 kN/m
Beban KEL
152.88 kN
1.8
275.18 kN
Untuk mendapatkan pengaruh yang paling kritis, beban dikombinasikan
berdasarkan kondisi ultimit (RSNI T-02-2005: Tabel 40) sebagai berikut:
Tabel 5.2 Kombinasi pembebanan gelagar ribs
Kombinasi
Jenis Beban
Komb 1
DL + SDL + LL(UDL+KEL)
Vertikal tepi
3
-0.413
-0.489
0.845
Horisontal
3
-0.332
-1.253
0.265
Vertikal dalam
1
-0.023
-0.091
0.253
Diagonal
1
-0.281
-1.007
0.279
Setiap tiang railing menerima momen :
Mu = w x 0.5L x H
= 0.75 x 0.5(4.75) x 1.3
= 2.316 kN-m
Geser :
Vu = w x 0.5L
= 0.75 x 0.5(4.75)
= 1.781 kN
Beban aksial di joint reaction per-1 tiang (frame vertikal tepi):
Pu
= 0.413 kN (tekan)
Direncanakan :
- Beton kerb : fc = 25 Mpa
- Dimensi base plate 250, t = 14 mm (fy = 400 Mpa)
Hasil analisa angker dengan HILTI profis, didapatkan tipe HIT-RE 500+HAS-M8
(spesifikasi terlampir).
Komb 2
DL + SDL + PLL
Dari hasil analisa dengan program SAP2000 dapat dilihat bahwa kombinasi 1
akibat beban UDL-KEL lebih menentukan baik pada pengaruh momen. maupun
geser.
5. GELAGAR RIBS
Data perencanaan sebagai berikut :
Gelagar diasumsikan sebagai simple beam.
Beton bertulang : fc = 25 Mpa ; fy = 400 Mpa
Pelat compodeck : fyc = 550 Mpa
Profil baja : BJ-41 fy = 250 Mpa ; fu = 410 Mpa
WF 700.300.13.24 : W = 185 kg/m 1.85 kN/m
Stud/shear connector : fur = 400 Mpa
beton
= 25 kN/m3
aspal
= 22 kN/m3
baja
= 77 kN/m3
Cover
= 40 mm
t.compodeck
= 1 mm
Frame
Girder
UDL+KEL
Ribs
0.0088
Ymax Yijin
ok
tw = 1 3
d = 700
bf = 300
10
Beban UDL
42.975 kN/m
1.8
77.355 kN/m
Beban KEL
63.7 kN/m
1.8
114.66 kN/m
Beban pejalan kaki
1500 kN/m
1.8
2700 kN/m
Untuk mendapatkan pengaruh yang paling kritis, beban dikombinasikan
berdasarkan kondisi ultimit (RSNI T-02-2005: Tabel 40) sebagai berikut:
Tabel 6.2 Kombinasi pembebanan gelagar melintang
Kombinasi
Jenis Beban
co m p o d eck
10
40
Komb 1
DL+SDL+LL(UDL+KEL)
Komb 2
Komb 3
DL+SDL+PLL
d3=200
160
d3=200
120
120
50
120
P rofil ribs
Dari kondisi diatas dapat dilihat bahwa kombinasi 1 akibat pengaruh UDLKEL lebih menentukan pada pengaruh geser maupun momen.
Analisa kapasitas penampang untuk mengetahui kuat lentur, geser dan
lendutan.
120
P ro fil rib s
33
33
20
S tiffn er
a
20
W F 7 0 0 .3 0 0 .1 3 .2 4
a = 1300
bf
50
100
tf
tw
D 22
2100
D 22
(S2)
L = 2600
2100
6800
(S1)
Direncanakan : WF 900.300.18.34
d = 912 mm ; tf = 34 mm ; r = 28 mm
bf = 302 mm ; tw = 18 mm ; A = 36400 mm2
Ix = 498000 x 104 mm4 ; Iy = 15700 x104 mm4
Mutu BJ-41 : fy = 250 Mpa
Es = 2 x 105 Mpa
Dari tabel profil (lampiran):
Zx =12221 x 103 mm3
Analisa kapasitas penampang akibat interaksi geser dan lentur
Jika momen lentur dianggap dipikul oleh seluruh penampang, maka gelagar harus
direncanakan untuk memikul kombinasi lentur dan geser (RSNI T-03-2005 ps.7.9.3),
yaitu :
6. GELAGAR MELINTANG
Tabel 6.1 Rekapitulasi pembebanan gelagar melintang
Jenis Beban
Nilai
LF
Total
Beban mati (DL)
Beban Wgelagar
3.146 kN/m
1.1
3.46 kN/m
Beban Pribs
15.26 kN
1.1
16.79 kN
Beban Pbeton
121.88 kN
1.3
158.44 kN
Beban Pcomp
1.87 kN
1.1
2.057 kN
Beban superimpose (SDL)
Beban Paspal
39.6 kN
2.0
79.2 kN
Beban kerb
27 kN/m
1.3
35.1 kN/m
Beban railing
0.826 kN
2.0
1.652 kN
Beban PJU
3.18 kN
2.0
6.36 kN
Beban pelaksanaan (PLL)
Beban pelaksanaan
2 kN/m
1.25
2.50 kN/m
Beban hidup (LL)
Mu
Vu
0.625
1.375
Mn
Vn
1660.77
792.84
0.625
1.375
2749
2216.16
11
Kontrol lendutan
Yijin
= 1/800 x 7.3 = 0.0091 m
Hasil analisa lendutan dari SAP 2000 sebagai berikut :
Tabel 6.3 Lendutan gelagar melintang
Frame
Girder
UDL+KEL
Tengah
0.0089
0.0084
Ymax Yijin
ok
r = 28
tw = 1 8
d = 912
m4
4693
s3
2218
m3
1820
s2
2387
m2
2075
3160
m1
2958
Tabel 7.2 Rekapitulasi pembebanan
Jenis Beban
Nilai
LF
Beban mati (DL)
Berat sendiri box (W)
20.78 kN/m
1.1
P.gelagar ribs
15.26 kN
1.1
P.gelagar melintang
10.69 kN
1.1
P.kantilever
0.42 kN
1.1
57.75 kN
36.45 kN
0.826 kN
3.18 kN
20.06 kN/m
222.95 kN
1.3
1.1
W
PDL
341.25 kN
4.88 kN
14.1 kN/m
375.14 kN
2.0
2.0
2.0
2.0
PSDL
115.5 kN
72.9 kN
1.65 kN
6.36 kN
196.41 kN
1.8
1.8
s1
Total
22.86 kN/m
16.79 kN
11.76 kN
0.46 kN
DL + SDL + LLtepi
DL + SDL + LLtengah
DL + SDL + LLpenuh
DL + SDL + Anginpenuh
DL + SDL + Anginekstrim
= DL = Beban sendiri
= LL = Beban UDL
= Beban angin
= Beban KEL
12
1.01 kN/m
1.94 kN/m
36.11 kN/m
401.31 kN
1.2
1.21 kN/m
1.2
2.33 kN/m
Tw
5.31 kN/m
Untuk mendapatkan pengaruh yang paling menentukan, beban dikonfigurasi
seperti berikut (Munaf dan Ryanto, 2004):
Tabel 8.5 Konfigurasi pembebanan
Kasus
Beban
Gambar
bf = 302
s4
262.5 kN
4.44 kN
(a)
Momen (kN-m)
Geser (kN)
Aksial (kN)
Kasus 1
-3548
1065
-777
Kasus 2
12395
-1447
8069
Kasus 3
10985
-1447
4802
Kasus 4
3420
-1040
5100
*sb. lemah:
227
Kasus 5
3420
-1038
2573
*sb. lemah:
(b)
-35
Tabel 8.2 Resume gaya dalam gelagar bagian dalam
(c)
Gambar 7.1 Deformasi struktur pada (a)Kasus 1 (b)Kasus 2 (c)Kasus 3
Momen (kN-m)
Geser (kN)
Aksial (kN)
Kasus 1
15646
-1875
-28384
Kasus 2
-14894
1874
-27587
Kasus 3
10238
2196
-30502
1647
-25675
-1646
-25076
Kasus 4
6333
*sb. lemah:
-2414
Kasus 5
6333
*sb. lemah:
-734
(c)
Pu
8069
t.Pn 50679.6 0.16 0.20
(d)
Gambar 7.2 Deformasi struktur pada (c)Kasus 4 (d)Kasus 5
maka :
13
Mux
Pu
Muy
1.00
2t.Pn b.Mnx b.Mny
8069
227
12395
1.00
2 x50679.6 0.9 x 46980 0.9 x35380
0.38 1.00 (ok)
Gelagar bagian dalam (Lentur + aksial tekan) :
Pu
28384
0.5 0.20
-3
c.Pn 0.85(240000x290/1.03x10 )
maka :
Muy
Pu
8 Mux
1.00
c.Pn 9 b.Mnx b.Mny
0 .5
8 15646
2414
1.00
Asc* P* Asc P
14
Muy
Pu
8 Mux
1.00
c.Pn 9 b.Mnx b.Mny
2.
Tahap berikutnya dilakukan pemasangan pada Gs2 dan LKs2, lalu dijacking
pada angker s2.
3. Pemasangan Gm2 dan LKm2, lalu dijacking pada angker m2. Dilanjutkan
dengan pengecoran pelat beton LK1.
4. Pemasangan Gs3, LKs3, Gm3 dan LKm3, lalu jacking dilakukan bergantian
dengan melakukan pada angker m3 terlebih dahulu.
5. Kemudian Jacking dilakukan pada angker s3. Diteruskan dengan pengecoran
pelat beton LKs2 dan LKm2.
6. Pemasangan Gs4, LKs4, Gm4 dan LKm4 tetap menggunakan form traveler.
7. Jacking pada pylon diawali pada s4 dan diangker di blok angker pada
abutment. Kemudian dilakukan jacking pada s4.
8. Berikutnya dilakukan penyambungan closer yaitu Gclosure dan LKclossure. Lalu
pengecoran pelat beton mulai dari LKs3, LKm3, LKs4 sampai LKm4. Setelah
itu salah satu form traveler dibongkar, dan dilanjutkan dengan pengecoran
pelat beton closer lalu form traveler dibongkar.
9. Selanjutnya dilakukan pekerjaan infrasturktur pelengkap bangunan.
Metode analisis struktur dibuat dengan metode demolishing procedure melalui
backward solution. Dimulai dari keadaan final jembatan dilanjutkan dengan melepas
bagian per bagian hingga sampai pada keadaan awal pada metode pelaksanaan.
Semua tahapan tersebut di-input-kan kedalam program MIDAS/Civil sehingga
didapat hasil gaya per tahapan analisa.
11.1Kontrol gelagar memanjang box
Gaya aksial maksimal gelagar bagian dalam saat pelaksanaan lebih besar
dibandingkan pada saat servis, sehingga gelagar perlu dikroscek kapasitasnya. Gaya
maksimum yang bekerja pada gelagar bagian dalam saat pelaksanaan yang
menimbulkan momen maksimum adalah:
Tabel 11.1 Gaya dalam pada tahap 17, gelagar Gm1
Gelagar
Gm1
Tahap
17
Momen (kNm)
Sb. kuat
Sb. lemah
Geser
(kN)
Aksial
(kN)
19474
-1722
-2206
-35071
8 19474
1722
0 .6
1.00
9 0.9 x 46980 0.9 x35380
0.988 1.00 (ok)
11.2 Kontrol penampang kabel
Tabel 11.2 Gaya kabel saat pelaksanaan
Gaya kabel (kN)
Kabel
Ket.
Servis
Pelaksanaan
Selisih
Gs4
6684
4596
2088
31%
Tahap 1
Gs3
2567
1905
663
26%
Tahap 1
Gs2
2787
2036
751
27%
Tahap 1
Gs1
3956
2918
1038
26%
Tahap 19
Gm1
3980
3070
910
23%
Tahap 19
Gm2
2738
1990
748
27%
Tahap 1
Gm3
2482
1825
657
26%
Tahap 1
Gm4
5713
4757
956
17%
Tahap 1
Dari tabel diatas dapat diamati bahwa hampir semua kabel mendapat gaya
kabel maksimum pada tahap 1 yaitu saat kondisi final sebelum beban hidup diberikan.
Hanya pada kabel di dekat pylon (s1 dan m1) tidak demikian. Kabel-kabel ini
mendapat gaya kabel maksimum saat tahap 19. Hal ini karena pada saat itu kabelkabel ini memikul beban gelagar dan form traveller sendirian. Gaya kabel saat
pelaksanaan semuanya lebih kecil dari gaya kabel saat servis, maka kebutuhan
penampang kabel terpenuhi.
Pu
35071
0.6 0.20
-3
c.Pn 0.85(240000x290/1.03x10 )
maka :
side
middle
Gambar 11.1 Deformasi struktur Tahap 19
15
Elemen
Ket
Servis
Pelaksanaan
Selisih
BA1
166
79
87
52%
BA2
265
197
68
26%
Tahap 9
BA3
178
121
56
32%
Tahap 19
BB
-2802
-2644
159
6%
Tahap 1
KKi
17554
28396
-10842
-62%
Tahap 8
Tahap 1
KKa
20026
32092
-12066
-60% Tahap 8
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa untuk elemen balok (BA dan BB),
momen x saat pelaksanaan masih lebih kecil dibandingkan dengan momen x saat
servis. Sedangkan untuk elemen kolom, momen x saat pelaksanaan ternyata lebih
besar sekitar 62% (KKi) dan 60% (KKa) dibandingkan dengan saat servis. Kolomkolom ini harus dikroscek terhadap tulangan yang telah ada dan apabila tidak
memenuhi, harus direncanakan ulang.
Gaya maksimum yang bekerja pada pylon bagian kolom saat pelaksanaan yang
menimbulkan momen maksimum adalah:
Tabel 11.4 Gaya dalam pada tahap 8, pylon Kka
Elemen
Tahap
Momen (kNm)
Sb. x
Sb. y
Geser
(kN)
Elemen
Aksial
(kN)
KKa
8
32092
2032
-1456
-14804
Momen yang terjadi dikalikan faktor pembesaran momen karena kelangsingan
pylon seperti pada analisa penampang pylon sebagai berikut ini dengan Pu adalah
gaya aksial pada tahap 8.
1. Rangka tanpa pengaku lateral (unbraced frame)
Momen desain Mc = xM ux = 2.39 32092 = 76699.88 kNm
2. Rangka dengan pengaku lateral (braced frame)
Momen desain Mc = yM uy = 2.4 2032 = 4876.8 kNm
Ket
Servis
Pelaksanaan
Selisih
BA1
1329
646
683
51%
Tahap 1
BA2
2039
1567
472
23%
Tahap 9
BA3
1358
1184
174
13%
Tahap 19
BB
4039
4580
-540
-13%
Tahap 1
KKi
-2650
-2248
403
15%
Tahap 8
KKa
2467
2032
434
18%
Tahap 8
Dari tabel di atas, ternyata balok BB mempunyai momen y saat pelaksanaan
yang lebih besar daripada saat servis sehingga perlu dikroscek apakah dengan jumlah
tulangan yang ada masih memenuhi.
Gaya maksimum yang bekerja pada balok BB saat pelaksanaan yang
menimbulkan momen y maksimum adalah:
Tabel 11.6 Gaya dalam pada tahap 1, balok BB
Dengan tulangan yang telah ada, diagram interaksi yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:
Elemen
BB
16
Tahap
1
Momen (kNm)
Sb. x
Sb. y
Geser
(kN)
Aksial
(kN)
-2644
4580
1863
8549
Dengan tulangan yang telah ada, diagram interaksi yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:
BB
9878
8549
1329
13%
Tahap 1
KKi
-18282
-14935
3347
18%
Tahap 8
KKa
-18001
-14804
3196 18% Tahap 8
Dari tabel di atas, dapat diamati bahwa sebagian besar gaya aksial yang terjadi
saat pelaksanaan masih lebih kecil dari gaya aksial saat servis, kecuali untuk balok
BA2. Tetapi hal ini tidak perlu dikroscek karena besarnya tidak melebihi gaya
aksial balok BA1 dan BA3. Dimana BA1, BA2 dan BA3 mempunyai penampang
yang sama.
Elemen
fB = 0.32 Hz
fT = 0.35 Hz
Ket
Servis
Pelaksanaan
Selisih
BA1
609
537
72
12%
Tahap 1
BA2
679
538
141
21%
Tahap 9
BA3
-5109
-4249
860
17%
Tahap 19
b. Efek vortex-shedding
BB
1916
1863
53
3%
Tahap 1
KKi
-1793
-1454
339
19%
Tahap 8
Vortex-shedding adalah osilasi gaya akibat pusaran angin atau turbulensi. Pada
kecepatan angin tertentu yang disebut kecepatan kritis, akan terjadi vortex-shedding.
Untuk mendapatkan kecepatan kritis yang akan menyebabkan vortex-shedding,
digunakan persamaan angka Strouhal (S).
S
-1740
-1456
285 16%
Tahap 8
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa geser saat pelaksanaan masih lebih kecil
dari geser yang terjadi saat servis sehingga tidak perlu direncanakan ulang.
Tabel 10.11 Gaya aksial pylon saat pelaksanaan
Aksial (kN)
Ket
Servis
Pelaksanaan
BA1
-1757
-1664
93
5%
BA2
-1629
-1689
-60
-4%
Tahap 9
BA3
-1758
-1693
65
4%
Tahap 19
fB h
V
Dimana:
S = Angka Strouhal
fB = Frekuensi alami lentur
h = Tinggi lantai kendaraan
V = Kecepatan angin yang dihitung berdasarkan angka Strouhal
Kecepatan angin V dicari dengan menggunakan persamaan angka Strouhal.
Angka Strouhal (S) sendiri ditentukan 0.15 yaitu rata-rata dari jangkauan nilai antara
0.10 dan 0.20. Tinggi lantai kendaraan (h) adalah 1.75 m.
KKa
Elemen
Selisih
Tahap 1
V =
17
fB h
S
0.32 1.75
0.15
= 3.73 m/det
Selanjutnya dicek dengan menggunakan persamaan angka Reynold, sebagai
berikut:
Re =
V B
Dimana:
Re = Angka Reynold
V = Kecepatan angin yang dihitung berdasarkan angka Strouhal
B = Lebar lantai kendaraan
= Viskositas kinematis udara
Nilai angka Reynold harus berkisar antara 105 sampai 107. Viskositas
kinematis udara diberikan 0.15 cm2/det (Walther, 1999). Lebar lantai kendaraan 11.2
m.
V B
3.73 11.2
=
0.15 10 4
Re =
V2
Ch
2
Dimana:
Fo = Gaya angkat
= Berat volume udara
V = Kecepatan angin yang dihitung berdasarkan angka Strouhal
C = Koefisien gaya angkat lantai kendaraan
h = Tinggi lantai kendaraan
Berat volume udara diketahui 1.3 kg/m3. Dan koefisien C diambil melalui
grafik berikut:
V2
Ch
2
3.73 2
= 1 .3
(0.38) 1.75
2
Fo =
= 6.01 N/m
18
Gaya ini akan menimbulkan osilasi gelagar yang amplitudonya dapat dihitung
sebagai berikut:
v =
Fo
v max
m
Dimana:
v = Amplitudo osilasi
= Penurunan logaritmik (koefisien peredaman)
Fo = Gaya angkat
vmax= Deformasi statis maksimum struktur karena berat sendiri dalam arah
yang ditinjau
m = Berat sendiri lantai kendaraan per meter lari
Penurunan logaritmik (koefisien peredaman) ditentukan berkisar 0.05
(Walther, 1999). Fleksibilitas lantai kendaraan didefinisikan sebagai rasio antara
beban dan deformasi yang dihasilkan. Berat sendiri lantai kendaraan yaitu terdiri dari
berat pelat, gelagar melintang, dan gelagar memanjang adalah 67.97 kN/m.
Fo
v max
m
6.01
=
3.0 10 3
3
0.05 67.97 10
v =
= 16.66 mm
Amplitudo getaran sebesar 16.66 mm dengan frekuensi sebesar 0.32 Hz masuk
dalam daerah (A) yang dapat diterima. Hal ini dapat dilihat dari grafik berikut
(Walther, 1999):
v = 42 x f 2 x v
= 42 x 0.322 x (16.66 x 10-3)
= 0.083 m/s2
Percepatan sebesar 0.083 m/s2 dengan frekuensi sebesar 0.32 Hz masuk dalam
daerah (A) yang dapat diterima. Hal ini dapat dilihat dari grafik berikut (Walther,
1999):
19
c. Efek flutter
Fenomena flutter terjadi jika muncul ayunan lentur dan ayunan torsi
akibat terpaan angin, dan keduanya memiliki perbedaan fase sebesar /2. Pada
kecepatan angin tertentu yang disebut kecepatan kritis, akan menghasilkan
efek ini. Gabungan antara ayunan lentur dan ayunan torsi ini semakin lama
akan semakin besar walaupun kecepatan kritis tetap dan akan menyebabkan
runtuhnya struktur (Walther, 1999).
20
m
b2
Dimana:
m = Berat sendiri lantai kendaraan per meter lari
= Berat volume udara
b = Setengah lebar lantai kendaraan
Berat sendiri lantai kendaraan yaitu terdiri dari berat pelat
(beton+compodeck), gelagar melintang, dan gelagar memanjang (ribs+box)
adalah 67.97 kN/m atau 6797 kg/m. Berat volume udara diketahui sebesar
1.3 kg/m3. Lebar lantai kendaraan adalah 11.2 m sehingga setengahnya adalah
5.6 m.
m
b2
6797
=
= 53.09
1 .3 5 .6 2
Vcrit .theoritical
=6
2 fB b
Sehingga:
Vcrit. theoritical = 6 (2 x x fB x b)
= 6 (2 x x 0.32 x 5.6)
= 68 m/det
Besar kecepatan kritis teoritis ini harus dikoreksi menjadi kecepatan
kritis aktual menggunakan grafik berikut (Walther, 1999):
21
= 30.6 m/s
= 110.16 km/jam
Hal ini berarti, bila angin di lapangan bertiup dengan kecepatan 110.6
km/jam, maka akan mulai terjadi efek flutter. Jadi kecepatan angin di
lapangan tidak boleh melebihi kecepatan ini. Sedangkan untuk perencanaan,
telah digunakan kecepatan angin 30 m/s = 108 km/jam, sehingga
memenuhi.
Sb. Y
-24328
5294
-14
-309
-7176
Karena momen akibat gempa pada arah memanjang maupun melintang menimbulkan
reaksi momen yang lebih besar dari saat kondisi servis maka perlu dilakukan kontrol
penampang kapasitasnya.
Pembesaran momen akibat gempa arah sumbu x
1. Rangka tanpa pengaku lateral (unbraced frame)
Momen desain Mc = xM ux = 2.82 15556 = 43868 kNm
2. Rangka dengan pengaku lateral (braced frame)
Momen desain Mc = yM uy = 1.4 5294 = 7412 kNm
Dengan tulangan yang telah ada, diagram interaksi yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:
Elemen
Gempa
Kki
-2650
10336
7685
Selisih
290%
Kka
2467
10926
8459
343%
Kki
-2650
3689
1038
39%
Kka
2467
5294
2827
115%
(a)
Elemen
Kka
Elemen
Gempa
Selisih
Kki
17554
15556
-1998
-11%
Kka
20026
-15556
-4471
-22%
Kki
17554
-26124
8570
49%
Kka
20026
-24328
44355
221%
(b)
Gambar 12.8 Diagram interaksi pylon akibat gempa (a)gempa arah sb.x (b)gempa
arah sb.y
Dengan demikian hasil interaksi, kapasitas penampang mencukupi dengan tulangan
terpasang 292D32 ( = 5.32%)
-15556
10926
-939
405
-16418
22
Kasus
Momen x
Momen y
Geser
Aksial
(kNm)
(kNm)
(kN)
(kN)
Kasus 1
-229
553
215
-1495
Kasus 2
-264
2039
-220
-1737
Kasus 3
-265
1428
-219
-1758
Kasus 1
Kasus 4
-226
1124
271
-1459
Kasus 5
-226
1128
265
-1459
Gempa x
-390
5000
-215
-1967
Gempa y
-2946
4985
1816
-1705
Momen x
Momen y
Geser
(kNm)
(kNm)
(kN)
(kN)
-2600
-2347
-747
8654
Kasus 2
-2625
4039
-747
9502
Kasus 3
-2621
1499
-749
9878
Kasus 4
-2802
181
766
8169
Kasus 5
-2798
196
766
8169
Gempa x
-3306
3560
-745
-10849
No.
Kasus
Aksial
Gempa y
-13641
162
2879
-10460
Dengan tulangan yang telah ada, diagram interaksi yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:
23
6. Untuk proyek yang sebenarnya, analisa dinamis yang ditinjau tidak cukup
hanya dengan perhitungan manual saja, tetapi harus menggunakan model
penuh menggunakan terowongan angin (wind tunnel test) agar diketahui
lebih akurat mengenai perilaku aerodinamis struktur.
DAFTAR PUSTAKA
Bridge Management System. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan. BMS
1992. Departemen PU Dirjen Bina Marga.
Gimsing, N.J. 1983. Cable Supported Bridges: Concept and Design. John Wiley &
Sons, Inc.
MIDAS/Civil Manual. Final and Construction Stage Analysis for a Cable Stayed
Bridge. MIDASoft Inc.
HILTI Profis Anchor Manual. Detailed Design Method Hilti. HILTISoft Inc.
Munaf, D.R., dan Ryanto, M. 2004. Kajian Pemodelan Struktur Jembatan Cable
Stayed. Proseding Seminar Nasional Jembatan Berpenahan Kabel.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang.
Nawy, E.G. 1998. Beton Bertulang: Suatu Pendekatan Dasar. Refika Aditama,
Bandung.
OConnor, C. 1971. Design of Bridge Superstructure. Wiley-Interscience.
Standard Nasional Indonesia. Standard Pembebanan untuk Jembatan. RSNI T-022005. Departemen PU Dirjen Bina Marga.
Standard Nasional Indonesia. Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan. RSNI
T-03-2005. Departemen PU Dirjen Bina Marga.
Standard Nasional Indonesia. Perencanaan Beban Gempa untuk Jembatan. Pd T04-2004-B. Departemen PU Dirjen Bina Marga.
Standard Nasional Indonesia. Sistem Lantai Kendaraan dengan Corrugate Steel
Plate (CSP). Pd T-12-2005-B. Departemen PU Dirjen Bina Marga.
Standar Nasional Indonesia. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk
Bangunan Gedung. SNI 03 2847 2002.
Suangga, M. 2007. Konsep Desain Jembatan Cable Stayed Suramadu. Modul
Kuliah Tamu Jembatan Suramadu. Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS,
Surabaya.
Troitsky, M.S. 1977. Cable Stayed Bridges: Theory and Design. Crosby Lockwood
Staples, London.
Walther, R. 1999. Cable Stayed Bridges. Thomas Telford, London.
24