Anda di halaman 1dari 4

Artikel Penelitian

Perbedaan Kadar Feritin Serum


Anak Penyandang Thalassemia Mayor
Setelah Pemberian Kelator Besi
Deferiprone dan Deferoxamine
Yulia Ismail, Lelani Reniarti, Dany Hilmanto
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/
Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

Abstrak: Pemeriksaan kadar feritin serum digunakan untuk menilai respons terapi kelasi besi
pada penyandang thalassemia mayor. Kelator besi yang digunakan saat ini adalah deferoxamine
(DFO) dan deferiprone (DFP). Penimbunan besi terus berlangsung meskipun telah mendapat
kelator besi, oleh sebab itu diperlukan pemberian kelator besi yang efektif dan kontinyu.
Penelitian ini bertujuan melihat perbedaan kadar feritin serum penyandang thalassemia mayor
anak setelah pemberian DFO dan DFP. Metode penelitian menggunakan rancangan analitik
cross sectional, terhadap anak thalassemia mayor pada bulan Mei-Agustus 2009 di Poliklinik
Thalassemia RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. Analisis statistik menggunakan repeated measure ANOVA untuk melihat perbedaan kadar feritin serum setelah pemberian DFO dan DFP
selama 6, 12, atau 18 bulan. Sejumlah 48 anak thalassemia mayor memenuhi kriteria penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan bermakna antara pemberian DFO atau DFP
(Faktor-A) terhadap penurunan kadar feritin serum (p=0,002) dan antara lama pemberian
kelator 6, 12, 18 bulan (Faktor-B) terhadap penurunan kadar feritin serum (p<0,001). Interaksi
antara Faktor-A dan Faktor-B tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,645).
Disimpulkan bahwa jenis kelator dan lama pemberian mempengaruhi penurunan kadar feritin
serum
Kata kunci: feritin, thalassemia mayor, deferiprone, deferoxamine

512

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 11, November 2010

Perbedaan Kadar Feritin Serum Anak Penyandang Thalassemia Mayor Setelah Pemberian Kelator Besi

Differences in Serum Ferritin Levels Children with Thalassemia Major


after Deferiprone and Deferoxamine Iron Kelator Administration
Yulia Ismail, Lelani Reniarti, Dany Hilmanto
Department of Pediatrics, Faculty of Medicine, Padjadjaran University /
Dr. Hasan Sadikin Hospital, Bandung

Abstract: Routine serum ferritin examination was used to evaluate response of iron chelator in
thalassemia major. Iron chelator which was widely used were deferoxamne (DFO) and deferiprone
(DFP). Iron loading in thalassemia major patients continued despite iron chelation therapy, so
effective and continue iron chelator agent was needed. This study was aimed to know the difference
of ferritin serum levels after DFO and DFP therapy in 6, 12, and 18 months. A cross sectional
study was performed between May and August 2009 in Hasan Sadikin General Hospital Bandung.
Forty eight children with thalassemia major were analyzed. There were statistical differences
between DFO or DFP administration (Factor-A) with serum ferritin level (p=0.002) and between
6, 12, 18 months administration time (Factor-B) with serum ferritin level (p<0.001). Interaction
between both factors was not significantly different (p=0.645). In conclusion, type and administration time of iron chelator effect in serum ferritin level.
Keywords: deferiprone, deferoxamine, ferritin, thalassemia major

Pendahuluan
Transfusi darah berulang jangka panjang pada anak
penyandang thalassemia mayor menyebabkan kelebihan besi
di berbagai organ tubuh.1-3 Kadar feritin serum hingga saat
ini merupakan cara pemeriksaan tunggal yang sederhana,
noninvasif, tersedia luas, mudah dilakukan, dan lebih
ekonomis sehingga digunakan untuk pemantauan kelebihan
besi pada penyandang thalassemia mayor yang mendapat
transfusi berulang. 4,5 Italian Society of Haematology
menganjurkan pemeriksaan kadar feritin serum 6 bulan setelah
penggunaan kelator besi dan selanjutnya diulang setiap 4-6
bulan.6 Kadar feritin diketahui berkorelasi dengan kelebihan
besi dalam tubuh sehingga pemeriksaan kadar feritin serum
serial digunakan untuk menilai respons terapi kelasi besi dan
sebagai faktor prognostik penyandang thalassemia mayor.7,8
Penyandang thalassemia mayor yang tergantung
transfusi tetap mengalami kelebihan besi meskipun telah
mendapat terapi kelasi besi, namun prognosisnya lebih baik
bila dibandingkan dengan yang tidak mendapat kelasi besi.
Kelebihan besi yang terus berlangsung menyebabkan
semakin bertumpuknya cadangan besi dalam plasma dan
jaringan sehingga dibutuhkan terapi kelasi besi yang efektif
dan kontinyu untuk mengurangi kelebihan tersebut. Tujuan
terapi kelasi besi adalah menurunkan kadar besi berlebih di
jaringan yang salah satunya dinilai dari penurunan kadar
feritin serum.9,10 Saat ini kelator besi yang digunakan yaitu
deferoxamine (DFO) yang diberikan melalui rute parenteral,
serta deferiprone (DFP) dan deferasirox (DFX) yang

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 11, November 2010

diberikan melalui rute oral.11-14


Kelator besi DFO terbukti efektif mengurangi kelebihan
besi, namun pemberian DFO tidak praktis dan tidak nyaman
sehingga mengurangi kepatuhan pasien untuk melakukan
terapi kelasi besi, sedangkan kepatuhan terapi kelasi besi
penyandang thalassemia merupakan faktor prognosis
kelangsungan hidup.15,16 Kelator besi DFO merupakan kelator
besi heksadentat (satu molekul DFO berikatan dengan satu
atom besi) dengan berat molekul yang besar (molecular
weight, MW 657). DFO sulit menembus membran sel dan
mengurangi kelebihan besi intraselular karena struktur
molekulnya hidrofilik dan bermuatan positif. Tetapi DFO
memiliki dentisitas yang lebih tinggi (pM 27,7) dibandingkan
DFP (pM 20) sehingga memiliki stabilitas yang lebih baik
dalam mengikat besi. Meskipun waktu paruhnya singkat, cara
pemberian DFO melalui infus kontinyu menyebabkan kadar
puncaknya dalam plasma stabil sehingga kelebihan besi
dalam plasma langsung diikat dan membentuk kompleks besiDFO yang diekskresikan melalui urin.9,10,17,18
Alternatif terapi kelasi besi lain yang saat ini banyak
diteliti adalah kelator besi deferiprone (DFP) yang diberikan
melalui rute oral. Cara pemberian DFP lebih praktis, lebih
nyaman, dan lebih ekonomis sehingga meningkatkan
kepatuhan penyandang dalam melakukan terapi kelasi
besi.15,16 Kelator besi DFP merupakan kelator besi bidentat
(diperlukan tiga molekul DFP untuk mengikat satu atom besi),
bersifat lipofilik, tidak bermuatan, dan memiliki berat molekul
yang kecil (MW 212). Dengan demikian selain mengikat besi

513

Perbedaan Kadar Feritin Serum Anak Penyandang Thalassemia Mayor Setelah Pemberian Kelator Besi
bebas dalam plasma, DFP lebih mudah menembus membran
sel di berbagai organ dan mengikat besi intraselular dibandingkan DFO.11-14
Di Poliklinik Thalassemia RSHS, kelator besi DFO dan
DFP tercakup dalam daftar obat pengguna kartu jaminan
kesehatan (JAMKESMAS atau GAKINDA), sehingga dapat
digunakan oleh sebagian besar penyandang Thalassemia
yang datang. Mengingat kelator besi sangat menentukan
prognostik penyandang thalassemia mayor serta belum
adanya keseragaman hasil penelitian sebelumnya mengenai
pengaruh pemberian kelator besi terhadap kadar feritin serum, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk
membandingkan efektivitas DFO dan DFP dalam menurunkan
kadar feritin serum penyandang thalassemia mayor anak
setelah 6, 12, dan 18 bulan.
Metode
Penelitian analitik komparatif dengan metode cross sectional dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2009 terhadap
anak thalassemia mayor yang datang ke Poliklinik Thalassemia RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung setelah mendapat
persetujuan dari orangtua. Kadar feritin awal sebelum
menggunakan kelator besi baik DFO maupun DFP didapat
dari data sekunder yang berasal dari rekam medis, kemudian
dilakukan pemeriksaan kadar feritin serum pada subyek yang
telah mendapat kelator besi selama 6, 12, dan 18 bulan (subjek
pada masing-masing kelompok waktu berbeda dan tidak
diikuti secara prospektif).
Dengan taraf kemaknaan 5% dan power test 80%
didapatkan besar sampel minimal untuk masing-masing
kelompok adalah 8, sehingga jumlah sampel adalah 48. Uji
repeated measure ANOVA digunakan untuk menganalisis
pengaruh pemberian DFO dan DFP terhadap kadar feritin
serum (Faktor-A), perubahan kadar feritin serum berdasarkan
waktu pemberian kelator (Faktor-B), dan interaksi antara

Tabel 1. Kadar Feritin Serum Kelompok Kelator Besi DFO


dan DFP Setelah 6, 12, dan 18 Bulan
Jenis Kelator Waktu (Bulan)
Faktor A
Faktor B

DFO

DFP

Faktor-A p=0,002
p=0,645

6
12
18
6
12
18

Kadar Feritin Serum


Mean mg/dL
Sebelum
Setelah
menggumenggunakan kenakan
lator
kelator
2
4
5
1
2
4

632
199
707
883
677
285

2
3
5
1
2
3

435
723
058
833
481
769

Faktor-B p<0,001 Interaksi faktor-A dan B

Faktor-A dan Faktor-B tersebut. Seluruh perhitungan statistik


menggunakan piranti lunak SPSS versi 17.0.
Hasil Penelitian
Subjek penelitian terdiri dari 19 anak laki-laki anak dan
29 anak perempuan, dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jenis kelator besi yang diterima yaitu kelompok DFO
dan DFP. Masing-masing kelompok tersebut dibagi lagi
berdasarkan waktu pemberian kelator besi yaitu kelompok 6,
12, atau 18 bulan. Untuk mengetahui pengaruh kelator besi
DFO dan DFP terhadap kadar feritin serum dilakukan uji repeated measure ANOVA seperti yang disajikan pada Tabel 1
Berdasarkan Tabel 1 maka hasil uji statistik pengaruh
pemberian DFO dan DFP (Faktor-A) terhadap kadar feritin
serum menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,002). Demikian
pula dengan hasil uji statistik antara waktu pemberian kelator
6, 12, 18 bulan (Faktor-B) terhadap kadar feritin serum
menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,001). Uji statistik
interaksi antara Faktor-A dan Faktor-B terhadap perubahan

Gambar 1. Penurunan Kadar Feritin Serum Kelompok Kelator besi DFO dan
514

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 11, November 2010

Perbedaan Kadar Feritin Serum Anak Penyandang Thalassemia Mayor Setelah Pemberian Kelator Besi
kadar feritin serum tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna (p=0,645).
Perbedaan penurunan kadar feritin serum kelompok
kelator besi DFO dan DFP setelah 6, 12, dan 18 bulan dapat
dilihat pada Gambar 1.
Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa pada setiap
kelompok kelator besi DFO atau DFP terjadi penurunan kadar
feritin serum. Penurunan kadar feritin serum terbesar terdapat
pada kelompok DFO 18 bulan dan terkecil pada kelompok
DFP 6 bulan.
Diskusi
Hasil uji statistik pengaruh pemberian DFO dan DFP
(Faktor-A) terhadap kadar feritin serum dan antara waktu
pemberian kelator 6, 12, 18 bulan (Faktor-B) terhadap kadar
feritin serum menunjukkan perbedaan bermakna.
Penelitian multisenter prospektif, uji tersamar buta
ganda yang dilakukan Maggio et al. 17 di Italia pada tahun
2002 terhadap 144 penyandang thalassemia mayor
menunjukkan tidak terdapat perbedaan kadar feritin serum
setelah satu tahun menggunakan DFO atau DFP. Namun
penelitian prospektif yang dikemukakan Peng7 pada tahun
2003 terhadap 56 penyandang thalassemia mayor di Taiwan menyimpulkan terdapat perbedaan kadar feritin serum
setelah pemakaian DFO dan DFP selama 36 bulan. Penelitian
kami menggunakan metode cross sectional, artinya
pengukuran feritin serum dilakukan satu kali pada
penyandang yang sudah menggunakan kelator besi DFO
atau DFP selama 6, 12, dan 18 bulan, dan subjek pada masingmasing kelompok tidak diikuti secara prospektif. Sedangkan
kadar feritin awal (baseline) pada saat akan menggunakan
kelator besi dilihat dari rekam medis. Hal ini disebabkan
keterbatasan waktu peneliti dan pada saat penelitian
berlangsung kelator besi DFP baru tersedia dan digunakan
di tempat kami selama 18 bulan. Analisis yang digunakan
adalah repeated ANOVA dengan memperhitungkan kadar
feritin baseline, dan ternyata hasilnya memperlihatkan
penurunan kadar feritin yang bermakna setelah pemberian
DFO maupun DFP selama 6, 12, dan 18 bulan. Sebaiknya
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jangka waktu yang
lebih lama (24 bulan, 36 bulan, dan seterusnya) untuk lebih
jelas melihat sampai berapa lama pengaruh kedua jenis
kelator besi terhadap penurunan kadar feritin serum anak
thalassemia mayor yang mendapat transfusi berulang.
Perbedaan penurunan kadar feritin serum antara DFP
dibandingkan dengan DFO serta lamanya waktu pemberian
kelator besi dijelaskan oleh mekanisme sebagai berikut. Pada
saat awal kelebihan besi berada dalam plasma baru kemudian
disimpan di jaringan.3 DFO memiliki berat molekul besar,
struktur heksadentat yang stabil dan kuat mengikat besi
bebas dalam plasma dengan rasio 1:1 (satu molekul DFO
berikatan dengan satu atom besi) membentuk kompleks
ferrioxamine yang diekskresikan melalui urin. Rute
pemberiannya secara parenteral dan kontinyu maka
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 11, November 2010

konsentrasi DFO stabil dalam plasma dan mengikat lebih


banyak besi dalam plasma.8-10 Berbeda dengan DFP yang
memiliki berat molekul kecil, struktur bidentat namun kurang
kuat mengikat besi dengan rasio 3:1 (dibutuhkan tiga molekul
DFP untuk mengikat satu molekul besi). Tetapi DFP memiliki
sifat lipofilik dan netral sehingga memudahkan mobilisasi besi
dari sel dan jaringan. Tampaknya hal ini yang menyebabkan
penurunan kadar feritin serum lebih cepat terjadi pada
pemberian DFO dibandingkan DFP, karena DFO mengikat besi
dan feritin dalam plasma dan langsung mengekskresikannya
ke dalam urin. Sedangkan DFP mengakibatkan akumulasi
sementara besi yang telah berikatan dengan kelator dalam
plasma, sehingga diperlukan waktu lebih lama untuk
mengekskresikan kelebihan besi.13,14
Kesimpulan
Terdapat pengaruh antara jenis kelator besi yang
diberikan terhadap perubahan kadar feritin serum. Pemberian
kelator besi DFO cenderung lebih cepat menyebabkan
penurunan kadar feritin serum bila dibandingkan dengan
pemberian DFP. Ditemukan pula pengaruh antara lama
pemberian kelator terhadap kadar feritin serum. Pemberian
kelator yang lebih lama (18 bulan) cenderung menyebabkan
penurunan kadar feritin serum yang lebih tinggi. Namun
demikian interaksi antara jenis kelator besi dan lama pemberian
tidak menghasilkan perbedaan perubahan kadar feritin serum
yang bermakna.
Daftar Pustaka
1.

Weatherall DJ. The thalassemias. Dalam: Beutler E, Lichtman M,


Coller B, Kipps T, penyunting. Williams hematology. Edisi ke-7.
New York: McGraw-Hill; 2007.h.547-80.
2. Cohen AR, Galanello R, Pennell DJ, Cunningham NJ, Vichinsky E.
Thalassemia. Hematology. 2004;121:14-34.
3. Kushner JP, Porter P, Olivieri NF. Secondary iron overload. Hematology. 2001;56:47-63.
4. Mazza P, Giua R, Marco SD, Bonnetti BG, Amuri B, Masi C, et al.
Iron overload in thalassemia: comparative analysis of magnetic
resonance imaging, serum ferritin and iron content of the liver.
Haematologica. 1995;80:398-404.
5. Noetzli LJ, Carson SM, Nord AS, Coates TD, Wood JC. Longitudinal analysis of heart and liver iron in thalassemia major. Blood.
2008;112(7):2973-8.
6. Angelucci E, Barosi G, Camaschella C, Cappellini MD, Cazzola M,
Galanello R, et al. Italian society of hematology practice guidelines for the management of iron overload in thalassemia major
and related disorders. Haematologica. 2008;93(5):741-50.
7. Peng LH. Safety monitoring of cardiac and hepatic systems in
beta thalassemia patients with chelating treatment in Taiwan. Eur
J Haematol. 2003;70:392-7
8. Pignatti CB, Cappellini MD, Stefano PD, Vecchio GC, Forni GL,
Gamberini MR. Cardiac morbidity and mortality in deferoxamine
or deferiprone treated patients with thalassemia major. Blood.
2006;107(9):3733-7.
9. Franchini M, Veneri D. Iron chelation therapy: an update.
Haematology J. 2004;5:287-92.
10. Hershko C. Role of iron chelation therapy in thalassemia major.
Turk J Haematol. 2002;19(2):121-6.
11. Al-Refaie FN, Hoffbrand AV. Oral iron chelation therapy. Rec Adv
Haematol. 1993;7:185-216.

515

Anda mungkin juga menyukai