Anda di halaman 1dari 24

DESAIN JEMBATAN CABLE STAYED MALANGSARI

BANYUWANGI DENGAN TWO VERTICAL PLANES SYSTEM


Nama Mahasiswa
NRP
Jurusan
Dosen Pembimbing

Latar Belakang
Jembatan Malangsari terletak di jalur jalan lintas selatan Jawa Timur antara
Kendeng Lembu dan batas Jember STA 20+900 (dari Glenmore), wilayah kecamatan
Kalibaru kabupaten Banyuwangi (Gambar 1.1). Kondisi berbukit-bukit, bantaran
sungai memiliki lereng yang cukup curam dengan sungai yang berada di bawah 20
m, panjang dari sisi satu ke lainnya 100 m. Sisi kiri (dilihat searah aliran sungai)
merupakan lereng yang hampir tegak, sedangkan di sisi kanan kemiringan lereng 4560. Lokasi ini berada di wilayah lahan perkebunan milik PTPN XII Kebun
Malangsari kabupaten Banyuwangi. Jembatan melintasi sungai Kali Malangsari, 20
km dari ruas jalan Jember dan 80 km dari ibukota kabupaten Banyuwangi.
Berdasarkan pengamatan secara visual pada lokasi jembatan tidak terjadi erosi yang
membahayakan. Dilihat searah aliran sungai, tanah asli berupa :
Sebelah kiri
: lempung, pasir halus, kelanauan
Sebelah kanan : lempung, pasir halus, kelanauan
Berdasarkan kondisi tersebut diatas, maka kedudukan konstruksi Jembatan
Malangsari cukup dibangun diatas puncak tebing yang tetap mempertahankan unsur
kekuatan dan unsur estetika. Sehingga timbul ide untuk merancang Jembatan
Malangsari berupa konstruksi cable stayed dengan two vertical planes system, dengan
spesifikasi sebagai berikut :
Stuktur Pylon dari konstruksi beton bertulang berjumlah dua, masingmasing berada di daratan puncak lereng ( dari sisi ruas jalan Kendeng
Lembu dan sisi ruas jalan Jember), karena :
- Aliran sungai cukup kecil, sehingga tidak terganggu oleh bangunan
jembatan
- Jurang cukup dalam 20 m
- Kemiringan lereng curam 45- 60
Bentang jembatan 231 m : bentang/span tengah 135 m (jarak antar
struktur pylon) dan bentang/span tepi masing-masing 48 m (jarak ke
Abutment) dan lebar jembatan 11,2 m.
Gelagar memanjang (box girder dan ribs), melintang dari baja serta lantai
kendaraan dari elemen komposit antara pelat baja gelombang compodeck
dengan beton bertulang.
Lebar jalan diatas jembatan 7 m (2/2UD).

: Hendri
3107 100 518
: Teknik Sipil FTSP-ITS
: Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo, MS

Abstrak
Jembatan cable stayed adalah salah satu dari beberapa tipe jembatan bentang
panjang. Jembatan jenis ini memiliki karakteristik yang menguntungkan
dibandingkan dengan tipe jembatan bentang panjang yang lain baik dari segi teknis,
ekonomis, maupun estetika.
Tugas akhir ini membahas Desain Jembatan Cable-Stayed MalangsariBanyuwangi dengan Two Vertical Planes System yang menghubungkan antara jalan
lintas selatan ruas Kendeng Lembu dengan ruas Jember melintasi kali Malangsari,
Glenmore, kabupaten Banyuwangi, propinsi Jawa Timur. Jembatan ini memiliki
bentang total sepanjang 231 m terbagi dalam dua bentang tepi masing-masing 48 m
dan satu bentang tengah sepanjang 135 m, dengan lebar lantai kendaraan 11.2 m
(2/2UD), konfigurasi kabel arah melintang dengan two vertical planes system dan
memanjang berupa radial system. Material yang menyusun lantai kendaraan berupa
pelat komposit dan profil baja WF serta struktur pylon berupa beton bertulang.
Sedangkan untuk kabel dan angkernya digunakan VSL 7-wire strand.
Perencanaan ini dibantu dengan menggunakan program komputer
MIDAS/Civil v7.0.1 untuk menganalisa perilaku struktur utama secara keseluruhan
serta SAP2000 v11 dan HILTI Profis untuk menganalisa struktur sekunder. Program
MIDAS dapat menganalisa tahapan metode pelaksanaan sekaligus dalam satu kali
eksekusi program. Dimana hasil analisa pada saat servis/analisa statis dibandingkan
dengan hasil analisa pada saat pelaksanaan konstruksi/staging analysis.
Hasil dari perencanaan ini adalah didapatkan dimensi struktur lantai
kendaraan, kabel dan angker, pylon, serta pondasi, dengan menggunakan acuan
peraturan RSNI T-02-2005, RSNI T-03-2005, Pd T-04-2004-B, Pd T-12-2005-B, BMS
92, dan SNI 03-2847-2002. Selain itu stabilitas jembatan terhadap angin juga
dikontrol menggunakan analisa dinamis yang meliputi analisa stabilitas aerodinamis
yaitu vortex-shedding (yang berkaitan langsung dengan efek psikologis), flutter dan
gempa dinamis.

Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan utama diatas, maka perlu perincian masalah secara
mendetail supaya dapat diketahui skala prioritas dan urutan kerjanya, yang meliputi :
1. Bagaimana preliminary design dari konfigurasi susunan kabel, gelagar
(box girder, ribs, melintang dan kantilever), kabel, dan struktur pylon.

2.

3.

4.

5.
6.

7.
8.

9.
10.

11.
12.

13.

Bagaimana mendesain struktur sekunder, diantaranya pelat lantai


kendaraan (komposit) dan railing jembatan dengan program HILTI
Profis Anchor.
Bagaimana mendesain gelagar melintang dan kantilever, mulai dari
asumsi pembebanan, analisa struktur, kontrol lendutan, kapasitas
penampang serta sambungan.
Bagaimana mendesain gelagar ribs, mulai dari asumsi pembebanan,
analisa struktur, kontrol lendutan, kapasitas penampang akibat komposit
serta sambungan.
Bagaimana memodelkan dan menganalisa statis struktur utama gelagar
box, kabel dan pylon menggunakan program bantu MIDAS/Civil.
Bagaimana mengontrol kapasitas penampang dan sambungan segmental
gelagar box, melakukan iterasi kebutuhan penampang kabel dan
kebutuhan tulangan pada pylon serta mendesain angker kabel.
Bagaimana menentukan metode pelaksanaan, kemudian dilakukan Staging
analysis menggunakan program bantu MIDAS/Civil.
Bagaimana mengontrol pengaruh pelaksanaan terhadap kapasitas gelagar
box, penampang kabel dan penulangan pada pylon. Apakah sudah kuat
atau memerlukan re-desain.
Bagaimana mendesain abutmen, perletakan dan blok angker.
Bagaimana mengontrol kestabilan jembatan terhadap analisa dinamis,
seperti stabilitas aerodinamis (frekuensi alami, efek vortex-shedding dan
efek flutter).
Bagaimana menganalisa gempa dinamis menggunakan program bantu
MIDAS/Civil.
Bagaimana mengontrol pengaruh analisa gempa dinamis terhadap
kapasitas penulangan pada pylon. Apakah sudah kuat atau memerlukan redesain.
Bagaimana hasil akhir yang berupa gambar kerja.

3.

4.
5.
6.

7.
8.

9.
10.

11.
12.

13.

Mendesain gelagar melintang dan kantilever, mulai dari asumsi


pembebanan, analisa struktur, kontrol lendutan, kapasitas penampang serta
sambungan.
Mendesain gelagar ribs, mulai dari asumsi pembebanan, analisa struktur,
kontrol lendutan, kapasitas penampang akibat komposit serta sambungan.
Memodelkan dan menganalisa statis struktur utama gelagar box, kabel dan
pylon menggunakan program bantu MIDAS/Civil.
Mengontrol kapasitas penampang dan sambungan segmental gelagar box,
melakukan iterasi kebutuhan penampang kabel dan kebutuhan tulangan
pada pylon serta mendesain angker kabel.
Menentukan metode pelaksanaan, kemudian dilakukan Staging analysis
menggunakan program bantu MIDAS/Civil.
Mengontrol pengaruh pelaksanaan terhadap kapasitas gelagar box,
penampang kabel dan penulangan pada pylon. Apakah sudah kuat atau
memerlukan re-desain.
Mendesain abutmen, perletakan dan blok angker.
Mengontrol kestabilan jembatan terhadap analisa dinamis, seperti
stabilitas aerodinamis (frekuensi alami, efek vortex-shedding dan efek
flutter).
Menganalisa gempa dinamis menggunakan program bantu MIDAS/Civil.
Mengontrol pengaruh analisa gempa dinamis terhadap kapasitas
penulangan pada pylon. Apakah sudah kuat atau memerlukan re-desain.
Merealisasikan hasil akhir yang berupa gambar kerja.

Batasan Masalah
Pada penyusunan Tugas Akhir ini, karena keterbatasan kemampuan dan waktu
pengerjaan, jadi untuk menentukan tipe jembatan penulis tidak meninjau sampai
analisa dampak lingkungan, menghitung pondasi baik untuk pondasi pylon maupun
pondasi abutmen, kestabilan lereng, analisa anggaran biaya dan metode pelaksanaan
secara keseluruhan.

Maksud dan Tujuan Penyusunan


Maksud dan tujuan penyusunan proyek akhir ini ialah untuk merancang
Jembatan Malangsari yang berupa konstruksi cable stayed dengan two vertical planes
system agar syarat kekuatan maupun estetika terpenuhi, dengan rincian sebagai
berikut :
1. Melakukan preliminary design dari konfigurasi susunan kabel, gelagar
(box girder, ribs, melintang dan kantilever), kabel, dan struktur pylon.
2. Mendesain struktur sekunder, diantaranya pelat lantai kendaraan
(komposit) dan railing jembatan dengan program HILTI Profis Anchor.

Metode yang akan digunakan dalam rangka penyelesaian tugas akhir


mengenai Desain Jembatan Cable-stayed Malangsari Banyuwangi dengan
Two Vertical Planes System nantinya adalah seperti diagram alir berikut:

STAGING ANALYSIS (SA)

MULAI
STUDI DATA AWAL

STUDI LITERATUR
Not OK

PRELIMINARY DESAIN :
Konfigurasi susunan kabel, Dimensi
gel.melintang+kantilever, Dimensi gel.memanjang
(ribs+box), Dimensi kabel+angker dan Dimensi pylon

KONTROL KAPASITAS
BOX, KABEL dan
STR.PYLON

DESAIN STRUKTUR SEKUNDER :


Pelat lantai kendaraan dan Railing jembatan

GELAGAR RIBS

GEL MELINTANG

AS SA

DESAIN ANGKER
KABEL di GELAGAR
& PYLON

KANTILEVER
ABUTMEN

PERLETAKAN

BLOK
ANGKER

ANALISA STATIS STR.UTAMA (AS)


ANALISA DINAMIS
DESAIN
KAPASITAS BOX

ITERASI
KEBUTUHAN
KABEL

PENULANGAN
STR.PYLON

FREKUEN
SI ALAMI

EFEK VORTEX
SHEDDING

EFEK
FLUTTER

B
STABILITAS
DINAMIS
JEMBATAN
OK
SELESAI

GEMPA
DINAMIS

KONTROL
KAPASITAS
STR.PYLON

Not OK

1.

2.

231 2(0.4l ' ) l '15

Studi literatur dan peraturan yang berkaitan, antara lain:


a. Text book Cable Stayed Bridges karangan Rene Walther tahun 1999.
b. Text book Cable Supported Bridges karangan Niels J. Gimsing tahun
1983.
c. Text book Cable Stayed Bridges: Theory and Design karangan
Troitsky tahun 1977.
d. Peraturan RSNI T-02-2005: Standar Pembebanan untuk Jembatan.
e. Peraturan RSNI T-03-2005: Perencanaan Struktur Baja untuk
Jembatan.
f. Peraturan Pd T-04-2004-B: Perencanaan Beban Gempa untuk
Jembatan.
g. Peraturan Pd T-12-2005-B: Sistem Lantai Kendaraan dengan CSP.
h. Manual program MIDAS/Civil, SAP 2000 dan HILTI Profis Anchor.
i. Dan literatur lain yang mungkin berkaitan.
Studi data awal jembatan, antara lain:
a. Nama dan lokasi : Jembatan Malangsari - Banyuwangi, Sungai Kali
Malangsari
b. Bentang
: 231 meter
c. Lebar
: 11.2 meter (2/2UD)
d. Tinggi bebas
: Minimal 8 meter
e. Material utama
: Gelagar baja box, kabel baja 7-wire strand dan
struktur pylon beton bertulang
f. Data-data sekunder.

231 1.8l '15


231 15
l'
1 .8
l ' 120m
l1 0.4(120) = 48 m
l l 'CL
l 120 15 135
Jarak kabel pada gelagar (a) : gelagar baja (15 m 25 m) dan gelagar beton
(5 m 10 m).
=

l CL / 2 = 135 15m / 2
4

= 15 m ..15ma25m..ok!
dimana : : jarak angker kabel pada gelagar,
n : jumlah kabel
Tinggi Pylon (h) L/6 - L/8 (Troitsky 1977 hal 33)
231/6 h 231/8
38.5 m h 28.875 m
Atau : (h) 0.465x n x a (Troitsky 1977 hal 181)
h 0.465 x 4 x 15
= 27.9 m dipakai h = 40 m
Kelandaian arah memanjang sebesar 1 %.
Pada konfigurasi demikian maka tinggi bebas tertinggi bawah jembatan adalah
27 m dan terendah adalah 8 m.

3. PRELIMINARY DESAIN
3.1 Konfigurasi susunan kabel
Konfigurasi kabel arah melintang berupa Two Vertical Planes System,
sedangkan arah memanjang jembatan berupa Fan System. Plan design sebagai berikut
:
Panjang bentang :

L 2l1 l 'CL
Dimana : L (panjang jembatan), l ' (panjang bentang
dalam),
l (panjang bentang Middle), l1 (panjang bentang
samping)
Closure (CL) = 15 m
Panjang jembatan (L) = 231 m

l1 0.4l '

tf = 34 mm

tw = 18 mm

w = 286 kg/m

Kantilever berupa baja WF :


L = 1.2 + jarak titik berat gelagar memanjang box
= 1.2 + 0.5 = 1.7 m
Tinggi balok (d)

L 1.7
= 0.28 m

6
6

Dipilih WF 300.150.5,5.8
d = 298 mm
bf = 149 mm
r = 13 mm
tf = 8 mm tw = 5.5 mm
w = 32 kg/m
Mutu baja WF : BJ-41 fy = 250 Mpa
fu = 410 Mpa
Baut tipe tumpu (normal) : f1 = 410 MPa ; f2 = 310 MPa
; r2 = 1.9
Mutu Las : FE90 fu = 90 ksi
Jarak antar balok melintang sebesar 7.5 m
3.3 Dimensi gelagar memanjang
Box girder
Menurut Podolny (1976) dalam bukunnya Contruction & Design of CableStayed Bridges, bahwa perbandingan tinggi gelagar dengan bentang jembatan
bervariasi antara 1/40 s/d 1/100.

1
1
Lh
L
40
100
1
1

x135m h
x135m
40
100

Tinggi box girder (h) :

3.375 m h 1.35 m dipakai h = 1.50 m


b = 1.00 m
Mutu baja box girder : BJ-50 fy = 290 Mpa
fu = 500 Mpa

Gambar 3.1 Konfigurasi susunan kabel


3.2 Dimensi gelagar melintang dan kantilever
Gelagar melintang berupa profil baja WF :
L = 6.8 + jarak titik berat gelagar memanjang box
= 6.8 + 2 (0.5)
= 7.80 m
Tinggi balok (d)

L 7.8
= 0.87 m

9
9

Dipilih WF 900.300.18.34 :
d = 912 mm
bf = 302 mm

tf

tw

r = 28 mm
bf

Ribs (rusuk-rusuk)
Tinggi ribs (d)

fu
a

= Tegangan putus kabel = 1860 Mpa


= Jarak mendatar dari pylon ke angker kabel pada gelagar
Perhitungan penampang dan jumlah strand kabel untuk preliminary dasain
sebagai berikut:
- Kabel s1:
a1 = 15 m ; 1 = 67 ; W+P = 2293.67 kN

L 7.5
= 0.625 m

12 12

Dipilih WF 700.300.13.24
d = 700 mm
bf = 300 mm
r = 28 mm
tf = 24 mm
tw = 13 mm
w = 185 kg/m
Mutu baja WF : BJ-41 fy = 250 Mpa
fu = 410 Mpa

Asc0 =

= 1678 mm2
Kabel tipe 1 ( = 15.2 mm; As = 140 mm2)

3.4 Dimensi awal kabel dan angker


Ada dua jenis kabel pararel VSL 7-wire strand yang biasa digunakan untuk
konstruksi jembatan kabel yaitu:
Tabel 3.1 Jenis kabel dan angker
ASTM A 416-74 grade
Euronorme 138-79
Standard
270
15.2
15.7
(mm)
140
150
As (mm2)
1860 (1488)
1770 (1416)
fu (fijin = 0.7 fu) (MPa)
7, 12, 19, 31, 37, 61, dan 91 strand
Ukuran angker
Dimensi awal kabel didekati dengan persamaan berikut (Gimsing, 1983):

Asc

(2293.67) cos 67
(1488000) sin( 2 x67) / 2 77.01x15

Jumlah kabel (n) =

Asc 0 1678

11.99 12 strand
As
140

= n.As = 12 x 140 = 1680 mm2

Asc

Tabel 3.2 Perhitungan penampang dan jumlah strand kabel


Asc0
n
Asc
ai
W+P

No.

( o)

(m)

(kN)

(mm2)

kabel

(mm2)

s4

38

48

4253.67

4667

37

5180

s3

39

45

2293.67

2461

19

2660

s2

49

30

2293.67

2049

19

2660

s1

67

15

2293.67

1678

12

1680

m1

67

15

2293.67

1678

12

1680

m2

49

30

2293.67

2049

19

2660

m3

39

45

2293.67

2461

19

2660

m4

32

60

2293.67

2929

31

4340

Dalam pelaksanaan, kabel akan mengalami lendutan akibat berat sendiri. Tetapi
dalam analisa dapat digunakan kabel yang lurus dengan koreksi pada nilai modulus
elastisitasnya, sebagai berikut (Munaf dan Ryanto, 2004):

(W P) cos
(0.8 f u ) sin 2 / 2 .a

E eq

Dimana:
Asc = Luas penampang kabel
W = Beban mati dan hidup merata
P
= Beban terpusat

= Jarak antar angker kabel pada gelagar

= Sudut kabel terhadap horisontal

= Berat jenis kabel


= 77.01 kN/m3

E
( .l ) 2
1
E
12. 3

Dimana :
Eeq
= Modulus elastisitas ekivalen
E
= Modulus elastisitas kabel
= 200000 MPa

= Berat jenis kabel

= 77.01 kN/m3 = 77.01 x 10-6 N/mm3


= Tegangan tarik dalam kabel
= 0.8 fu = 1488 MPa
= Jarak titik gantung kabel

3.5 Struktur pylon


Preliminary pylon berdasarkan besarnya gaya aksial tekan dan momen lentur
(akibat lentur diasumsikan 50% dari pengaruh aksial) dari gaya aksial pada kabel
untuk satu sisi kolom vertikal pylon tersebut.
1. Material
: Beton bertulang
2. fc
: 50 MPa
3. fy
: 400 Mpa
4. Bentuk pylon menggunakan tipe two vertical:

= a b c
Perhitungan modulus elastisitas ekivalen masing-masing kabel diberikan
contoh kabel s1, kemudian untuk kabel yang lain ditabelkan sebagai berikut:
- Kabel s1:
a1 = 15 m ; b = 2 m, c1 = 31m
2

l 15 2 2 2 312 = 34.50 m
200000
E eq
6
(77.01x10 x34500) 2
1
x 200000
12 x1488 3
= 200000 Mpa
Tabel 4.3 Perhitungan modulus elastisitas ekivalen

( .l ) 2
E
12. 3

ai

ci

(m)

(m)

(m)

s4

48

37

60.64

1.0000

200000

s3

45

35

57.04

1.0000

200000

s2

30

33

44.64

1.0000

200000

s1

15

31

34.50

1.0000

m1

15

31

34.50

m2

30

33

m3

45

35

m4

60

37

No.

Eeq
Tabel 4.4 Perhitungan gaya aksial pada pylon

(MPa)

()

( kN )

Ts1

23

2293.67

Ts2

41

2293.67

200000

Ts3

51

2293.67

1.0000

200000

Ts4

51

4253.67

44.64

1.0000

200000

Tm1

23

2293.67

57.04

1.0000

200000

Tm2

41

2293.67

Tm3

51

2293.67

Tm4

58

2293.67

No.
kabel

70.52
1.0000
200000
Dari Tabel 4.3 dapat diamati bahwa koreksi modulus elastisitas yang terjadi
sangat kecil (kurang dari 0.5%) sehingga dapat diabaikan. Hal ini berarti lendutan
kabel yang terjadi akibat berat sendiri sangatlah kecil sehingga dapat dianggap
sebagai kabel lurus.

T=
20309.36
Gaya aksial total (T) = 20309.36 kN
b = lebar penampang ; h = tinggi penampang = 2 b

A perlu

T
20309.36

676978.67mm 2 = 6769.79 cm2


fc' 30 x10 3

*Asumsi akibat pengaruh momen lentur 50%, maka :

Atot = (1+50%) 6769.79 = 10154.69 cm2


Luas penampang (A) = b x 2 b = 2 b2
b=

Untuk mendapatkan pengaruh yang paling menentukan, beban dikonfigurasi


dalam keadaan ultimit (RSNI T-02-2005: Tabel 40) seperti berikut:
Tabel 4.2 Konfigurasi pembebanan lantai kendaraan
Model
Kombinasi
Gambar

A
10154.69
= 71.26 cm 150 cm

2
2
h = 2 x 150 = 300 cm

4. DESAIN STRUKTUR SEKUNDER


4.1 Pelat lantai kendaraan (komposit)
Pelat lantai kendaraan berupa beton komposit antara beton bertulang dengan
pelat compodeck.
S h ear co n n ecto r
D 19

co m p o d eck

DL+SDL+PLL+LL

DL+SDL+PLL+LL

= DL = Beban sendiri
= LL = Beban truk

40

= SDL = Beban aspal


+ beban pelaksanaan

d3=200

160

Dari hasil analisa diperoleh desain lantai kendaraan seperti gambar berikut :

0 ,05

50

A sp al

P ro fil rib s

P O T O N G A N I-I

0 ,17

C o m p o d eck

10 - 2 00
D 19 - 1 00

cov er = 4 0m m

d 4 = 50 m m
d 3 = 20 0 m m

1 60m m
5 0m m
D 1 9 - 200
S = b 1 - b f = 2.4 m

beton
aspal
comp
fc
fy
fyc
Cover

= 25 kN/m3
= 22 kN/m3
= 77 kN/m3
= 25 MPa
= 400 Mpa
= 550 Mpa
= 40 mm
Tabel 4.1 Rekapitulasi pembebanan lantai kendaraan
Jenis Beban
Nilai
LF
Total
Beban mati (DL)
Beban pelat beton
6.25 kN/m
1.3
8.125 kN/m
Beban compodeck
0.096 kN/m
1.1
0.106 kN/m
Beban superimpose (SDL)
Beban aspal
2.2 kN/m
2.0
4.4 kN/m
Beban pelaksanaan (PLL)
Beban pelaksanaan
2 kN/m
1.25
2.5 kN/m
Beban hidup (LL)
1.8
Beban truk
112.5 kN
263.25 kN
DLA=30%

C om po deck
t = 1 mm

b 1 = 2.6 m

Gambar 4.1 Lantai kendaraan komposit


4.2 Railing jembatan
Railing jembatan dari profil baja bulat, sedangkan koneksi ke landasan diberi
base plate yang diangker ke beton trotoar. Analisa profil railing dengan program SAP
2000, untuk angker dengan menggunakan program Profis Anchor.
beton
= 25 kN/m3
fc
= 25 MPa
fy
= 400 Mpa
Railing direncanakan menerima beban w = 0.75 kN/m yang bekerja sepanjang L
pada pipa sandaran paling atas (RSNI T-02-2005 ps.12.5). Kemudian beban w
didistribusikan ke join-join, sebesar :
Pw = w x b = 0.75 x 0.475 = 0.356 kN
Dari Analisa SAP2000 didapatkan, bahwa profil kuat, yaitu rasio antara beban
terfaktor dengan kapasitas nominal kurang atau sama dengan 1.00.
Tabel 4.2 Hasil analisa profil railing
Diameter
Ps
Pn
Rasio kapasitas
Frame
(")
( kN )
( kN )
1.00

Beban aspal
5.28 kN/m
2.0
10.56 kN/m
Beban pelaksanaan (PLL)
Beban pelaksanaan
2 kN/m
1.25
2.5 kN/m
Beban hidup (LL)
Beban UDL
13.75 kN/m
1.8
24.75 kN/m
Beban KEL
152.88 kN
1.8
275.18 kN
Untuk mendapatkan pengaruh yang paling kritis, beban dikombinasikan
berdasarkan kondisi ultimit (RSNI T-02-2005: Tabel 40) sebagai berikut:
Tabel 5.2 Kombinasi pembebanan gelagar ribs
Kombinasi
Jenis Beban
Komb 1
DL + SDL + LL(UDL+KEL)

Vertikal tepi
3
-0.413
-0.489
0.845
Horisontal
3
-0.332
-1.253
0.265
Vertikal dalam
1
-0.023
-0.091
0.253
Diagonal
1
-0.281
-1.007
0.279
Setiap tiang railing menerima momen :
Mu = w x 0.5L x H
= 0.75 x 0.5(4.75) x 1.3
= 2.316 kN-m
Geser :
Vu = w x 0.5L
= 0.75 x 0.5(4.75)
= 1.781 kN
Beban aksial di joint reaction per-1 tiang (frame vertikal tepi):
Pu
= 0.413 kN (tekan)
Direncanakan :
- Beton kerb : fc = 25 Mpa
- Dimensi base plate 250, t = 14 mm (fy = 400 Mpa)
Hasil analisa angker dengan HILTI profis, didapatkan tipe HIT-RE 500+HAS-M8
(spesifikasi terlampir).

Komb 2

DL + SDL + PLL

Dari hasil analisa dengan program SAP2000 dapat dilihat bahwa kombinasi 1
akibat beban UDL-KEL lebih menentukan baik pada pengaruh momen. maupun
geser.

Mu (+) = 882.62 kNm


Vu
= 333.14 kN

Analisa kapasitas penampang komposit


Mn = 2689 kNm > Mu = 882.62 kNm (ok)
Analisa penampang komposit terhadap geser
Vn = 1228.5 kN > Vu = 333.14 kN (ok)
Kontrol lendutan
Yijin
= 1/800 x 7.5 = 0.0093 m
Tabel 5.3 Lendutan gelagar ribs

5. GELAGAR RIBS
Data perencanaan sebagai berikut :
Gelagar diasumsikan sebagai simple beam.
Beton bertulang : fc = 25 Mpa ; fy = 400 Mpa
Pelat compodeck : fyc = 550 Mpa
Profil baja : BJ-41 fy = 250 Mpa ; fu = 410 Mpa
WF 700.300.13.24 : W = 185 kg/m 1.85 kN/m
Stud/shear connector : fur = 400 Mpa
beton
= 25 kN/m3
aspal
= 22 kN/m3
baja
= 77 kN/m3
Cover
= 40 mm
t.compodeck
= 1 mm

Frame

Displacement (Ymax) (m)

Girder

UDL+KEL

Ribs

0.0088

Ymax Yijin
ok

Dengan demikian gelagar ribs WF 700.300.13.24 memenuhi syarat, hasilnya sebagai


berikut :
tf = 2 4

Tabel 5.1 Rekapitulasi pembebanan gelagar ribs


Jenis Beban
Nilai
LF
Total
Beban mati (DL)
Beban sendiri
2.035 kN/m
1.1
2.239 kN/m
Beban pelat beton
15 kN/m
1.3
19.5 kN/m
Beban pelat compodeck
0.23 kN/m
1.1
0.25 kN/m
Beban superimpose (SDL)

tw = 1 3
d = 700

bf = 300

Gambar 5.1 Hasil desain penampang gelagar ribs

10

5.1 Shear connector (stud)


Direncanakan stud :
D = 22 mm
Asc = x x 222 = 379.94 mm2
Fu = 400 Mpa
S2Jadi jumlah stud sepanjang bentang adalah 2 x 22, sebanyak 44 stud.

Beban UDL
42.975 kN/m
1.8
77.355 kN/m
Beban KEL
63.7 kN/m
1.8
114.66 kN/m
Beban pejalan kaki
1500 kN/m
1.8
2700 kN/m
Untuk mendapatkan pengaruh yang paling kritis, beban dikombinasikan
berdasarkan kondisi ultimit (RSNI T-02-2005: Tabel 40) sebagai berikut:
Tabel 6.2 Kombinasi pembebanan gelagar melintang
Kombinasi
Jenis Beban

S hear connector (S1)


S2
D 19
com
podeck
10 S h ear co
n n ecto
r (S 1 )
D 19

co m p o d eck

10

40

Komb 1

DL+SDL+LL(UDL+KEL)

Komb 2

DL+SDL+LL(UDL+KEL +pejalan kaki)

Komb 3

DL+SDL+PLL

d3=200

160

d3=200

120
120

50

120

P rofil ribs

Dari kondisi diatas dapat dilihat bahwa kombinasi 1 akibat pengaruh UDLKEL lebih menentukan pada pengaruh geser maupun momen.
Analisa kapasitas penampang untuk mengetahui kuat lentur, geser dan
lendutan.

120

P ro fil rib s

33

33
20

S tiffn er
a

20

W F 7 0 0 .3 0 0 .1 3 .2 4

a = 1300

bf

50
100

tf
tw

D 22

2100

D 22

(S2)

L = 2600

2100

6800

(S1)

Gambar 5.2 Detail pemasangan shear connector

Direncanakan : WF 900.300.18.34
d = 912 mm ; tf = 34 mm ; r = 28 mm
bf = 302 mm ; tw = 18 mm ; A = 36400 mm2
Ix = 498000 x 104 mm4 ; Iy = 15700 x104 mm4
Mutu BJ-41 : fy = 250 Mpa
Es = 2 x 105 Mpa
Dari tabel profil (lampiran):
Zx =12221 x 103 mm3
Analisa kapasitas penampang akibat interaksi geser dan lentur
Jika momen lentur dianggap dipikul oleh seluruh penampang, maka gelagar harus
direncanakan untuk memikul kombinasi lentur dan geser (RSNI T-03-2005 ps.7.9.3),
yaitu :

6. GELAGAR MELINTANG
Tabel 6.1 Rekapitulasi pembebanan gelagar melintang
Jenis Beban
Nilai
LF
Total
Beban mati (DL)
Beban Wgelagar
3.146 kN/m
1.1
3.46 kN/m
Beban Pribs
15.26 kN
1.1
16.79 kN
Beban Pbeton
121.88 kN
1.3
158.44 kN
Beban Pcomp
1.87 kN
1.1
2.057 kN
Beban superimpose (SDL)
Beban Paspal
39.6 kN
2.0
79.2 kN
Beban kerb
27 kN/m
1.3
35.1 kN/m
Beban railing
0.826 kN
2.0
1.652 kN
Beban PJU
3.18 kN
2.0
6.36 kN
Beban pelaksanaan (PLL)
Beban pelaksanaan
2 kN/m
1.25
2.50 kN/m
Beban hidup (LL)

Mu
Vu
0.625
1.375
Mn
Vn
1660.77
792.84
0.625
1.375
2749
2216.16
11

0.828 1.375 ...(ok)

P.pelat beton bertulang


P.pelat compodeck

Kontrol lendutan
Yijin
= 1/800 x 7.3 = 0.0091 m
Hasil analisa lendutan dari SAP 2000 sebagai berikut :
Tabel 6.3 Lendutan gelagar melintang
Frame

Displacement (Ymax) (m)

Girder

UDL+KEL

Tengah

0.0089

0.0084

Beban superimpose (SDL)


P.aspal
P.kerb
P.railing
P.PJU

Ymax Yijin
ok

Dengan demikian gelagar melintang WF 900.300.18.34 memenuhi syarat, hasilnya


sebagai berikut :
tf = 3 4

Beban hidup (LL)


Beban UDL
Beban KEL
Beban angin (WL)
Tw1
Tw2

r = 28
tw = 1 8
d = 912

Gambar 6.1 Hasil desain penampang gelagar melintang


7. ANALISA STATIS STRUKTUR UTAMA
Struktur utama terdiri dari gelagar memanjang box, kabel dan strutur pylon.
Masing-masing gaya kabel output dari iterasi yang dilakukan program
MIDAS/Civil ditabelkan sebagai berikut:
Tabel 7.1 Gaya tarik awal (stressing) masing-masing kabel
Kabel
Stressing (kN)
Kabel
Stressing (kN)
4397

m4

4693

s3

2218

m3

1820

s2

2387

m2

2075

3160
m1
2958
Tabel 7.2 Rekapitulasi pembebanan
Jenis Beban
Nilai
LF
Beban mati (DL)
Berat sendiri box (W)
20.78 kN/m
1.1
P.gelagar ribs
15.26 kN
1.1
P.gelagar melintang
10.69 kN
1.1
P.kantilever
0.42 kN
1.1

57.75 kN
36.45 kN
0.826 kN
3.18 kN

20.06 kN/m
222.95 kN

1.3
1.1
W
PDL

341.25 kN
4.88 kN
14.1 kN/m
375.14 kN

2.0
2.0
2.0
2.0
PSDL

115.5 kN
72.9 kN
1.65 kN
6.36 kN
196.41 kN

1.8
1.8

s1

Total
22.86 kN/m
16.79 kN
11.76 kN
0.46 kN

DL + SDL + LLtepi

DL + SDL + LLtengah

DL + SDL + LLpenuh

DL + SDL + Anginpenuh

DL + SDL + Anginekstrim
= DL = Beban sendiri

= SDL = Beban aspal

= LL = Beban UDL

= Beban angin

= Beban KEL

12

1.01 kN/m
1.94 kN/m

36.11 kN/m
401.31 kN

1.2
1.21 kN/m
1.2
2.33 kN/m
Tw
5.31 kN/m
Untuk mendapatkan pengaruh yang paling menentukan, beban dikonfigurasi
seperti berikut (Munaf dan Ryanto, 2004):
Tabel 8.5 Konfigurasi pembebanan
Kasus
Beban
Gambar

bf = 302

s4

262.5 kN
4.44 kN

Hasil analisa statis strutur utama dengan bantuan program MIDAS/Civil,


sebagai berikut :

8. DESAIN KAPASITAS GELAGAR MEMANJANG BOX


Analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan gelagar box terhadap
gaya yang bekerja dari berbagai kasus. Desain gelagar dibagi menjadi dua tipe yaitu
pada midspan closure yang menerima gaya aksial tarik tinggi, dan gelagar bagian
dalam kabel yang menerima gaya aksial tekan tinggi.
Tabel 8.1 Resume gaya dalam gelagar midspan closure

(a)

Momen (kN-m)

Geser (kN)

Aksial (kN)

Kasus 1

-3548

1065

-777

Kasus 2

12395

-1447

8069

Kasus 3

10985

-1447

4802

Kasus 4

3420

-1040

5100

*sb. lemah:

227

Kasus 5

3420

-1038

2573

*sb. lemah:
(b)

-35
Tabel 8.2 Resume gaya dalam gelagar bagian dalam

(c)
Gambar 7.1 Deformasi struktur pada (a)Kasus 1 (b)Kasus 2 (c)Kasus 3

Momen (kN-m)

Geser (kN)

Aksial (kN)

Kasus 1

15646

-1875

-28384

Kasus 2

-14894

1874

-27587

Kasus 3

10238

2196

-30502

1647

-25675

-1646

-25076

Kasus 4

6333

*sb. lemah:

-2414

Kasus 5

6333

*sb. lemah:

-734

(c)

Kontrol akibat aksial

Pn = 50679.6 kN > [Pumax = 30502 kN :Tabel 8.2](ok)


Kontrol akibat kombinasi lentur + aksial
Gelagar midspan closure (Lentur + aksial tarik) :

Pu

8069
t.Pn 50679.6 0.16 0.20

(d)
Gambar 7.2 Deformasi struktur pada (c)Kasus 4 (d)Kasus 5

maka :

13

Mux
Pu
Muy

1.00
2t.Pn b.Mnx b.Mny

9.3 Kroscek penampang kabel berdasarkan gaya kabel P


Contoh perhitungan diberikan untuk kabel s4 dan untuk kabel yang lain
ditabelkan sebagai berikut:
Kabel s4:
Ascaktual = 5180 mm2
Pn
= fijin x Ascaktual
= 1.488 x 5180
= 7708 kN
P
= 6684 kN
Pn > P (ok)
Dari hasil beberapa iterasi tersebut, maka diperoleh kebutuhan kabel seperti
gambar berikut:

8069
227
12395

1.00
2 x50679.6 0.9 x 46980 0.9 x35380
0.38 1.00 (ok)
Gelagar bagian dalam (Lentur + aksial tekan) :

Pu

28384

0.5 0.20

-3
c.Pn 0.85(240000x290/1.03x10 )

maka :

Muy
Pu
8 Mux

1.00
c.Pn 9 b.Mnx b.Mny
0 .5

8 15646
2414

1.00

9 0.9 x 46980 0.9 x35380

0.90 1.00 (ok)


9. ITERASI KEBUTUHAN KABEL

Asc* P* Asc P

Gambar 9.1 Parameter struktur kabel VSL 7-wire strand

9.1 Perhitungan penampang kabel berdasarkan gaya kabel P*


Dari gaya kabel P* yang diperoleh, dapat langsung dihitung luas penampang
yang diperlukan (Asc). Contoh perhitungan diberikan untuk kabel s4 dan untuk kabel
yang lain ditabelkan sebagai berikut:
Kabel s4:
P
= 6840 kN
AAsc = F/fijin
= 6840/1.488
= 4596 mm2
9.2 Perhitungan penampang kabel berdasarkan gaya kabel P*
Dari gaya kabel P* yang diperoleh, dapat langsung dihitung luas penampang
yang diperlukan (Asc). Contoh perhitungan diberikan untuk kabel s4 dan untuk kabel
yang lain ditabelkan sebagai berikut:
Kabel s4:
P
= 6840 kN
AAsc = F/fijin
= 6840/1.488 = 4596 mm2

10. PENULANGAN STRUKTUR PYLON


Tulangan pokok dihitung dengan program bantu PCACOL, hasilnya sebagai
berikut:
Kolom pylon 1.50 x 3.00 m 292 D32 ( = 5.32%)
Balok atas 0.60 x 2.00 m 24 D32 ( = 1.64%)
Balok bawah 1.00 x 1.50 m 46 D32 ( = 2.51%)
11. STAGING ANALYSIS
Metode pelaksanaan/staging analysis konstruksi jembatan cable stayed ini
dibuat kantilever bebas dan dipengaruhi langsung oleh beban form traveller. Gelagar
dan LK (gelagar melintang, kantiever, ribs dan pelat compodeck) sebelum dipasang
dirangkai terlebih dahulu untuk mengurangi pengerjaan saat pelaksanaan. Tahapannya
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pemasangan gelagar G1(gelagar memanjang box) dan LK1
menggunakan crane kemudian ditempatkan di atas perancah lalu dilakukan
pen-jacking-an pada angker s1 dan m1.

14

Muy
Pu
8 Mux

1.00
c.Pn 9 b.Mnx b.Mny

2.

Tahap berikutnya dilakukan pemasangan pada Gs2 dan LKs2, lalu dijacking
pada angker s2.
3. Pemasangan Gm2 dan LKm2, lalu dijacking pada angker m2. Dilanjutkan
dengan pengecoran pelat beton LK1.
4. Pemasangan Gs3, LKs3, Gm3 dan LKm3, lalu jacking dilakukan bergantian
dengan melakukan pada angker m3 terlebih dahulu.
5. Kemudian Jacking dilakukan pada angker s3. Diteruskan dengan pengecoran
pelat beton LKs2 dan LKm2.
6. Pemasangan Gs4, LKs4, Gm4 dan LKm4 tetap menggunakan form traveler.
7. Jacking pada pylon diawali pada s4 dan diangker di blok angker pada
abutment. Kemudian dilakukan jacking pada s4.
8. Berikutnya dilakukan penyambungan closer yaitu Gclosure dan LKclossure. Lalu
pengecoran pelat beton mulai dari LKs3, LKm3, LKs4 sampai LKm4. Setelah
itu salah satu form traveler dibongkar, dan dilanjutkan dengan pengecoran
pelat beton closer lalu form traveler dibongkar.
9. Selanjutnya dilakukan pekerjaan infrasturktur pelengkap bangunan.
Metode analisis struktur dibuat dengan metode demolishing procedure melalui
backward solution. Dimulai dari keadaan final jembatan dilanjutkan dengan melepas
bagian per bagian hingga sampai pada keadaan awal pada metode pelaksanaan.
Semua tahapan tersebut di-input-kan kedalam program MIDAS/Civil sehingga
didapat hasil gaya per tahapan analisa.
11.1Kontrol gelagar memanjang box
Gaya aksial maksimal gelagar bagian dalam saat pelaksanaan lebih besar
dibandingkan pada saat servis, sehingga gelagar perlu dikroscek kapasitasnya. Gaya
maksimum yang bekerja pada gelagar bagian dalam saat pelaksanaan yang
menimbulkan momen maksimum adalah:
Tabel 11.1 Gaya dalam pada tahap 17, gelagar Gm1
Gelagar
Gm1

Tahap
17

Momen (kNm)
Sb. kuat

Sb. lemah

Geser
(kN)

Aksial
(kN)

19474

-1722

-2206

-35071

8 19474
1722
0 .6

1.00
9 0.9 x 46980 0.9 x35380
0.988 1.00 (ok)
11.2 Kontrol penampang kabel
Tabel 11.2 Gaya kabel saat pelaksanaan
Gaya kabel (kN)

Kabel

Ket.

Servis

Pelaksanaan

Selisih

Gs4

6684

4596

2088

31%

Tahap 1

Gs3

2567

1905

663

26%

Tahap 1

Gs2

2787

2036

751

27%

Tahap 1

Gs1

3956

2918

1038

26%

Tahap 19

Gm1

3980

3070

910

23%

Tahap 19

Gm2

2738

1990

748

27%

Tahap 1

Gm3

2482

1825

657

26%

Tahap 1

Gm4
5713
4757
956
17%
Tahap 1
Dari tabel diatas dapat diamati bahwa hampir semua kabel mendapat gaya
kabel maksimum pada tahap 1 yaitu saat kondisi final sebelum beban hidup diberikan.
Hanya pada kabel di dekat pylon (s1 dan m1) tidak demikian. Kabel-kabel ini
mendapat gaya kabel maksimum saat tahap 19. Hal ini karena pada saat itu kabelkabel ini memikul beban gelagar dan form traveller sendirian. Gaya kabel saat
pelaksanaan semuanya lebih kecil dari gaya kabel saat servis, maka kebutuhan
penampang kabel terpenuhi.

Kontrol akibat kombinasi lentur + aksial


Gelagar bagian dalam (Lentur + aksial tekan) :

Pu

35071

0.6 0.20

-3
c.Pn 0.85(240000x290/1.03x10 )

maka :
side
middle
Gambar 11.1 Deformasi struktur Tahap 19

15

11.3Kontrol struktur pylon


Tabel 11.3 Momen sumbu x pylon saat pelaksanaan
Momen sb. x (kNm)

Elemen

Ket

Servis

Pelaksanaan

Selisih

BA1

166

79

87

52%

BA2

265

197

68

26%

Tahap 9

BA3

178

121

56

32%

Tahap 19

BB

-2802

-2644

159

6%

Tahap 1

KKi

17554

28396

-10842

-62%

Tahap 8

Tahap 1

KKa

20026
32092
-12066
-60% Tahap 8
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa untuk elemen balok (BA dan BB),
momen x saat pelaksanaan masih lebih kecil dibandingkan dengan momen x saat
servis. Sedangkan untuk elemen kolom, momen x saat pelaksanaan ternyata lebih
besar sekitar 62% (KKi) dan 60% (KKa) dibandingkan dengan saat servis. Kolomkolom ini harus dikroscek terhadap tulangan yang telah ada dan apabila tidak
memenuhi, harus direncanakan ulang.
Gaya maksimum yang bekerja pada pylon bagian kolom saat pelaksanaan yang
menimbulkan momen maksimum adalah:
Tabel 11.4 Gaya dalam pada tahap 8, pylon Kka
Elemen

Tahap

Momen (kNm)
Sb. x

Sb. y

Geser
(kN)

Gambar 11.2 Diagram interaksi pylon saat pelaksanaan


Dari diagram interaksi tersebut nomor 1 mewakili gaya dalam pada tahap 8
menunjukkan bahwa kapasitas penampang pylon memenuhi syarat dengan tulangan

terpasang 293D32 ( = 5.32%).


Tabel 11.5 Momen sumbu y pylon saat pelaksanaan
Momen sb. y (kNm)

Elemen

Aksial
(kN)

KKa
8
32092
2032
-1456
-14804
Momen yang terjadi dikalikan faktor pembesaran momen karena kelangsingan
pylon seperti pada analisa penampang pylon sebagai berikut ini dengan Pu adalah
gaya aksial pada tahap 8.
1. Rangka tanpa pengaku lateral (unbraced frame)
Momen desain Mc = xM ux = 2.39 32092 = 76699.88 kNm
2. Rangka dengan pengaku lateral (braced frame)
Momen desain Mc = yM uy = 2.4 2032 = 4876.8 kNm

Ket

Servis

Pelaksanaan

Selisih

BA1

1329

646

683

51%

Tahap 1

BA2

2039

1567

472

23%

Tahap 9

BA3

1358

1184

174

13%

Tahap 19

BB

4039

4580

-540

-13%

Tahap 1

KKi

-2650

-2248

403

15%

Tahap 8

KKa

2467
2032
434
18%
Tahap 8
Dari tabel di atas, ternyata balok BB mempunyai momen y saat pelaksanaan
yang lebih besar daripada saat servis sehingga perlu dikroscek apakah dengan jumlah
tulangan yang ada masih memenuhi.
Gaya maksimum yang bekerja pada balok BB saat pelaksanaan yang
menimbulkan momen y maksimum adalah:
Tabel 11.6 Gaya dalam pada tahap 1, balok BB

Dengan tulangan yang telah ada, diagram interaksi yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:

Elemen
BB

16

Tahap
1

Momen (kNm)
Sb. x

Sb. y

Geser
(kN)

Aksial
(kN)

-2644

4580

1863

8549

Dengan tulangan yang telah ada, diagram interaksi yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:

BB

9878

8549

1329

13%

Tahap 1

KKi

-18282

-14935

3347

18%

Tahap 8

KKa

-18001
-14804
3196 18% Tahap 8
Dari tabel di atas, dapat diamati bahwa sebagian besar gaya aksial yang terjadi
saat pelaksanaan masih lebih kecil dari gaya aksial saat servis, kecuali untuk balok
BA2. Tetapi hal ini tidak perlu dikroscek karena besarnya tidak melebihi gaya
aksial balok BA1 dan BA3. Dimana BA1, BA2 dan BA3 mempunyai penampang
yang sama.

12. ANALISA DINAMIS


Analisa dinamis ini meliputi analisa stabilitas aerodinamis yaitu vortexshedding (yang berkaitan langsung dengan efek psikologis), flutter dan gempa. Tetapi
untuk proyek yang sebenarnya, analisa dinamis ini harus dilakukan dengan
terowongan angin menggunakan model.

Gambar 11.3 Diagram interaksi balok BB saat pelaksanaan


Dengan demikian hasil interaksi akibat pengaruh pelaksanaan, kapasitas
penampang mencukupi dengan tulangan terpasang 46D32 ( = 2.51%).

12.1 Stabilitas Aerodinamis


a. Frekuensi alami
Frekuensi alami yang dihitung yaitu frekuensi lentur (fB) dan frekuensi
torsi (fT).

Tabel 11.7 Gaya geser pylon saat pelaksanaan


Geser (kN)

Elemen

fB = 0.32 Hz
fT = 0.35 Hz

Ket

Servis

Pelaksanaan

Selisih

BA1

609

537

72

12%

Tahap 1

BA2

679

538

141

21%

Tahap 9

BA3

-5109

-4249

860

17%

Tahap 19

b. Efek vortex-shedding

BB

1916

1863

53

3%

Tahap 1

KKi

-1793

-1454

339

19%

Tahap 8

Vortex-shedding adalah osilasi gaya akibat pusaran angin atau turbulensi. Pada
kecepatan angin tertentu yang disebut kecepatan kritis, akan terjadi vortex-shedding.
Untuk mendapatkan kecepatan kritis yang akan menyebabkan vortex-shedding,
digunakan persamaan angka Strouhal (S).
S

-1740
-1456
285 16%
Tahap 8
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa geser saat pelaksanaan masih lebih kecil
dari geser yang terjadi saat servis sehingga tidak perlu direncanakan ulang.
Tabel 10.11 Gaya aksial pylon saat pelaksanaan
Aksial (kN)

Ket

Servis

Pelaksanaan

BA1

-1757

-1664

93

5%

BA2

-1629

-1689

-60

-4%

Tahap 9

BA3

-1758

-1693

65

4%

Tahap 19

fB h
V

Dimana:
S = Angka Strouhal
fB = Frekuensi alami lentur
h = Tinggi lantai kendaraan
V = Kecepatan angin yang dihitung berdasarkan angka Strouhal
Kecepatan angin V dicari dengan menggunakan persamaan angka Strouhal.
Angka Strouhal (S) sendiri ditentukan 0.15 yaitu rata-rata dari jangkauan nilai antara
0.10 dan 0.20. Tinggi lantai kendaraan (h) adalah 1.75 m.

KKa

Elemen

Selisih
Tahap 1

V =

17

fB h
S

0.32 1.75
0.15

= 3.73 m/det
Selanjutnya dicek dengan menggunakan persamaan angka Reynold, sebagai
berikut:
Re =

V B

Dimana:
Re = Angka Reynold
V = Kecepatan angin yang dihitung berdasarkan angka Strouhal
B = Lebar lantai kendaraan
= Viskositas kinematis udara
Nilai angka Reynold harus berkisar antara 105 sampai 107. Viskositas
kinematis udara diberikan 0.15 cm2/det (Walther, 1999). Lebar lantai kendaraan 11.2
m.

V B

3.73 11.2
=
0.15 10 4

Re =

= 2.79 x 106 (105 < Re < 107)


Akibat terpaan angin, akan terjadi uplift atau gaya angkat yang besarnya:
Fo =

V2
Ch
2

Gambar 12.1 Koefisien C dari tiga penampang


Grafik diatas adalah hasil percobaan dari tiga bentuk penampang lantai
kendaraan jembatan-jembatan yang sudah berdiri. Penampang yang ditandai sudah
cukup merepresentasikan bentuk penampang lantai kendaraan yang dipakai. Dengan
diambil 0, didapat C sebesar 0.4. Tetapi pada kenyataannya, angin tidak selalu
menabrak jembatan dalam arah horisontal sempurna. Terkadang terdapat sudut
yang berkisar antara 3 sampai 9 (rata-rata 6) (Walther, 1999), sehingga didapat C
yang paling menentukan yaitu 0.38. Tanda positif menunjukkan bahwa gaya angkat
bekerja ke atas.

Dimana:
Fo = Gaya angkat
= Berat volume udara
V = Kecepatan angin yang dihitung berdasarkan angka Strouhal
C = Koefisien gaya angkat lantai kendaraan
h = Tinggi lantai kendaraan
Berat volume udara diketahui 1.3 kg/m3. Dan koefisien C diambil melalui
grafik berikut:

V2
Ch
2
3.73 2
= 1 .3
(0.38) 1.75
2

Fo =

= 6.01 N/m

18

Gaya ini akan menimbulkan osilasi gelagar yang amplitudonya dapat dihitung
sebagai berikut:

v =

Fo
v max
m

Dimana:
v = Amplitudo osilasi
= Penurunan logaritmik (koefisien peredaman)
Fo = Gaya angkat
vmax= Deformasi statis maksimum struktur karena berat sendiri dalam arah
yang ditinjau
m = Berat sendiri lantai kendaraan per meter lari
Penurunan logaritmik (koefisien peredaman) ditentukan berkisar 0.05
(Walther, 1999). Fleksibilitas lantai kendaraan didefinisikan sebagai rasio antara
beban dan deformasi yang dihasilkan. Berat sendiri lantai kendaraan yaitu terdiri dari
berat pelat, gelagar melintang, dan gelagar memanjang adalah 67.97 kN/m.

Fo
v max
m

6.01
=
3.0 10 3
3
0.05 67.97 10

v =

= 16.66 mm
Amplitudo getaran sebesar 16.66 mm dengan frekuensi sebesar 0.32 Hz masuk
dalam daerah (A) yang dapat diterima. Hal ini dapat dilihat dari grafik berikut
(Walther, 1999):

Gambar 12.2 Klasifikasi efek psikologis berdasarkan amplitudo getaran


Bila perlu, perhitungan dapat dilanjutkan dengan mencari nilai percepatan
getaran yang dihasilkan dengan persamaan sebagai berikut:

v = 42 x f 2 x v
= 42 x 0.322 x (16.66 x 10-3)
= 0.083 m/s2
Percepatan sebesar 0.083 m/s2 dengan frekuensi sebesar 0.32 Hz masuk dalam
daerah (A) yang dapat diterima. Hal ini dapat dilihat dari grafik berikut (Walther,
1999):

19

Gambar 12.5 Efek flutter dengan perbedaan fase /2


Untuk mendapatkan kecepatan kritis teoritis, digunakan metode
Klppel, yang didasarkan pada teori Theodorsen yang meneliti efek flutter
pada sayap pesawat. Metode ini menggunakan grafik berikut (Walther, 1999):

Gambar 12.3 Klasifikasi efek psikologis berdasarkan percepatan getaran (Walther,


1999)
Untuk meminimalisasi vortex-shedding ini, beberapa langkah dapat diambil
(Walther, 1999).
Memberikan lantai kendaraan penampang yang lancip di tepinya untuk
membelah angin. Dengan begitu, tidak terjadi turbulensi. Akan tetapi
system lantai kendaraan jembatan ini dengan twin box girder.
Memasang deflector atau pengarah angin di sudut-sudut penampang
sehingga udara mengalir dengan lancar dan tidak terjadi turbulensi.

c. Efek flutter
Fenomena flutter terjadi jika muncul ayunan lentur dan ayunan torsi
akibat terpaan angin, dan keduanya memiliki perbedaan fase sebesar /2. Pada
kecepatan angin tertentu yang disebut kecepatan kritis, akan menghasilkan
efek ini. Gabungan antara ayunan lentur dan ayunan torsi ini semakin lama
akan semakin besar walaupun kecepatan kritis tetap dan akan menyebabkan
runtuhnya struktur (Walther, 1999).

Gambar 12.6 Kecepatan kritis teoritis untuk flutter

20

Grafik diatas digunakan untuk nilai = 100. Persamaan adalah:


=

m
b2

Dimana:
m = Berat sendiri lantai kendaraan per meter lari
= Berat volume udara
b = Setengah lebar lantai kendaraan
Berat sendiri lantai kendaraan yaitu terdiri dari berat pelat
(beton+compodeck), gelagar melintang, dan gelagar memanjang (ribs+box)
adalah 67.97 kN/m atau 6797 kg/m. Berat volume udara diketahui sebesar
1.3 kg/m3. Lebar lantai kendaraan adalah 11.2 m sehingga setengahnya adalah
5.6 m.

m
b2
6797
=
= 53.09
1 .3 5 .6 2

Nilai = 53.09 mendekati angka 100, sehingga grafik dapat dipakai.


Selain , diperlukan juga beberapa parameter lain diantaranya , r/b, dan .
adalah rasio antara fT dan fB. Telah didapatkan bahwa fT = 0.35 Hz
dan fB = 0.32 Hz, sehingga = 1.09. Nilai r/b sendiri dapat dihitung: 3.57/5.6
= 0.64. adalah penurunan logaritmik (koefisien peredaman) dan ditentukan
berkisar 0.05.
Dengan melihat grafik di atas, dapat diketahui nilai kecepatan kritis
teoritisnya.

Gambar 12.7 Koefisien koreksi = Vcrit actual/Vcrit theoritical


Penampang lantai kendaraan yang dipakai mendekati penampang yang
ditandai, jadi boleh digunakan. Dengan nilai = 1.09, didapatkan nilai koreksi
= 0.9.
Pada kenyataannya, angin tidak selalu menabrak jembatan dalam arah
horisontal sempurna. Terkadang terdapat sudut yang berkisar antara 3
sampai 9 (rata-rata 6). Maka dari itu, diperlukan lagi koreksi. Untuk lantai
kendaraan dengan penampang aerodinamis, koreksi ini sebesar 0.5 (Walther,
1999).
( = 6)
= 0.5 x ( = 0)
= 0.5 x 0.9
= 0.45
Sehingga:
Vcrit actual
= x Vcrit theoritical
= 0.48 x 68

Vcrit .theoritical
=6
2 fB b
Sehingga:
Vcrit. theoritical = 6 (2 x x fB x b)
= 6 (2 x x 0.32 x 5.6)
= 68 m/det
Besar kecepatan kritis teoritis ini harus dikoreksi menjadi kecepatan
kritis aktual menggunakan grafik berikut (Walther, 1999):

21

= 30.6 m/s
= 110.16 km/jam
Hal ini berarti, bila angin di lapangan bertiup dengan kecepatan 110.6
km/jam, maka akan mulai terjadi efek flutter. Jadi kecepatan angin di
lapangan tidak boleh melebihi kecepatan ini. Sedangkan untuk perencanaan,
telah digunakan kecepatan angin 30 m/s = 108 km/jam, sehingga
memenuhi.

Sb. Y
-24328
5294
-14
-309
-7176
Karena momen akibat gempa pada arah memanjang maupun melintang menimbulkan
reaksi momen yang lebih besar dari saat kondisi servis maka perlu dilakukan kontrol
penampang kapasitasnya.
Pembesaran momen akibat gempa arah sumbu x
1. Rangka tanpa pengaku lateral (unbraced frame)
Momen desain Mc = xM ux = 2.82 15556 = 43868 kNm
2. Rangka dengan pengaku lateral (braced frame)
Momen desain Mc = yM uy = 1.4 5294 = 7412 kNm

12.2 Gempa dinamis


Beban gempa dianalisa dinamis dengan response spectrum analysis
menggunakan bantuan program MIDAS/Civil menurut Pd T-04-2004B. Struktur
berada pada daerah yang memiliki zona gempa 4.

Dengan tulangan yang telah ada, diagram interaksi yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:

a. Pengaruh gempa pada kolom pylon


Arah beban gempa masing-masing memberikan pengaruh pembebanan yang
cukup besar pada pylon sebagai berikut :
Tabel 12.1 Perbandingan My
Arah
Gempa
Sb. X
Sb. Y

Elemen

Momen sb. Y global (kNm)


Servis

Gempa

Kki

-2650

10336

7685

Selisih
290%

Kka

2467

10926

8459

343%

Kki

-2650

3689

1038

39%

Kka

2467

5294

2827

115%

(a)

Tabel 12.2 Perbandingan Mx


Arah
Gempa
Sb. X
Sb. Y

Elemen
Kka

Elemen

Momen sb. X global (kNm)


Servis

Gempa

Selisih

Kki

17554

15556

-1998

-11%

Kka

20026

-15556

-4471

-22%

Kki

17554

-26124

8570

49%

Kka

20026

-24328

44355

221%

(b)
Gambar 12.8 Diagram interaksi pylon akibat gempa (a)gempa arah sb.x (b)gempa
arah sb.y
Dengan demikian hasil interaksi, kapasitas penampang mencukupi dengan tulangan
terpasang 292D32 ( = 5.32%)

Tabel 12.3 Gaya dalam pylon akibat gempa


Momen (kNm)
Geser (kN)
Arah
Aksial
Gempa
Sb. X
Sb. Y
Sb. X
Sb. Y
(kN)
Sb. X

-15556

10926

-939

405

-16418

22

Dengan demikian hasil re-desain kebutuhan tulangan bertambah, dari 24D32 ( =


1.64%) menjadi 44D32 ( = 3%).

b. Pengaruh gempa terhadap BA


Tabel 12.4 Perbandingan Mx dan My BA
No.

Kasus

Momen x

Momen y

Geser

Aksial

(kNm)

(kNm)

(kN)

(kN)

c. Pengaruh gempa terhadap BB


Tabel 12.5 Perbandingan Mx dan My BB

Kasus 1

-229

553

215

-1495

Kasus 2

-264

2039

-220

-1737

Kasus 3

-265

1428

-219

-1758

Kasus 1

Kasus 4

-226

1124

271

-1459

Kasus 5

-226

1128

265

-1459

Gempa x

-390

5000

-215

-1967

Gempa y

-2946

4985

1816

-1705

Momen x

Momen y

Geser

(kNm)

(kNm)

(kN)

(kN)

-2600

-2347

-747

8654

Kasus 2

-2625

4039

-747

9502

Kasus 3

-2621

1499

-749

9878

Kasus 4

-2802

181

766

8169

Kasus 5

-2798

196

766

8169

Gempa x

-3306

3560

-745

-10849

No.

Kasus

Aksial

Gempa y
-13641
162
2879
-10460
Dengan tulangan yang telah ada, diagram interaksi yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:

Gambar 12.9 Diagram interaksi akibat gempa y


Hasil analisa yang ditunjukkan oleh diagram interaksi diatas manyatakan, bahwa pada
pada kasus Gempa arah y kapasitas tidak cukup, sehingga perlu dilakukan re-desain
dengan menambahkan tulangan, ditunjukkan sebagai berikut :
Gambar 12.11 Diagram interaksi BB akibat gempa y
Hasil analisa yang ditunjukkan oleh diagram interaksi diatas manyatakan, bahwa pada
kasus Gempa arah y kapasitas tidak cukup, sehingga perlu dilakukan re-desain dengan
menambahkan tulangan, ditunjukkan sebagai berikut :

Gambar 12.10 Diagram interaksi hasil re-desain BA akibat gempa y

23

6. Untuk proyek yang sebenarnya, analisa dinamis yang ditinjau tidak cukup
hanya dengan perhitungan manual saja, tetapi harus menggunakan model
penuh menggunakan terowongan angin (wind tunnel test) agar diketahui
lebih akurat mengenai perilaku aerodinamis struktur.
DAFTAR PUSTAKA
Bridge Management System. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan. BMS
1992. Departemen PU Dirjen Bina Marga.
Gimsing, N.J. 1983. Cable Supported Bridges: Concept and Design. John Wiley &
Sons, Inc.
MIDAS/Civil Manual. Final and Construction Stage Analysis for a Cable Stayed
Bridge. MIDASoft Inc.
HILTI Profis Anchor Manual. Detailed Design Method Hilti. HILTISoft Inc.
Munaf, D.R., dan Ryanto, M. 2004. Kajian Pemodelan Struktur Jembatan Cable
Stayed. Proseding Seminar Nasional Jembatan Berpenahan Kabel.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang.
Nawy, E.G. 1998. Beton Bertulang: Suatu Pendekatan Dasar. Refika Aditama,
Bandung.
OConnor, C. 1971. Design of Bridge Superstructure. Wiley-Interscience.
Standard Nasional Indonesia. Standard Pembebanan untuk Jembatan. RSNI T-022005. Departemen PU Dirjen Bina Marga.
Standard Nasional Indonesia. Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan. RSNI
T-03-2005. Departemen PU Dirjen Bina Marga.
Standard Nasional Indonesia. Perencanaan Beban Gempa untuk Jembatan. Pd T04-2004-B. Departemen PU Dirjen Bina Marga.
Standard Nasional Indonesia. Sistem Lantai Kendaraan dengan Corrugate Steel
Plate (CSP). Pd T-12-2005-B. Departemen PU Dirjen Bina Marga.
Standar Nasional Indonesia. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk
Bangunan Gedung. SNI 03 2847 2002.
Suangga, M. 2007. Konsep Desain Jembatan Cable Stayed Suramadu. Modul
Kuliah Tamu Jembatan Suramadu. Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS,
Surabaya.
Troitsky, M.S. 1977. Cable Stayed Bridges: Theory and Design. Crosby Lockwood
Staples, London.
Walther, R. 1999. Cable Stayed Bridges. Thomas Telford, London.

Gambar 12.12 Diagram interaksi hasil re-desain BB akibat Gempa y


Dengan demikian hasil re-desain kebutuhan tulangan bertambah, dari 46D32
( = 2.51%) menjadi 70D32 ( = 3.82%).
Saran
Laporan Akhir ini pasti masih terdapat kekurangan-kekurangan. Sehingga ke
depannya supaya didapatkan hasil yang lebih baik, beberapa usaha yang perlu
dilakukan antara lain:
1. Banyaknya macam konfigurasi beban hidup kalau perlu ditambah untuk
antisipasi keadaan yang memungkinkan terjadi di masa depan.
2. Pada saat penentuan dimensi kabel, perlu juga dipertimbangkan segi
ekonomis. Apabila digunakan tipe kabel yang memiliki diameter lebih
besar dengan tegangan putus sedikit lebih kecil didapatkan ukuran angker
yang lebih kecil, tipe kabel ini bisa digunakan khusus untuk bagian
tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari penggunaan ukuran angker
yang berlebihan sehingga lebih murah.
3. Dari kelima konfigurasi beban hidup yang ada, gaya maksimum diberikan
bergantian oleh kasus 1, kasus 2, dan kasus 3. Tetapi untuk kasus 4 dan
kasus 5, dimana angin bertiup, sama sekali tidak menentukan walaupun
kecepatan angin yang diberikan cukup besar yaitu 30 m/s atau 108
km/jam. Jadi beban hidup memberi pengaruh yang dominan pada struktur.
4. Ketelitian dalam menghitung berat form traveller perlu diperhatikan,
karena beratnya menentukan perilaku struktur saat pelaksanaan
konstruksi.
5. Khusus untuk meninjau gaya aksial gelagar midspan closure, berat sendiri
yang diberikan tidak untuk seluruh lantai kendaraan, tetapi hanya pada
bagian midspan closure itu saja. Hal ini karena seluruh berat sendiri lantai
kendaraan telah diterima sebagai gaya aksial tekan saat pelaksanaan.
Sehingga bila beban seluruh lantai kendaraan diberikan, beban ini akan
disalurkan ke gelagar midspan closure sebagai gaya aksial tarik yang
besar, yang sebenarnya tidak terjadi.

24

Anda mungkin juga menyukai