Teknik Gempa
Teknik Gempa
PENDAHULUAN
Sebab gempa :
Tunguska explosion on June 30, 1908 , 5.0 on the Richter scale , selain
menimbulkan getaran, juga kebakaran yang meluas 5-10 km (Meteoroid airburst)
Struktur Bumi :
Lempengan (crust)
bergerak
A. Konvergen
Konvergen yaitu gerakan saling bertumbukan antarlempeng
tektonik.
Tumbukan antarlempeng tektonik dapat berupa tumbukan antara lempeng
benua dan benua, atau antara lempeng benua dan lempeng dasar samudra. Pada
bidang batas pertemuan akan terjadi palung laut atau lipatan. Zona atau tempat
terjadinya tumbukan antara lempeng tektonik benua dan benua disebut zona
konvergen. Contohnya tumbukan antara lempeng India dan lempeng benua
Eurasia yang menghasilkan terbentuknya pegunungan lipatan muda Himalaya
dan merupakan pegunungan tertinggi di dunia dengan puncak tertingginya,
Mount Everest. Contoh lainnya, tumbukan lempeng Italia dengan Eropa yang
menghasilkan terbentuknya jalur Pegunungan Alpen. Zona berupa jalur
tumbukan antara lempeng benua dan lempeng dasar samudra, disebut zona
subduksi (subduction zone), contohnya, tumbukan antara lempeng benua
Amerika dan lempeng dasar Samudra Pasik yang menghasilkan terbentuknya
Pegunungan Rocky dan Andes. Di wilayah ini umumnya rawan terhadap gempa
bumi dan banyak ditemui gunung api
B. Divergen
C. Transform
Transform yaitu gerakan saling bergesekan (berlawanan arah)
antarlempeng tektonik. Contohnya gesekan antara lempeng Samudra
Pasik dan lempeng daratan Amerika Utara yang mengakibatkan
terbentuknya Sesar San Andreas yang membentang sepanjang kurang
lebih 1.200 km dari San Francisco di utara sampai Los Angeles di
selatan Amerika Serikat. Zona berupa jalur tempat bergesekan
lempeng-lempeng tektonik disebut Zona Sesar Mendatar
(zona
transform). Terjadi pergeseran dua lempeng dengan arah yang
berlawanan. Pergersaran tidak menimbulkan penghilang atau
pemunculan kerak bumi, tetapi akan terjadi patahan ( sesar ). Gerakan
ini akan menimbulkan terjadi gempa tektonik
Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 kurang lebih
pukul 05.55 WIB selama 57 detik. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9
pada skala Richter. United States Geological Survey melaporkan 6,2 pada
skala Richter; lebih dari 6.000 orang tewas, dan lebih dari 300.000 keluarga
8 Oktober 2005 - Gempa bumi besar berkekuatan 7,6 skala Richter di Asia
26 Desember 2003 - Gempa bumi kuat di Bam, barat daya Iran berukuran
6.5 pada skala Richter dan menyebabkan lebih dari 41.000 orang tewas.
21 Mei 2002 - Di utara Afganistan, berukuran 5,8 pada skala Richter dan
17 Agustus 1999 - barat Turki, berukuran 7,4 pada skala Richter dan
merenggut 17.000 nyawa.
21 Juni 1990 - Di barat laut Iran, berukuran 7,3 pada skala Richter,
merengut 50.000 nyawa.
28 Juli 1976 - Tangshan, Cina, berukuran 7,8 pada skala Richter dan
menyebabkan 240.000 orang terbunuh.
31 Mei 1935 - Di Quetta, India pada ukuran 7,5 skala Richter dan
menewaskan 50.000 orang.
Sesar Turun (Normal Fault), yaitu bila hanging wall posisinya turun terhadap
footwall.
2. Sesar Naik (Reverse Fault), yaitu sesar dimana hanging wall posisinya naik terhadap
footwall.
Berdasarkan Klasifikasi Sesar oleh E.W.Spencer, (1977), sesar dikelompokkan
menjadi:
1. Sesar translasi, merupakan sesar dimana tidak ada gerak rotasi dari masing-masing
blok dan garis-garis sejajar dari blok yang berlawanan tetap sejajar.
2. Sesar rotasi, yaitu sesar dimana ada gerak rotasi dari blok yang satu terhadap yang
lain dan garis-garis sejajar dari blok yang berlawanan menjadi tidak sejajar.
Berdasarkan besar rake dari net slip (Billinge 1977)., sesar terbagi menjadi:
1. Strike Slip Fault, yaitu bila rake 0o dan arah gerakan sejajar terhadap jurus bidang
sesar.
2. Dip Slip Fault, yaitu bila rake 90o dan arah gerakan tegak lurus dengan jurus
bidang sesar.
3. Diagonal Fault, yaitu bila rake tidak sama dengan 0o dan 90o.
Berdasarkan keaktifan sesar, sesar diklasifikasikan menjadi:
1. Menurut Tjia (1976), tingkat keaktifan sesar dibedakan atas:
a. Sesar Aktif, yaitu pergeseran sesar terjadi pada waktu Holosen atau selama
sejarah geologi.
b. Sesar berkeaktifan potensial, yaitu sesar terjadi pada batuan berumur kwarter dan
terjadi pada daerah gempa bumi / gunungapi.
c. Sesar berkeaktifan tidak pasti, yaitu pergeseran sesar yang terjadi lebih tua
daripada kwarter, sesar ini terjadi pada batu gamping dan pada lereng yang curam
1. Concentric Fault, yaitu kumpulan sesar yang konsentris terhadap satu pusat.
2. Radial Fault, merupakan kumpulan sesar yang arahnya membentuk pola.
3. Rectilinier Fault, yaitu kumpulan sesar yang membentuk pola garis hampir tegak
lurus.
4. Paralel Fault, merupakan kumpulan sesar yang membentuk pola sejajar satu
dengan lainnya.
Berdasarkan orientasi pola tegasan utama yang menyebabkannya (Anderson,
1951) :
1. Thrust fault, jika pola tegasan utama maksimum dan intermediet adalah horizontal.
2. Normal fault, jika pola tegasan utama maksimum adalah vertikal.
3. Wrench fault (strike slip fault), jika suatu pola tegasan utama maksimum dan
minimum adalah gorizontal.
Sesar naik dapat dibedakan jenisnya berdasarkan pada posisi bidang sesar terhadap
sumbu lipatan dan arah tectonic transport. Sesar naik yang terbentuk dibagian
belakang sumbu lipatan dinamakan sebagai Forelimb thrust, sedangkan yang
berkembang dibagian depan sumbu lipatan dinamakan sebagai Backlimb thrust.
Berdasarkan pada tectonic transportnya, sesar naik dibedakan menjadi Back thrust
dan Fore thrust. Apabila gerak relatif dari sesar naik searah dengan pada tectonic
transportnya,, maka sesar naik tersebut dinamakan sebagai fore thrust dan
sebaliknya dinamakan sebagai Back thrust. Back thrust yang terbentuk di dalam
Thrust system dapat membentuk Pop-up dan Triangle zone.
Sesar naik dengan pola Imbricate fan atau pola susun genteng dibedakan menjadi
2 (dua) jenis, yaitu Trailling imbricate fan dan Leading imbricate fan. Kedua jenis
pola sesar tersebut dibedakan berdasarkan besarnya jarak pergeseran
(Dispclacement). Trailling imbricate fan dicirikan oleh adanya displacement yang
besar pada bagian paling belakang dari seluruh sesar naik (dilihat dari Tectonic
transport), sebaliknya dinamakan Leading imbricate fan.
Sesar naik dapat dibedakan jenisnya berdasarkan pada posisi bidang sesar
terhadap sumbu lipatan dan arah tectonic transport. Sesar naik yang
terbentuk dibagian belakang sumbu lipatan dinamakan sebagai Forelimb
thrust, sedangkan yang berkembang dibagian depan sumbu lipatan
dinamakan sebagai Backlimb thrust. Berdasarkan pada tectonic
transportnya, sesar naik dibedakan menjadi Back thrust dan Fore thrust.
Apabila gerak relatif dari sesar naik searah dengan pada tectonic
transportnya,, maka sesar naik tersebut dinamakan sebagai fore thrust dan
sebaliknya dinamakan sebagai Back thrust. Back thrust yang terbentuk di
dalam Thrust system dapat membentuk Pop-up dan Triangle zone.
Di dalam Thrust system, posisi bidang sesar dapat relatif sejajar dengan bidang
lapisan batuan yang dinamakan sebagai flat dan apabila memotong bidang lapisan
dinamakan sebagai ramp. Apabila posisi flat searah dengan Tectonic transport
dinamakan frontal ramp dan sebaliknya dinamakan sebagai back thrust.
Gerak relatif suatu blok terhadap blok yang lainnya dapat terjadi sepanjang flat
dan ramp. Blok hanging wall yang menumpang di atas flat dinamakan sebagai
hangingwall ramp sedangkan blok foot wall yang berada di bagian ramp dinamakan
sebagai footwall ramp.
secara
berurutan
(Sequence
of
thrusting).
Apabila
urutan
SESAR MENDATAR
Sesar mendatar (Strike slip fault/Transcurent fault/Wrench fault) adalah sesar yang
pembentukannya dipengaruhi oleh tegasan kompresi. Posisi tegasan utama pembentuk
sesar ini adalah horizontal, sama dengan posisi tegasan minimumnya, sedangkan posisi
tegasan
menengah
adalah
vertikal.
Umumnya bidang sesar mendatar digambarkan sebagai bidang vertikal, sehingga istilah
hanging wall dan foot wall tidak lazim digunakan di dalam sistem sesar ini. Berdasarkan
gerak relatifnya, sesar ini dibedakan menjadi sinistral (mengiri) dan dekstral (menganan).
Moody dan Hill (1956), membuat model pembentukan sesar mendatar yang dikaitkan
dengan sistem tegasan. Di dalam model tersebut dijelaskan bahwa sesar orde I
membentuk terhadap tegasan utama. Sesar orde I baik sudut kurang lebih 30 dekstral
maupun sinistral merupakan sesar utama yang pembentukannya dapat terjadi bersamaan
atau salah satu saja. Selanjutnya sesar orde II mempunyai ukuran yang lebih kecil dan
membentuk sudut tertentu terhadap sesar orde I. Lebih lanjut lagi dijumpai orde sesar
yang lebih kecil lagi.
terus
rekahan
kecil
tersebut
berkesinambungan
dan
akhirnya
(1956). Model pembentukan struktur yang terakhir ini akan dibahas pada sub bab
selanjutnya.
Seperti halnya sesar naik, sesar mendatar pun umumnya tidak berdiri tunggal
melainkan terdiri dari beberapa bidang sesar yang selanjutnya membentuk zona
sesar (fault zone). Di dalam zona sesar mendatar, umumnya sesar ini membentuk
segmen-segmen
sesar
yang
merencong
(en-echelon).
Tahap II : Terbentuk pergeseran sepanjang 2,8 cm dan mulai membentuk shortlived splay fault (S) yang membentuk sudut lebih besar dari 17 terhadap tegasan
utama.
SESAR NORMAL
Sesar normal (Ekstensional fault) terbentuk akibat adanya tegasan ekstensional
(gaya tarikan), sehingga pada bagian tertentu gaya gravitasi lebih dominan.
Kondisi ini mengakibatkan dibeberapa bagian tubuh batuan akan bergerak turun
yang selanjutnya lazim dikenal sebagai proses pembentukan sesar normal.
Sesar normal terjadi apabila Hanging wall relatif bergerak ke bawah terhadap
foot wall. Gerak sesar normal ini dapat murni tegak atau disertai oleh gerak lateral
(sinistral atau dekstral). Sistem tegasan pembentuk sesar normal adalah
ekstensional, dimana posisi tegasan utamanya vertikal sedangkan kedudukan
tegasan menengah dan minimum adalah lateral.
Sesar normal umumnya terbentuk lebih dari satu bidang yang posisinya relatif
saling sejajar. Apabila bidang sesarnya lebih dari satu buah, maka bagian yang
tinggi dinamakan sebagai horst dan bagian yang rendah dinamakan sebagai
graben. Selanjutnya apabila jenjang dari bidang sesar normal ini hanya
berkembang di salah satu sisi saja (gawir sesar hanya dijumpai pada salah satu
lereng saja), maka kelompok sesar tersebut lazim dinamakan sebagai half graben
dan apabila jenjang bidang sesar normalnya berpasangan maka dinamakan
sebagai graben.
Berdasarkan pada bentuk bidang sesar, maka sesar normal ini dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu Planar Ekstensional Fault dan Listric Ekstensional Fault.
Selanjutnya Planar ekstensional fault berdasarkan ada tidaknya rotasi, dibedakan
menjadi Non-rotational planar fault dan Rotational planar fault.
Secara lokal, pembentukan sesar normal dapat terjadi akibat sistem tegasan kompresional.
Terbentuknya Pull apart basin, merupakan salah satu contoh dalam kasus ini. Contoh ideal dari
pembentukan pull apar basin adalah terbentuknya beberapa rendahan atau cekungan (dapat
berupa danau). Di beberapa lokasi sepanjang jalur Sesar Semangko, dijumpai beberapa danau
yang pembentukannya dikontrol oleh sesar ini. Pembentukan sesar Semangko ini dipengaruhi
oleh sistem tegasan kompresional, sedangkan pembentukan danaunya sendiri dipengaruhi oleh
tegasan ekstensional. Dalam kasus ini pembentukan pull apart terjadi pada bagian sesar enechelon.
Di dalam eksplorasi migas, ekstensional fault sistim sangat penting dipelajari, karena sistem
sesar ini mengontrol pembentukan tinggian dan cekungan. Model geometri cekungan sangat
dipengaruhi oleh pola struktur sesarnya yang selanjutnya mempengaruhi geometri dari cekungan
itu sendiri. Graben dan half graben merupakan dua model bentuk cekungan yang seluruhnya
dikontrol oleh pola sesarnya. Selanjutnya dari kontrol struktur ini juga akan diketaui apakah
bentuk
cekungan
ini
simetri
atau
asimetri.
Dalam geometri cekungan asimetri half graben, sesar normal yang berkembang pada batasbatas cekungan dapat berupa simple border fault system atau distributary border fault system.
Selanjutnya pada sisi lain dari suatu cekungan dapat berupa flexure shoulder dan atau fault
shoulder.
1. Jarak episenter
2. Besar energi gempa yang dilepas, biasanya diukur dengan skala Richter
3. Kondisi geologi (batuan intensitasnya lebih kecil dari tanah lunak)
4. Besar derajat kerusakan yang dirasakan manusia, biasanya diukur
dengan skala Modified Mercalli (MM) dalam skala I-XII. Namun aplikasi skala
ini kurang dapat diandalkan karena hanya didasarkan pada hasil pengamatan
terhadap perilaku dan kerusakan obyek-obyek tertentu yang memang tidak
direncanakan dengan baik terhadap beban gempa. Disamping itu, skala
intensitas ini juga tidak menyatakan hubungan langsung dengan karakteristik
getaran gempa. Tanpa adanya sarana lain yang lebih memadai, spektrum
respon percepatan dapat dipakai sebagai suatu tolak ukur sederhana yang
dapat diandalkan untuk memperkirakan intensitas kerusakan struktur pada
suatu wilayah.
1. Hiposentrum
Hiposentrum (hypocentre) adalah pusat gempa bumi, yaitu tempat terjadinya
perubahan lapisan batuan atau dislokasi di dalam bumi sehingga
menimbulkan gempa bumi. Howell (1969) telah membagi jenis-jenis gempa
bumi berdasarkan kedalaman hiposentrumnya, yaitu :
a. gempa bumi dangkal (normal), pusatnya < 70 km
b. gempa bumi sedang (intermedier), pusatnya 70 - 300 km
c. gempa bumi dalam, pusatnya 300 - 700 km
2. Epicentrum
Epicentrum (epicentre) adalah tempat di permukaan bumi yang letaknya
terdekat terhadap hiposentrum. Letak epicentrum tegak lurus terhadap
hiposentrum, dan sekitar daerah ini pada umumnya merupakan wilayah
yang paling besar merasakan getaran gempa bumi.
The Richter magnitude scale accurately reflects the amount of seismic energy
released by an earthquake up to about ML 6.5, but for increasingly larger
earthquakes, the Richter scale progressively underestimates the actual energy
release. The scale has been said to saturate above ML 6.5, from a combination
of instrument characteristics and reliance on measuring only a single, shortperiod peak height (see details in Kanamori, 1983).
Figure A.1.1: Graph showing the relationship of various magnitudes to moment magnitude (Mw). Relation for mbLg is
from Atkinson and Boore (1987). For Ms and ML the relations come from fitting a quadratic to the data compiled by
Ekstrom (1987) and Hanks and Boore (1984), respectively. From Boore and Joyner (1994); reprinted with permission of
the Applied Technology Council.
The seismic moment thus more directly represents the amount of energy
released at the source, rather than relying on the effects of that energy on one
or more seismographs at some distance from the source. Moment magnitude
is calculated from seismic moment using the relation of Hanks and Kanamori
(1979) for southern California
Mw = 2/3logM0-10.7
where Mw is the moment magnitude and M0 is the seismic moment. The
seismic moment scale was developed to circumvent the problem of saturation
in other magnitude scales, and is typically used to describe great earthquakes
(i.e., Ms > 8). Kanamori (1983) composed a graph relating Mw to ML, Ms,
mb, and mB (Fig. A.1.1). In the interest of standardization, paleoearthquake
magnitude should be estimated on the Mw scale; if not, then the magnitude
scale used should be clearly noted.
Example Richter
The method for determining the magnitude of an earthquake is illustrated in
Figure2.1 below. Richter magnitude (M) is a function of the amplitude of the
largest wave on a seismogram and the distance from the recording station to
the epicenter (measured either directly in kilometers or indirectly as the SP
lag time; see Exercise 1). On Figure 2.1, the magnitude is determined by
connecting the maximum wave amplitude (85 mm with proper scaling of the
seismogram) with the epicentral distance (300 km, or 34 sec SP lag). The
magnitude of the earthquake shown is the intersection of that line with the
magnitude axis of the diagram at M=6.0.
Example 2.2.
Find the seismic moment (Mo ) of a Mw=7.5 earthquake.
The answer to this question is a straightforward solution of Equation 2.2:
7.5 = 2/3 * log Mo 10.7
simplifying:
3/2 * (7.5 + 10.7) = log Mo
log Mo = 27.3
The inverse of the logarithm function is the exponent function (10x). The
way to simplify a logarithm term is with the rule that 10(log x) = x, so that:
10 (log Mo) = 10 (27.3)
Mo = 1027.3
Mo = 2.00 * 1027
and the units of seismic moment are dyne.cm.
EARTHQUAKE INTENSITY
Earthquake intensity is defined as the strength of seismic shaking at a given
location. Whereas an earthquake has just a single magnitude, it will have many
different intensities at different locations. In general, areas closest to the
epicenter experience the highest intensities, and shaking diminishes in strength
farther away. This phenomenon is the result of seismic-wave attenuation, which
is the reduction in wave amplitude and wave energy as they travel away from
their source.
RESPONSE SPECTRUM
Modal spectral
analysis One DOF system
Where:
For a fixed value of damping ratio (eg. = 5%) and for a given
ground motion (eg. El Centro 1940) we have to procedure as
follow:
For each value of Tn, we have to solve equation (1) and find
the maximum value of u(t),u(t) and u(t) asociated with this
period.
Then, we have to repeat the procedure for another value of
Tn, for the whole range of interest.
Finally we plot in the xaxis the period and in the yaxis the
quantity respectively.
Gambar . Peta respon spektra percepatan 0,2 detik (Ss) terlampaui 2% dalam 50 tahun
wilayah Klaten (SNI 1726-2012)
Gambar . Peta respon spektra percepatan 1 detik (S1) terlampaui 2% dalam 50 tahun
wilayah Klaten (SNI 1726-2012)